7 Pada beton, jika unsur silika SiO
2
ditambahkan dengan campuran beton, maka unsur silika tersebut akan bereaksi dengan kapur bebas CaOH
2
yang merupakan unsur lemah dalam beton menjadi senyawa Calsium Silika Hidrat CSH
baru. Senyawa CSH merupakan unsur utama yang mempengaruhi kekuatan pasta semen dan kekuatan beton [3].
2.2 POLIPROPILENA
Polipropilena atau polipropena PP adalah sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya
pengemasan, tekstil contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet, alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan
labolatorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polimer adisi yang terbuat dari propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki
sifat resistan yang tidak biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam. Polipropena biasanya didaur-ulang memiliki titik lebur 160°C 320°F [4]. Rumus
monomer polipropilena dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Rumus monomer polipropilena [4] Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki
kristalinitas tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan polietilena berdensitas tinggi; modulus youngnya juga menengah. Melalui
penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta fleksibel, bahkan di suhu yang rendah. Hal ini membolehkan polipropilena digunakan sebagai pengganti
berbagai plastik teknik, seperti ABS. Polipropilena memiliki permukaan yang tak rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis,
dan bisa dibuat translusen bening saat tak berwarna tapi tidak setransparan polistirena, akrilik maupun plastik tertentu lainnya. Bisa pula dibuat buram danatau
C C
CH3 H
H H
n
Universitas Sumatera Utara
8 berwarna-warni melalui penggunaan pigmen. Polipropilena memiliki resistensi yang
sangat bagus terhadap kelelahan bahan [4].
2.3 KOMPOSIT
Komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen yang berlainan digabungkan [10]. Sementara itu, definisi yang lebih bermakna yaitu
menurut Agarwal [11] menyatakan bahwa bahan komposit mempunyai ciri-ciri yang berbeda dalam komposisinya untuk menghasilkan suatu bahan yang mempunyai sifat
dan ciri tertentu yang berbeda dari sifat dan ciri konstituen asalnya. Di samping itu konstituen asal masih kekal dan dihubungkan melalui suatu antara muka.
Bahan komposit mempunyai banyak kelebihan dan keistimewaan dari segi sifat mekanik, fisik, termal, dan kimianya [12], diantaranya:
1. Sifat kekuatan, kekakuan, dan keliatan kelenturan meningkat.
2. Kestabilan dimensi meningkat.
3. Modulus spesifik modulusdensitas dan kekuatan spesifik kekuatan
densitas meningkat yang menyebabkan berat komposit semakin berkurang. 4.
Biaya pengeluaran berkurang karena bahan yang digunakan telah berkurang. Terdapat tiga pendekatan yang dipakai untuk mendefinisikan bahan komposit
[12], yaitu: 1.
Komposit mengandung dua atau lebih bahan yang dapat dipisahkan secara fisik dan mekanik.
2. Komposit dapat dihasilkan dengan mencampurkan bahan-bahan yang
berlainan sehingga sampai ke suatu tahap dengan salah satu bahan tersebut tersebar di dalam bahan yang satu lagi dengan aturan yang tertentu agar suatu
sifat yang optimum diperoleh. 3.
Sifat bahan komposit yang terbentuk adalah lebih baik dan mungkin unik dalam aspek tertentu dibanding komponen-komponen secara terpisah.
Tetapi perlu diingat bahwa peningkatan sifat-sifat yang disebutkan di atas tidak dapat diperoleh secara serentak dalam bahan komposit yang sama. Sebagai
contoh, peningkatan sifat kekakuan dan kekuatan lazimnya pada waktu yang sama akan mengurangi keliatan kelenturan bahan komposit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
9
2.3.1 Komposit Polimer
Komposit polimer lebih banyak digunakan karena mempunyai banyak kelebihan, [13] yaitu :
