Indeks Keamanan Manusia Indonesia β
36
: ndikator keberadaan korban meninggal akibat benturan dengan aparat keamanan dan aparat pemerintah yang
disebabkan oleh motif harta, kekuasaan, ideologi kepercayaan, ketidakpuasan atas kebijakan pelayanan
I
r
: Keberadaan korban meninggal akibat benturan dengan aparat keamanan dan aparat pemerintah yang
disebabkan oleh motif harta, kekuasaan, ideologi kepercayaan, ketidakpuasan atas kebijakan pelayanan
di provinsi r Jika I
r
= , maka I
r
ditambah I
max
: Jumlah tertinggi keberadaan korban meninggal akibat benturan dengan aparat keamanan dan aparat
pemerintah yang disebabkan oleh motif harta, kekuasaan, ideologi kepercayaan, ketidakpuasan atas
kebijakan pelayanan
J. Catatan
FGD Bandung
FGD di Bandung dilaksanakan pada tanggal November , bertempat
di restoran Centropunto, Jl. Trunojoyo No. , Bandung. FGD ini dihadiri oleh semua anggota Tim Ahli, dua perwakilan dari Bappenas, dan narasumber, Pak
Muradi, PhD. Narasumber merupakan dosen Program Studi lmu Pemerintahan FSP UNPAD, dengan kepakaran di bidang politik pemerintahan, pertahanan
dan keamanan. Dasar pemilihan narasumber yang utama adalah berdasarkan kepakaran
narasumber, dan latarbelakang narasumber sebagai peneliti di bidang sosial dan pemerintahan. Masukan untuk penguatan KM
serta informasi yang diperoleh dari narasumber dinilai sangat berguna untuk meneropong kondisi riil
terkini di daerah, terutama Bandung dan Jawa Barat. Catatan utama terkait FGD ini adalah kondisi realita di tingkat mikro, bisa lebih rumit dari realita yang
terpapar di data sekunder. Masukan dari narasumber terkait penguatan KM
adalah perlu adanya elemen yang mengukur kinerja kepala daerah dari tingkat kabupaten
kota sampai dengan provinsi. al ini terkait dengan tipikal sosial masyarakat yang menjadikan kepala daerah sebagai role model. Jika pemimpinnya bisa
berubah menjadi lebih baik, maka masyarakatnya pun dinilai dapat mengikuti. Untuk pengukuran indeks, narasumber menyarankan untuk membuat cluster
daerah, dan tidak ada ukuran umum yang berlaku secara nasional, karena banyak daerah yang tidak dapat dibandingkan secara langsung. Ukurannya tidak
berdasarkan unit provinsi namun lebih fokus pada tingkat kabupaten dan kota. al ini dikarenakan di dalam satu provinsi terdapat perbedaan yang begitu
besar. Oleh sebab itu, narasumber menilai tidak adil jika perbandingannya tingkat provinsi.
Selain menyarankan penggunaan data yang bekerja sama dengan pemerintah kabupatenkota, narasumber juga menyarankan untuk melibatkan
masing‐masing kampus yang berada di setiap daerah untuk ikut terlibat membuat khusus indeks per‐dimensi. al ini didasarkan bahwa para peneliti di
Indeks Keamanan Manusia Indonesia masing‐masing kampus lebih memahami dan menguasai kondisi riil di daerah,
dan penelitian yang lebih fokus akan jauh lebih baik.
K. Kesimpulan