Pelanggaran Hukum Pidana Yang Dilakukan Oleh Notaris Dalam Membuat Akta Otentik

(1)

PELANGGARAN HUKUM PIDANA YANG DILAKUKAN

OLEH NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA OTENTIK

TESIS

Oleh

MARIA MAGDALENA BARUS

087011069

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Salah satu tugas dan kewajiban notaris adalah membuat akta otentik yang sesuai dengan keinginan/kemauan dari kliennya. Akan tetapi, dalam hal ini notaris telah melakukan perbuatan yang jelas bertentangan dengan peraturan yang diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) yaitu isi akta tidak boleh diubah atau ditambah . Walaupun terjadi perubahan dalam isi minuta akta, seharusnya perubahan yang ditulis ke dalam selembar kertas kosong yang dilakukan notaris tersebut dilampirkan ke dalam minuta akta sebagaimana dalam Pasal 49 ayat (2) UUJN.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskripsi dengan cara meneliti bahan hukum pustaka, dilengkapi dengan pendekatan yuridis normatif dan disamping itu untuk mendukung hasil penelitian ini maka dilakukan penelitian lapangan dengan cara wawancara kepada narasumber.

Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh notaris dalam membuat suatu akta dap;at dilihat salah satunya dengan melakukan perubahan dan pengurangan serta menghilangkan isi yang ada dalam asli/minuta akta sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian bagi pihak lain. Akibat dari perbuatan yang dilakukan notaris tersebut, dapat menyebabkan salinan akta yang dikeluarkan oleh notaris tersebut menjadi batal demi hukum, hal ini disebabkan karena akta yang dikeluarkan tidak sesuai dengan isi dari asli/minuta akta Yayasan Trie Argo Mulyo Nomor 132. dalam hal ini yang menjadi faktor penyebabnya dapat terdiri dari faktor kesengajaan, faktor kelalaian/kurang hati-hati (culpa) dan juga faktor perundang-undangan yang tidak jelas. Dan untuk mengatasi perbuatan notaris tersebut maka diambil suatu langkah upaya preventif dan represif. Dari uraian tersebut, maka disarankan agar kepada pemerintah, kepolisian, kejaksaan serta pengadilan agar senantiasa memantau pekerjaan notaris yang menimbulkan pidana dan memberikan sosialisasi mengenai pelanggaran tersebut agar jangan terulang lagi, diperlukan pengaturan yang tegas dalam pelaksanaannya tentang tata cara pengangkatan notaris, khususnya tentang penerapan formasi notaris, sehingga tidak menimbulkan peningkatan jumlah notaris dalam suatu wilayah yang tidak sesuai dengan kebutuhan, dan kepada Majelis Pengawas Notaris dalam melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran jabatan dan perilaku notaris yang diproses dalam persidangan hendaknya dilakukan sungguh-sungguh dan cermat, terutama dalam memberikan pertimbangan hukum yang berkaitan dengan penjatuhan sanksi. Kata Kunci : Pelanggaran Hukum Pidana dan Akta Otentik


(3)

ABSTRACT

One of the functions and responsibilities of a notary is to make authentic instrument based on his clients’ desire. However, in this case, the notary had one something which is contradictory with the regulation in Act Number 30, 2004, Article 48 about the notary’s position which states that the content of the instrument must not be changed or added. If there are some changes in the content of the instrument minutes, the notary should write the changes in a piece of blank paper and attach it in the instrument minutes; this is stated in Article 49, Paragraph 2.

This research was descriptive with the study of book of a law, provided with the normative judicial approach. Besides that, field research was done by interviewing the source persons in order to support the result of the research.

It can be concluded that the violation of criminal law by the notary issuing the notarial instrument can be seen in his changing, reducing, and omitting the content of the original instrument or its minutes so that he will injure other people’s interest. The result of his wrong-doing is that the instrument becomes illegal because it is not in accordance with the original instrument of Yayasan Trie Argo Mulyo Number 132. In this case, the causing factors can consist of intentional factor, culpable factor, and ambiguous legistation.. And to overcome the Notary Public actions, so we could take a preventive and repressive actions, so from the description above, it is recommended to the Government, police, autorneyand the court to keep on watching the Notary publics that cause the legal transgressions and give the socialization about the transgressions in order not to do anymore. It is needed a good regulation in appointing the Notary public, especially applying the formation of not over as to the needs. And to the Body of Notary public supervision it is recommended to look into the misss operation of the Notary Professions and to give the sanction and punishment or considerations of Law as to the sanctions..


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Kasih dan Karunia-Nya maka penulisan tesis dengan judul “PELANGGARAN HUKUM PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA OTENTIK” ini dapat diselesaikan.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister di bidang ilmu kenotariatan pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Karenanya, penulis mengucapkan banyak terimakasih teristimewa kepada Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, sebagai pembimbing utama, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn sebagai pembimbing kedua dan ketiga atas kesediaannya memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran sejak awal penyusunan proposal hingga selesainya penulisan tesis ini.

Melalui kesempatan ini pula, penulis ucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H,M. SC (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum selaku Dekan Facultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN sebagai Ketua Program Studi Magister Kenotariatan.

4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen dan staf pengajar pada program Magister Kenotariatan.

5. Kedua orangtua tercinta (H. Barus, SH dan Y. Purba) serta adik-adikku (Daniel Setiawan Barus, SH, Margaretha Novalina Barus, dan Hermanan Efrata Barus). 6. Seluruh keluarga besarku.

7. Teman-temanku di Group A (khususnya : Masita Orbani Nst, Rizki Febri Hadiyati, Dina Aditya, Leni Marlina, Veronica), dan teman-temanku : Natal Ria Argentina Surbakti, Debora DC Gultom, Liani Elisa Pinem, Serli.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi dari tesis ini masih jauh dari memadai. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar tesis ini dapat semakin mendekati kelayakan.

Medan, Desember 2010 Penulis


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : MARIA MAGDALENA BARUS

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 02 April 1984

Orang Tua

Ayah : Henry Barus, SH

Ibu : Yosepha Purba

Saudara Kandung : Daniel Setiawan Barus, SH / 20 Desember 1985 Margaretha Novalina Barus / 21 Maret 1987 Hermawan Efrata Barus / 19 Juni 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen

Status : Belum Kawin

Alamat : Jl. Karya Wisata No. 67 A

II. PENDIDIKAN

TAHUN NAMA SEKOLAH JURUSAN

1996 SD St. Antonius IV Medan -

1999 SMP Cahaya Medan -

2002 SMU Nasrani – 1 Medan Ilmu Pengetahuan Sosial

2007 Universitas Sumatera Utara S1 Hukum Perdata 2010 Pasca Sarjana USU Medan S2 Magister


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 10

G. Metode Penelitian ... 27

BAB II PELANGGARAN HUKUM PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA OTENTIK. 31 A. Kode Etik Notaris... 31

B. Kewenangan Notaris……… ... 42

C. Bentuk Pelanggaran Pidana Dalam Pembuatan Akta Otentik Oleh Notaris... 45


(8)

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TIMBULNYA TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN NOTARIS

DALAM MEMBUAT AKTA OTENTIK ... 69

A. Faktor Kesengajaan ... 69

B. Faktor Kelalaian/Kurang Hati-hati (Culpa)... 78

C. Faktor Peraturan Perundang-Undangan Yang Tidak Jelas .... 86

BAB IV UPAYA HUKUM DALAM MENGATASI PERBUATAN NOTARIS YANG MENIMBULKAN TINDAK PIDANA DALAM MEMBUAT AKTA OTENTIK ... 90

A. Upaya Preventif (Administrative/non penal) ... 90

B. Upaya Represif (Pidana/Penal) ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran... 109


(9)

ABSTRAK

Salah satu tugas dan kewajiban notaris adalah membuat akta otentik yang sesuai dengan keinginan/kemauan dari kliennya. Akan tetapi, dalam hal ini notaris telah melakukan perbuatan yang jelas bertentangan dengan peraturan yang diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) yaitu isi akta tidak boleh diubah atau ditambah . Walaupun terjadi perubahan dalam isi minuta akta, seharusnya perubahan yang ditulis ke dalam selembar kertas kosong yang dilakukan notaris tersebut dilampirkan ke dalam minuta akta sebagaimana dalam Pasal 49 ayat (2) UUJN.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskripsi dengan cara meneliti bahan hukum pustaka, dilengkapi dengan pendekatan yuridis normatif dan disamping itu untuk mendukung hasil penelitian ini maka dilakukan penelitian lapangan dengan cara wawancara kepada narasumber.

Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh notaris dalam membuat suatu akta dap;at dilihat salah satunya dengan melakukan perubahan dan pengurangan serta menghilangkan isi yang ada dalam asli/minuta akta sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian bagi pihak lain. Akibat dari perbuatan yang dilakukan notaris tersebut, dapat menyebabkan salinan akta yang dikeluarkan oleh notaris tersebut menjadi batal demi hukum, hal ini disebabkan karena akta yang dikeluarkan tidak sesuai dengan isi dari asli/minuta akta Yayasan Trie Argo Mulyo Nomor 132. dalam hal ini yang menjadi faktor penyebabnya dapat terdiri dari faktor kesengajaan, faktor kelalaian/kurang hati-hati (culpa) dan juga faktor perundang-undangan yang tidak jelas. Dan untuk mengatasi perbuatan notaris tersebut maka diambil suatu langkah upaya preventif dan represif. Dari uraian tersebut, maka disarankan agar kepada pemerintah, kepolisian, kejaksaan serta pengadilan agar senantiasa memantau pekerjaan notaris yang menimbulkan pidana dan memberikan sosialisasi mengenai pelanggaran tersebut agar jangan terulang lagi, diperlukan pengaturan yang tegas dalam pelaksanaannya tentang tata cara pengangkatan notaris, khususnya tentang penerapan formasi notaris, sehingga tidak menimbulkan peningkatan jumlah notaris dalam suatu wilayah yang tidak sesuai dengan kebutuhan, dan kepada Majelis Pengawas Notaris dalam melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran jabatan dan perilaku notaris yang diproses dalam persidangan hendaknya dilakukan sungguh-sungguh dan cermat, terutama dalam memberikan pertimbangan hukum yang berkaitan dengan penjatuhan sanksi. Kata Kunci : Pelanggaran Hukum Pidana dan Akta Otentik


(10)

ABSTRACT

One of the functions and responsibilities of a notary is to make authentic instrument based on his clients’ desire. However, in this case, the notary had one something which is contradictory with the regulation in Act Number 30, 2004, Article 48 about the notary’s position which states that the content of the instrument must not be changed or added. If there are some changes in the content of the instrument minutes, the notary should write the changes in a piece of blank paper and attach it in the instrument minutes; this is stated in Article 49, Paragraph 2.

This research was descriptive with the study of book of a law, provided with the normative judicial approach. Besides that, field research was done by interviewing the source persons in order to support the result of the research.

It can be concluded that the violation of criminal law by the notary issuing the notarial instrument can be seen in his changing, reducing, and omitting the content of the original instrument or its minutes so that he will injure other people’s interest. The result of his wrong-doing is that the instrument becomes illegal because it is not in accordance with the original instrument of Yayasan Trie Argo Mulyo Number 132. In this case, the causing factors can consist of intentional factor, culpable factor, and ambiguous legistation.. And to overcome the Notary Public actions, so we could take a preventive and repressive actions, so from the description above, it is recommended to the Government, police, autorneyand the court to keep on watching the Notary publics that cause the legal transgressions and give the socialization about the transgressions in order not to do anymore. It is needed a good regulation in appointing the Notary public, especially applying the formation of not over as to the needs. And to the Body of Notary public supervision it is recommended to look into the misss operation of the Notary Professions and to give the sanction and punishment or considerations of Law as to the sanctions..


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN) dan Kode Etik Profesi Notaris dalam menjalankan jabatannya diminta selalu berpedoman pada kode etik profesi. Hal ini disebabkan karena jabatan notaris dinilai mudah tergelincir pada hal-hal yang merugikan dan melanggar kode etik profesi. Notaris dalam melakukan tugas jabatannya harus dengan penuh tanggung jawab dengan menghayati keseluruhan martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang, etika, ketertiban umum dan berbahasa Indonesia yang baik.

Jabatan notaris adalah jabatan publik namun lingkup kerja mereka berada dalam konstruksi hukum privat. Sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya untuk membuat akta otentik diawasi oleh Komisi Majelis Pengawas yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat dengan tujuan agar peraturan jabatan notaris dan kode etik notaris dapat dilaksanakan dengan baik dan notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum selalu memperhatikan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang diterapkan oleh undang-undang demi terjaminnya kepastian hukum bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian.


(12)

Kebijakan pemerintah terhadap jabatan notaris, bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 bertujuan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. Untuk kepentingan tersebut, dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu kebijakan pemerintah di atas, merupakan politik hukum terhadap peningkatan tugas, wewenang, dan tanggung jawab seorang notaris, di dalam pembuatan alat bukti tertulis, yang bersifat otentik mengenai sesuatu peristiwa, atau perbuatan hukum, yang berguna bagi penyelenggaraan negara, maupun kegiatan masyarakat.1

Jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka keluhuran serta martabat jabatan notaris harus dijaga, baik ketika dalam menjalankan tugas jabatan maupun prilaku kehidupan notaris sebagai manusia yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dan martabat jabatan notaris.2

Dalam ketentuan Pasal 42 Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dinyatakan bahwa akta notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan. Oleh karena itu, ruang dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum akta ditandatangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan

1

http://www.skripsi-tesis.com/07/05/peranan-kode-etik-profesi-dalam-pemuliaan-jabatan, tanggal 26 April 2010.

2

Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2009), halaman 48.


(13)

peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, semua bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang disebut dalam akta, seperti penyebutan tanggal, bulan, dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus didahului dengan akta.

Secara praktis segala sesuatu yang ada dan hidup di dalam masyarakat memiliki keterkaitan satu sama lain. Hukum dalam kenyataannya bukan merupakan subjek materi yang terpisah karena dilaksanakan dalam realitas sehari-hari. Tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki profesi khusus pada bidang hukum seperti hakim, jaksa, polisi dan sebagainya, tetapi juga akan melibatkan orang-orang yang berasal dari kelompok-kelompok profesi lain seperti guru, pekerja-pekerja sosial, manajer pejabat-pejabat serikat, buruh, dan sebagainya.

Satjipto Rahardjo menegaskan :

Hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Hukum merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu, pertama-tama hukum mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh mayarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan.3

Masyarakat tidak hanya ingin melihat keadilan diciptakan dalam masyarakat dan kepentingan-kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan ia juga menginginkan agar dalam masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama lain. Oleh karena itu, proses konstruksi

3

Anthon F.Susanto, Wajah Peradilan Kita, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2004), halaman 46.


(14)

tersebut mengandung tuntutan akan tiga hal yang oleh Radbruch disebut dengan nilai-nilai dasar dari hukum yaitu terdiri keadilan, kegunaan dan kepastian hukum.4

Pasal 17 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatur tentang larangan. Larangan tersebut meliputi :

1. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya.

2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah.

3. Merangkap sebagai pegawai negeri.

4. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara. 5. Merangkap jabatan sebagai advokat.

6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta.

7. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan notaris.

8. Menjadi notaris pengganti.

9. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

Pada saat ini banyaknya ditemukan kasus-kasus yang menjerat notaris ke pengadilan mulai dari pelanggaran Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris, Kode Etik Notaris, penggelapan pajak, hingga membuat akta. Hal ini

4


(15)

dapat dilihat dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1673/Pid.B/ 2008/PN. Mdn, yang dilakukan oleh notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH, MH. Tindakan pidana yang dilakukan oleh notaris tersebut dengan cara membuat perubahan-perubahan pada akta otentik dengan mengurangi serta menghilangkan isi yang ada dalam asli/minuta akta Yayasan Trie Argo Mulyo ke dalam selembar kertas kosong, bukan pada isi asli/minuta akta Yayasan Trie Argo Mulyo No. 132 tanggal 26 Desember 1990. Perubahan mana dilakukan atas permintaan Haji Sugeng Imam Soeparno selaku salah satu anggota pendiri yayasan. Akan tetapi perubahan yang dibuat oleh notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH, MH tidak sesuai dengan minuta akta yang protokolnya disimpan oleh Notaris Soeparno, SH. Sedangkan menurut Notaris Soeparno, SH asli/minuta akta tersebut yang dibuat oleh Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH, MH hingga saat sekarang ini belum ada perubahan. Akibat dari perbuatan Notaris tersebut mengakibatkan kerugian kepada saksi Alwi selaku Direktur Operasional PT. Pancing Business Centre Medan yakni tidak dapat melakukan proses balik nama atas ruko-ruko maupun lahan yang telah dijual kepada konsumen, terganggu dalam hal membayar kredit di Bank hingga mengalami kerugian materi sebesar Rp. 1.154.242.000,- (satu milyar seratus lima puluh empat juta dua ratus empat puluh dua ribu rupiah). Atas perbuatan notaris tersebut dijatuhi

pidana penjara selama 2 tahun, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP.


