Pengertian Tindak Pidana DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (Studi Pada Polresta Bandar Lampung)

Sudradjat Bassar menyimpulkan pengertian perbuatan pidana yang didefinisikan oleh Moeljatno bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan tersebut : 1 melawan hukum, 2 merugikan masyarakat, 3 dilarang oleh aturan pidana, 4 pelakunya diancam dengan pidana. 33 Butir 1 dan 2 menunjukkan sifat perbuatan, sedangkan butir 3 dan 4 merupakan pemastian dalam suatu tindak pidana. Menurut Roeslan Saleh, perbuatan pidana didefinisikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum. Beliau membedakan istilah perbuatan pidana dengan strafbaarfeit. Ini dikarenakan perbuatan pidana hanya menunjuk pada sifat perbuatan yang terlarang oleh peraturan perundang- undangan. Soedarto memakai istiah tindak pidana sebagai pengganti dari pada strafbaarfeit, adapaun alasan beliau karena tindak pidana sudah dapat diterima oleh masyarakat. Terdapat kelompok sarjana yang berpandangan monistis dan dualistis dalam kaitannya dengan tindak pidana. Pandangan monistis berpendapat bahwa semua unsur dari suatu tindak pidana yaitu unsure perbuatan, unsur memenuhi ketentuan undang-undang, unsur sifat melawan hukum, unsur kesalahan dan unsur bertanggungjawab digunakan sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga memungkinkan untuk dijatuhkan pidana kepada pelakunya. Mereka yang 33 Sudradjat Bassar, Tindak-tindak pidana tertentu, Remadja Karya, Bandung, 1986, hlm.2. berpandangan dualistis, memisahkan perbuatan dengan pertanggungajawaban pidana dalam pengertian jika perbuatan tersebut telah memenuhi unsur yang terdapat dalam rumusan undang-undang, maka perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana. Mengenai pelaku tersebut, dalam hal pertanggungjawaban pidana, masih harus ditinjau secara tersendiri, apakah pelaku tersebut mempunyai kualifikasi tertentu sehingga ia dapat dijatuhi pidana. Sebagai contoh apabila pelaku mengalami gangguan jiwa maka ia tidak dapat dipidana. Indonesia menganut Paham Dualistis, terbukti dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 KUHP yang mengatur tentang tidak dipidananya seseorang walaupun telah melakukan suatu tindak pidana karena alasan-alasan tertentu, yaitu : Cacat jiwa, Daya paksa, Pembelaan terpaksa, Melaksanakan ketentuan undang-undang, dan Perintah jabatan. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan yuridis empiris yaitu dengan melakukan pengkajian dan pengolahan terhadap data primer sebagai data utama yaitu fakta-fakta dan perilaku empiris di lapangan. 37 B. Sumber dan Jenis data Sumber dan jenis data dalam penelitian ini hanya menggunakan data sekunder saja, yaitu data yang diperoleh dari bahan literatur kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip yang bersifat teoritis, konsep-konsep, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok cara membaca, mengutip dan menelaah 37 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm 51 peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas, 38 yang terdiri antara lain: 1. Bahan Hukum Primer, antara lain: a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. c Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak d Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak f Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensii Hak-Hak Anak 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dukemukakan para ahli dan peraturan-peraturan pelaksana dari Undang-Undang yang mengatur tentang anak. 3. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari Literatur, Kamus, Internet, surat kabar dan lain-lain. 38 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm 53

C. Penetuan Narasumber

Penentuan narasumber dalam penelitian ini diambil dari beberapa orang populasi secara “purposive sampling” atau penarikan sample yang bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek berdasarkan pada permasalahan yang dibahas dalam penenlitian ini. Adapun narasumber dalam penelitian ini sebanyak 3 tiga orang, yaitu 2 orang dari Unit Penyidik dan 1 orang dari Unit Perlindungan Polresta Bandar Lampung.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Proses dalam melakukan pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dipergunakan alat-alat pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi Pustaka Terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan buku-buku dan literatur yang erat hubungannya dengan permasalahan yang sedang dibahas sehingga dapat mengumpulkan data sekunder dengan membaca, mencatat, merangkum, untuk dianalisa lebih lanjut. b. Studi Dokumen Mempelajari berkas-berkas dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan dengan cara membaca, mencatat, merangkum untuk dianalisa lebih lanjut. c. Studi lapangan Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan. b. Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif. c. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam menginterprestasikan data. E. Analisis Data Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriftif yakni penggambaran argumentasi dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Dari hasil analisis tersebutdilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada realitas yang bersifat umum yang kemudian disimpulkan yang bersifat umum. V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan diversi pada tingkat penyidikan dalam upaya perlindungan anak sebagai tersangka yang melakukan tindak pidana antara lain dengan memberikan peringatan informal terhadap tersangkan anak yang melakukan tindak pidana, memberikan peringatan formal dihadapan orangtuanya, pemberian sanksi ringan dari perbuatan jahatnya, dan meminta anak tersebut untuk melakukan pelayanan masyarakat yang berkaitan dengan pidana yang dilakukan. Tujuan dari pelaksanaan diversi adalah bahwa anak berhadapan dengan hukum dapat memiliki kesempatan lebih baik untuk mendapatkan pemulihan secara psikologis dan pembauran lagi didalam masyarakat lebih mudah dilakukan dibandingkan apabila anak berhadapan dengan hukum telah dipidana penjara, hal ini terkait dengan pelabelan oleh masyarakat yang secara implisit dimungkinkan terjadi. 2. Faktor pendukung dalam pelaksanaan diversi pada tingkat penyidikan dalam upaya proses perlindungan anak sebagai tersangka yang melakukan tindak pidana, adalah Indonesia telah melakukan upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum antara lain dengan meratifikasi beberapa ketentuan yang berhubungan dengan peradilan anak, dan dari aparat penegak hukum telah melakukan tindakan diversi dalam penanganan kasus anak pelaku tindak pidana berdasarkan kebijakan individu. Sedangkan faktor penghambatnya antara lain faktor hukumnya sendiri, faktor apratur penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, dan faktor masyrakat. Undang-Undang tentang Pengadilan Anak saat ini tidak memberikan ruang yang cukup bagi implementasi ide diversi. Dari segi Bantuan hukum, anak yang termasuk dalam keberadaan orang tua yang tidak mencukupi, sering kesulitan untuk mendapat bantuan hukum. Dari aspek sarana, diketahui bahwa tahanan anak digabung dengan orang dewasa, hal ini sangat berbahaya dan tidak mencerminkan perlindungan anak. Sedangkan dari faktor masyarakat, diversi masih terhalang adana pandangan masyarakat yang cenderung dendam dan ingin melakukan pembalasan terhadap pelaku kejahatan, termasuk pada pelaku anak. B. Saran 1. Dibutuhkan suatu penyuluhan kepada masyarakat tentang ide diversi sehingga masyarakat akan pentingnya diversi dalam penyelenggaraan system peradilan pidana anak. Mendidik anak merupakan hal yang penting untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia yang akan datang. Mengenalkan hukum dan mengajarkan anak untuk taat hukum sejak dini juga perlu dilakukan oleh orang tua dan pendidik di sekolah. Hukum juga harus