Syarat-Syarat Pengangkatan Anak TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK

7. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama; 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak 9. Peraturan Mentri Sosial No. 110 HUK 2009 tentang Peizinan Pengangkatan Anak. 10. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung dan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang dalam praktek peradilan telah diikuti oleh hakim-hakim berikutnya dalam memutuskan atau menetapkan perkara yang sama, secara berulang- ulang, dalam waktu waktu yang lama sampai sekarang.

D. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak

1. Pengangkatan Anak Antar Warga Negara Indonesia. a. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. 1 Menurut Pasal 12 PP Nomor 57 Tahun 2007, adapun syarat-syarat pengangkatan anak meliputi: a belum berusia 18 delapan belas tahun; b merupakan anak terlantar atau ditelantarkan; c berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan d memerlukan perlindungan khusus. Universitas Sumatera Utara e anak belum berusia 6 enam tahun, merupakan prioritas utama; f anak berusia 6 enam tahun sampai dengan belum berusia 12 dua belas tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan g anak berusia 12 dua belas tahun sampai dengan belum berusia 18 delapan belas tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus. 2 Menurut Pasal 13 PP Nomor 54 Tahun 2007, calon orang tua angkat COTA harus memenuhi syarat-syarat: a sehat jasmani dan rohani; b berumur paling rendah 30 tiga puluh tahun dan paling tinggi 55 lima puluh lima tahun; c beragama sama dengan agama calon anak angkat; d berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan; e berstatus menikah paling singkat 5 lima tahun; f tidak merupakan pasangan sejenis; g tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak; h dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial; i memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak; Universitas Sumatera Utara j membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak; k adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat; l telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 enam bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan m memperoleh izin Menteri danatau kepala instansi sosial. b. Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 110 HUK 2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. 1 Menurut Pasal 4 Permensos No : 110 HUK 2009, adapun syarat- syarat calon anak angkat ; a anak yang belum berusia 18 delapan belas tahun; b merupakan anak terlantar atau diterlantarkan; c berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan Anak; dan d memerlukan perlindungan khusus; e Permohonan pengangkatan anak harus melampirkan persyaratan administratif CAA yang meliputi: a copy KTP orang tua kandungwali yang sahkerabat calon anak angkat CAA ; b copy kartu keluarga orang tua CAA; dan c kutipan akta kelahiran CAA. Universitas Sumatera Utara f Persyaratan CAA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dibagi dalam tiga kategori yang meliputi: a anak belum berusia 6 enam tahun merupakan prioritas utama, yaitu anak yang mengalami keterlantaran, baik anak yang berada dalam situasi mendesak maupun anak yang memerlukan perlindungan khusus; b anak berusia 6 enam tahun sampai dengan belum berusia 12 dua belas tahun sepanjang ada alasan mendesak berdasarkan laporan sosial, yaitu anak terlantar yang berada dalam situasi darurat; c anak berusia 12 dua belas tahun sampai dengan belum berusia 18 delapan belas tahun yaitu anak terlantar yang memerlukan perlindungan khusus. 