(16)

Perbuatan yang dilakukan notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH, MH, jelas bertentangan dengan peraturan yang diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang isinya :

1. Isi akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain. 2. Perubahan atas akta berupa penambahan, penggantian, atau pencoretan dalam

akta hanya sah apabila perubahan tersebut diparaf atau di beri tanda pengesahan oleh penghadap, saksi dan notaris.

Walaupun terjadi perubahan dalam isi minuta akta, seharusnya perubahan yang ditulis ke dalam selembar kertas kosong tersebut dilampirkan ke dalam minuta akta sebagaimana dalam Pasal 49 ayat (2) UUJN yaitu :

Apabila suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri akta, perubahan tersebut dibuat pada akhir akta, sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan.

Dan jika terdapat adanya perubahan dalam akta tersebut, akan tetapi tidak dapat menunjuk bagian yang diubah, maka mengakibatkan perubahan tersebut batal, hal ini sesuai sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 ayat (3) UUJN.

Dalam Pasal 12 huruf c UUJN menegaskan bahwa, notaris diberhentikan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat (MPP) karena melakukan perbuatan hukum yang merendahkan kehormatan dan martabat notaris, penjelasan pasal tersebut menegaskan, yang dimaksud dengan merendahkan kehormatan dan martabat notaris, misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan


(17)

narkoba atau berzina. Penerapan Pasal 12 huruf c UUJN tersebut harus merujuk kepada Pasal 13 UUJN. Jika seorang notaris melakukan suatu tindak pidana apapun yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, maka notaris yang bersangkutan dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri.

Sebaliknya jika dijatuhi pidana penjara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kurang dari 5 (lima) tahun tidak dapat dijadikan alasan untuk memberhentikan secara tidak hormat seorang notaris. Dengan demikian ketentuan Pasal 13 UUJN tidak hanya kepada notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya, tapi juga terhadap prilaku notaris di luar menjalankan tugas jabatannya.

Akan tetapi jika ketentuan Pasal 12 huruf d UUJN dikaitkan dengan Tindakan yang dilakukan notaris tersebut jelas sangat bertentangan dengan norma agama, kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 17 huruf i UUJN. Yang mana tindakan yang dilakukan notaris tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan, sehingga dapat mengakibatkan masyarakat tidak akan percaya lagi akan jasa yang diberikan oleh notaris.

Dari uraian tersebut di atas yang menggugah motivasi penulis untuk melakukan penelitian ini, agar kedepannya dampak negatif terhadap citra notaris dapat dihilangkan sehingga yang muncul adalah dampak positif karena notaris adalah seorang pejabat negara yang diberikan kewenangan serta kepercayaan penuh dalam


(18)

melaksanakan tugasnya membuat suatu akta otentik dalam masyarakat. Sehingga kepercayaan yang diberikan pemerintah tersebut tidak dirusak oleh oknum notaris akibat kelalaiannya di dalam pekerjaannya.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah

1. Bagaimana bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh notaris dalam membuat akta otentik.

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya pelanggaran hukum yang dilakukan notaris dalam membuat akta otentik yang menimbulkan tindak pidana? 3. Bagaimana upaya hukum dalam mengatasi perbuatan notaris yang menimbulkan

tindak pidana dalam membuat akta otentik?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh notaris dalam membuat akta otentik.

2. Untuk mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh notaris dalam membuat akta otentik yang menimbulkan tindak pidana.

3. Untuk mengkaji upaya hukum dalam mengatasi perbuatan notaris yang menimbulkan tindak pidana dalam membuat akta otentik.


(19)

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya mengenai Perbuatan notaris dalam jabatannya.

2. Secara Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Pelanggaran Hukum Pidana yang dilakukan Oleh Notaris dalam Membuat Akta Otentik, memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan oleh : 1. Nuzuarlita (087011146), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,

dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Pemanggilan Notaris Oleh Penyidik Polri Berkaitan Dengan Dugaan Pelanggaran Hukum Atas Akta Yang Dibuatnya”. 2. Lindawati (057011050), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,

dengan judul ”Tanggung Jawab Notaris Terhadap Masalah Yang Timbul Atas Akta Otentik Yang Dibuatnya”.


(20)

3. Edi Natasari Sembiring (077011016), ` Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “ Kewenangan Notaris Dalam Status Tersangka Menjalankan Tugas Sebagai Pejabat Umum Membuat Akta Otentik”.

4. Putri A.R (087011091), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “ Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka Atas Akta Yang Dibuatnya.”

Dengan demikian jika diperhadapkan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa judul tesis ini dan permasalahan yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas, sehingga dapat dikatakan asli.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.5 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.6

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan

5

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), halaman 254. 6


(21)

yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.7

Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUHPerdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam penelitian ini dengan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan :

Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical

system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak

didasarkan pada penilaian baik-buruk.8

Hukum adalah suatu tata perbuatan manusia. Tata perbuatan mengandung arti suatu sistem aturan. Hukum bukan satu peraturan semata, tetapi hukum adalah seperangkat peraturan yang kita pahami dalam satu kesatuan yang sistematik. Pernyataan bahwa hukum adalah tata perbuatan manusia, tidak berarti tata hukum hanya berkenaan dengan perbuatan manusia saja, bahwa tidak ada hal lain kecuali perbuatan manusia yang membentuk isi peraturan hukum.

Dalam rangka menganalisis masalah perlu memulainya dengan mengemukakan sistem hukum. sistem adalah keseluruhan bangunan hukum yang didukung oleh sejumlah asas. Asas-asas tersebut bertingkat-tingkat mulai dari

7

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), halaman 80.

8

Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2002), halaman 55.


(22)

grundnorm yaitu pancasila sebagai asas filosofis kemudian Undang-Undang Dasar

1945 sebagai asas konstitusional, dan akhirnya Undang-Undang sebagai asas

operasional.9

Hukum tidak dapat dipisahkan dari kultur, selanjutnya M. Solly Lubis menyatakan bahwa melalui pendekatan kultur, pembinaan hukum dilihat bukan sekedar pergeseran waktu dari zaman kolonial ke zaman kemerdekaan lalu perlunya perubahan hukum, tetapi adalah juga pergeseran nilai yang ingin menjabarkan sistem nilai yang dianut ke dalam konstruksi hukum nasional.10

Wiener mendefinisikan hukum sebagai suatu sistem pengawasan perilaku

(ethical control) yang diterapkan terhadap sistem komunikasi. Wujud hukum adalah norma dan norma itu merupakan produk dari suatu pusat kekuasaan yang memiliki kewenangan untuk menciptakan dan menerapkan hukum.11

Menciptakan dan menerapkan hukum, notaris haruslah senantiasa berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Nilai-nilai ini merupakan sumber dari norma bagi penegak hukum dalam menjalankan fungsinya sebagai aparatur negara. Yang dimaksudkan disini adalah norma-norma atau kaidah-kaidah yang wajib ditaati oleh para penegak hukum atau pemelihara hukum, norma-norma tersebut perlu ditaati terutama dalam menegakkan hukum, menyusun serta memelihara hukum. Menurut O. Notohamidjojo, ada empat norma yang penting dalam penegakan hukum yaitu:12

9

Bismar Nasution, dkk, Perilaku Hukum Dan Moral Di Indonesia, USU Press, Medan, 2004, halaman 29

10

M. Solly Lubis, Serba serbi Politik dan Hukum, Mandar maju, Bandung, halaman 49. 11

Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, halaman 94.

12

E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum (Norma-norma Bagi Penegak Hukum), (Yogyakarta: Kanisius, 1995), halaman 115.


(23)

1. Kemanusiaan.

Norma kemanusiaan menuntut supaya dalam penegakan hukum, manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia, sebab ia memiliki keluhuran pribadi. 2. Keadilan.

Keadilan adalah kehendak yang kekal untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang menjadi haknya.

3. Kepatutan.

Kepatutan adalah hal yang wajib dipelihara dalam pemberlakuan undang-undang dengan maksud untuk menghilangkan ketajamannya. Kepatutan ini perlu diperhatikan terutama dalam pergaulan hidup manusia dalam masyarakat.

