Tinjauan Tentang Perceraian TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia yang berjumlah antara 2 sampai 2,5 juta pasangan setiap tahun. Ini sangat mengkhawatirkan, karena selain menjadi pemicu tingginya angka perceraian, juga penyebab tetap tingginya angka kematian bayi di Indonesia.

C. Tinjauan Tentang Perceraian

1. Pengertian Perceraian Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu Subekti, 1993:42. Menurut Fauzi, 2006:1 Perceraian dalam keluarga manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian utama bagi anak-anak akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena “kehilangan” satu orangtua. Bagaimana anak bereaksi terhadap perceraian orangtuanya sangat dipengaruhi oleh cara orangtua berperilaku sebelum, selama dan sesudah perpisahan. Anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialaminya selama masa sulit ini. Mereka mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial Menurut Wardoyo 1990:69 perceraian merupakan kegagalan dalam mengembangkan dan menyempurnakan cinta antara suami istri. Perceraian merupakan pengalaman yang menyedihkan dan menyakitkan pada suami, istri maupun anak-anak. Lebih lanjut William J. Goode mengatakan bahwa perceraian adalah pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka secukupnya. Dari pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perceraian merupakan terhentinya atau penghapusan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai pasangan suami istri didalam suatu unit keluarga, hal ini disebabkan karena antara suami istri tidak lagi tinggal bersama dalam suatu ikatan perkawinan dan tidak lagi terikat dalam suatu jalinan perkawinan. Secara sosiologis dalam teori pertukaran, perkawinan digambarkan sebagai pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi antara suami dan istri Karim dalam Ihromi, 1999. Sebuah perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam mendukung proses pertukaran tersebut. Jika terdapat suatu ketidakseimbangan dalam proses pertukaran yang berarti adanya salah satu pihak yang diuntungkan dan dirugikan, serta akhirnya tidak mempunyai kesepakatan yang memuaskan ke dua belah pihak. Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, yang dalam hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku. 2. Beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian, diantaranya : 1. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga : Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami – istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail. 2. Gagal komunikasi : Komunikasi merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan. Jika Anda dan pasangan kurang berkomunikasi atau tidak cocok dalam masalah ini, maka dapat menyebabkan kurangnya rasa pengertian dan memicu pertengkaran. Jika komunikasi Anda dan pasangan tidak diperbaiki, bukan tidak mungkin akan berujung pada perceraian. 3. Perselingkuhan : Selingkuh merupakan penyebab lainnya perceraian. Sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, ada baiknya Anda dan pasangan memegang kuat komitmen dan menjaga keharmonisan hubungan. 4. Kekerasan dalam rumah tangga KDRT : KDRT tidak hanya meninggalkan luka di fisik tetapi juga psikis. Oleh karena itu kenalilah pasangan Anda sebaik mungkin sebelum memutuskan menikah dengannya. Jangan malu untuk melaporkan KDRT yang Anda alami pada orang terdekat atau lembaga perlindungan. 5. Krisis moral dan akhlak : Selain hal diatas, perceraian juga sering dilandasi krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang. 6. Perzinahan : Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. 7. Pernikahan tanpa cinta: Untuk kasus yang satu ini biasanya terjadi karna faktor tuntutan orang tua yang mengharuskan anaknya menikah dengan pasangan yang sudah ditentukan, sehingga setelah menjalani bahtera rumah tangga sering kali pasangan tersebut tidak mengalami kecocokan. Selain itu, alasan inilah yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan yakni bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik. 8. Pernikahan dini : Menikah di usia muda lebih rentan dalam hal perceraian. Hal ini karena pasangan muda belum siap menghadapi berbagai kesulitan dalam kehidupan pernikahan dan ego masing-masing yang masih tinggi. 9. Masalah ekonomi : Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan yang menyebabkan pasangan dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan materi keluarga, sehingga memutuskan untuk meninggalkannya. 10. Perubahan budaya zaman semakin modern, jika dahulu perceraian dianggap hal yang tabu sekarang ini telah menjadi tren dan gaya hidup banyak pasangan. 11. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan: Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang. 12. Keturunan : Anak memang menjadi impian bagi tiap pasangan, tetapi tidak semua pasangan mampu memberikan keturunan, salah satu penyebabnya mungkin kemandulan pada salah satu pasangan tersebut, sehingga menjadikan sebuah rumah tangga menjadi tidak harmonis. Alasan-alasan yang menyebabkan perceraian menurut pasal 19 UUD 1945 adalah: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atauhukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri. Definisi perceraian di Pengadilan Agama, dilihat dari putusnya perkawinan, adalah karena kematian, karena perceraian dan karena putusnya pengadilan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak memberikan definisi yang tegas mengenai perceraian secara khusus. Penjelasan mengenai perceraian dapat ditemui dalam Pasal 39 ayat 2 UU Perkawinan, menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan. UUP perkawinan menyebutkan adanya 16 hal penyebab perceraian. Penyebab perceraian tersebut lebih dipertegas dalam rujukan Pengadilan Agama, yaitu Kompilasi Hukum Islam KHI, dimana yang pertama adalah melanggar hak dan kewajiban, apabila salah satu pihak berbuat yang tidak sesuai dengan syariat. Atau dalam UU disebutkan bahwa salah satu pihak berbuat zina, mabuk, berjudi, terus kemudian salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama dua tahun berturut-turut. Kompilasi Hukum Islam KHI menambahkan satu alasan lagi, yaitu apabila salah satu pihak meninggalkan agama atau murtad. Dalam hal salah stau pihak murtad, maka perkawinan tersebut tidak langsung putus. D. Kerangka Pemikiran Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Perkawinan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara. Dalam pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mendefinisikan perkawinan ialah ikatan lahir batin antaraseorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkanKetuhanan Yang Maha Esa Handayani, 2005:41. Dan pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Perkawinan usia muda masih banyak dijumpai di negara berkembang termasuk Indonesia. Sampai saat ini, makin sering kita dengar fenomena perkawinan usia muda tidak hanya di kalangan masyarakat adat tetapi telah merambah pelajar sekolah yang semestinya fokus menuntut ilmu dan mengembangkan bakat. perkawinan pada hakikatnya bukan hanya ikatan untuk melegalkan hubungan biologis namun juga membentuk sebuah keluarga yang menuntut pelaku pernikahan mandiri dalam berpikir dan menyelesaikan masalah dalam pernikahan. Akibat tidak siapnya mental pelaku perkawinan usia muda, konflik yang berujung perceraian seringkali mengakhiri ikatan tersebut. Banyak sekali perkawinan- perkawinan ini harus berakhir kembali ke pengadilan dalam waktu yang tidak lama setelah perkawinan, untuk perkara yang berbeda yaitu perceraian.Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami-istri yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi. Perkawinan usia muda akan menimbulkan berbagai masalah dalam rumah-tangga seperti pertengkaran, percekcokan, bentrokan antar suami-istri yang dapat mengakibatkan perceraian. Jumlah anak-anak yang menjadi korban perkawinan usia muda tercatat di Indonesia sangat banyak, yakni 34,5 dari total perkawinan di seluruh Indonesia yang berjumlah antara 2 sampai 2,5 juta pasangan setiap tahun. Ini sangat mengkhawatirkan, karena selain menjadi pemicu tingginya angka perceraian, juga penyebab tetap tingginya angka kematian bayi di Indonesia.

E. Bagan Kerangka Pikir