Pengertian Gaya Bahasa Gaya Bahasa

commit to user nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotatif, tetapi dapat disebut berkonotatif netral, positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka bernilai rasa yang positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif. Zgusta 1971: 38 berpendapat bahwa makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Kridalaksana 1983: 91 berpendapat bahwa aspek makna sebuah kata atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara penulis dan pendengar pembaca. Beracuan dari pendapat di atas, ditarik sebuah simpulan bahwa makna konotatif adalah suatu makna stimulus dan respon yang mengandung nilai-nilai emosional. Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai rasa positif ataupun nilai rasa negatif.

3. Gaya Bahasa

a. Pengertian Gaya Bahasa

Sebelum dijabarkan lebih lanjut tentang gaya bahasa, terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat mengenai stilistika. Secara etimologis stylistics berkaitan dengan style gaya, dengan demikian stylistics dapat diterjemahkan dengan ilmu tentang gaya yang erat hubungannya dengan linguistik. Tuner dalam Pradopo, 2005: 161 mengemukakan bahwa. Linguistik merupakan ilmu yang berupaya memberikan bahasa dan menunjukkan bagaimana cara kerjanya, sedangkan stylistics merupakan bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa, yang walaupun tidak secara eksklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra. Gaya dalam ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya sastra Pradopo, 2005: 161. Sebelum ada stilistika, bahasa karya sastra sudah memiliki gaya yang memiliki keindahan. commit to user Gaya adalah segala sesuatu yang “menyimpang” dari pemakaian biasa. Penyimpangan tersebut bertujuan untuk keindahan. Keindahan ini banyak muncul dalam karya sastra, karena sastra memang syarat dengan unsur estetik. Segala unsur estetik ini menimbulkan manipulasi bahasa, plastik bahasa dan kado bahasa sehingga mampu membungkus rapi gagasan penulis Endraswara, 2003: 71. Dapat dikatakan bahwa setiap karya sastra hanyalah seleksi beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu Pradopo, 2005: 162. Hubungan antara bahasa dan sastra sering bersifat dialektis. Sastra sering mempengaruhi bahasa sementara itu sastra juga tidak mungkin diisolasi dari pengaruh sosial dan intelektualitas. Analisis stilistika digunakan untuk menemukan suatu tujuan estetika umum yang tampak dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan unsurnya. Dengan demikian, analisis stilistika dapat diarahkan untuk membahas isi. Penelitian stilistika berdasarkan asumsi bahwa sastra mempunyai tugas mulia Endraswara, 2003: 72. Lebih lanjut, Suwardi menambahkan bahwa bahasa memiliki pesan keindahan dan sekaligus membawa makna. Gaya bahasa sastra berbeda dengan gaya bahasa sehari-hari. Gaya bahasa sastra digunakan untuk memperindah teks sastra. Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus dan mengandung arti leksikal alat untuk menulis Aminuddin, 2009: 72. Aminuddin juga menjelaskan bahwa dalam karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Sedangkan Scharbach dalam Aminuddin, 2009: 72 menyebut gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri. Bagaimana seorang pengarang mengungkapkan gagasannya dalam wacana ilmiah dengan cara pengarang dalam kreasi cipta sastra, dengan demikian akan menunjukkan adanya perbedaan meskipun dua pengarang itu berangkat dari satu ide yang sama. commit to user Secara umum, gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, dan sebagainya Keraf 1984: 113. Dengan demikian, segala perbuatan manusia dapat dipergunakan untuk mengetahui siapakah dia sebenarnaya atau segala perbuatan dapat memberikan gambaran sendiri. Dalam hubungan dengan karya sastra, terdapat berbagai pengertian atau pendapat tentang gaya yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian tersebut. Istilah gaya berpadanan dengan istilah stylus Aminuddin, 1995:1. Secara umum makna stylus adalah bentuk arsitektur, yang memiliki ciri sesuai dengan karaktristik ruang dan waktu. Semantara itu kata stylus bermakna alat untuk menulis sesuai dengan cara yang digunakan oleh penulisnya. Terdapat dimensi bentuk dan cara tersebut menyebabkan istilah style selain dikatagorikan sebagai nomina juga dikatagorikan sebagai verbal. Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan ilmu tentang gaya. Cunningham 1966: 15 menyebutkan bahwa gaya ialah cara pengungkapan dalam tulisan atau ujaran, penyeleksian ungkapan yang khas, cara yang khas dalam menggungkapkan pikiran melalui kata-kata yang runtut atau kiasan yang berbeda kesannya bila diungkapkan dengan cara yang lain. Pendapat ini lebih tegas, karena Cunningham lebih menekankan pada pengolahan bahasa sebagai media yang akan berubah menjadi karya sastra. Enkvist dalam Aminudin, 1995: 28 memberikan definisi style, antara lain: 1 bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pertanyaan yang telah ada sebelumnya; 2 pilihan antara berbagai pernyataan yang mungkin, 3 sekumpulan ciri pribadi; 4 penyimpangan dari pada norma atau kaidah dan; 5 hubungan antar satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas dari pada sebuah ayat. Pada masa Renaissance style diartikan sebagai cara menyusun dan menggambarkan