5
Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian
Lahan Laju Infiltrasi
mmjam Referensi
Pertanian 26-32
Agnihorti and Yadav 1995 Pertanian 257-102
Navar and Synnot 2000 Sawah 0,022-0,215
Liu 2001
Sawah 0.024 Susilowati
2004
Keadaan ini karena perlakuan pada lahan sawah lebih keras pencangkulan,
pembajakan, dan penggaruan daripada lahan pertanian.
Lapisan kedap air
Infiltrasi pada lahan sawah selain dipengaruhi oleh sifat fisik tanah juga akan
dipengaruhi oleh perlakuan petani terhadap lahan sawahnya seperti pembajakan dan
penggaruan baik dengan alat berat, tenaga manusia maupun oleh tenaga hewan.
Perlakuan ini membuat lahan sawah akan memiliki lapisan dimana lapisan itu
terbentuk dengan sendirinya. Lapisan pada lahan sawah akibat pembajakan biasa
disebut dengan lapisan kedap.
Situmorang dan Sudadi 2001 menyebutkan pembentukan lapisan kedap,
yaitu suatu lapisan yang padat, ketebalan 5- 10 cm, umumnya pada lahan yang telah
disawahkan. Dibandingkan dengan tanah permukaan, lapisan kedap mempunyai bobot
isi lebih tinggi dan pori total yang lebih rendah dan permeabilitasnya lebih rendah.
Lapisan kedap terbentuk karena beberapa faktor, antara lain:
1. Pemadatan selama pembajakan dalam keadaan basah lapisan olah
di atasnya ataupun karena pemadatan lain.
2. Penghancuran agregat akibat pengolahan tanah di atasnya.
3. Dipengaruhi oleh tekstur dan sifat mengembang dan mengkerut tanah.
4. Tanah berlempung halus optimal untuk pembentukkan tapak bajak.
5. Liat yang terlalu tinggi, tapak bajak kurang nyata.
6. Pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu
tergenang air, lapisan tapak bajak juga tidak nyata terbentuk.
7. kondisi terbaik untuk pemadatan adalah pada tanah-tanah
berlempung halus. Lapisan kedap di satu sisi akan
mengganggu, pada musim hujan air yang banyak akan membuat lahan sawah cepat
jenuh air dan limpasan permukaan akan cenderung lebih besar namun di sisi lain
lapisan kedap ini membantu petani agar perkolasi dapat berkurang khususnya pada
saat musim kemarau. Pada lahan sawah, di saat ketersediaan air untuk tanaman
berkurang sedangkan tanaman masih membutuhkan air lapisan kedap membantu
menahan air dan mencegah air tesedia mendekati keadaan titik layu permanen.
Dengan demikian lapisan kedap sangat menguntungkan petani menjaga ketersediaan
air untuk tanaman. Susilowati 2004 menyatakan bahwa akibat sawah yang
tergenang maka pori-pori tanah berangsur- angsur terisi butir-butir sedimen halus yang
terbawa air. Oleh karenanya semakin tua umur sawah semakin kedap tanahnya. Pada
umumnya setelah sawah mencapai umur 4 sampai 5 tahun, kekedapan tanah di sawah
makin stabil, karena telah terbentuk lapisan kedap air yang sempurna.
III. METODOLOGI 3. 1. Tempat Penelitian
Mikro DAS Cibojong yang merupakan bagian dari sub DAS Cicatih
Hulu dan bagian dari DAS Cicatih yang secara administratif masuk ke kecamatan
Cidahu, Kabupaten sukabumi dengan luas area 1392 ha. 50 daerahnya didominasi
oleh hutan diikuti persawahan 28,71, pemukiman 7,53, semak belukar 6,87,
kebun campuran 5,79, ladang 0,94 dan rumput 0,24. Dari hasil observasi curah
hujan pada tahun 2005, daerah ini memiliki curah hujan tertinggi pada bulan Februari
sebesar 478 mm dan curah hujan rata-rata bulanannya sebesar 292 mm Pawitan,
2006. 3. 2. Waktu Penelitian
Pengukuran di lapangan berlangsung dari bulan Mei sampai dengan
September 2006 pada periode musim kering dan pengolahan data dari bulan Oktober
sampai dengan November 2006.
5
Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian
Lahan Laju Infiltrasi
mmjam Referensi
Pertanian 26-32
Agnihorti and Yadav 1995 Pertanian 257-102
Navar and Synnot 2000 Sawah 0,022-0,215
Liu 2001
Sawah 0.024 Susilowati
2004
Keadaan ini karena perlakuan pada lahan sawah lebih keras pencangkulan,
pembajakan, dan penggaruan daripada lahan pertanian.
Lapisan kedap air
Infiltrasi pada lahan sawah selain dipengaruhi oleh sifat fisik tanah juga akan
dipengaruhi oleh perlakuan petani terhadap lahan sawahnya seperti pembajakan dan
penggaruan baik dengan alat berat, tenaga manusia maupun oleh tenaga hewan.
Perlakuan ini membuat lahan sawah akan memiliki lapisan dimana lapisan itu
terbentuk dengan sendirinya. Lapisan pada lahan sawah akibat pembajakan biasa
disebut dengan lapisan kedap.
Situmorang dan Sudadi 2001 menyebutkan pembentukan lapisan kedap,
yaitu suatu lapisan yang padat, ketebalan 5- 10 cm, umumnya pada lahan yang telah
disawahkan. Dibandingkan dengan tanah permukaan, lapisan kedap mempunyai bobot
isi lebih tinggi dan pori total yang lebih rendah dan permeabilitasnya lebih rendah.
Lapisan kedap terbentuk karena beberapa faktor, antara lain:
1. Pemadatan selama pembajakan dalam keadaan basah lapisan olah
di atasnya ataupun karena pemadatan lain.
2. Penghancuran agregat akibat pengolahan tanah di atasnya.
3. Dipengaruhi oleh tekstur dan sifat mengembang dan mengkerut tanah.
4. Tanah berlempung halus optimal untuk pembentukkan tapak bajak.
5. Liat yang terlalu tinggi, tapak bajak kurang nyata.
6. Pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu
tergenang air, lapisan tapak bajak juga tidak nyata terbentuk.
7. kondisi terbaik untuk pemadatan adalah pada tanah-tanah
berlempung halus. Lapisan kedap di satu sisi akan
mengganggu, pada musim hujan air yang banyak akan membuat lahan sawah cepat
jenuh air dan limpasan permukaan akan cenderung lebih besar namun di sisi lain
lapisan kedap ini membantu petani agar perkolasi dapat berkurang khususnya pada
saat musim kemarau. Pada lahan sawah, di saat ketersediaan air untuk tanaman
berkurang sedangkan tanaman masih membutuhkan air lapisan kedap membantu
menahan air dan mencegah air tesedia mendekati keadaan titik layu permanen.
Dengan demikian lapisan kedap sangat menguntungkan petani menjaga ketersediaan
air untuk tanaman. Susilowati 2004 menyatakan bahwa akibat sawah yang
tergenang maka pori-pori tanah berangsur- angsur terisi butir-butir sedimen halus yang
terbawa air. Oleh karenanya semakin tua umur sawah semakin kedap tanahnya. Pada
umumnya setelah sawah mencapai umur 4 sampai 5 tahun, kekedapan tanah di sawah
makin stabil, karena telah terbentuk lapisan kedap air yang sempurna.
III. METODOLOGI 3. 1. Tempat Penelitian