4.3.1. Hubungan Indikator Pasar Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi
pada Jangka Pendek
Pada analisis jangka pendek untuk produk domestik bruto riil GDPR, terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan persamaan kointegrasi pertama
GDPR sebesar 1.548 persen yang signifikan secara statistik. Pertumbuhan ekonomi pada lag pertama secara positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
secara signifikan pada taraf 10 persen yaitu sebesar 1.548137, yang artinya apabila terjadi kenaikan pertumbuhan pertumbuhan ekonomi pada lag pertama
sebesar 1 persen maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 1.548137 persen. Hal ini sesuai dengan fakta yang terjadi bahwa pertumbuhan ekonomi
periode sebelumnya menentukan optimisme pada pertumbuhan ekonomi pada periode yang berjalan. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi pada lag kedua
memiliki hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode berjalan yang secara statistik signifikan pada taraf nyata 10 persen sebesar yang berarti
bahwa apabila terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi pada lag kedua sebesar 0.989754, yang artinya apabila terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi pada lag
kedua sebesar 1 persen maka pertumbuhan ekonomi pada periode yang berjalan akan mengalami penurunan sebesar 0.989754.
Investasi riil yang dihitung berdasarkan pemebentukan modal tetap bruto domestik pada lag pertama memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan
ekonomi yang secara signifikan secara statistik pada taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0.264866, yang artinya saat terjadi kenaikan investasi riil sebesar 1 persen
maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0.264866 persen. Hal ini sesuai dengan struktur perekonomian Indonesia dimana investasi riil sangat
diperlukan untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran
sehingga kenaikan investasi riil akan berpengaruh pada tingkat pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi. Tetapi investasi pada lag kedua memiliki
hubungan negatif yang secara statistik signifikan pada taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0.196413, yang artinya saat terjadi kenaikan investasi riil pada lag kedua
sebesar 1 persen maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan sebesar 0.196413. Hal ini terjadi karena kegiatan investasi merupakan kegiatan menahan
atau mengurangi konsumsi dengan harapan mendapatkan nilai tambah dari aset yang diinvestasikan sehingga kenaikan investasi dapat berarti penurunan
konsumsi. Dengan struktur perekonomian Indonesia yang sekitar 60 persen didominasi oleh kegiatan konsumsi, maka penurunan konsumsi akibat kenaikan
investasi dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi pun menurun secara signifikan.
Dari hasil estimasi jangka pendek VECM diketahui bahwa variabel kapitalisasi pasar saham pada lag pertama memiliki hubungan positif terhadap
pertumbuhan ekonomi yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0.042560, yang artinya kenaikan kapitalisasi pasar saham pada lag
pertama sebesar 1 persen akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.042560 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan
yang go public dan menerbitkan saham baik IPO Initial Public Offering maupun melalui penjualan saham kedua right issue maka semakin besar kapitalisasi
pasar saham sehingga pertumbuhan ekonomi dapat meningkat secara signifikan. Penerbitan saham melalui IPO dan right issue akan meningkatkan dana segar bagi
perusahaan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan ekspansi perusahaan, hal ini berarti semakin besar produk yang dihasilkan oleh perusahaan dan perluasan
lapangan pekerjaan yang secara agregat akan membawa kepada peningkatan investasi riil dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan kapitalisasi pasar saham pada
lag kedua secara statistik tidak signifikan pada taraf nyata 10 persen dan
berhubungan negatif dengan pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 0.008776. Hal ini terjadi karena dana segar yang meningkat pada perusahaan belum bisa
dimanfaatkan secara optimal oleh perusahaan untuk sektor-sektor produktif. Perusahaan lebih memilih untuk memanfaatkan dana segar yang didapatkan dari
pasar saham untuk kegiatan spekulasi yang menjanjikan return yang relatif lebih besar dan cepat apabila dibandingkan berinvestasi di sektor riil yang memiliki
tingkat uncertainty yang tinggi dan tingkat pengembalian yang tidak pasti dan relatif lebih lama.