1. Polimer lebih mudah diproses.
2. Polimer mempunyai sifat mekanik dan dielektrik yang baik.
3. Polimer merupakan bahan berdensitas rendah
4. Polimer mempunyai suhu pemrosesan yang lebih rendah dibanding suhu
pemrosesan logam. Umumnya polimer mengandung molekul yang besar lebih kuat dan tahan
terhadap tegangan termal dan mekanik dibandingkan dengan polimer yang tersusun dari molekul yang lebih kecil. Polimer terdiri dari molekul-molekul yang tersusun
dari segmen-segmen yang berulang-ulang atau satuan yang disebut mer [14]. Pada umumnya polimer memiliki kekuatan tarik yang sangat rendah jka
dibandingkan material-material lain. Tidak dapat mengantarkan arus listrik dan juga tidak tahan terhadap pemanasan, karena itu tidak ada proses heat treatment kepada
polimer. Polimer juga bersifat kakufleksibel. Meskipun polimer merupakan isolator, komposisinya dapat disesuaikan sehingga terdapat konduktivitas tertentu. Polimer
tahan terhadap serangan korosi dan juga tidak bereaksi terhadap bahan kimia dan lingkungan [15].
2.3.2 Fase Matriks Bagi Komposit
Fase matriks ialah fase yang lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan rigiditas yang lebih rendah. Matriks berfungsi untuk melindungi serat dari efek lingkungan
dan kerusakan dari benturan impact [12]. Secara umum fase matriks memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Matriks adalah bahan padat yang mampu memindahkan tegangan yang dikenakan
kepada fase tersebar, yang berfungsi sebagai media alas beban. Disamping itu, fase matriks juga berusaha untuk menahan beban yang dikenakan sesama fase
penguat yang berdekatan.
Universitas Sumatera Utara
10 2.
Matriks berupaya menjaga fase penguat dari kerusakan karena lingkungan, seperti panas dan kelembaban. Contoh penguat yang mengalami kerusakan karena
kelembaban ialah serat kaca dan poliester. 3.
Sebagai pengikat fase penguat, matriks diharapkan dapat menghasilkan interfase fase matriks dan fase penguat yang kuat.
Dengan demikian, bahan yang digunakan sebagai fase matriks diharapkan memiliki fungsi seperti yang telah disebutkan di atas, dan pemilihannya sebagai
matriks harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut [12]: 1.
Keserasiannya dengan fase penguat atau fase tersebar karena akan menentukan interaksi interfase fase matriks-fase penguat pengisi.
2. Sifat akhir komposit yang dihasilkan.
3. Keperluan penggunaan dan masalah terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya,
seperti masalah terhadap kelembaban dan masalah terhadap larut. 4.
Gambaran bentuk komponen yang akan dihasilkan. 5.
Kemudahan fabrikasi dan pemrosesan. 6.
Biaya penggunaan.
2.3.3 Fase Tersebar Pengisi
Fase tersebar merupakan bahan yang berbentuk serat, partikel, kepingan, yang ditambahkan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik komposit seperti
meningkatkan sifat kekuatan, kekakuan, dan kelenturan. Dengan penggunaan fase tersebar pengisi dapat diperoleh sifat-sifat sebagai berikut [13]:
1. Sifat fisik mengalami peningkatan maksimum.
2. Penyerapan kelembapan yang rendah.
3. Sifat pembasahan wetting yang baik.
4. Biaya yang rendah dan bahan yang mudah diperoleh.
5. Tingkat ketahanan terhadap api yang baik.
6. Tingkat ketahanan terhadap bahan kimia yang baik.
7. Sulit larut dalam air dan pelarut lainnya
Universitas Sumatera Utara
11
2.3.4 Bahan Pendispersi
Penambahan bahan pendispersi berfungsi sebagai pelunak atau pemlastis matriks polimer. Pelunak atau pemlastis merupakan bahan yang ditambahkan
kedalam bahan polimer sehingga molekul pemlastis akan berada diatara rantai polimer yang mempengaruhi mobilitas rantai dan menaikkan plastisitas bahan [16].
Pada mekanisme pelunakan, bahan pendispersi merupakan pelunak atau pelarut yang mampu membawa matriks polimer untuk memasuki pori-pori serbuk
pengisi, sehingga akan memperluas permukaan kontak antara matriks dengan serbuk pengisi. Untuk pendispersi jenis stearat diketahui bahwa molekul dari asam stearat
memiliki daerah hidrofobik dan hidrofilik sekaligus, dua sifat yang saling bertolak belakang. Gugus karboksil stearat yang bersifat hidrofilik dan polar akan cenderung
berhubungan dengan lingkungan sekitar yang terutama terdiri dari air, yang kemudian memungkinkan terjadinya interaksi fisik antara matriks dan pengisi [16].
