Apakah Cooperative Learning? Pendahuluan
kegagalannya melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar. Pembelajaran yang terlalu tergantung pada metode ceramah menyebabkan siswa
mengasumsikan perannya di kelas hanya sebagai penonton. Dibandingkan dengan hanya mendengarkan ceramah, siswa yang belajar sambil bertindak dan terlibat aktif
akan lebih menguasai dan memahami konsep pelajaran. Penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajarnya secara konsisten, baik bagi siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Disamping itu retensi daya lekat terhadap materi pelajaran lebih lama. Kedua,
siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan berpikir kritis. Siswa yang secara aktif terlibat dalam pembelajaran kooperatif memiliki konsentrasi yang
lebih baik dibandingkan siswa yang hanya mendengarkan ceramah. Hal ini disebabkan karena waktu anak lebih banyak digunakan untuk mensintesis dan menginterpretasikan
konsep yang terdapat dalam materi pelajaran. Ketiga, hubungan yang lebih positip antar siswa kesehatan psikologis yang lebih besar. Hal ini mencakup dukungan secara
akademik dan secara perorangan serta kelompok, menghormati perbedaan pandangan antar siswa. Dalam pembelajaran kooperatif siswa dilatih untuk bekerja sama dan saling
mendengarkan pendapat teman untuk mencapai konsensus. Oleh karena itu dukungan akademik antar siswa memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan belajar
kelompok. Dengan banyaknya keuntungan dari pembelajaran kooperatif, bukan berarti
metode tersebut satu-satunya obat yang mujarab dalam mengatasi masalah belajar anak, demikian pula metode pembelajaran kooperatif bukan merupakan satu-satunya
pendekatan pembelajaran. Menurut Sri Rahayu 2004 pembelajaran kooperatif dapat diimplementasikan di kalangan yang lebih luas pada berbagai macam bidang studi,
antara lain matematika, sains, ilmu-ilmu sosial baik ditingkat sekolah dasar, sekolahlanjutan maupun perguruan tinggi.
5.1 Apakah Cooperative Learning?
Model Pembelajaran Kooperatif
3
Menurut Ibrahim 2000 semua model pembelajaran dilandasi oleh adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan truktur pengharagaan. Struktur tugas mengacu pada
cara pembelajaran tersebut diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa di kelas. Hal ini berlaku pada pengajaran klasikal atau pengajaran dengan kelompok
kecil, sehingga diharapkan siswa dapat melakukan apa selama pengajaran berlangsung baik tuntutan akademik maupun sosial terhadap siswa pada saat mereka bekerja
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Struktur tugas lebih menekankan pada berbagai macam kegiatan yang terlibat dalam pembelajaran, misalnya guru
menghendaki siswa mengerjakan lembar kerja siswa atau berdiskusi antar kelompok dalam kelas. Sedangkan struktur tujuan suatu pembelajaran adalah jumlah saling
ketergantungan yang dibutuhkan siswa pada saat mereka mengerjakan tugas. Sebagai salah satu struktur tujuan, model pembelajaran kooperatif merupakan
revolusi konstruktivis yang didalamnya memiliki akar yang kuat dalam sejarah pendidikan. Vigotsky dan Piaget dalam Nur, 2000:3 menekankan bahwa perubahan
koginitif baru terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi
baru. Lebih lanjut menurut keduanya bahwa perlu adanya hakikat sosial dari belajar, dan dalam belajar perlu menggunakan kelompok dengan masing-masing kelompok
anggotanya mempunyai kemampuan yang berbeda. Secara lebih terperinci menurut Slavin 1991 pembelajaran kooperatif adalah suatu
proses dalam pembelajaran dimana siswa belajar dan belajar bersama dalam kelompok kecil yang masing-masing anggotanya menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab
atas pencapaian hasil belajar, baik secara individu maupun kelompok. Menurut Cohen dalam Rahayu, 2004:1 Kelompok belajar yang dibuat dalam kelompok cukup kecil,
yaitu anggotanya 3-4 siswa. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat berpartisipasi secara maksimal dan efektif untuk menyelesaikan tugas-tugas kolektif,