sesuatu secara tepat dan mendalam sehingga dapat menampilkan nilai keindahan tertentu sesuai dengan impresi dan tujuan pemaparannya Aminuddin 1995: 31. commit to user Pada masa neoklasik, style diartikan sebagai bentuk penggungkapan ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi dan sesuatu yang ingin di refleksikan pengarang secara tidak langsung. Dalam karya sastra istilah gaya atau style mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca Aminuddin, 2009: 72. Salbach dalam Aminuddin, 2009: 72 berpendapat bahwa gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri. Sebenarnya gaya bahasa, secara intitutif pada umumnya telah dimengerti. Akan tetapi, sukar membuat batasan dan merumuskan pengertiannya tentang gaya bahasa. Ada bermacam-macam batasan dan pengertian mengenai gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan fungsi tertentu. Dalam karya sastra yang efektif tentu ada fungsi estetik yang menyebabkan karya yang bersangkutan bernilai seni. Nilai seni dalam karya sastra disebabkan oleh adanya gaya bahasa dan fungsi lain yang menyebabkan karya sastra menjadi indah seperti adanya gaya bercerita atau pun penyusunan alurnya. Dalam mempergunakan bahasa untuk melantunkan gagasannya, penyair tentu saja memiliki pertimbangan di dalam mendayagunakan gaya bahasa. Dengan demikian, penyair mestinya mempunyai tujuan tertentu dalam hal itu. Penyair mempergunakan gaya bahasa tertentu, bisa jadi merupakan suatu upaya guna menguatkan maksud yang disampaikanya. Kemampuan dalam mengolah dan mendayagunakan gaya bahasa menentukan berhasil tidaknya suatu karya sastra. Gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan nilai seni. Hartoko dan Rahmanto 1986: 137 berpendapat bahwa gaya bahasa adalah cara yang khas dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri gaya pribadi. Sebagaimana dikemukakan oleh Mulyana 2005 : 12 bahwa gaya bahasa itu susunan perkataan yang terjadi karena perasaan dalam hati pengarang dengan sengaja atau tidak, commit to user menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca, gaya bahasa itu selalu subjektif dan tidak akan objektif. Gaya bahasa adalah cara mengekspresikan bahasa dalam prosa ataupun puisi. Gaya bahasa adalah bagaimana seorang penulis berkata mengenai apa pun yang dikatakan Abram, 1981: 190. Sejalan dengan pengertian tersebut Kridalaksana, 1983: 49-50 salah satu pengertiannya adalah pemanfaatannya atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; lebih khusus adalah pemakaian ragam bahasa tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan lebih luasnya gaya bahasa itu merupakan keseluruan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Gaya bahasa dalam arti umum adalah penggunaan bahasa sebagai media komunikasi secara khusus, yaitu penggunaan bahasa secara beragam dengan tujuan untuk ekspresivitas, menarik perhatian atau untuk membuka pesona Pradopo, 1990: 139. Tarigan 1986: 5 berpendapat bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum. Penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Dale dalam Tarigan 1986: 5. Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa yang khas dan dapat diidentifikasi melalui pemakaian bahasa yang menyimpang dari penggunaan bahasa sehari-hari atau yang lebih dikenal sebagai bahasa khas dalam wacana sastra. Penyimpangan penggunaan bahasa biasanya berupa penyimpangan terhadap kaidah bahasa, banyaknya pemakaian bahasa daerah, pemakaian bahasa asing, pemakaian unsur-unsur daerah dan unsur-unsur asing. Gaya bahasa atau style menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok atau tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki keabsahan, pilihan kata secara individual, frasa, klausa dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan commit to user seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan kepadanya Keraf, 2004. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan gaya adalah tatanan yang bersifat lugas, jelas, dan menjauhkan unsur-unsur gaya bahasa yang mengandung makna konotatif. Sedangkan pengarang dalam wacana sastra justru akan menggunakan pilihan kata yang mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif. Selain itu, tatanan kalimat- kalimatnya juga menunjukkkan adanya variasi dan harmoni sehinnga mampu menuansakan keindahan dan bukan hanya nuansa makna tertentu saja. Oleh sebab itu masalah gaya dalam sastra akhirnya juga berkaitan erat dengan masalah gaya dalam bahasa itu sendiri. Sudjiman 1998: 13 berpendapat bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Ratna 2009: 84 berpendapat bahwa gaya bahasa bukan sekedar saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Stilistika dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya. Retorika merupakan penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis yang diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana seorang pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya. Pengungkapan bahasa dalam sastra mencerminkan sikap dan perasaan pengarang yang dapat digunakan untuk commit to user mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Bentuk pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu mendukung gagasan secara tepat yang memiliki segi estetis sebagai sebuah karya. Kekhasan, ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan yang berasal dari imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam pengungkapan bahasa dan gagasan sangat menentukan keefektifan wacana atau karya yang dihasilkan. Hal ini bisa dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai kesastraan yang akan diciptakan. Karya sastra adalah sebuah wacana yang memiliki kekhasan tersendiri. Seorang pengarang dengan kreativitasnya mengekspresikan gagasannya dengan menggunakan bahasa dengan memanfaatkan semua media yang ada dalam bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang seorang pegarang dalam memanfaatkan dan menggunakan bahasa tidak akan sama satu sama lain dan tidak dapat ditiru oleh pengarang lain karena hal ini sudah menjadi bagian dari pribadi seorang pengarang. Kalaupun ada yang meniru pasti akan dapat ditelusuri sejauh mana persamaan atau perbedaan antara karya yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat diketahui mana karya yang hanya sebuah jiplakan atau imitasi. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatarbelakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa itu digunakan. Bahasa sastra adalah bahasa khas Endraswara, 2003: 72. Khas karena bahasanya telah direkayasa dan dioles sedemikian rupa. Dari polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Seharusnya pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang, bukan hanya suatu kebetulan gaya diciptakan oleh pengarang demi keistimewaan karyanya. Jadi dapat dikatakan jika pengarang pandai bersilat bahasa, kaya, dan mahir dalam menggunakan stilistika maka karyanya akan semakin mempesona dan akan commit to user lebih berbobot. Stilstik adalah penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra yang akan membangun aspek keindahan karya sastra. Pradopo dalam Endraswara, 2003: 72 berpendapat bahwa nilai seni sastra ditentukan oleh gaya bahasanya. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari kata-kata tersebut yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan Keraf, 2004: 112. Termasuk kemahiran pengarang dalam memilih ungkapan yang menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil ekspresi diri Sayuti, 2002: 110. Sejalan dengan pengertian tersebut, Endraswara 2003: 73 berpendapat bahwa gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika menggunakan gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat dikatakan gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra. Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan kemampuan pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula penilaian terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang terekam dalam karya yang dihasilkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang mempunyai gaya masing-masing. Musicologists and linguists have often suggested that the prosody of a culture’s spoken language can influence the structure of its instrumental music. However, empirical data supporting this idea have been lacking. This has been partly due to the difficulty of developing and applying comparable quantitative measures to melody and rhythm in speech and music… Ahli musik dan ahli bahasa sering menyarankan bahwa prosodi bahasa lisan budaya bisa mempengaruhi struktur musik instrumentalnya. Namun, data empiris yang mendukung ide ini telah kurang. Ini telah sebagian karena kesulitan mengembangkan dan menerapkan ukuran kuantitatif sebanding commit to user dengan melodi dan irama dalam pidato dan musik.Patel AD, Daniele JR, 2002. Dengan kata lain, objek tersebut adalah untuk mengetahui nilai-nilai tematik dan estetika yang dihasilkan oleh linguistik bentuk, nilai-nilai yang menyampaikan visi penulis, nada dan sikap, yang bisa meningkatkan afektif atau kekuatan emotif pesan yang memberikan sumbangan untuk karakterisasi dan membuat fiksi realitas fungsi lebih efektif dalam kesatuan tematik. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya. Keraf 2004: 113 menyebutkan Syarat-syarat yang diperlukan untuk membedakan suatu gaya bahasa yang baik dari gaya bahasa yang buruk sebagai berikut. 1 Kejururan Kejujuran adalah suatu pengorbanan, karena kadang-kadang kejujuran meminta kita melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita sendiri. Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidah- kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu, bahasa harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran. 2 Sopan-santun Sopan santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalm gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Kejelasan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut. a kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat; b kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yamg diungkapkan melalui kata-kata atau kalimat tadi; commit to user c kejelasan dalam pengurutan ide secara logis; d kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan. 3 Menarik Kejujuran, kejelasan serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar dan langkah awal. Bila seluruh gaya bahasa hanya mengandalkan kedua atau ketiga kaidah tersebut diatas maka bahasa yang digunakan masih terasa tawar, tidak menarik. Sebab itu, sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup vitalitas, dan penuh daya khayal imajinasi.

b. Jenis-Jenis Gaya Bahasa