4. Kejujuran.

Pemeliharaan hukum atau penegak hukum harus bersikap jujur dalam mengurus atau menangani hukum, serta dalam melayani justitiable yang berupaya untuk mencari hukum dan keadilan. Atau dengan kata lain, setiap yurist diharapkan sedapat mungkin memelihara kejujuran dalam dirinya dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang curang dalam mengurus perkara.

Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moral, karena itu hukum harus diukur dengan norma moral. Sebaliknya moral membutuhkan hukum yang bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas. Pada hakekat moral itu berkaitan erat dengan etika, yang mempunyai 2 (dua) makna yaitu :13

1. Sebagai suatu kumpulan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia.

2. Bersifat etik yang digunakan untuk membedakan perbuatan-perbuatan manusia mengenai nilai-nilai dan norma-norma etis yang bersifat susila dan harus ditunjang oleh integritas moral yang tinggi.

Norma moral merupakan tolok ukur untuk menentukan benar salahnya tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia. Profesi hukum notaris sangat membutuhkan moral dan hukum yang tak terpisahkan agar dapat menjalankan tugas profesinya secara profesional tanpa cela dari masyarakat. Oleh

13

http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s3-2007-kusumawati-5091& PHPSESSI =633b, tanggal 26 April 2010.


(24)

karenanya, profesi hukum mengalami perubahan dan perkembangan yang berwujud dalam proses pengilmiahan, memasyarakatkan dan memanusiakan profesi.

Profesi notaris berlandaskan pada nilai moral, sehingga pekerjaannya harus berdasarkan kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya sendiri, tidak bergantung pada tujuan atau hasil yang dicapai. Sikap moral penunjang etika profesi notaris adalah bertindak atas dasar tekad, adanya kesadaran berkewajiban untuk menjunjung tinggi etika profesi, menciptakan idealisme dalam mempraktikan profesi, yaitu bekerja bukan untuk mencari keuntungan, mengabdi kepada sesama. Jadi hubungan etika dan moral adalah bahwa etika sebagai refleksi kritis terhadap masalah moralitas dan membantu dalam mencari orientasi terhadap norma-norma dan nilai-nilai yang ada.14

Menurut Abdulkadir Muhammad, agar suatu pekerjaan dapat disebut suatu profesi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain :15

a. Adanya spesialisasi pekerjaan.

b. Berdasarkan keahlian dan keterampilan. c. Bersifat tetap dan terus menerus.

d. Lebih mendahulukan pelayanan dari pada imbalan. e. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi. f. Terkelompok dalam suatu organisasi profesi.

Menurut C.S.T Kansil, menjelaskan kaidah-kaidah pokok yang berlaku bagi suatu profesi adalah sebagai berikut :16

a. Profesi merupakan pelayan, karena itu mereka harus bekerja tanpa pamrih, terutama bagi klien yang tidak mampu.

14 Ibid. 15

Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), halaman 58.

16

C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2003), halaman 5.


(25)

b. Pelaksanaan pelayanan jasa profesional mengacu pada nilai-nilai luhur. c. Pelaksanaan profesi berorientasi kepada masyarakat secara keseluruhan. d. Pola persaingan dalam 1 (satu) profesi haruslah sehat.

Sedangkan menurut E.Y. Kanter menyatakan bahwa sebuah profesi terdiri dari kelompok terbatas orang-orang yang memiliki keahlian khusus dan dengan keahlian itu mereka dapat berfungsi di dalam masyarakat dengan lebih baik dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya atau dalam pengertian yang lain, sebuah profesi adalah sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya memiliki pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui training atau pengalaman orang lain dalam bidangnya sendiri. 17

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa notaris merupakan profesi terhormat, karena notaris dalam melaksanakan jabatannya dituntut serba profesional, ini terlihat dalam melaksanakan tugasnya notaris tidak boleh menguntungkan salah satu pihak. Dalam hal ini notaris berbeda dengan profesi advokat, yang mana notaris harus bersifat netral bagi para pihak meski ia diminta bantuan hukum oleh salah satu pihak.

Selain hal tersebut di atas, dalam melaksanakan tugas jabatannya, seorang notaris harus berpegang teguh pada kode etik jabatan notaris. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan, karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi, dimana dapat berubah dan dirubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok tidak

17

E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum Sebuah Pendekatan Sosio-Religius, (Jakarta : Storia Grafika, 2001), halaman 63.


(26)

ketinggalan jaman.18 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang notaris merupakan suatu profesi yang dalam melaksanakan tugasnya harus didasarkan pada pengaturan dalam undang-undang maupun kode etik yang menjadi pengaturan internalnya.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) menyatakan bahwa yang disebut sebagai Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai suatu perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Dalam melakukan berbagai aktifitas sehari-hari kita sering melakukan perbuatan hukum, seperti melakukan sewa menyewa, jual beli dan lain-lain. Disebut perbuatan hukum karena tindakan tersebut mempunyai akibat yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum atau diakui oleh negara (sebagai pembuat dan penegak hukum).19 Untuk mendapatkan pengakuan dari Negara, dalam melakukan tindakan hukum diperlukan syarat-syarat yang bersifat administratif misalnya dalam

18

http://rikisusantotan.blogspot.com/2009/12/tanggung-jawab-profesi-notaris-dalam.html, tanggal 26 April 2010.

19


(27)

melakukan jual beli tanah, agar dianggap sah maka diperlukan bukti-bukti berupa akta jual beli berikut kwitansi pembayaran. Ini penting untuk mencegah terjadinya tindakan sepihak atau wanprestasi salah satu pihak di kemudian hari.

Selain dari syarat administratif tersebut diatas, juga harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang terdapat Pasal 1320 BW yaitu terdiri dari :

1. syarat subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum.

2. syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.20

Dalam hal pelaksanaan notaris sebagai jabatan kepercayaan dimulai ketika calon notaris disumpah atau mengucapkan janji (berdasarkan agama masing-masing) sebagai notaris. Sumpah atau janji sebagai notaris mengandung makna yang sangat dalam harus dijalankan dan mengikat selama menjalankan tugas jabatan sebagai notaris. Sumpah atau janji tersebut mengandung dua hal yang harus dipahami yaitu:21 1. Notaris wajib bertanggung jawab kepada Tuhan, karena sumpah atau janji yang

diucapkan berdasarkan agama masing-masing, dengan demikian artinya segala sesuatu yang dilakukan notaris dalam menjalankan tugas jabatannya akan diminta pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan.

2. Notaris wajib bertanggungjawab kepada negara dan masyarakat, artinya negara telah memberi kepercayaan untuk menjalankan sebagai tugas negara dalam bidang hukum perdata yaitu, dalam pembuatan alat bukti berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, dan kepada masyarakat yang telah percaya bahwa notaris mampu memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk

20

Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 BW). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab lain, dari pada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah (Pasal 1336 BW).

21

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2009), halaman 35.


(28)

akta notaris, dan percaya bahwa notaris mampu menyimpan (merahasiakan) segala keterangan atau ucapan yang diberikan di hadapan notaris.

Notaris wajib untuk merahasikan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta kepada orang-orang yang tidak berkepentingan. Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan:

Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat mana akta dibuatnya.

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata adalah sebagai berikut:

1. Bahwa akta itu dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum. 2. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.

3. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya ditempat dimana akta itu dibuat.

Maka jelas sudah bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab notaris adalah membuat akta autentik, baik yang ditentukan peraturan perundang-undangan maupun oleh keinginan orang tertentu dan badan hukum yang memerlukannya.

Menurut Habib Adjie, Notaris merupakan suatu jabatan publik yang mempunyai karakteristik :

1. Sebagai jabatan, artinya UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan jabatan notaris, sehingga UUJN merupakan satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur jabatan notaris di Indonesia.

2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu, artinya setiap wewenang yang diberikan harus dilandasi aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Wewenang tersebut mencakup dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN yang menyebutkan antara lain membuat akta bukan membuat surat, seperti Surat Kuasa


(29)

Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atau membuat surat lain, seperti Surat Keterangan Waris (SKW).

3. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, artinya Notaris dalam melakukan tugasnya diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Walaupun notaris secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti notaris menjadi subordinatif (bawahan) dari pemerintah. Akan tetapi, notaris dalam menjalankan tugasnya harus bersifat mandiri (autonomous), tidak memihak siapapun (impartial), tidak tergantung kepada siapapun (independent). 4. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya.

5. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat.22

Hukum Acara Perdata menenal adanya alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum, yang terdiri dari :

1. Bukti tulisan

2. Bukti dengan saksi-saksi 3. Persangkaan-Persangkaan 4. Pengakuan

5. Sumpah23

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik (akta notaris) maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan (akta di bawah tangan).24 Perbedaan antara kedua akta tersebut dapat lebih diperinci lagi dengan melihat tabel di bawah ini yaitu :

22

Habib Adjie, Sanksi Perdata & Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2009), halaman 32-36.

23

Ibid, halaman 47. 24


(30)

Tabel 1 : Akta di Bawah Tangan dan Akta Notaris

Keterangan Akta di Bawah Tangan Akta Notaris

Bentuk Dibuat dalam bentuk yang

tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak di hadapan Pejabat Umum yang berwenang

Dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang (Pasal 38 UUJN), dibuat di hadapan pejabat-pejabat (pegawai umum) yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut dibuat

Kekuatan/nilai pembuktian Mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak. jika ada salah satu pihak tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut,

dan penilaian penyangkalan atas bukti

tersebut diserahkan kepada hakim

Mempunyai pembuktian

yang sempurna. Kesempurnaan akta notaris

sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut

Dalam konstruksi hukum kenotariatan, salah satu tugas jabatan notaris yaitu

“memformulasikan keinginan/tindakan penghadap/para penghadap kedalam bentuk akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku,“ hal ini dapat

dilihat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, yaitu “...Notaris

fungsinya hanya mencatatkan/ menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan notaris tersebut” (Putusan Mahkamah Agung Nomor :

702 K/Sip/1973, 5 September 1973).25

25


(31)

Berdasarkan substansi atau makna Putusan Mahkamah Agung tersebut, jika akta yang dibuat dihadapan notaris bermasalah oleh para pihak sendiri, maka hal tersebut menjadi urusan para pihak sendiri, notaris tidak perlu dilibatkan, dan notaris bukan pihak dalam akta. Jika dalam posisi kasus seperti ini, yaitu akta dipermasalahkan oleh para pihak sendiri, dan jika akta tidak bermasalah dari aspek lahir, formal dan materil, maka sangat bertentangan dengan kaidah hukum tersebut diatas, dalam praktik pengadilan Indonesia :26

1. Notaris yang bersangkutan diajukan dan dipanggil sebagai saksi di pengadilan menyangkut akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris yang dijadikan alat bukti dalam suatu perkara.

2. Notaris yang dijadikan sebagai tergugat di pengadilan menyangkut akta yang dibuatnya dan dianggap merugikan bagi pihak penggugat, di peradilan umum (perkara perdata).

Ruang lingkup tugas pelaksanaan jabatan notaris dapat dilihat dalam membuat alat bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk tindakan hukum tertentu. Alat bukti tersebut berada dalam tataran hukum perdata, dan notaris membuat akta karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap, yang berdasarkan alat bukti atau keterangan ataupun pernyataan para pihak yang diterangkan atau diperlihatkan dihadapan notaris, dan selanjutnya notaris membuatnya secara lahiriah, formil dan materil dalam bentuk akta notaris, dengan tetap berpijak pada aturan hukum atau prosedur pembuatan akta. Selain membuat akta, notaris juga mempunyai peran dalam hal memberikan nasehat hukum yang sesuai dengan permasalahan yang ada, apapun nasehat hukum yang diberikan kepada para pihak dan kemudian dituangkan kedalam akta yang bersangkutan tetap sebagaimana keinginan atau keterangan para pihak yang bersangkutan, tdak dan bukan sebagai keterangan atau pernyataan notaris.

26

Paulus Effendi Lotulung, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap

Pemerintah-Seri Ke-1 : Perbandingan Hukum Administrasi dan Sistem Peradilan Administrasi (edisi II dengan revisi), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993), halaman 5.


(32)

Jika dalam hal pembuatan akta terdapat adanya unsur tindak pidana yang dilakukan oleh notaris, maka pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Selain sanksi-sanksi tersebut, terdapat juga akibat hukum lainnya bagi notaris yang melakukan pelanggaran, yang mana akibatnya akan berpengaruh terhadap kepentingan klien. Akibat hukum lain yang dimaksud antara lain adalah bahwa akta yang dibuat hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum. Adapun perbedaan dengan kedua akta tersebut dapat dilihat :

Tabel 2: Akta Notaris Yang Dapat Dibatalkan dan Batal Demi Hukum Ditinjau dari Ketentuan Pasal 38 UUJN27

Keterangan Akta Notaris Yang Dapat

Dibatalkan

Akta Notaris Batal Demi Hukum

Alasan Melanggar unsur subjektif, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de

toetsemmimg van degenen die zich verbinden).

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikaran (de

bekwaamheid om eene verbindtenis aan te gaan).

Melanggar unsur objektif, yaitu:

1. Suatu hal tertentu (een

bepaald onderwerp).

2. Suatu sebab yang tidak terlarang (eene

geoorloofde oorzaak).

Mulai

berlaku/terjadinya pembatalan

-Akta tetap mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

- Akta menjadi tidak mengikat sejak ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sejak saat akta tersebut ditandatangani dan tindakan hukum yang tersebut dalam akta dianggap tidak pernah terjadi, dan tanpa perlu ada putusan pengadilan.

27

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik., Ibid, halaman 55.


(33)

Dengan demikian pemidanaan terhadap notaris dapat saja dilakukan dengan batasan jika :28

1. Ada tindakan hukum dari notaris terhadap aspek lahir, formal, materil, dan materil akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan notaris atau oleh notaris bersama-sama (sepakat) para penghadap untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindakan pidana.

2. Ada tindakan hukum dari notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN.

3. Tindakan notaris tersebut juga tidak sesuai menurut instansi yang berwenang untuk menilai tindakan suatu notaris, dalam hal ini majelis pengawasan notaris. Penjatuhan sanksi pidana terhadap notaris dapat dilakukan sepanjang batas-batas sebagaimana tersebut diatas dilanggar artinya disamping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN, Kode Etik Jabatan Notaris juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam KUHP.29

Terkait dengan hal diatas, akta otentik yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting dalam hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula

28

Habib Adjie, Ibid, halaman 30. 29

Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuat dan keterangan/pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali Undang-Undang memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan/pernyataan tersebut kepada pihak yang memintanya. Tindakan seperti ini merupakan suatu kewajiban notaris berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUJN dan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN. Jika ternyata notaris sebagai saksi atau tersangka, tergugat ataupun dalam pemeriksaan oleh Majelis Pengawasan Notaris (MPN) membuka rahasia dan memberikan keterangan/pernyataan yang seharusnya wajib dirahasiakan, sedangkan undang-undang tidak memerintahkannya maka atas pengaduan pihak yang merasa dirugikan kepada pihak yang berwajib, terhadap notaris tersebut dapat diambil suatu tindakan. Notaris yang membuka rahasia tersebut dapat dikenakan Pasal 322 ayat (1) dan (2) KUHP, yaitu membongkar rahasia, padahal notaris berkewajiban untuk menyimpannya. Dalam kedudukan sebagai saksi (perkara perdata) notaris dapat minta di bebaskan dari kewajiban untuk memberikan kesaksian, karena jabatannya menurut undang-undang diwajibkan untuk merahasiakannya (Pasal 1909 ayat (3) BW).


(34)

dapat dihindari sengketa. Akan tetapi ada juga notaris dalam membuat suatu akta justru mengakibatkan akta tersebut menimbulkan tindak pidana. Seperti dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1673/Pid.B/2008/PN. Mdn, yang dilakukan oleh Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH, MH dalam membuat perubahan-perubahan pada akta otentik Nomor 132 tanggal 26 Desember 1990 tersebut dengan cara mengurangi, menghilangkan isi yang ada dalam minuta akta Yayasan Trie Argo Mulyo tersebut, sehingga mengakibatkan suatu kerugian berupa : a. PT. Pancing Businness Centre Medan tidak dapat melakukan transaksi penjualan

ruko-ruko, yang telah dibangun diatas lahan seluas 47,7 (empat puluh tujuh koma

tujuh) Ha. Yang terletak di Jalan Williem Iskandar (dahulu jalan pancing) Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

b. PT. Pancing Businness Centre Medan tidak dapat melakukan proses balik nama terhadap ruko-ruko maupun lahan kosong yang telah dijual kepada konsumen di kantor Badan Pertanahan nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang.

c. Mengakibatkan keuangan perusahaan PT. Pancing Businness Centre Medan terganggu terutama dalam hal membayar kredit uang di Bank.

d. Nama baik saksi selaku Direktur Operasional PT. Pancing Businness Centre Medan secara pribadi dan juga perusahaan PT. Pancing Businness Centre Medan menjadi tidak dipercaya lagi oleh pihak konsumen sehingga transaksi pembayaran menjadi tidak terlaksana sehingga sangat merugikan perusahaan PT. Pancing Businness Centre Medan.