selain itu siswa diharapkan dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan tanpa supervisi langsung dari guru. Dari pendapat tersebut terlihat bahwa dalam pembelajaran
Model Pembelajaran Kooperatif
4
kooperatif terdapat pendelegasian wewenang guru kepada siswa, sehingga dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator dalam membimbing siswa dalam menyelesaikan materi
tugas. Namun demikian Nurhadi dkk. 2003 menyatakan bahwa tidak semua pembelajaran yang dibagi dalam kelompok-kelompok menggambarkan sebagai
pembelajaran kooperatif. Karena itu, lebih lanjut menurut Nurhadi terdapat sekurang- kurangnya 5 syarat yaitu dalam pembelajaran kooperatif. Pertama. Pembelajaran
kooperatif adalah suatu pembelajaran kelompok dimana siswa saling berhubungan yang memerlukan saling kergantungan positip, artinya ada tanggung jawab bersama diatara
anggota kelompok. Kedua. Dalam kelompok ada akuntabilitas individual, artinya masing-masing anggota kelompok harus memberikan sumbangan pada kelompoknya
dan belajar dari kelompoknya. Ketiga. Dalam kelompok ada keterampilan antar personal, artinya ada komunikasi antar anggota, mereka saling percaya, mereka saling
membagi kepemimpinan, membuat keputusan bersama dan menyelesaikan beda pendapat bersama. Keempat. Peningkatan interkasi tatap muka, artinya menuntut setiap
siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru tetapi juga dengan sesama siswa. Kelima. Adanya
pemrosesan , artinya dalam kelompok harus ada refleksi bagimana tim difungsikan dan bagaimana tim berfungsi lebih baik. Selanjutnya Nurhadi menyebutkan bahwa 4 ciri
yang pertama sebagai unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif. Sehingga suatu model pembelajaran belum dianggap sebagai model pembelajaran kooperatif jika 4 unsur dasar
tersebut belum ada. Hal sama juga didukung oleh pernyataan Rahayu 2004:2 bahwa dalam pembelajaran kooperatif harus memperhatikan 5 hal berikut ini:
a. Saling ketergantungan positip positive interdependence. Yang dimaksud dalam aspek saling ketergantungan positip adalah siswa harus merasa bahwa mereka saling
tergantung secara positip dan saling terikat antar sesama anggota kelompok. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain dalam kelompok juga tidak sukses. Dengan
demikian materi tugas haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan seperti dalam hal tujuan belajar, sumber belajar, peran kelompok dan penghargaan.
Model Pembelajaran Kooperatif
5
b. Interaksi tatap muka face to face interaction. Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara adanya komunikasi verbal antar siswa yang didukung oleh
saling ketergantungan positip. Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan yang lain. Dengan demikian siswa harus saling berhadapan dan
saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar, dan sumbangan pemikiran dalam pemecahan masalah. Selain itu siswa juga harus mengembangkan keterampilan
berkomunikasi secara efektif. c. Pertanggung-jawaban individu individual accountability. Agar dapat menyumbang,
mendukung, dan membantu sesama anggota dalam kelompok siswa harus menguasai materi dalam pembelajaran. Jadi diperlukan ketentuan bahwa setiap anggota
kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi yang akan dipelajari dan juga harus bertanggung jawab terhadap hasil belajar kelompok. Dengan cara ini
prestasi setiap siswa dapat dimaksimalkan. d. Keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok Interpersonality interaction
skill. Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan kepada siswa. Selain itu siswa juga harus dimotivasi untuk menggunakan
keterampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses belajar.
e. Keefektifan proses kelompok gruop processing. Siswa memproses keefektifan kelompok belajar mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat
menyumbang belajar dan mana yang tidak, dan membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau perlu diubah. Proses kelompok akan tercipta
dengan baik jika dalam kelompok besar atau kecil suasananya menjadi saling mengisi sesama anggota. Dalam hal ini terdapat fase-fase yang meliputi umpan
balik, refleksi, dan peningkatan kualitas kerja.