2.3.5 Dispersi Bahan Pengisi dalam Matriks Polimer
Pendispersi pembasah merupakan bahan surfaktan yang bila ditambahkan dalam bahan polimer akan terjadi interaksi fisik antara pendispersi dengan suatu
substrak resin polimer melalui gugus nonpolar dengan permukaan substrak melalui gugus polarnya. Mekanisme pembasahan berlangsung dengan cara interaksi antara
pendispersi jenis surfaktan dengan bahan pengisi melalui gugus polarnya dengan matriks polimer melalui gugus nonpolarnya, akibatnya akan terbentuk ikatan yang
lebih kuat antara matriks dan bahan pengisi [16]. 2.3.6 Perlakuan Alkali NaOH
Perlakuan alkali adalah salah satu teknik modifikasi kimia yang banyak digunakan pada material alam yang biasa dipakai sebagai penguat pada matriks
termoplastik dan termoset. Modifikasi dengan perlakuan alkali akan memutus ikatan hidrogen dan cara demikian akan membuat permukaan serat menjadi lebih kasar.
Modifikasi kimia dengan perlakuan alkali dilakukan untuk meningkatkan adhesi antara permukaan partikel dengan matriks polimer yang diharapkan akan berpotensi
menghasilkan ikatan yang baik. Adanya perlakuan alkali pada material akan
menghilangkan sejumlah lignin, lilin dan minyak serta zat pengotor pada permukaan
Universitas Sumatera Utara
12 material, sehingga terjadi depolimerisasi pada material. Dalam hal ini penambahan
NaOH adalah untuk membuat ionisasi gugus -OH pada material sehingga akan
menjadi alkoksi seperti pada gambar di bawah ini [17].
Partikel- OH + NaOH → Partikel-O-Na + H
2
O Gambar 2.3 Reaksi partikel abu pembakaran biomassa kelapa sawit
dengan NaOH [17]
2.4 FLAME RETARDANT
Polimer telah digunakan secara luas menggantikan bahan logam di kehidupan kita sehari-hari karena bahan polimer lebih murah dan ringan. Namun bahan polimer
mempunyai satu kelemahan besar yaitu sangat mudah terbakar. Pengertian bahan anti
bakar bukanlah dimaksudkan bahwa bahan tersebut tidak dapat terbakar. Untuk lebih memahami pengertian bahan anti bakarflame retardant baiknya diketahui proses
terbentuknya nyala apilife cycle of fire yang dijelaskan oleh Emmon melalui segitiga apifire triangle
[18] , yang dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.4 Segitiga api yang dipresentasikan ke fungsi temperatur dan waktu [18] Proses terbentuknya nyala api secara umum melalui tiga tahapan proses yaitu
inisiasi pembentukan api, pembentukan api secara maksimal dan proses pemadaman api
[18] , dimana tiga tahapan proses ini diatur oleh empat parameter yaitu:
1. Derajad dapat terbakarnya suatu bahancombustibility
2. Derajad dapat tersulutnya suatu bahanignitability. Bila suatu bahan dapat
terbakar maka berikutnya dipertanyakan bagaimana bahan tersebut tersulut.
Universitas Sumatera Utara
13 3.
Penyebaran nyala api, yaitu seberapa cepat nyala api tersebar setelah bahan tersulut.
