adalah penampang lintang total fotoproduksi, sehingga perhitungan hanya dilakukan un- tuk penampang lintang tak terpolarisasi
d
σ
T
d Ω
K
, yang diberikan oleh
d
σ
T
d Ω
K
= 2
|q
K
|W s
− m
2 N
[ |F
1
|
2
+ |F
2
|
2
+
1 2
sin
2
θ
K
|F
3
|
2
+ |F
4
|
2
− Re {2cos
θ
K
F
∗ 1
F
2
− sin
2
θ
K
F
∗ 1
F
4
+ F
∗ 2
F
3
+ cos
θ
K
F
∗ 3
F
4
} ] , 2.53
dan selisih penampang lintang total terpolarisasi
d
σ
T T ′
d Ω
K
yang akan dibahas dalam sub bab 3.1.
Besaran-besaran F
1
sd F
4
dikenal dengan nama amplitudo CGLN [11] untuk reaksi produksi elektromagnetik. Amplitudo CGLN F
i
berhubungan dengan amplitudo invarian A
i
melalui relasi F
1 ,2
= 1
8
π
W [E
N
± m
N
E
Y
± m
Y
]
1 2
[±W ∓ m
N
A
1
+ q
K
· kA
3
− A
4
+W ∓ m
N
W ∓ m
Y
A
4
− k
2
A
6
] , 2.54 F
3 ,4
=
|q
K
||k|
8
π
W ³
E
Y
± m
Y
E
N
± m
N
´
1 2
[±s − m
2 N
A
2
∓
1 2
k
2
A
2
− 2A
5
+W ± m
N
A
3
− A
4
] . 2.55
Kelebihan dari penggunaan amplitudo CGLN adalah kemudahan dalam menghitung besaran-besaran teramati, yang merupakan fungsi skalar dari amplitudo CGLN.
2.5 Hasil Numerik
Hasil numerik dilakukan dengan pencocokan model terhadap data eksperimen, termasuk data eksperimen terbaru dari kolaborasi SAPHIR [10]. Optimasi dilakukan dengan mem-
inimumkan jumlah
χ
2
N =
1 N
ex
− N
par N
ex
∑
i =1
σ
i ex
−
σ
i t
∆
σ
i ex
2
2.56 di mana N
ex
adalah jumlah data eksperimen, N
par
adalah jumlah parameter,
σ
i ex
adalah besaran teramati dari eksperimen,
σ
i t
adalah prediksi besaran teramati dari model, serta ∆
σ
i ex
adalah besar kesalahan error bar dari data eksperimen. 20
Dalam pemilihan partikel resonan, pada model ini dipilih hanya sejumlah resonan yang terbukti telah memberikan kontribusi penting untuk memperkecil
χ
2
yakni N
4
1650 atau S
11
1650, N
6
1710 atau P
11
1710, K
∗
892, dan K
1
1270 pada seluruh kanal pro- duksi
Λ dan
Σ . Untuk kanal produksi
Λ ditambahkan resonan N
7
1720 atau P
13
1720. Untuk kanal produksi
Σ ditambahkan resonan
∆
5
1900 atau S
31
1900 dan ∆
6
1910 atau P
31
1910. Untuk mengaitkan besar konstanta kopling antara berbagai kanal isospin produksi
digunakan dekomposisi isospin dengan koefisien Clebsch-Gordan. Karena partikel Λ
adalah sebuah partikel isosinglet, didapatkan relasi g
K
+
Λ p
= g
K Λ
n
. 2.57
Sementara partikel Σ
adalah partikel isovektor. Dengan demikian faktor konstanta kopling verteks NK
Σ dihubungkan dengan koefisien Clebsch-Gordan yang menjumlahkan isospin
1 Σ
+
, Σ
, Σ
−
dengan isospin
1 2
p dan n dan menghasilkan isospin
1 2
isodoublet K
+
dan K
−
atau K dan ¯
K ,
g
K
+
Σ p
= −g
K Σ
n
= g
K Σ
+
p
√ 2
= g
K
+
Σ
−
n
√ 2
, 2.58
g
K
+
Σ ∆
+
= −g
K Σ
∆
= − √
2g
K Σ
+
∆
+
= √
2g
K
+
Σ
−
∆
. 2.59
Konstanta kopling suku Born g
K Λ
N
dan g
K Σ
N
ditetapkan pada nilai sesuai prediksi SU3, yakni
g
K Λ
N
= −3.8, g
K Σ
N
= 1.2. Selanjutnya rasio konstanta kopling untuk N
4
, N
6
, dan N
7
untuk produksi pada proton dan neutron dikaitkan dengan rasio momen magnetik resonan tersebut, dan dihasilkan
g
N4n
γ
g
N4p
γ
= −0.28, g
N6n
γ
g
N6p
γ
= −0.22,
21
g
1 N7n
γ
g
1 N7p
γ
= −2.24, g
2 N7n
γ
g
2 N7p
γ
= 0.42.
Untuk rasio amplitudo pada kanal resonan t dengan resonan K
∗
dan K1 pada produksi K
dan K
+
diberikan oleh rasio lebar peluruhan partikel resonan dan dihasilkan untuk resonan K
∗
g
K
∗0
K
γ
g
K
∗+
K
+
γ
= −1.53.
Faktor koefisien C
K1 1±
untuk resonan K1 1270 tidak diketahui sehingga dijadikan pa-
rameter. Faktor cut-off
Λ pada faktor bentuk hadronik dibedakan untuk suku Born dan suku
resonan, dan besarnya dijadikan parameter. Koefisien faktor bentuk hadronik a
1
, a
2
, dan a
3
dituliskan dalam bentuk a
1
= sin
2
θ
h
cos
2
φ
h
2.60 a
2
= sin
2
θ
h
sin
2
φ
h
2.61 a
1
= cos
2
φ
h
2.62 untuk menjamin normalisasi a
1
+ a
2
+ a
3
= 1. Perhitungan optimasi numerik telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya dan hasil-
nya ada pada referensi [8]. Hasil numerik selengkapnya ditampilkan dalam Tabel 2.4.
2.6 Penurunan Gerasimov-Drell-Hearn Sum Rule