4 Apabila n besar dan t kecil dan apabila asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi maka random effect lebih efisien dari fixed effect.
2.5 Exploratory Spatial Data Analysis ESDA
Exploratory Spatial Data Analysis ESDA merupakan bagian dari Exploratory Data Analysis EDA yang fokus pada pengenala karakteristik dari
data geografis dan lebih spesifik lagi pada spatial autocorrelation dan spatial heterogeneity Anselin, 1998, Manurut Anselin, ESDA merupakan suatu
kumpulan teknik untuk menggambarkan dan menvisualisasikan distribusi spasial, mengidentifikasi lokasi yang sejenis atau pencilan spasial, menemukan pola dari
spatial association, klaster atau hot spots dan menduga pola lain dari heterogenitas spasial. Dalam hubungannya dengan keruangan, terdapat empat
jenis teknik, yaitu visualisasi distribusi spasial, visualisasi asosiasi spasial, local indicators of spatial association, dan multivariate indicators of spatial
association. Pola asosiasi spasial dalam data geografis terdiri dari dua metode, yaitu
Global dan Local. Metode Global adalah analsis pola asosiasi spasial pada skala yang luas untuk melihat distribusi data, apakah terbentuk pengelompokan
cluster, terdispersi dispersed dan acak random dalam suatu keruangan. Metode ini disebut sebagai Indeks Moran’s I. Luaran yang dihasilkan denga
metode ini adalah signifikasi secara statistik tinggi hot spots dan signifikasi secara statistik rendah cold spots. Metode Local adalah kuantifikasi autokorelasi
spasial dalam wilayah yang lebih kecil dibandingkan global. Metode yang digunakan adalah Local Moran’s I atau Local Indicator Spatial Association
LISA. Fokus dalam ESDA adalah menentukan global dan local spatial autocorrelation yang ditentukan dengan fungsi
Moran’s I statistic Hartati dan Yulianto, 2011.
2.5.1 Spatial Autocorrelation Esensi utama dari analisis spasial adalah masalah ruang. Salah satu cari
untuk memahami ini adalah lewat Spatial Autocorrelation. Autokorelasi spasial
adalah suatu ukuran kemiripan dari objek di dalam suatu ruang, baik jarak, waktu, ataupun wilayah. Dengan kata lain autokorelasi spasial adalah korelasi antara
suatu variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang. Adanya autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkait oleh nilai
atribut tersebut pada daerah lain yang letaknya berdekatan bertetanggaan. Lembo 2006 dalam Syafitri et al. 2008 menyebutkan jika ada pola yang
sistematik dalam sebaran spasial suatu atribut, maka dapat dikatakan bahwa ada autokorelasi spasial dalam atribut tersebut. Suatu daerah yang saling berdekatan
mempunyai nilai yang sangat mirip maka menunjukkan autokorelasi spasial positif, namun bila nilai di daerah yang berdekatan tidak mirip maka
menunjukkan autokorelasi spasial negatif. Nilai yang acak menunjukkan tidak adanya autokorelasi spasial. Konsep dasar dalam analisis autokorelasi spasial
untuk data area adalah matriks pembobot spasial.
2.5.2 Indeks Moran Moran’s I
Salah satu statistik umum yang digunakan dalam autokorelasi spasial adalah statistik
Morans’I. Indeks moran Moran’s I adalah ukuran dari korelasi hubungan antara pengamatan yang saling berdekatan. Statistik ini
membandingkan nilai pengamatan di suatu daerah dengan nilai pengamatan di daerah lainnya. Menurut Lee dan Wong 2001
Morans’I dapat diukur dengan menggunakan persamaan:
=
.
− −
.
−
2
Dengan: n
= Banyaknya pengamatan x
= Nilai rata-rata dari {x
i
} dari n lokasi jx
= Nilai pada lokasi ke-i ix
= Nilai pada lokasi ke-j w
ij
= Elemen matriks pembobot spasial
Nilai I sama dengan koefisien korelasi yaitu diantara -1 sampai 1. Nilai yang tinggi mengartikan bahwa korelasinya tinggi, sedangkan nilai 0 mengartikan
tidak adanya autokorelasi. Ada atau tidaknya autokorelasi perlu dibandingkan nilai statistik I dengan nilai harapannya. Nilai harapan dari I adalah:
= −1
− 1 Menurut Lee dan Wong 2001 statistik uji yang digunakan diturunkan
dari sebaran normal baku, yaitu: =
− �
Dengan: I
= Indeks Moran ZI = Nilai statistik uji indeks Moran
EI = Nilai harapan dari indeks Moran Iσ = Simpangan baku dari indeks Moran
2.5.3 Local Indicators of Spatial Association LISA Indikator lokal univariat Local Indicators of Spatial Association LISA
mengukur korelasi nilai lingkungan di sekitar lokasi spasial tertentu. Hal ini menentukan tingkat spasial non-stasioneritas dan clustering hadir dalam peta. Hal
ini dirumuskan oleh: =
� �
Bivariat LISA mengukur korelasi antara variabel lokal dan rata-rata tertimbang dari variabel lain di lingkungan.
= �
Fungsi LISA dalam GeoDa menawarkan dua pilihan penting, peta klaster dan peta signifikansi. Peta Cluster adalah peta choropleth khusus yang
menunjukkan lokasi tersebut dengan statistik Moran’s I lokal yang signifikan
diklasifikasikan berdasarkan jenis korelasi spasial: merah terang untuk asosiasi
tinggi-tinggi hot spots, biru terang untuk rendah-rendah cold spots, biru muda untuk rendah-tinggi outliers dan merah muda untuk tinggi-rendah outliers.
Tinggi-tinggi dan rendah-rendah menunjukkan pengelompokan nilai yang sama, sedangkan lokasi tinggi-rendah dan rendah-tinggi menunjukkan outlier spasial. Di
sisi lain, peta signifikansi adalah peta choropleth khusus yaitu peta tematik dengan objek peta berupa poligon-poligon yang menggambarkan wilayah, dan
dengan warna-warna atau arsiran yang melambangkan nilai data Statsilk, 2012. Peta signifikansi tersebut menunjukkan lokasi dengan statistik
Moran’s I lokal yang signifikan dalam berbagai nuansa hijau tergantung pada tingkat signifikansi.
Tingkat signifikansi ditampilkan sebagai p0,05, p0,01, p 0,001, p 0,0001.
2.6 Kerangka Teori