4. Pelepasan panas, laju pelepasan panaskalor dan jumlah kalor yang dilepas.
Suatu inisiator sumber panas memulai penyulutan terhadap suatu bahan untuk terbakar dimana membutuhkan bahan bakar dan oksigen yang diperoleh dari udara
ambien agar penyulutan api dapat bertahan dan bertumbuh. Kemampuan bahan bakar dalam menerima transfer panas dari sumber panas ke bahan bakar baik secara
induksi maupun konveksi dan kemudahannya teruraiterdekomposisi menentukan derajad dapat-terbakarnyacombustibility serta derajad dapat-tersulutnya suatu bahan
sebagai bahan bakar pembentuk api. Campuran bahan bakar dan oksigen pada udara ambien akan menimbulkan nyala api. Laju pelepasan panas dan jumlah kalor
yang dilepas akibat dekomposisi bahan bakar pembentuk api ini akan mempengaruhi temperatur udara ambien yang akan mempengaruhi penyebaran nyala api melalui
pembentukan gas yang mudah terbakar dengan temperatur yang cukup tinggi [18]. Bahan flame retardant adalah bahan yang bersifat penghalang atau inhibitor
terhadap salah satu tahapan proses atau lebih pada pembentukan nyala api. Apabila bahan flame retardant ini diaplikasikan pada polimer, proses terbentuknya nyala api
dapat kita gambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.5 Pembentukan Nyala Api Pada Penyulutan dan Pembakaran Polimer [18] Panas
Bahan Bakar Polimer
Udara Ambien Oksigen
Dekomposisi Polimer + Oksigen
Nyala api Hasil Pembakaran
Transfer Panas Transfer Panas
Universitas Sumatera Utara
14 Dekomposisi polimer akibat pemanasan dikenal sebagai pirolisis secara
endotermis yang akan membentuk fragmen radikal yang mempropagasi pembakaran melalui fragmen-fragmen polimer yang terbentuk dalam bentuk gas. Fragmen-
fragmen gas yang dapat terbakar yang terbentuk bercampur dengan udara ambien yang mengandung oksigen yang juga menerima panas dan tersulut menghasilkan
nyala api. Dalam proses pirolisis polimer, fragmen-fragmen gas yang tidak terbakar, produk cairan dan padatan yang mengarang juga terbentuk [19]. Skema penyebaran
nyala api selama proses pembakaran polimer dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.6 Skema penyebaran nyala api selama proses pembakaran polimer [18]
2.4.1 Mekanisme Inhibisi Flame Retardant
Secara umum mekanisme hambatan penyalaan api, atau penyebaran api dan bahkan penekanan proses pembakaran oleh bahan anti bakarflame retardant dapat
melalui 3 cara yaitu [19]: 1.
Secara Reaksi Kimiawi mekanisme yang lebih effektif a.
Inhibisi pada fasa gas: Inhibisi pembentukan gas fragmen radikal pada dekomposisi polimer oleh bahan anti bakar, sehingga gas fragmen radikal aktif
yang mengikat oksigen dan atau radikal hidroksil yang mempengaruhi proses penyulutan akan berkurang. Dengan demikian suplai gas yang mudah terbakar
dan umpan balik pemanasan dapat berkurang. Mekanisme ini lazim terjadi pada bahan anti bakar terhalogenasi. Selain itu inhibisi pada fasa gas dapat
Universitas Sumatera Utara
15 terjadi dengan pengenceran konsentrasi oksigen di udara ambien dengan
pelepasan gas-gas yang tidak terbakar. b.
Inhibisi pada fasa padat: Inhibisi dengan pembentukan lapisan arangchar pada permukaan bahan bakar sehingga bahan bakar terlindungi dari oksigen yang
ada pada udara ambien serta memberikan hambatan terhadap transfer panas yang dikeluarkan oleh sumber panas. Selain pembentukan lapisan arang,
mekanisme ini sering bersamaan dengan pelepasan gas NH
3
dan atau CO
2
dan atau pembusaan secara terus menerus sehingga terbentuk lapisan berpori. Mekanisme inhibisi ini lazim pada bahan anti bakar yang mengandung fosfor,
melamin dan senyawa yang bergugus alkohol yang banyak. 2.
Secara Fisika mekanisme yang kurang efektif a.
Proses pendinginan: Proses penyerapan energi endotermis yang dipicu oleh pelepasan air oleh additif dan atau kimiawi bahan anti bakar sehingga
temperatur bahan bakarpolimer berada di bawah temperatur yang dibutuhkan untuk melakukan proses pembakaran. Kemudian selanjutnya proses
pembakaran akan terinhibisi. b.
Pemberian lapisan pelindung coating: Bahan bakarpolimer diberi lapisan padat atau gas yang akan melindungi permukaan bahan bakarpolimer dari
paparan panas dan oksigen yang dibutuhkan untuk proses pembakaran. c.