2 Menurut Pasal 7 Permensos No : 110 HUK .2009 adapun syarat- syarat calon orang tua angkat meliputi ; a Sehat jasmani dan rohani; b berumur paling rendah 30 tiga puluh tahun dan paling tinggi 55 lima puluh lima tahun; c beragama sama dengan agama calon anak angkat; d berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan; e berstatus menikah secara sah paling singkat 5 lima tahun; f tidak merupakan pasangan sejenis; Universitas Sumatera Utara g tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak; h dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial; i memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis dari orang tua atau wali anak; j membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak; k adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial setempat; l telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 enam bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan m memperoleh izin Menteri atau Kepala Instansi Sosial Propinsi. n Umur COTA sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, yaitu perhitungan umur COTA o pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak. p Persetujuan tertulis dari CAA sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf i, disesuaikan dengan tingkat kematangan jiwa dari CAA. q COTA dapat mengangkat anak paling banyak 2 dua kali dengan jarak waktu paling singkat 2 dua tahun. r Jarak waktu pengangkatan anak yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat 1dapat dikecualikan bagi anak penyandang cacat. Universitas Sumatera Utara s Dalam hal calon anak angkat adalah kembar, pengangkatan anak dapat dilakukan sekaligus dengan saudara kembarnya oleh COTA. 2. Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing. a. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. 1 Mengenai syarat-syarat calon orang tua angkat sama dengan pengangkatan anak warga negara Indonesia warga negara Indonesia yaitu mengacu pada Pasal 12 Nomor 57 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak 2 Menurut Pasal 13 PP Nomor 57 Tahun 2007, adapun syarat-syarat calon orang tua angkat Warga Negara Asing meliputi: a sehat jasmani dan rohani; b berumur paling rendah 30 tiga puluh tahun dan paling tinggi 55 lima puluh lima tahun; c beragama sama dengan agama calon anak angkat; d berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan; e berstatus menikah paling singkat 5 lima tahun; f tidak merupakan pasangan sejenis; g telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 dua tahun; h mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara pemohon; dan Universitas Sumatera Utara i membuat pernyataan tertulis melaporkan perkembangan anak kepada untuk Departemen a Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat. b. Permensos Nomor 110 HUK .2009 1 Syarat-Syarat Calon Anak Angkat CAA, mengenai persyaratan calon anak angkat sama seperti pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia yaitu mengacu pada Pasal 4 Permensos Nomor 110HUK2009 2 Menurut Pasal 7 Permensos Nomor 110HUK2009 adapun syarat- syarat calon orang tua angkat meliputi; a sehat jasmani dan rohani baik secara fisik maupun mental mampu untuk mengasuh calon anak angkat ; b berada dalam rentang umur paling rendah 30 tiga puluh tahun dan paling tinggi 55 limapuluh lima tahun pada saat calon orang tua angkat mengajukan permohonan pengangkatan anak; c beragama sama dengan agama calon anak angkat; d berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan; e berstatus menikah secara sah paling singkat 5 lima tahun; f tidak merupakan pasangan sejenis; g tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak; Universitas Sumatera Utara h dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial;memperoleh persetujuan dari anak, bagi anak yang telah mampu menyampaikan pendapatnya ; i membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah untuk kesejahteraan dan perlindungan anak serta demi kepentingan terbaik bagi anak; j membuat pernyataan tertulis akan dan bersedia melaporkan perkembangan anak kepada Departemen Luar Negeri Indonesia melalui Perwakilan RI setempat setiap tahun hingga anak berusia 18 delapan belas tahun; k dalam hal CAA dibawa ke luar negeri COTA harus melaporkan