Perencanaan daerah berbasis konservasi keanekaragaman hayati Insentif hukuman Reward Punishment

Seminar Nasional Konservasi Biodiversitas di Sub-Regional Sumatera Bagian Selatan, Palembang 14-15 Januari 2015 | 67 Dukungan media massa serta penyelenggaraan berbagai kegiatan terkait konservasi keanekaragaman hayati dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Media yang efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat meliputi surat kabar lokal dan nasional, pameran tumbuhan langka, peringatan hari-hari lingkungan hidup, seperti hari bumi, ceramah agama maupun perayaan hari-hari besar agama dan adat, penyuluhan tingkat bawah, seminar dan sosialisasi, pertemuan langsung dengan masyarakat dengan menggunakan pendekatan persuasif dan inovatif. Untuk Provinsi Sumatera Selatan, inisiatif dan partisipasi media massa dalam melakukan promosi konservasi keanekaragaman hayati masih sangat minim. Namun, keterlibatan media massa juga telah dilakukan melalui liputan kawasan konservasi dan lomba fotografi dengan tema burung migran Taman Nasional Sembilang. Untuk Provinsi Lampung, Jambi dan Bengkulu, dukungan media massa masih bersifat parsial, yaitu berdasarkan kesepakatan atau kerjasama.

6.3.2. Perencanaan daerah berbasis konservasi keanekaragaman hayati

Pengarusutamaan nilai konservasi keanekaragaman hayati dapat dilakukan melalui dokumen perencanaan daerah. Pada tingkat nasional, pengarusutamaan keanekaragaman hayati telah termaktub dalam Rencana Pembangungan Jangka Panjang dan Menengah RPJP dan RPJM. Sedangkan pada tingkat regional, dokumen pembangunan daerah, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah DaerahRPJPD-RPJMD, Rencana Kerja Pembangunan Daerah RKPD, Restra SKPD, dan Renja SKPD, masih belum mencakup nilai-nilai konservasi keanekaragaman hayati. Untuk Provinsi Sumatera Selatan, hanya beberapa SKPD dan sebagian swasta yang telah mengadopsi nilai konservasi keanekaragaman hayati dalam dokumen perencanaan pembangunannya. Untuk Provinsi Lampung, Bengkulu dan Jambi, integrasi nilai konservasi keanekaragaman hayati telah termaktub sampai pada perencanaan tingkat kabupaten. Pengarusutamaan nilai konservasi keanekaragaman hayati melalui perencanaan daerah dapat ditelusuri juga melalui kajian Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS. Namun, implementasi skema ini masih sangat terbatas. Hanya sebagian instansi yang sudah melakukanya, antara lain Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan, sedangkan Provinsi Lampung, Jambi dan Bengkulu belum menerapkan kajian. Masih banyak lembaga yang belum melakukan pengintegrasian nilai konservasi keanekaragaman hayati dalam dokumen perencanaan pembangunan. Upaya pengarusutamaan ini juga dapat diintegrasikan ke dalam muatan Seminar Nasional Konservasi Biodiversitas di Sub-Regional Sumatera Bagian Selatan, Palembang 14-15 Januari 2015 | 68 lokal sekolah. Pelaksanaan mekanisme kurikulum berbasis keanekaragaman hayati sudah mulai dilaksanakan di beberapa sekolah, namun masih belum merata di semua sekolah di Provinsi Lampung, Bengkulu dan Jambi.

6.3.3. Insentif hukuman Reward Punishment

Pengarusutamaan nilai keanekaragaman hayati dapat dilakukan melalui pemberian insentif dan penegakan hukum. Di Provinsi Sumatera Selatan, mekanisme pemberian insentif masih belum dilakukan secara menyeluruh. Pelaksanaan pemberian insentif ini hanya dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Kerinci Seblat TNKS melalui pemberian bibit dan penyuluhan kepada masyarakat. Sedangkan dari pemerintah daerah sendiri belum ada terobosan yang dilakukan. Sejalan dengan pemberian insentif, pendanaan terhadap upaya konservasi keanekaragaman hayati juga harus dipertimbangkan dengan baik. Saat ini, mekanisme ini masih belum dilakukan oleh semua pihak terkait. Hanya pendanaan skala kecil yang berhasil dilaksanakan, seperti pendanaan kegiatan pengelolaan populasi dan habitat harimau Sumatera oleh ZSL dan Sinar Mas GroupHTI. Mekanisme penegakkan hukum dilakukan melalui peraturan terkait kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan konservasi keanekaragaman hayati, seperti perburuan dan perdagangan satwaliar, penebangan pohon sialang, dsb. Payung hukum yang mengatur hal tersebut telah ditetapkan, tetapi dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Selain hukum negara, hukum adat juga memiliki peranan dalam mengatur perilaku sosial. Namun, kearifan lokal ini tidak merata di semua lokasi dan perlahan mulai hilang sehingga tidak dapat diterapkan secara maksimal. Sanksi adat yang diberlakukan terhadap pelaku pengrusakkan keanekaragaman hayati masih belum mengikat. Upaya pemberian hukuman bagi para pelaku pencurian atau perusakaan keanekaragaman hayati telah dilakukan, tetapi masih belum memberikan efek jera, sehingga tingkat kerusakan keanekaragaman hayati masih terus berlangsung

6.3.4. Pemanfaatan spesies