Pengenceran: Penambahan senyawa inert sebagai bahan pengisi dan additif yang akan mengeluarkan senyawa gas tidak terbakar sehingga akan
mengencerkan bahan bakarpolimer baik dalam fasa padat maupun dalam fasa gas serta pengenceran oksigen pada udara ambien.
3. Kombinasi secara fisika dan kimia yang bersinergi
Terlihat bahwa keseluruhan mekanisme inhibisi tersebut menghambat pada tahapan-tahapan proses dan atau pada beberapa tahapan proses sekaligus seperti
pada saat proses transfer panaspemanasan, dekomposisi, saat penyulutanignition process dan penyebaran panas.
Universitas Sumatera Utara
16
2.4.2 Jenis Flame Retardant
Penurunan sifat flamabilitas dari polimer dapat melalui penambahan senyawa tahan api flame retardant. Flame retardant yang biasa digunakan adalah hidroksida
logam, senyawa posporus, senyawa yang mengandung halogen dan clay [18]. 1. Metal Hydroxides
Filler anorganik menghambat pembakaran polimer dengan membuang panas dari polimer dan mengurangi suhu api. Contohnya adalah aluminium oksida hidrat,
Al
2
O
3
.3H
2
O dan magnesium hidroksida, MgOH
2
. Senyawa ini di dalam nyala api akan mengalami dekomposisi secara endotermik menyerap panas, dan melepaskan
sejumlah besar uap air ke permukaan polimer. Air akan melarutkan gas yang mudah terbakar. Salah satu kelemahan dari bahan-bahan tersebut adalah bahwa kadar yang
tinggi diperlukan untuk mendapatkan sistem tahan api yang baik. Akibatnya sifat mekanik polimer akan menurun.
2. Phosphorus-containing Fire Retardants Banyak retardants api tipe ini yang dikonversi menjadi asam fosfat, yang
akan mengeringkan polimer yang berada dalam kondisi terbakar dan membentuk char. Sebagai contoh fosfor oxynitride dan phospham pada 10-20 wt yang
ditambahkan ke poli butylene terephthalate memberikan peningkatan indeks oksigen dari 22 menjadi 29. Oxynitride fosfor juga ditemukan sebagai pembentuk
char. Pembentukan char mempengaruhi sifat tahan api bahan polimer karena bertindak sebagai penghalang yang akan memperlambat transfer panas, mencegah
masuknya oksigen ke dalam polimer dan juga mencegah degradasi polimer. Senyawa yang meningkatkan pembentukan char, seperti oxynitride fosfor dan phospham, atau
alkohol polifungsional, tepung dan turunan glukosa, telah menunjukkan sifat tahan api pada komposit polimer. Dalam beberapa kasus, fire retardant yang mengandung
fosfor dapat berfungsi pada fase uap dengan menghasilkan radikal yang dapat memadamkan api.
Universitas Sumatera Utara
17 3. Halogenated Fire Retardants
Untuk memahami mekanisme pemadaman api oleh senyawa terhalogenasi, maka harus diketahui dua reaksi berikut yang terjadi ketika polimer dengan fire
retardant dibakar: 1.
RX → R + X dimana X adalah Cl atau Br 2.
X + RH → R + HX Pada dua reaksi di atas, RX adalah halogenated fire retardant dan RH adalah
polymer. Dalam kondisi terbakar, halogenated fire retardant akan menghasilkan radikal halogen dan halogen akan bereaksi dengan polimer untuk membentuk radikal
baru dan HX. HX akan memadamkan api dengan bereaksi dengan hidroksil atau hidrogen yang dihasilkan selama dekomposisi polimer. Walaupun material ini dapat
memberikan fire retardant yang baik pada loading rendah.