(35)

e. PT. Pancing Businness Centre Medan telah mengalami kerugian materi sebesar Rp. 1.154.242.000.- (satu milyar seratus lima puluh empat puluh ribu rupiah) untuk setiap bulan, sehingga kerugian materi yang dialami PT. Pancing Businness Centre Medan hingga saat sekarang ini adalah sekitar Rp. 10.000.000.000.- (sepuluh milyar rupiah).

Dalam undang-undang pidana kadang-kadang menentukan bahwa perbuatan atau kelalaian orang baru dapat dihukum kalau dilakukan dalam keadaan tertentu, umpama melawan tindakan pegawai negeri itu dapat dihukum kalau perlawanan itu dilakukan dengan ancaman kekerasan atau dengan kekerasan dan jika pegawai negeri itu sedang melakukan kewajibannya. Ataupun pelanggaran terhadap kehormatan orang lain dapat dihukum kalau dilakukan ditempat umum, tempat umum itu ialah keadaan. Syarat yang perlu untuk pengertian umum tentang delik ialah sifatnya yang bertentangan dengan keharusan atau larangan yang ditentukan oleh undang-undang.

Bahwa notaris tersebut dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum tidak berpegang pada kode etik notaris dan Undang-undang Jabatan Notaris serta kurangnya moralitas.30 Moralitas akan tercapai apabila kita menaati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut pada kuasa sang pemberi hukum melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan kewajiban kita.31

30

Moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita.

31


(36)

Dengan demikian notaris harus memiliki perilaku profesional yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :32

a. Harus menunjuk pada keahlian yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman yang tinggi.

b. Memiliki integritas moral, dalam arti segala pertimbangan moral harus melandasi tugas-tugas professional. Pertimbangan moral profesional ini harus diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, nilai-nilai sopan santun dan agama.

c. Menunjuk pada kejujuran, tidak saja pada pihak kedua atau ketiga, tetapi juga pada dirinya sendiri.

d. Dalam melakukan tugas jabatannya, notaris tidak boleh semata-mata didorong oleh pertimbangan uang, tidak boleh diskriminatif.

e. Notaris profesional harus memegang teguh kode etik profesi.

2. Konsepsional

Konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku.

b. Hukum adalah suatu peraturan yang mengikat seseorang yang mengatur tentang norma-norma yang berlaku, yang apibila dilanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

c. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang33.

d. Akta adalah otentik, bukan karena penetapan undang-undang, akan tetapi karena dibuat dihadapan seorang pejabat umum.

32

E. Sumaryono, Op.Cit, halaman 159. 33


(37)

e. Tanggung Jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya).34 f. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan seseorang dalam bidang tertentu yang

memiliki keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tersendiri.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Dari judul dan permasalahan yang dalam penelitian ini dan supaya dapat memberikan hasil yang bermanfaat maka penelitian ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskripsi. Yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan, yang dilakukan dengan cara pendekatan yuridis normatif.35

Pendekatan yuridis normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori.36 Pendekatan yuridis normatif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas

34

Departemen Pendidikan Nasional, Ibid, halaman 1139. 35

Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, lebih lanjut lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum

Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), halaman 13.

36

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), halaman 11.


(38)

hukum,37 sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas.

2. Sumber Data

Penelitian ini dititik beratkan pada studi kepustakaan, sehingga data sekunder atau bahan pustaka lebih diutamakan dari data primer. Data sekunder yang diteliti terdiri atas :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa : 1. Pancasila

2. Undang-Undang dasar 1945.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, antara lain :

1. Rancangan peraturan-peraturan perundang-undangan. 2. Hasil karya ilmiah para sarjana.

3. Hasil-hasil penelitian.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan primer dan sekunder antara lain :

1. Kamus besar bahasa Indonesia.

37

M. Solly Lubis, Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945, (Bandung : Alumni 1997), halaman 89, mengatakan asas-asas hukum adalah dasar kehidupan yang merupakan pengembangan nilai-nilai yang dimasyarakatkan menjadi landasan hubungan-hubungan sesame anggota masyarakat.


(39)

2. Ensiklopedi Indonesia.

3. Berbagai majalah hukum yang berkaitan dengan jabatan notaris.38

3. Alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dilaksanakan dua tahap penelitian :

a. Studi Kepustakaan.

Studi kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana dan lain-lain.

b. Studi Lapangan.

Studi lapangan adalah cara memperoleh data yang bersifat primer. Hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data-data dengan mengadakan tanya jawab (wawancara) dengan penegak hukum seperti Notaris/PPAT, Majelis Pengawas Daerah (MPD), Pengadilan Negeri Medan, Kejaksaan, Kepolisian.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori

38


(40)

30

dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.39

Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan setelah diadakannya terlebih dahulu pengumpulan, mentabulasi, mensistematisasi dan menganalisis data sehingga diketahui validitasnya. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif40 yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan serta pada analisisnya terhadap dinamika hubungan antara fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.

39

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), halaman 103.

40

Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), halaman 10.


(41)

BAB II

BENTUK PELANGGARAN HUKUM PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA OTENTIK

A. Kode Etik Notaris

Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan dengan manusia lain. Dalam hubungan tersebut, setiap manusia berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma moral sebagai acuan perilakunya. Nilai-nilai dan norma-norma-norma-norma moral ini merupakan sistem nilai yang kemudian dijelmakan ke dalam norma-norma sosial yang menjadi cermin setiap perbuatan bermasyarakat, yang disebut hukum kebiasaan. Dalam hubungan dengan manusia lain itu, manusia memenuhi apa yang seharusnya dilakukan (kewajiban) dan memperoleh apa yang seharusnya didapati (hak) sesuai dengan hukum kebiasaan. Setiap manusia mempunyai hak-hak yang diperolehnya sejak lahir (hak asasi), dan hak-hak yang diperoleh karena diberikan oleh undang-undang. Namun karena manusia mempunyai kelemahan, seperti berbuat khilaf, keliru maka tidak mustahil suatu ketika terjadi penyimpangan atau pelanggaran norma-norma sosial yang menimbulkan keadaan tidak tertib, tidak stabil yang perlu dipulihkan kembali.

Untuk memulihkan ketertiban dan menciptakan kestabilan diperlukan sarana pendukung, yaitu organisasi masyarakat. Dalam bidang hukum organisasi masyarakat itu dapat berupa organisasi profesi hukum yang berpedoman pada kode etik. Dalam bidang masyarakat, organisasi masyarakat itu berupa negara yang berpedoman pada


(42)

hukum positif. Hukum positif merupakan bentuk konkret dari sistem nilai yang hidup dalam masyarakat.81 Hukum positif adalah bagian dari hukum manusia yang dibentuk oleh penguasa Negara atau kelompok masyarakat untuk menjamin keberlakuan hukum kodrat dan hukum wahyu dalam kehidupan manusia.82

Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat

mendasari kepribadian profesional hukum, antara lain :

1. Kejujuran; merupakan dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesioal hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran, yaitu (1) sikap terbuka, yang berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara cuma-cuma (2) sikap wajar berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, dan tidak memeras. 2. Autentik ; artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya,

kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi profesional hukum antara lain : (1) tidak menyalahgunaan wewenang; (2) tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (perbuatan tercela); (3) mendahulukan kepentingan klien; (4) berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu perintah atasan; (5) tidak mengisolasi diri dari pergaulan.

3. Bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab, artinya (1) kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin

81

Abdulkadir, Op. cit, halaman 11. 82


(43)

tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya; (2) bertindak secara profesional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo); (3) kesediaan memberikan laporan pertanggung jawaban atas pelaksanaan kewajibannya.83

4. Kemandirian moral, artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.

5. Keberanian moral, adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menaggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain : (1) menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap, pungli; (2) menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena pelanggaran lalu lintas jalan raya; (3) menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.84

Sedangkan tiga nilai moral yang dituntut dari pengemban profesi, yaitu :85 1. Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi.

2. Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi. 3. Idealisme sebagai perwujudan makna misi organisasi profesi.

83

Abdulkadir, Op. cit, halaman 63. 84

Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), halaman 19-20.

85


(44)

Atas dasar ini setiap profesi dituntut bertindak sesuai dengan cita-cita dan tuntutan profesi serta memiliki nilai moral yang kuat. Dalam melakukan tugas profesi, profesional harus bertindak objektif, artinya bebas dari rasa malu, sentiment, benci, sikap malas, dan enggan bertindak.

Masalah etika akhir-akhir ini banyak dipersoalkan, tidak hanya di Indonesia saja. Akan tetapi mengenai etika ini dan permasalahannya telah lama dan selalu diusahakan agar etika ini betul-betul dapat berkembang dan melekat pada setiap profesi. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret.86

Adapun empat alasan yang melatar belakanginya yaitu87 : 1. Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama, seperti

mengapa Tuhan memerintahkan ini, bukan itu.

2. Etika membantu dalam menginterprestasikan ajaran agama yang saling bertentangan.

3. Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia, seperti soal bayi tabung dan euthanasia, yaitu tindakan mengakhiri hidup dengan sengaja kehidupan makhluk.

4. Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional belaka, bukan pada wahyu.

Peranan etika termasuk kode etik bagi seorang yang berprofesi, oleh Talcot

Parson dijelaskan sebagai berikut88 :

“Manusia adalah sosialisasi animal, artinya binatang yang tersosialisasi atau juga bisa diartikan secara bebas binatang yang bermasyarakat. Masyarakat adalah suatu sistem yang dibangun di atas sekumpulan nilai-nilai umum yang dilindungi oleh anggota-anggotanya dalam suatu proses sosialisasi. Melalui proses sosialisasi inilah, maka

86

A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, Kompas, Jakarta, 2002, halaman 4-5. 87

Ibid 88

Ignatius Ridwan Widyadharma Etika Profesi Hukum, (semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996), halaman 9.


(45)

seorang individu belajar tentang bagaimana dia harus bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan sosialnya, bagaimana dia harus memberikan aksi dan reaksi terhadap aturan-aturan dan nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungannya, dan semua itu merupakan bagian dari pada proses pembentukan mentalnya. Jadi individu selalu membentuk suatu interaksi tertentu dengan tata aturan sosial yang menjadi lingkungannya. Aturan-aturan sosial tidak hanya dibentuk oleh faktor-faktor internal melalui tindakan atau perilaku-perilaku dari anggota-anggota masyarakatnya. Selain itu aturan-aturan sosial tidak bersifat individual, tetapi ditujukan kepada seluruh individu yang ada dalam masyarakat di mana aturan-aturan sosial itu berlaku, hal itu dibuktikan dengan terbentuknya aturan-aturan sosial itu menjadi sekumpulan konsep-konsep tentang peran, norma, dan status yang memberikan arah tertentu terhadap kehidupan sosial dalam masyarakat”.

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari semua itu adalah bahwa etika termasuk kode etik menjadikan landasan akan perlunya kesadaran akan tanggung jawab. Disinilah kemudian dilahirkan suatu dimensi bahwa menjalankan suatu profesi dalam masyarakat bukan ditentukan oleh pertimbangan untung rugi akan tetapi justru dengan pertimbangan untuk demi masyarakat.89 Kode etik adalah suatu profesi yang bertujuan kepada pengabdian bagi sesama manusia, sehingga etika profesi menegaskan agar seorang profesional menjalankan profesinya dengan selalu memiliki idealisme, agar tuntutan etika profesi dijalankan dengan tekad semangat berkepribadian dan bertanggung jawab. Kemampuan sedemikian itu membawa pribadi si profesional untuk bersikap kritis dan rasional baik dalam melahirkan pendapatnya sendiri maupun bertindak sesuai dengan apa yang dipertanggung jawabkan90.

Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

89

Ibid, halaman 10 90


(46)

kepentingan umum. Dalam menjalankan tugasnya, seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris. Kode etik notaris sangat berbeda dengan kode etik organisasi-organisasi profesi lainnya, karena telah diatur dan ditetapkan secara hukum melalui UUJN. Sebagai profesi hukum, notaris harus profesional dalam melayani masyarakat yang membutuhkan jasanya. Notaris sebagai Pejabat Umum yang diberikan kepercayaan, baik oleh Negara melalui peraturan perundang-undangan maupun oleh masyarakat yang membutuhkan jasanya, harus berpegang teguh tidak hanya pada undang-undang, tetapi juga pada kode etik profesinya, karena tanpa adanya kode etik, harkat dan martabat dari profesinya akan hilang.

Notaris sebelum menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum wajib mengucapkan sumpah/atau janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, demikian juga halnya pemberhentian notaris dilakukan olen Menteri. Adapun syarat-syarat untuk diangkat menjadi notaris dalam Pasal 4 Undang-Undang Jabatan Notaris, yang menyebutkan :

1. Warga Negara Indonesia.

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Berumur serendah-rendahnya 27 (dua puluh tujuh) tahun. 4. Berijazah Sarjana Hukum dan pendidikan kenotariatan.

5. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun berturut-turut pada kantor notaris setelah lulus pendidikan kenotariatan.


(47)

Setelah memenuhi syarat untuk diangkat menjadi notaris maka notaris tersebut berkewajiban mengucapkan sumpah/atau janji sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris. Apabila pelaksanaan pengangkatan notaris telah selesai dilakukan, maka notaris juga tidak terlepas dari kode etik jabatannya yaitu kode etik notaris.

Kode etik notaris adalah suatu sikap seorang notaris yang merupakan suatu kepribadian yang mencakup sikap dan moral terhadap organisasi profesi, terhadap sesama rekan dan terhadap pelaksanaan tugas jabatan. Ada beberapa alasan bahwa diperlukannya kode etik profesi, yaitu :91

1. Kode etik profesi dipakai sebagai saran kontrol sosial.

2. Kode etik profesi mencegah pengawasan ataupun campur tangan dari luar terhadap intern perilaku anggota-anggota kelompok profesi tersebut, karena nilai-nilai etika.

3. Kode etik profesi penting untuk pengembangan patokan kehendak yang tinggi dari para anggota kelompok profesi tersebut yakni meningkatkan tingkat profesionalismenya guna peningkatan mutu pelayanan yang baik dan bermutu kepada masyarakat umum yang membutuhkan jasa pelayanan mereka.

Adanya hubungan antara kode etik dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 menghendaki agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum, selain harus taat kepada undang-undang, harus taat juga kepada kode etik profesi serta harus bertanggung jawab terhadap masyarakat dan negara. Terhadap

91


(48)

notaris yang mengabaikan keluhuran dan martabat jabatannya selain dapat dikenakan sanksi moril, ditegur dan dipecat dari keanggotaan profesinya, juga dapat dipecat dari jabatannya sebagai notaris. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas jabatannya :92 1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta

yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak yang berkepentingan karena jabatannya.

2. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu.

3. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.

Menurut Ismail Saleh, notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut 93:

1. Mempunyai integritas moral yang mantap.

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual). 5. Sadar akan batas-batas kewenangannya.

6. Tidak semata-mata berdasarkan uang.

Bertens menyatakan bahwa kode etik profesi merupakan norma yang

ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Untuk melaksanakan profesi yang luhur

92

Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, (Yogyakarta: Center for Documentation and Studies of Business Law (CDSBL), 2003), halaman 269-270.

93

Lilian Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang : Aneka Ilmu, 2003), halaman 86.


(49)

secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Tiga ciri moralitas yang tinggi adalah :

1. Berani berbuat dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi. 2. Sadar akan kewajibannya.

3. Memiliki idealisme yang tinggi.94

Dalam kode etik notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang harus dipegang oleh notaris, diantaranya adalah:95

1. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada :

a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.

b. Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.

c. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.

2. Dalam menjalankan tugas, notaris harus :

a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab.

94

Liliana Tedjosaputra, Ibid., halaman 36. 95


(50)

b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan perantara.

c. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi. 3. Hubungan notaris dengan klien harus berlandaskan :

a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya.

b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannnya. c. Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang kurang

mampu.

4. Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah :

a. Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan.

b. Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama. c. Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atas dasar

solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.

Dalam menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, semua ketentuan, termasuk kewenangan, kewajiban dan larangan bagi notaris yang terdapat dalam undang-undang maupun kode etik notaris, bahwa semua pasal yang tertuang dalam ketentuan itu, baik langsung maupun tidak langsung mengatur berbagai sanksi hukuman kepada notaris yang melakukan kesalahan atau pelanggaran di dalam menjalankan tugas jabatannya.


(51)

Adapun unsur dan ciri yang harus dipenuhi oleh seorang notaris profesional dan ideal, antara lain dan terutama adalah :

1. Tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, termasuk dan terutama ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi seorang notaris, teristimewa ketentuan-ketentuan sebagaimana termaksud dalam Peraturan Jabatan Notaris.

2. Di dalam menjalankan tugas jabatannya dan profesinya senantiasa mentaati kode etik yang ditentukan/ditetapkan oleh organisasi/perkumpulan kelompok profesinya, demikian pula etika profesi pada umumnya termasuk ketentuan etika profesi/jabatan yang telah diatur dalam peraturan perundangan.

3. Loyal terhadap organisasi/perkumpulan dari kelompok profesinya dan senantiasa turut aktif di dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi profesinya. 4. Memenuhi semua persyaratan yang menjalankan tugas/profesinya.

Berkaitan dengan hal diatas, Notaris dalam melaksanakan tugasnya tetap menghormati dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum harus memiliki 4 (empat) sikap, yaitu : 1. Terampil, yaitu notaris dituntut untuk memiliki kemampuan profesional dalam

menjalankan tugasnya.

2. Tanggap, yaitu notaris harus memiliki kemampuan menyelami perkembangan hukum dan perubahan nilai yang ada dalam masyarakat.

3. Tangguh, yaitu notaris harus memiliki ketangguhan mental, kokoh dalam pendirian dan memiliki kepribadian yang jujur dan berwibawa.


(52)

B. Kewenangan Notaris

Berdasarkan pada ketentuan yang ditetapkan pada Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, maka Notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kebenaran tanggalnya, menyimpan minutnya, dan pemberian grosse salinan dan kutipannya, semuanya itu sebegitu jauh pembuatan akta-akta itu tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lainnya.96

Akta yang dibuat notaris tersebut hanya akan menjadi akta otentik, apabila mempunyai wewenang yang meliputi empat hal, yaitu :97

1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu;

Tidak semua pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yakni yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa kewenangan notaris yaitu membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;

Notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis lurus kebawah dan/atau keatas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping

96

GHS Lumban Tobing,, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : Erlangga, 1980), halaman 34. 97


(1)

110

notaris, khususnya tentang penerapan formasi notaris, sehingga tidak menimbulkan peningkatan jumlah notaris dalam suatu wilayah yang tidak sesuai dengan kebutuhan, hal ini sangat berpengaruh dalam menekan terjadinya pelanggaran kode etik khususnya persaingan yang tidak sehat antara sesama notaris.

3. Majelis pengawas notaris dalam melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran jabatan dan perilaku notaris yang diproses dalam persidangan hendaknya dilakukan sungguh-sungguh dan cermat, terutama dalam memberikan pertimbangan hukum yang berkaitan dengan penjatuhan sanksi. Oleh karena itu penjatuhan sanksi kepada notaris bukanlah tujuan, melainkan bagian dari pembinaan terhadap pelaksanaan jabatan dan perilaku notaris.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Adjie Habib, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung : CV. Mandar Maju, 2009.

___________, Hukum Notaris Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama, 2009. ___________, Sanksi Perdata & Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat

Publik, Bandung : PT. Refika Aditama, 2009.

A. Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004.

Andasasmita Komar, Notaris I, Bandung, 1981.

Arief Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

___________, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005.

Bisri Ilhami, Sistem Hukum Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Djoko Soepadmo, Teknik Pembuatan Akta Seri B-1, Surabaya : Bina Ilmu, 1994. D. Schafmeister, N. Kijzer, E.PH. Sitorus, Editor J.E.Sahetapy, Hukum Pidana,

Yogyakarta: Liberty, 1995.

J.E Sahetapy, Hukum Pidana, Yogyakarta : Liberty, 1995.

Farid, A. Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Jakarta : Sinar Grafika, 2007.

Fuady Munir, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontenporer), Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

___________, Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan Pengurus : Profesi Mulia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005.


(3)

Gunawan Hardjo, Jurnal Renvoi, Nomor : 3.15.11, tanggal 3 Agustus 2004. Jurnal Renvoi, Nomor 2.14.II, Tanggal 3 Juli 2004.

Kadir Muhammad Abdul, Etika Profesi Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997. Kansil C.S.T., Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 2003. Kanter E.Y., Etika Profesi Hukum Sebuah Pendekatan Sosio-Religius, Jakarta : Storia

Grafika, 2001.

Karmila, Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Notaris Koperasi enurut Kepmen No. 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 (Studi di Dinas Koperasi Kota Medan), Tesis,

Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006.

Keraf A. Sonny, Etika Lingkungan, Kompas, Jakarta, 2002.

Kie Tan Thong, Buku I Studi Notariat Serba-serbi Praktek Notaris, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000.

Lamitang, P.A.F, Dasar-Dsar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997.

Lilian Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang : Aneka Ilmu, 2003.

Lotulung Paulus Effendi, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah-Seri Ke-1 : Perbandingan Hukum Administrasi dan Sistem Peradilan Administrasi (edisi II dengan revisi), Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993.

Lubis M. Solly, Asas-asas Hukum Tata Negara, Bandung : Penerbit Alumni, 1982. _____________, Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945, Bandung : Alumni

1997.

_____________, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : CV. Mandar Maju, 1994. _____________, Serba serbi Politik dan Hukum, Mandar Maju, Bandung.

Marpaung, Leden, Unsur-unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum (Deik), Jakarta: Sinar Grafika, 1991.


(4)

Marsono, Susunan Dalam Naskah Undang-Undang Dasar 1945 dengan Perubahan-perubahannya, Ekojaya, Jakarta, 2003.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 1993.

________, Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia, Jakarta : Bina Aksara, 1985.

Moleong Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002.

Muladi dan Nawawi Barda, Teori-teori dan kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1992.

Nasution Bismar, dkk, Perilaku Hukum Dan Moral Di Indonesia, USU Press, Medan, 2004.

Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Centor for Documentation and Studies of Busines Law (CDSBL), Yogyakarta, 2003.

Philipus M. Hadjon, Pemerintahan Menurut Hukum, Surabaya : Yuridika, 1992. Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1996.

Rasjidi dan Rasjidi Ira Thania, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2002.

Rasjidi Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993. Sembiring M.U., Teknik Pembuatan Akkta, Program Pendidikan Spesialis Notariat

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1997

Sianturi, S.R, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta : Alumni Ahaem-Petehaem, 1996.

Situmorang M. Victor dan cormennya Sitanggang, Groose Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, Jakarta : Rineka Cipta, 1992.

Soerdarto, Hukum Pidana Jilid I A-B, Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1975.


(5)

Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995.

Soemitro Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Soerodjo Irawan, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Surabaya : Arkola, 2003.

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1977.

Sugandi R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1981.

Sumaryono E., Etika Profesi Hukum (Norma-norma Bagi Penegak Hukum), Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Sunggono Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2006.

Susanto F. Anthon, Wajah Peradilan Kita, Bandung: PT. Refika Aditama, 2004. Tjahjadi S.P. Lili, Hukum Moral, Yogyakarta: Kanisius, 1991.

Tobing GHS Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, 1980.

Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, Malang: UMM Press, 2008

Widyadharma Ignatius Ridwan, Etika Profesi Hukum, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996.

PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).


(6)

115

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004.

INTERNET

http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=205& itemid=205, tanggal 15 Juli 2010, pukul 13.30 Wib.

http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=KODE%20ETIK%20PROFESI%20 HUKUM&& nomorurut_artikel=247, tanggal 1 Agustus 2010.

http://www.skripsi-tesis.com/07/05/peranan-kode-etik-profesi-dalam-pemuliaan-jabatan, tanggal 26 April 2010.

http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s3-2007-kusumawati-5091& PHPSESSI =633b, tanggal 26 April 2010.

http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/tanggung-jawab-profesi-notaris-dalam.html, tanggal 5 Juli 2010.

http://rikisusantotan.blogspot.com/2009/12/tanggung-jawab-profesi-notaris-dalam.html, tanggal 26 April 2010.

http://notarisgracegiovani.com, tanggal 21 Juli 2010. www. H:/Notaris.htm, tanggal 27 Mei 2010.