Variabel indeks harga saham gabungan IHSG pada lag pertama dan lag kedua memiliki hubungan positif pada jangka pendek namun tidak signifikan
secara statistik pada taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0.012202 dan 0.003987, yang artinya apabila terjadi kenaikan indeks harga saham pada lag pertama
sebesar 1 persen maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat 0.012202 persen dan pada saat terjadi kenaikan indeks harga saham pada lag kedua sebesar 1
persen maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat 0.003987. Variabel harga saham merupakan salah satu variabel kunci bagi perekonomian di negara-negara
maju yang mencerminkan suatu perkembangan pasar modal yang dilihat dari perkembangan harga-harga saham yang terdaftar pada pasar saham tersebut.
Indeks harga saham yang tidak signifikan di Indonesia disebabkan oleh peran pasar modal dan pasar saham pada khususnya yang masih tergolong sangat kecil
dalam sistem keuangan Indonesia. Hampir sembilan puluh persen sistem
keuangan didominasi oleh sektor perbankan sehingga pengaruh indeks harga saham masih tergolong kecil apabila dibandingkan pengaruh indikator-indikator
perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada jangka pendek, nilai saham yang diperdagangkan pada lag pertama
memiliki hubungan negatif tehadap pertumbuhan ekonomi yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0.002029, yang artinya kenaikan
nilai saham yang diperdagangkan pada lag pertama sebesar 1 persen akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan sebesar 0.002029
persen. Selain itu, nilai saham yang diperdagangkan pada lag kedua juga memiliki hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi yang signifikan secara statistik
pada taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0.001585, yang artinya apabila terjadi kenaikan nilai saham yang diperdagangkan pada lag kedua sebesar 1 persen maka
pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan sebesar 0.001585 persen. Hubungan yang negatif antara nilai saham yang diperdagangkan dengan
pertumbuhan ekonomi
Indonesia disebabkan
oleh masih
tingginya ketidakpercayaan investor terhadap stabilitas perekonomian Indonesia. Perubahan
nilai saham yang diperdagangkan merupakan suatu ukuran likuiditas suatu pasar saham. Semakin tinggi nilai saham yang diperdagangkan maka pasar saham
tersebut semakin likuid dan investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi pada pasar saham tersebut untuk mendapatkan capital gain yang lebih tinggi dan
kemampuan untuk menghindari resiko. Secara teoritis kenaikan investasi pada sektor keuangan akan diikuti oleh kenaikan investasi pada sektor-sektor usaha
karena tingkat kepercayaan investor yang lebih tinggi pada kondisi perekonomian. Akan tetapi yang terjadi di Indonesia ialah adanya trade-off antara investasi sektor
keuangan dengan investasi pada sektor usaha sektor riil, sehingga saat terjadi booming
pada nilai saham yang diperdagangkan maka investor akan memilih menginvestasikan dananya pada pasar saham dibandingkan pada sektor riil. Hal
ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun akibat penurunan investasi pada sektor riil.
Pada jangka pendek, nilai tukar riil RER pada lag pertama memiliki hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi yang secara statistik tidak
signifikan pada taraf nyata 10 persen yaitu sebesar -0.019183, yang artinya ketika terjadi peningkatan depresiasi nilai tukar riil pada lag pertama sebesar 1 persen
maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan sebesar 0.019183 persen. Depresiasi nilai tukar riil mengindikasikan biaya yang lebih besar bagi perusahaan
untuk memenuhi kebutuhan alat-alat modal yang sebagian besar berasal dari luar negeri. Sedangkan nilai tukar riil pada lag kedua memiliki hubungan positif
terhadap pertumbuhan ekonomi yang tidak signifikan secara statistik pada taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0.021091, yang artinya peningkatan nilai tukar riil
pada lag kedua sebesar 1 persen akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan sebesar 0.021091 persen. Hal ini disebabkan oleh daya
saing yang meningkat karena terdepresiasinya nilai tukar akan berimbas pada produk-produk domestik yang relatif menjadi lebih murah pada pasar
internasional.
4.3.2. Hubungan Indikator Pasar Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi