Arahan Fungsi Lahan Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Dengan Menggunakan Geographic Information System di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas DAS Batang Toru

B. Arahan Fungsi Lahan

Berdasarkan peta kawasan hutan yang diperoleh dari BPDAS Asahan Barumun, Pematang Siantar tahun 2009 skala 1:50.000 Lampiran 4. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa di kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas terdapat arahan fungsi lahan untuk areal budidaya pertanian seluas 2.466,440 Ha, hutan lindung di dalam kawasan hutan seluas 5.220,409 Ha dan kawasan lindung di luar kawasan hutan seluas 32,612 Ha. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16 luas masing-masing luasan arahan fungsi lahan dan fungsi hutan. Tabel 16 . Arahan Fungsi Lahan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Arahan Fungsi Fungsi Luas Persentase Lahan Hutan Ha Budidaya Pertanian Areal Penggunaan Lain 2.466,440 31,95 Pemukiman 13,901 0,18 Tubuh air 15,418 0,20 Kawasan Lindung Hutan Lindung 5.220,409 67,63 Di dalam Kawasan Hutan Kawasan Suaka Alam - - dan Pelestarian Alam Kawasan Lindung Areal Penggunaan Lain 3,293 0,04 Di Luar Kawasan Hutan Total 7.719,461 100,00 Sumber:BPDAS Asahan Barumun dan Hasil analisa C. Input Data Spasial Parameter Lahan Kritis C.1 Vegetasi Permanen Kondisi penutupan lahan dinilai berdasarkan nilai Cp dan diklasifikasikan menjadi lima kelas Lampiran 5. Masing-masing kelas penutupan lahan selanjutnya diberi skor untuk penentuan lahan kritis berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: P. 32 Menhut-II2009. Dalam penentuan nilai penutupan lahan, pengklasifikasian berdasarkan dengan nilai indeks penutupan vegetasi C dan indeks pengelolaan lahan atau tindakan Universitas Sumatera Utara konservasi P, atau yang lebih dikenal dengan faktor Crops Practice Cp setelah dilakukan penggabungan. Pengkelasan nilai Cp dari masing-masing jenis penggunaan lahan akan digunakan sebagai salah satu parameter penentu tingkat kekritisan lahan. Kondisi vegetasi permanen pada kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Lampiran 6 menunjukkan terdapat 9 jenis tutupan lahan yakni hutan alam, kebun campuran, perkebunan, pemukiman, sawah, semak belukar, tanah terbuka, tegalan ladang, dan tubuh air. Hutan alam mendominasi penutupan lahan pada kawasan ini seperti yang terlihat pada Gambar 7. Gambar 7. Vegetasi Hutan Alam di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Vegetasi permanen merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam analisa spasial lahan kritis. Hal ini dapat ditunjukkan dari bobot vegetasi permanen yang cukup besar yaitu sebesar 50. Dalam analisa, ditemukan vegetasi permanen dalam fungsi kawasan hutan lindung di dalam kawasan hutan, kawasan lindung di luar kawasan hutan dan kawasan budidaya pertanian untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada Tabel 17. Universitas Sumatera Utara Tabel 17. Jenis dan Klasifikasi Tutupan Lahan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Jenis Tutupan Kelas Luas Persentase Lahan Ha Hutan alam Sangat Baik 5.220,409 67,63 Kebun campuran Baik 1.096,303 14,20 Perkebunan Baik 131,677 1,71 Pemukiman Sangat Buruk1 3,901 0,18 Sawah Sangat Baik 47,379 0,61 Semak Belukar Sangat Buruk 635,182 8,23 Tanah Terbuka Sangat Buruk 3,293 0,04 Tegalan Ladang Buruk 555,899 7,20 Tubuh air Sangat Baik 15,418 0,20 Total 7.719,461 100,00 Sumber: P.32Menhut-II2009 Berdasarkan hasil tabulasi maka diketahui bahwa tutupan lahan atau vegetasi permanen yang terbesar di kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas adalah hutan alam yaitu dengan total luas vegetasi permanen 5220,409 Ha atau 67,63 dari luas total sedangkan yang paling sedikit adalah tanah terbuka dengan luasan 3,293 Ha. C.2 Kemiringan Lereng Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi jarak vertikal suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dinyatakan dengan satuan persen. Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian garis kontur. Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan lereng dilakukan dengan menggunakan data kontur dalam format digital. Data kontur format vektor diolah terlebih dahulu menjadi model elevasi digital Digital Elevation Model DEM dengan metode Triangulated Irregular Network TIN. Berdasarkan DEM kemudian dibuat data ketinggian dalam format raster Grid. untuk selanjutnya diolah menjadi data raster kemiringan lereng dengan menggunakan extention Demat. Sehingga dihasilkan peta kemiringan lereng Universitas Sumatera Utara Lampiran 7 yang selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi kemiringan lereng untuk identifikasi lahan kritis. Berdasarkan hasil pengolahan data kontur yang telah dilakukan, maka pengklasifikasian kemiringan lereng kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sipansihaporas dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Klasifikasi Kemiringan Lereng di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Kelas Kelerengan Deskripsi Luas Persentase Ha 1 0 – 8 Datar 2.463,445 31,91 2 8 – 15 Landai 874,009 11,31 3 15 – 25 Agak Curam 1.357,568 17,59 4 25 – 40 Curam 1.475,597 19,12 5 40 Sangat Curam 1.548,842 20,07 Total 7.719.461 100,00 Sumber: P.32Menhut-II2009 Dari hasil tabulasi data maka didapat bahwa kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas didominasi dengan kelerengan datar 0-8 dengan luas kawasan 2.963,445 Ha atau 31,91 kemudian diikuti dengan kelerengan sangat curam 40 seperti terlihat pada Gambar 8 seluas 1.548,842 Ha atau 20,07 dari keseluruhan luas kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas. Gambar 8. Kondisi Kelerengan di Sub DAS Aek Raisan dan Sipansihaporas Universitas Sumatera Utara Pengklasifikasian lahan berdasarkan kelerengan bertujuan untuk penentuan arah fungsi lahan. Faktor kelerengan mempunyai peran yang penting dalam penentuan tingkat kekritisan lahan. Keterkaitannya akan berdampak pada tingkat bahaya erosi. Semakin curam lereng maka akan memperbesar laju run off, selain itu dengan semakin miringnya lereng akan memberikan potensi yang besar untuk terkikis butiran tanah terpercik karena energi kinetik hujan. Dengan demikian lereng permukaan tanah makin curam maka kemungkinan erosi akan lebih besar. Untuk lebih rinci klasifikasi kemiringan lereng pada kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sipansihaporas dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik Klasifikasi Kemiringan Lereng di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas C.3 Tingkat Bahaya Erosi Erosi dapat juga disebut pengikisan tanah atau kelongsoran bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang diangkut oleh air maupun angin yang berlangsung baik secara alami mupun karena tindakan perbuatan manusia. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta kurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Universitas Sumatera Utara Secara umum terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim terutama intensitas hujan , topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutupan tanah dan tata guna lahan. Untuk menentukan tingkat erosi dilakukan pendekatan dengan metode USLE dengan menggunakan variabel yaitu curah hujan, tanah, kemiringan lereng, penutupan lahan serta tindakan-tindakan konservasi tanah dan kedalaman tanah. Setelah itu masing-masing variabel tersebut akan dioverlaykan. Dengan demikian akan diperoleh peta tingkat bahaya erosi beserta data atributnya. Berdasarkan hasil pengolahan peta maka di dapat kelas dan luasan tingkat bahaya erosi pada kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas. Berikut Table 19 tabulasi tingkat bahaya erosi serta luasannya Tabel 19. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Kelas Kriteria Deskripsi Luas Persentase Erosi Ha 1 0 - SR Sangat Ringan - - 2 I - R Ringan 5.929,637 76,81 3 II - S Sedang 708,672 9,18 4 III - B Berat 516,962 6,70 5 IV- SB Sangat Berat 564,190 7,31 Total 7.719,461 100,00 Sumber:Hasil Analisa Berdasarkan hasil tabulasi yang tingkat bahaya erosi pada kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas memiliki tingkat bahaya erosi terbesar adalah ringan yaitu seluas 5.929,637 Ha. Akan tetapi ditemukan juga tingkat bahaya erosi yang berat seluas 516,962 Ha dan sangat berat seluas 564,190 Ha. Seperti yang sebelumnya bahwa faktor topografi atau kelerengan merupakan salah satu penyebab yang sangat berpengaruh terhadap penyebab terjadinya erosi. Universitas Sumatera Utara Gambar 10. Peta Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Universitas Sumatera Utara C.3.1 Curah Hujan R Berdasarkan data yang diperoleh dari BPDAS Asahan Barumun maka terdapat 8 tingkatan curah hujan Lampiran 8. Dalam hal ini data curah hujan yang tersedia adalah data curah hujan tahunan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas seperti terlihat pada Tabel 20. Tabel 20. Intensitas rata-rata Curah Hujan dan Nilai R di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Rata-rata Curah Hujan Nilai Erosivitas Luas Persentase mmtahun R Ha 3800 7126,855 39,302 0,51 3600 6621,611 1.067,452 13,83 3400 6126,375 1.709,399 22,14 3200 5641,521 1.412,274 18,29 3000 5167,461 1.447,336 18,75 2800 4704,648 1.555,075 20,15 2600 4253,593 480,782 6,23 2400 3814,868 7,841 0,10 Total 7.719,46 100,00 Sumber: BPDAS Asahan Barumun, Pematang Siantar Tabel di atas menunjukkan bahwa curah hujan tahunan tertinggi adalah 3800 mmtahun dan curah hujan tahunan terendah adalah 2400 mmtahun nilai sedangkan curah hujan yang paling banyak terjadi adalah 3400 mmtahun yaitu dengan luasan 1.709,399 Ha atau 22,14 dari luas total. C.3.2 Tanah K Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen- komponen padat, cair dn gas dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik Arsyad, 1989. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, terkumpulnya garam di daerah perakaran salinisasi, terkumpulnya atau terungapnya unsur senyawa merupakan racun bagi tananman, penjenuhan tanah oleh air Waterlogging, dan erosi. Keadaan tanah di kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas berdasarkan peta Universitas Sumatera Utara yang diperoleh dari BPDAS Asahan Barumun sangat bervariasi Lampiran 9. Berdasarkan pengelompokan tanah USDA greatgroup tanah terdapat 10 jenis tanah dapat di lihat pada Tabel 21. Tabel 21. Jenis Tanah dan Nilai K di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Jenis Tanah Nilai Erodibilitas Luas Persentase K Ha Dystropepts, Dystrandepts, Tropudults 0,30 401,002 5,19 Dystrandepts, Humitropepts 0,15 1.373,885 17,80 Dystropepts, Eutrandepts, Dystrandepts 0,30 888,294 11,51 Dystropepts, Hapludults 0,30 937,068 12,14 Dystropepts, Hapludults, Tropoquepts 0,30 207,871 2,69 Dystropepts, Humitropepts, Tropohumults 0,15 727,271 9,42 Dystropepts, Tropudults, Troporthents 0,30 1.009,389 13,08 Dystropepts, Tropudults, Troportods 0,30 210,055 2,72 Dystropepts, Tropopsamments 0,30 252,347 3,27 Tropaquents, Tropohemists, Tropoquepts 0,30 55,560 0,72 Tropoquepts, Dystropepts 0,30 11,176 0,14 Tropoquepts, Fluvaquents, Tropohemists 0,30 