2.5 PENGUJIAN KARAKTERISASI KOMPOSIT 2.5.1 Flammabilitas
Flamabilitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ketahanan bakar terhadap material non metalik, terutama dalam merespon panas dan api
dibawah kontrol. Respon terhadap panas dan api bahan tergantung pada ukuran dan bentuk material. Klasifikasi flamabilitas yang dibutuhkan material tergantung dari
peralatan pengujian dan kegunaan material itu sendiri. Kemampuan material ditentukan dengan beberapa metode, salah satu nya yang digunakan pada penelitian
kali ini adalah vertical burning test kelas V-0, V-1 dan V-2 [20]. Vertical burning test sendiri merupakan salah satu uji flammabilitas dari
material yang digunakan oleh badan standar Under Laboratories UL yang lebih dikenal dengan UL-94. Grade untuk material didasarkan pada jenis material dan
metode yang digunakan. Pada material dengan metode vertical burning test ini akan menghasilkan kelas V-0, V-1 dan V-2. Aplikasi dari kelas tersebut, terutama V-2
diharapkan mampu meminimalkan potensi kebakaran yang terjadi pada material melalui mekanisme-mekanisme flame retardant itu sendiri. Kelas ini sering dijumpai
pada insulator listrik dan sejenisnya [20].
Universitas Sumatera Utara
18 Tabel 2.3 Standart Flammabilitas Pembakaran Vertikal UL-94
Kapas Terbakar
Waktu terbakar ke-2
s Total Waktu
terbakar ke-1 dan ke-2 s
Waktu terbakar ke-1
atau ke-2 s Grade
Yes 60
250 30
Non Grade 60
250 30
94 V-2
No 30 - 60
250 30
94 V-1 30
50 - 250 30
94 V-1 50
10 - 30 94 V-1
10 94 V-0
2.5.2 Kekuatan Tarik Tensile Strength
Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan
biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Kekuatan tarik tensile strength suatu bahan ditetapkan dengan
membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan. Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu
berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan
bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [21].
2.5.3 Kekuatan Bentur Impact Strength
Kekuatan bentur adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui ketahanan bahan terhadap daya dengan kecepatan tinggi hantaman. Kekuatan impak suatu
bahan polimer dapat diukur dengan menggunakan alat impact test. Untuk kekuatan impak, bahan dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yaitu bahan yang rapuh brittle dan
ductile. Kegagalan pada bahan yang rapuh dapat terjadi pada energi
yang rendah dimana keretakan bermula dan berlanjut sebelum terjadinya yelding. Ciri-ciri yang
ditunjukkan biasanya bagian yang putuspatah menunjukkan permukaan yang halus dan kaku. Untuk bahan ductile, akan terbentuk yelding dimana akan tampak stress whitening
pada daerah yang putus. Pengujian impak biasanya dilakukan dengan metode Charphy atau Izod
[22]
.
Universitas Sumatera Utara
19
2.5.4 Fourier Transform Infrared Spectroscope FTIR
Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada
daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif
dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak transmitansi pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam
ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus
yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [23].
2.5.5 Lost on Ignition LOI
Loss on Ignition LOI adalah pengukuran yang dilakukan untuk menghitung kehilangan massa dari residu pembakaran dalam spesimen tes ketika dipanaskan di
bawah kondisi yang terkendali dari suhu, waktu, dan massa spesimen. LOI dapat ditentukan dengan mengukur kehilangan massa, dimana kehilangan massa setara
dengan nilai penguapan dan abu spesimen tes yang ditentukan [24].
2.5.6 Kadar Abu
Kadar abu adalah pengukuran yang dilakukan untuk menghitung kehilangan massa dari suatu bahan dalam spesimen tes ketika dipanaskan di bawah kondisi yang
terkendali dari suhu, waktu, dan massa spesimen. Kadar abu merupakan massa dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya, dimana akan menyisakan abu yaitu zat
organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Kadar abu dapat ditentukan dengan mengukur kehilangan massa, dimana kehilangan massa
setara dengan nilai penguapan dan abu spesimen tes yang ditentukan [25].
Universitas Sumatera Utara
20
2.5.7 Densitas
Pengujian densitas merupakan pengujian sifat fisis terhadap komposit yang dihasilkan. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kerapatan massa dari
komposit yang diuji [26].
