Sumber Data Cara Pengumpulan Data Analisis Data

6. Penyidik adalah penyidik negara dari insitusi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain. 48 Dilihat dari pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. 49 Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang- undangan yang berlaku.

2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan relavan maka pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan Library Research yaitu pengumpulan data dengan menelaah bahan kepustakaan yang meliputi : 48 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, hal. 38 49 Roni Hantijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Semarang, Ghalia Indonesia, 1998, Hal. 11 a. Bahan hukum primer yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bertujuan untuk memperoleh ketentuan yuridis tentang masalah yang akan dibahas. b. Bahan Hukum sekunder antara lain yaitu buku-buku tentang notaris dan buku- buku literatur yang berhubungan dengan permasalahan dan penelitian ini.

3. Cara Pengumpulan Data

a. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan yaitu berkaitan dengan objek penelitian dan peraturan perundang-undangan. b. Wawancara dengan informan yaitu 1. Majelis Pengawas Wilayah Notaris 1 orang 2. Majelis Pengawas Daerah Notaris 1 orang 3. Notaris 5 orang 4. Kepolisian Daerah Sumatera Utara 1 orang Kepala Satuan Tindak Pidana Umum 5. Ketua Ikatan Notaris Indonesia 1 orang 6. Kejaksaan Negeri Medan 2 orang Jaksa Penuntut Umum Tujuannya untuk memperoleh informasi dan data pendukung tentang masalah yang akan dibahas.

4. Analisis Data

Pengolahan Data dilakukan dengan cara menganalisis data secara kualitatif, yaitu dengan cara meneliti kewenangan dan pemberhentian sementara Notaris dalam status sebagai tersangka dan terdakwa selama proses peradilan, kemudian analisis ini diuraikan secara sistematis sehingga menjawab keseluruhan permasalahan dengan demikian hasil penelitian bersifat evaluatif-analisis, kemudian dikonstruksikan dalam suatu kesimpulan.

BAB II PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS YANG TELAH MELAKUKAN

TINDAK PIDANA

A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Sejarah Notaris Di Indonesia

Pada zaman Romawi dahulu telah dikenal seorang penulis yang tugasnya antara lain membuatkan surat-surat bagi mereka yang tidak dapat menulis. Surat-surat yang disusunnya tidak mempunyai kekuatan hukum yang khusus, penulis-penulis itu terdiri dari orang-orang yang bebas dan kadang-kadang budak-budak belian. Orang menyebut mereka notarii. Disamping itu terdapat pula orang-orang yang diserahi membuat akta dan mereka disebut tabelliones atau tabelarii, mereka tugasnya hampir mirip dengan di Indonesia yang disebut pelaksana perkara zaakwaarnemer”. 50 Pada abad ke-11 atau ke-12 selanjutnya notaris mulai berkembang di daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada zaman itu di Italia Utara. Daerah ini selanjutnya dikenal sebagai tempat asal notariat yang dinamakan Latijnse Notariaat yang tanda-tandanya tercermin dalam diri notaris yang diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang jasanya karena kemampuannya yang memiliki keahlian untuk mempergunakan tulisan cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka. 51 50 R.Soesanto, Tugas Kewajiban dan Hak-Hak Notaris, Wakil Notaris Sementara, Jakarta: Pradnya Paramita,1982,hal 11 34 51 G.H.S. Lumban Tobing, opcit, hlm 3 Setelah mengalami perkembangan secara khusus tabeliones ini kemudian dipersamakan dengan Zaakwaarnemer daripada notaris sekarang, mereka mulai diatur dari suatu Konstitusi pada tahun 537 oleh Kaisar Justianus, yang menempatkan mereka di bawah pengawasan pengadilan, tetapi tidak berwenang membuat akta dan surat yang sifatnya otentik, surat mana sama halnya dengan ketetapan dari badan peradilan. Selanjutnya tabularii adalah golongan orang-orang yang menguasai teknik menulis dan memberikan bantuan kepada masyarakat dalam pembuatan akta-akta. Sementara kalangan notarii adalah orang-orang yang khusus diangkat untuk membantu penulisan dikalangan istana, lambat laun masyarakat dapat mempergunakan jasa mereka karena mempergunakan jasa mereka karena mempergunakan notarii dipandang lebih terhormat daripada tabularii. Akhirnya pada masa Karel de Grote tabelarii dan notarii, menggabungkan diri dalam satu badan yang dinamakan Collegium. Mereka akhirnya dipandang sebagai para pejabat yang satu-satunya membuat akta-akta baik di dalam maupun di luar pengadilan walaupun jenis-jenis akta itu selanjutnya dapat berupa akta otentik ataupun akta di bawah tangan. Dari Italia Utara ini berkembang sampai ke Perancis untuk kemudian ke Negeri Belanda. Notaris yang dikenal saat ini di Indonesia telah ada mulai dari abad ke-17 dengan beradanya Oost Ind.Compagnie di Indonesia,pada tanggal 27 Agustus 1620 yaitu beberap bulan setelah dijadikannya Jakarta sebagai ibukota tanggal 4 Maret 1621, Melchior Kerchem, sekertaris dari College van Schepenen di Jakarta, diangkat notaris pertama di Indonesia. Adalah sangat menarik perhatian cara pengangkatan notaris pada waktu itu, oleh karena berbeda dengan pengangkatan notaris sekarang ini, di dalam akta pengangkatan Melchior Kerchem sebagai notris sekaligus secara singkat dimuat suatu instruksi yang menguraikan bidang pekerjaan dan wewenangnya, yakni untuk menjalankan tugas jabatannya di kota Jakarta untuk kepentingan publik. Kepadanya ditugaskan untuk menjalankan pekerjaannya, dengan kewajibkan untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya, sesuai dengan bunyinya instruksi itu, sejak pengangkatan Melchior Kerchem, jumlah notris semakin bertambah jumlahnya. Lima tahun kemudian, yakni pada tanggal 16 Juni 1625, setelah jabatan notaris public dipisahkan dari jabatan Secretarius van de gerechte dengan Surat Keputusan Gubernur Jenderal tanggal 12 Nopember 1620, maka dikeluarkanlah instruksi pertama untuk para notaris di Indonesia, yang hanya berisikan 10 pasal, diantaranya ketentuan bahwa para notaris terlebih dahulu diuji dan diambil sumpahnya. Baru dalam tahun 1860 pemerintah Belanda pada waktu itu menganggap telah tiba waktunya untuk sedapat mungkin menyesuaikan peraturan- peraturan mengenai jabatan notaris di Indonesia dengan yang berlaku di negeri Belanda dan karenanya sebagai pengganti dari peraturan-peraturan yang lama diundangkanlah Peraturan Jabatan Notaris Notaris Reglement yang dikenal sekarang ini pada tanggal 1 Juli 1860 stb.No 3 mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1860, sebagai peletak dasar yang kuat bagi pelembagaan notaris di Indonesia.

2. Notaris Diangkat dan Diberhentikan Oleh Menteri