390,745 5,06 Tropopsamments, Tropaquent 0,30 39,518 0,51 Troporthents, Dystropepts 0,30 351,789 4,56 Troporthents, Humitropepts 0,15 253,352 3,28 Tropudults, Dystropepts 0,30 605,889 7,85 Tropudults, Tropohumults, Dystropepts 0,30 4,250 0,06 Total 7.719,461 100,00 Sumber: BPDAS Asahan Barumun, Pematang Siantar Tabel di atas menunjukkan bahwa jenis tanah yang paling banyak dijumpai di kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas adalah jenis tanah Dystrandepts, Humitropepts dengan luasan 1.373,885 Ha atau 17,8 dari luas total sebaran tanah. C.3.3 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng LS Faktor panjang dan kemiringan lereng LS merupakan suatu ketentuan untuk masing-masing kelas kemiringan lereng yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan: P.32Menhut-II2009. Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa nilai LS yang paling luas adalah 0,4 dengan kelas lereng datar 0-8 seluas 2.463,445 atau 31,91 dari total luas kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sipansihaporas, untuk masing-masing nilai LS disajikan pada Tabel 22. Universitas Sumatera Utara Tabel 22. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng Nilai LS di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Kemiringan Nilai LS Luas Persentase Ha 0 – 8 0,4 2.463,445 31,91 8 – 15 1,4 874,009 11,31 15 – 25 3,1 1.357,568 17,59 25 – 40 6,8 1.475,597 19,12 40 9,5 1.548,842 20,07 Total 7.719.461 100,00 Sumber: P.32Menhut-II2009 C 3.4 Indeks Pengelolaan Tanaman dan Konservasi Tanah Nilai CP . Nilai CP merupakan salah satu parameter yang digunkan dalam menentukan nilai TBE. Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kisaran nilai CP aadalah antara 0,0000-0,8550. Pengklasifikasian nilai Cp ini diperoleh dari data yang sudah tersedia dalam Peraturan Menteri Kehutanan: P.32Menhut- II2009 dan informasi dari peta digital tutupan lahan yang diperoleh dari BPDAS Asahan Barumun. Klasifikasi nilai CP di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Indeks Pengelolaan Tanaman Nilai C dan Faktor Upaya Pengelolaan Konservasi Tanah Nilai P Jenis Tutupan Nilai C Nilai P Nilai Cp Luas Persentase Lahan Ha Hutan alam 0,01 0,15 0,0015 5.220,409 67,63 Kebun campuran 0,2 0,15 0,0300 1.096,303 14,20 Perkebunan 0,2 0,15 0,0300 131,677 1,71 Pemukiman 0,8 0,4 0,3200 13,901 0,18 Sawah 0,01 0,15 0,0015 47,379 0,61 Semak Belukar 0,25 0,4 0,1000 635,182 8,23 Tanah Terbuka 0,95 0,9 0,8550 3,293 0,04 Tegalan Ladang 0,53 0,15 0,0795 555,899 7,20 Tubuh air 0,00 0,01 0,0000 15,418 0,20 Total 7.719,461 100,00 Sumber: P.32Menhut-II2009 C.3.5 Besaran Erosi dengan Menggunakan Rumus USLE Rumus USLE digunakan untuk memperoleh kriteria tingkat bahaya erosi dimana peta hasil perkalian TBE dengan rumus USLE ini diperoleh dengan cara Universitas Sumatera Utara mengoverlaykan peta curah hujan R, peta tanah K, peta kemiringan lereng LS dan peta tutupan lahan CP sehingga diperoleh peta hasil perkalian TBE dengan menggunakan rumus USLE Lampiran 10. Kemudian dipadankan lagi dengan peta kedalaman tanah. Berdasarkan hasil pengolahan data maka diperoleh hasil perkalian TBE dengan menggunakan rumus USLE seperti pada Tabel 22 berikut dengan luasannya. Tabel 24. Hasil Perkalian TBE dengan Menggunakan Rumus USLE Kelas Kriteria Deskripsi Luas Persentase RKLSCP Ha 1 15 Sangat Ringan 4.330,565 56,10 2 15 - 60 Ringan 1.946,786 25,22 3 60 – 18 Sedang 505,840 6,55 4 180 – 480 Berat 573,895 7,43 5 480 Sangat Berat 362,375 4,70 Total 7.719,461 100,00 Sumber: Hasil Analisa C.3.6 Kedalaman Tanah Kedalaman tanah di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas seperti ditunjukkan pada Tabel 23, hanya terdiri dari 2 kelas yaitu dalam 90 cm dan sedang 