2.6 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi,
produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Biomassa sektor pertanian dalam jumlah berlimpah salah satunya adalah abu pembakaran biomassa
kelapa sawit, yang mana dapat diperoleh tanpa biaya, diperbaharui dan mempunyai performa yang bagus pada kondisi panas yang tinggi. Pemanfaatan abu pembakaran
biomassa kelapa sawit sebagai pengisi dalam pembuatan komposit polimer mempunyai nilai yang signifikan untuk memotong konsumsi dari matriks dan bahan
pengisi dari material komposit [2]. Industri komposit sekarang ini telah mengembangkan produknya untuk tahan
terhadap pembakaran pada jenis-jenis produk tertentu sesuai dengan kebutuhan dan aplikasi dari komposit itu sendiri. Melalui standar UL-94 diperlukan grade tertentu
agar komposit tersebut layak diaplikasikan menjadi produk. Melalui penambahan senyawa-senyawa yang bersifat flame retardant komposit dapat diaplikasikan
langsung pada produk yang memungkinkan terjadinya kebakaran atau pemicu kebakaran, seperti insulator pada kabel listrik, sparepart mobil, dll [18].
Melihat prospek kedepannya, dimana komposit diharapkan dapat bersifat flame retardant maka dari itu perlu dikembangkan untuk memperoleh bahan atau material
yang mempunyai sifat flame retardant. Pada komposit polipropilena berpengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit dihasilkan grade V-2 pada uji bakar atau
flammabilitas. Dimana abu pembakaran kelapa sawit sendiri diketahui tahan terhadap panas dengan adanya kandungan silika yang tinggi [18].
Pengembangan material komposit plastik berbasis flame retardant juga telah banyak diaplikasikan pada negara-negara maju, dengan tingkat pengawasan standar,
mutu dan grade yang tinggi. Salah satu contoh penggunaan komposit polipropilena
Universitas Sumatera Utara
21 berbasis flame retardant dijumpai pada industri kabel dan sparepart automotif,
seperti gambar dibawah ini [18].
Gambar 2.7 Penggunaan komposit polipropilena dalam kabel berbasis flame retardant [27]
Gambar 2.8 Penggunaan Komposit Polipropilena di Industri Automotif [28] Dalam penelitian ini, produk berupa komposit berpengisi abu pembakaran
biomassa kelapa sawit dapat digunakan dan dijumpai sebagai bahan baku untuk berbagai macam aplikasi industri, terutama produk yang berbasis flame retardant,
salah satunya pada industri kabel dan automotif seperti yang ditunjukkan gambar di
Universitas Sumatera Utara
22 atas. Produk jenis ini diperkirakan akan banyak digunakan melihat pasar yang ada
sekarang ini, dimana untuk automotif tingkat kecelakaan di jalan yang semakin meningkat dan kemungkinan terbakarnya atau cepatnya api merambat ke bagian
dalam mobil akan membahayakan keselamatan pengendara. Sedangkan pada kabel dan sejenisnya tingkat korslet listrik atau hubungan arus pendek yang terjadi di
dalam rumah dapat menyebabkan percikan api dan selanjutnya akan menjalar ke area sekitar, dimana akan sangat membahayakan manusia yang berada di dalam nya.
Untuk itu diperlukan adanya material sebagai bahan pengisi yang bersifat flame retardant yang dapat menghambat dan atau memperlambat laju penyebaran api [18].
Untuk pemakaian di bidang automotif, komposit polipropilena merupakan jenis resin termoplastik yang unggul bila dibandingkan dengan jenis resin
termoplastik lainnya dalam biaya pemrosesan. Matriks dari kelas termoplastik memiliki kefleksibilitas rancangan dan kemudahan pencetakan bagian kompleks
[29]. Sifat inilah yang membuat mayoritas pabrikan mobil menggunakan matriks termoplastik teutama polipropilena bila dibandingkan dengan matriks termoset.
Saat ini, Kementerian Perindustrian Kemenperin Indonesia sedang menargetkan industri oleokimia Indonesia menjadi produsen nomor satu di dunia
pada 2020. Hal ini didukung dengan kinerja industri oleokimia nasional dari tahun ke tahun menunjukkan tren yang menggembirakan, sebagai keuntungan atas tarikan
pasar dan dukungan kebijakan pemerintah. Industri oleokimia berperan dalam mengolah minyak sawit menjadi produk kimia. Hal ini juga akan berdampak pada
kenaikan limbah yang dihasilkan, dalam hal ini abu pembakaran biomassa kelapa sawit.
2.7 ANALISA BIAYA