dua tahun pertama kehidupan. Menyusui secara eksklusif terbukti memberikan resiko yang lebih kecil terhadap berbagai penyakit infeksi dan
penyakit menular lainnya di kemudian hari. Hasil penelitian Naim 2001 di Jawa Barat menjelaskan anak usia 4 bulan sampai 24 bulan yang tidak
mendapat ASI ekslusif menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap terjadinya pneumonia dan memiliki risiko terjadinya pneumonia
4,76 kali dibanding anak umur 4 bulan sampai 24 bulan yang diberi ASI eksklusif ditunjukkan dengan nilai statistik OR=4,76 95 CI 2,98
– 7,59 dan nilai p=0,000.
d. Berat Badan Lahir
Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan
pertama kelahiran karena pembentukan anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit
saluran pernafasan lainnya. Hasil penelitian Herman 2002 menjelaskan balita yang mempunyai riwayat berat badan lahir rendah 2500 gram
memiliki risiko 1,9 kali untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan bayi yang mempunyai riwayat berat badan normal
≥ 2500 gram namun efek tersebut secara statistik tidak bermakna hal ini ditunjukkan dengan nilai OR =
1,9 95 CI:0,7-4,9 P=0,175.
e. Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko utama pada beberapa penyakit. Hal ini disebabkan karena usia dapat memperlihatkan kondisi kesehatan
seseorang. Anak-anak yang berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak yang berusia diatas lima tahun. Hal ini
disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna dan saluran pernafasan yang relatif sempit Depkess RI,2004.
f. Jenis Kelamin
Dalam program P2 ISPA dijelaskan bahwa laki-laki adalah faktor risiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia Depkes RI,2004. Hal ini didukung
oleh penelitian Hananto 2004 bahwa anak laki-laki mempunyai peluang menderita pneumonia 1,46 kali 95 CI : 0,81-1,60 dibanding anak
perempuan.
3. Faktor Lingkungan Environment
Faktor Lingkungan yang dapat menjadi risiko terjadinya pneumonia pada anak balita meliputi kepadatan hunian, paparan asap rokok, keberadaan
sirkulasi udara jendela didalam rumah,pengetahuan dan pendidikan ibu. Kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan dampak atau
akses buruknya sehingga dapat ditemukan solusi ataupun kondisi yang paling optimal bagi kesehatan anak balita.
a. Kepadatan Hunian Rumah
Kepadatan hunian merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Keadaan tempat tinggal yang padat
dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian Febriana 2011 menunjukkan anak balita yang tinggal di rumah dengan
tingkat hunian padat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 3,8 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian
tidak padat. Tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena luas lantai rumah yang tidak sebanding dengan jumlah
keluarga yang menempati rumah. Luas rumah yang sempit dengan jumlah
anggota keluarga yang banyak menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah tidak seimbang. Kepadatan hunian ini memungkinkan bakteri maupun
virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke penghuni rumah lainnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 289Menkess\SKVII1999
tentang persyaratan
kesehatan perumahan,kepadatan penghuni dikategorikan menjadi memenuhi standar 2
orang.
b. Paparan Asap Rokok