ke Departemen Sosial dan ke Perwakilan RI terdekat dimana mereka tinggal segera setelah tiba di negara tersebut; l COTA bersedia dikunjungi oleh perwakilan RI setempat guna melihat perkembangan anak sampai anak berusia 18 delapan belas tahun m adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial Instansi Sosial Propinsi dan Pekerja Sosial Lembaga Pengasuhan Anak. E . Kedudukan Anak Angkat Menurut Yurisprudensi Terdapat bermacam-macam ketentuan yang mengatur mengenai anak angkat, sehingga bagaimana hak dan kedudukan anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua yang mengangkatnya belum ada terdapat keseragaman. Universitas Sumatera Utara Sebelum melihat kedudukan anak angkat dalam beberapa yurisprudensi, terlebih dahulu dilihat beberapa pendapat sarjana yang mengemukakan tentang kedudukan anak angkat. Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa : “anak angkat mempunyai kedudukan hukum terhadap yang mengangkatnya, yang sama sekali tidak berbeda dari kedudukan hukum anak keturunannya sendiri juga perihal hak anak itu untuk mewarisi kekayaan yang kemudian ditinggalkan oleh orang yang mengangkat anak itu pada waktu mereka meninggal dunia”. 35 “Anak angkat dipelihara seperti halnya anak sendiri, tetapi di samping itu haruslah dibedakan kedudukan anak angkat dengan orang tua angkat dan dengan orang tua kandungnya dan juga dengan keluarga orang tua angkatnya, oleh orang tua angkat diperlukan sebagai anak kandung sendiri, terhadap harta dari orang tua angkat, anak angkat hanya berhak atas harta pencaharian, terhadap harta asal, anak tidak berhak”. Ter Haar berpendapat bahwa : 36 “Di daerah Lampung anak angkat tegak tegi yang merupakan penerus keturunan bapak angkatnya merupakan ahli waris dari orang tua angkatnya, dan ia tidak mewaris lagi dari orang tua kandungnya, sedangkan di daerah Jawa anak angkat itu Ngangsu Sumur Loro artinya mempunyai dua sumber warisan, karena ia mendapat warisan dari orang tua angkatnya dan juga mendapat warisan dari orang tua kandungnya”. Hilman Hadikusuma menyatakan bahwa: 37 35 R. Wirjono Projodikoro, Warisan Hukum Di Indonesia, Penerbit Sumur, Bandung 1983, h. 78. 36 Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Penerbit Pradya Paramita, Jakarta, 1974, h. 184. 37 Hilman Hadikusuma, Op.Cit, h. 80. Selain dari pendapat-pendapat di atas, juga dilihat dalam putusan Mahkamah Agung R.I yang memuat hak dan kedudukan anak angkat terhadap harta orang tua angkatnya. Dalam hal ini Mahkamah Agung tidak seragam dalam memberi putusan tentang hak-hak anak angkat sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya: Universitas Sumatera Utara 1. Keputusan MA No. 82 KSip1957 dalam perkara di Bandung diputuskan bahwa anak angkat hanya berhak atas harta gono-gini orang tua angkatnya, sedangkan harta pusaka barang asal kembali kepada waris keturunan darah, jadi tidak jatuh kepada anak angkat atau anak pungut; 2. Keputusan MA No. 416 KSip 1958, mengalami perubahan di mana perkara hukum terjadi di Sumatera Timur, Keputusan tersebut berpedoman kepada hak adat Sumatera Timur, yaitu anak angkat tidak berhak mewarisi harta peninggalan orang tua angkatnya, hanya dibenarkan menerima hibah, selama hidup anak angkat. Pertimbangan MA: Hukum Islam tidak mengenal anak angkat, tetapi dalam Kompilasi Hukum Islam mengenal anak angkat yaitu Pasal 171 bagian h. Undang-Undang Peradilan Agama: No. 7 Tahun 1989. 3. Keputusan MA No. 997 KSip 1972, menegaskan bahwa: anak angkat berhak atas harta gono-gini dan harta bawaan orang tua angkatnya; 4. Keputusan MA No. 1002 KSip1976, mengatakan bahwa janda dan anak angkat berhak atas harta gono-gini, sedangkan barang asal bawaan anak angkat tidak berhak. 