60-90 cm. Tabel 25. Kedalaman Tanah di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Kedalaman Tanah Kelas Luas Persentase cm Ha 90 Dalam 6.549,900 84,85 60-90 Sedang 1.169,561 15,15 Total 7.719,461 100,00 Sumber: BPDAS Asahan Barumun, Pematang Siantar Tabel 25 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar daerah di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas memiliki kedalaman tanah lebih dari 90 cm 84,85 dengan luasan 6.549,9 Ha diikuti oleh 60-90 cm dari tanah dalam 15,15 seluas 1.169,45 Ha. Universitas Sumatera Utara C.4 Kriteria Manajemen Produktivitas dan Batuan C.4.1 Kriteria Manajemen Perolehan data kriteria manajemen dilakukan dengan pengecekan data yang sudah ada. Sesuai dengan karakternya, data yang dihasilkan berupa data atribut yang berisi mengenai informasi mengenai aspek manajemen. Berdasarkan informasi yang didapat mengenai manajemen kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sipansihaporas dari BPDAS Asahan Barumun, Pematang Siantar yang dalam hal ini lembaga pengelolah DAS Batang Toru menyatakan bahwa pengelolaan Sub DAS Aek Raisan dan Sipansihaporas tergolong sedang atau dalam besarannya tidak lengkap. Ditandai dengan tidak lengkapnya kegiatan praktek konservasi tanah yang sesuai dengan petunjuk pelaksanaan konservasi tanah. Skor yang diberikan adalah 3 karena dalam kategori sedang dan kemudian dikalikan dengan skor kriteria manajemen yakni 30. C.4.2 Produktivitas Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan: P.32Menhut-II2009 , data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Sesuai dengan karakternya, data ini juga merupakan data atribut. Informasi mengenai data produktivitas diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik BPS Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara yang meliputi kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas yang dilihat secara umum . Kemudian pada atribut data spasial land system ditambahkan field baru yang berisi informasi tentang produktivitas lahan yang telah diperoleh Universitas Sumatera Utara lalu di overlaykan dengan parameter penentu lahan kritis untuk kawasan budidaya pertanian. C.4.3 Batuan Geologi Geologi atau batuan merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam penentuan lahan kritis untuk kawasan budidaya pertanian dengan bobot 5. Berdasarkan analisis data maka didapat batuan yang terdapat di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas terdiri dari 12 macam batuan mulai dari kelas banyak, sedang dan sedikit, secara rinci dapat di lihat pada Tabel 26. Tabel 26. Jenis Batuan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Jenis Batuan Kelas Luas Persentase Ha Formasi Barus Banyak 1.841,364 23,85 Komplek Sibolga Banyak 1.925,672 24,95 Tuffa Toba Banyak 2.325,264 30,12 Aluvium muda Sedang 474,443 6,15 Retas Dolerit Sedang 344,948 4,47 Formasi gunung Api Angkola Sedang 295,441 3,83 Formasi Kluet Sedang 345,049 4,47 Formasi Batuan Gunung Api Toru Sedikit 86,864 1,13 Kelompok Tapanuli Sedikit 1,953 0,03 Aluvium Tua Sedikit 30,854 0,39 Pusat Gunung Api Martimbang Sedikit 36,364 0,47 Granit Haporas Sedikit 11,245 0,14 Total 7.719,461 100,00 Sumber: BPDAS Asahan Barumun dan Hasil Analisa Tabel 26 di atas menunjukkan bahwa jenis batuan terbanyak yang ditemukan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas adalah jenis batuan Tuffa Toba dengan luasan 2.325,264 Ha sedangkan yang paling sedikit adalah jenis batuan kelompok Tapanuli dengan luas 1,953 Ha. Untuk menentukan atau mengklasifikasikan sedikit banyaknya batuan dilihat dari luasannya. Semakin luas kawasannya maka jenis batuannya juga banyak. Universitas Sumatera Utara

D. Tingkat Kekritisan Lahan