5. Keputusan MA No. 3832 KSip1985, MA memutuskan: a. Prinsip tentang anak angkat: MA memutuskan bahwa anak angkat mempunyai kedudukan yang sama dengan janda dan anak kandung yaitu ahli waris. Universitas Sumatera Utara b. Jika anak angkat bersekutu dengan janda, anak kandung berhak atas harta gono-goni, kesannya bagian anak anagkat adalah sama dengan bagian anak kandung atau janda. c. Anak angkat mewarisi seluruh harta gono-gini, bila tidak ada anak kandung dan janda . 6. Keputusan MA No. 246 KSip1980 menegaskan bahwa di Nganjuk seorang anak angkat dilihat dari kenyataan yaitu apabila anak angkat dipelihara sejak ia bayi, dikhitankan, dikawinkan, disahkan oleh orang tua angkatnya, maka ia berhak menjadi ahli waris orang tua angkatnya, dan atas harta bersama. 7. Keputusan MA No. 210 KSip1973, menyatakan bahwa keabsahan seorang anak angkat tergantung kepada acara adat, tanpa menilai secara obyektif, realita, dan keberadaan anak angkat dalam kehidupan orang tua angkatnya; 8. Keputusan MA No. 912 KSip1995, bahwa tanpa upacara adat tidak sah pengangkatan anak meskipun anak itu sejak kecil dipelihara, dikawinkan oleh orang tua angkatnya.; 9. Keputusan MA No. 281 KSip1993, bahwa pengangkatan anak sah mana kala dipengaruhi beberapa syarat, dan harus dibarengi upacara “Widi Widina” upacara peras dihadiri oleh pendeta, disaksikan klan adat, klan suku, kepala desa serta diumumkan di depan ulama. 10. Keputusan MA No. 849 KSip1979 menyatakan bahwa: Pengangkatan anak salah satu syarat upacara tidak lagi dipedomani, sejak tahun 1976, ditegaskan bahwa anak yang diambil sejak bayi dilahirkan dan Universitas Sumatera Utara pemeliharaannya dilakukan secara terus menerus sampai besar dan dikawinkan, sah sebagai anak angkat, meskipun tidak melalui upacara adat. Pengangkatan anak menurut hukum adat biasanya dilakukan menurut adat setempat dan tidak ada suatu kesatuan cara yang berlaku bagi seluruh wilayahdaerah Indonesia. Menurut hukum adat Indonesia, anak angkat ada yang menjadi pewaris bagi orang tua angkatnya, tetapi ada pula yang tidak menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya, tetapi ada pula yang tidak menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya. Hal ini tergantung dari daerah mana perbuatan pengangkatan anak itu dilakukan. Dalam hal kedudukan anak angkat terhadap akibat hukum pengangkatan anak menurut hukum adat adalah kedudukan anak angkat di dalam masyarakat yang sifat susunan kekerabatannya parental seperti di Jawa, berbeda dengan kedudukan anak angkat dalam masyarakat yang susunan kekerabatan patrilineal seperti Bali. Perbedaannya adalah di Jawa perbuatan pengangkatan anak hanya diambil dari keluarga terdekat, sehingga keadaan tersebut tidak memutuskan hubungan pertalian kekerabatan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandung. Akibatnya anak itu tetap berhak mewarisi harta peninggalan dari orang tua angkat, di samping itu berhak pula mewarisi harta warisan dari orang tua kandungnya. Di Bali tindakan mengangkat anak merupakan kewajiban hukum untuk melepaskan anak yang diangkat dari keluarganya masuk ke dalam keluarga yang mengangkatnya, sehingga anak itu selanjutnya berkedudukan sebagai anak kandung untuk meneruskan garis keturunan dari orang tua angkatnya. Universitas Sumatera Utara Pengangkatan anak merupakan istilah yang digunakan didalam hukum adat sedangkan didalam hukum barat disebut adopsi. Adopsi berasal dari kata adoptie Bahasa Belanda atau adoptionBahasa Inggris. Menurut kamus Inggris–Indonesia, adoption artinya pengangkatan, pemungutan, adopsi dan untuk sebutan pengangkatan anak disebut adopsi, dan sebutan pengangkatan anak disebut adoption of child. 38 Pengangkatan anak dibedakan dengan pemeliharaan anak karena pengangkatan anak menimbulkan akibat–akibat hukum, sebagaimana yang dikatakan Soepomo, diseluruh wilayah hukum Jawa Barat bilamana dikatakan manupu, mulung atau mungut anak yang dimaksud ialah mengangkat anak orang lain menjadi anak sendiri. 39 38 Tamakiran, Asas-asas Hukum Waris, Pionir Jaya, Bandung, 1992 , h.24 39 Ibid Universitas Sumatera Utara

BAB III BENTUK PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK