Penggunaan Campuran Tepung Tapoka Dengan Tepung Sagu Dan Natrium Nitrat Dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi

(1)

PENGGUNAAN CAMPURAN TEPUNG TAPOKA DENGAN

TEPUNG SAGU DAN NATRIUM NITRAT DALAM

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI

SKRIPSI

OLEH :

LISA M. MAHARAJA 040305031/THP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(2)

PENGGUNAAN CAMPURAN TEPUNG TAPOKA DENGAN

TEPUNG SAGU DAN NATRIUM NITRAT DALAM

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI

SKRIPSI

OLEH :

LISA M. MAHARAJA 040305031/THP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(3)

Judul Skripsi : Penggunaan Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu dan Natrium Nitrat dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi

Nama : Lisa M. Maharaja

NIM : 040305031

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil Ir. Ismed Suhaidi, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... i

RINGKASAN ... ii

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Bakso ... 5

Standar Mutu dan Nilai Gizi Bakso ... 6

Bahan-bahan Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 8

Tepung Tapioka ... 10

Tepung Sagu ... 12

Bumbu-bumbu ... 13

Es Serut/Air Es ... 14

Garam Dapur ... 15

Natrium Nitrat ... 15

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 17

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Bahan Penelitian ... 19

Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Reagensia ... 19

Alat Penelitian ... 19

Metoda Penelitian ... 20


(5)

Pelaksanaan Penelitian ... 21

Parameter Penelitian Penentuan Kadar Air ... 22

Penentuan Kadar Protein ... 23

Penentuan Kadar Lemak ... 23

Penentuan Kadar Abu ... 24

Penentuan Uji Organoleptik (Warna, Rasa, dan Kekenyalan) ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Parameter yang Diamati... 27

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Parameter yang Diamati... 28

Kadar Air (%) Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi ... 29

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar air Bakso Daging Sapi ... 31

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Air ... 33

Kadar Lemak (%) Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi... 33

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi ... 35

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Lemak ... 37

Kadar Protein (%) Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi... 37

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi... 39

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Protein ... 41

Kadar Abu (%) Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi... 41

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat Kadar Abu Bakso Daging Sapi... 43


(6)

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Nitrat

terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 44

Uji Organoleptik (Warna, Rasa dan Kekenyalan) (Numerik) Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi... 45

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi ... 47

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi... 49

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 51

Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(7)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso ... 7

2. Komposisi Kimiawi Aneka Bakso ... 8

3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan ... 10

4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram ... 11

5. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 gram Bahan ... 12

6. Sifat-sifat Natrium Nitrat ... 16

7. Skala Uji Hedonik (Warna dan Rasa) ... 25

8. Skala Uji Hedonik (Kekenyalan) ... 25

9. Hasil Analisis Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Parameter yang Diamati ... 27

10. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Parameter yang Diamati... 28

11. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi ... 30

12. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi... 32

13. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi.... 34

14. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi... 35

15. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 38

16. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi... 39

17. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi... 41


(8)

18. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Abu

Bakso Daging Sapi... 43 19. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Uji Organoleptik Bakso Daging

Sapi ... 45 20. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Uji

Organoleptik Bakso Daging Sapi... 47 21. Uji LSR Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dengan Konsentrasi Natrium Nitrat


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 1. Skema Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 26 2. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Air Bakso Daging Sapi... 31 3. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Nitrat dengan Kadar Air

Bakso Daging Sapi... 33 4. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Lemak Bakso Daging Sapi... 35 5. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Nitrat dengan Kadar Lemak

Bakso Daging Sapi... 37 6. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 39 7. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Nitrat dengan Kadar Protein

Bakso Daging Sapi... 40 8. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 42 9. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Nitrat dengan Kadar Abu

Bakso Daging Sapi... 44 10. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Uji Organoleptik Bakso Daging

Sapi ... 46 11. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Nitrat dengan Uji Organoleptik

Bakso Daging Sapi... 48 12. Grafik Hubungan Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan

Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dengan Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi... 50


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Hasil Analisis Kadar Air (%) ... 56

2. Hasil Analisis Kadar Lemak (%) ... 57

3. Hasil Analisis Kadar Protein (%)... 58

4. Hasil Analisis Kadar Abu (%) ... 59

5. Hasil Analisis Uji Organoleptik (Skor) ... 60 6. Hasil Analisis Bakso Daging Sapi Tanpa Penambahan Natrium Nitrat pada 0 hari


(11)

ABSTRACT

THE USING OF TAPIOCA WITH SAGU FLOURS MIXTURE AND SODIUM NITRATE IN PRODUCTION OF

BEEF BALLS

The aim of this research was to know the effect of the amount tapioca with sagu flours mixture and consentration of sodium nitrate on the quality of beef balls. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e; the amount of tapioca with sagu flours mixture (T) : (20%, 25%, and 30%) and sodium nitrate consentration (N) : (0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, and 400 ppm). Parameters analyzed were moisture content, fat content, protein content, ash content, and organoleptic values (colour, taste, and texture). The result showed that the amount of tapioca with sagu flours mixture had highly significant effect on the moisture content, fat content, protein content, ash content, and organoleptic values (colour, taste, and texture). The concentration of sodium nitrate, had highly significant effect on the moisture content, fat content, protein content, and organoleptic values (colour, taste, and texture) but only had significant effect on ash content. The interaction of the amount of tapioca with sagu flours mixture and the concentration of sodium nitrate had significant effect on the organoleptic values (colour, taste, and texture). The 30% amount of tapioca with sagu flours mixture and 400 ppm concentration of sodium nitrate produced the better and more acceptable quality of beef balls.

Keyword : Beef balls, Tapioca flour , Sagu flour , Sodium nitrate

ABSTRAK

PENGGUNAAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DENGAN TEPUNG SAGU DAN NATRIUM NITRAT DALAM PEMBUATAN BAKSO

DAGING SAPI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu dan konsentrasi natrium nitrat terhadap mutu bakso daging sapi. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (T) ; (20%, 25%, dan 30%) dan konsentrasi natrium nitrat (N) ; (0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan nilai organoleptik (warna, rasa dan kekenyalan). Konsentrasi natrium nitrat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) tetapi berbeda nyata terhadap kadar abu. Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu dan konsentrasi natrium nitrat memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan). Jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu 30% dan konsentrasi natrium nitrat 400 ppm menghasilkan bakso daging sapi yang lebih baik dan dapat diterima.


(12)

RINGKASAN

LISA M. MAHARAJA “Penggunaan Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu dan Natrium Nitrat dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi”, dibimbing oleh Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Ismed Suhaidi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu dan natrium nitrat terhadap mutu bakso daging sapi.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua faktor. Faktor I : jumlah tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2:1) dari berat total campuran, (T) yaitu T1 = 20%, T2 = 25%, dan

T3 = 30%. Faktor II : konsentrasi natrium nitrat (N), yaitu N0 = 0 ppm, N2 = 100 ppm, N3 = 200 ppm, N4 = 300 ppm, dan N5 = 400 ppm. Dengan

parameter analisis kadar air (%), kadar lemak (%), kadar protein (%), kadar abu (%), dan nilai organoleptik (numerik).

1. Kadar Air

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2:1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bakso daging sapi yang

dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu 71,25 % dan terendah terdapat pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu 60,69 %.

Konsentrasi natrium nitrat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat


(13)

pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu sebesar 67,17 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat 400 ppm) yaitu sebesar 63,35 %.

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium nitrat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1N0 (20% dan 0 ppm) yaitu 72,60 % dan kadar air terendah terdapat pada perlakuan T3N4 (30% dan 400 ppm) yaitu sebesar 57,60 %. 2. Kadar Lemak

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu sebesar 4,46% dan yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu 2,16 %.

Konsentrasi natrium nitrat (N) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu sebesar 4,33 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat 400 ppm) yaitu 2,23 %.

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium nitrat berpengaruh tidak nyata

(P>0,05) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1N0 (20% dan 0 ppm) yaitu sebesar 6,30 % dan


(14)

kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan T3N4 (30% dan 400 ppm) yaitu 1,50 %.

3. Kadar Protein

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu 6,73 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu 5,07 %.

Konsentrasi natrium nitrat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat 400 ppm) yaitu sebesar 6,58 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu 5,21 %.

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium nitrat berpengaruh tidak nyata

(P>0,05) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T1N0 (20% dan 0 ppm) yaitu sebesar 6,13 % dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan T3N0 (30% dan 0 ppm) yaitu 4,47 %.

4. Kadar Abu

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran


(15)

tepung 20%) yaitu 1,08 % dan yang terendah pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu 0,56 %.

Konsentrasi natrium nitrat (N) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat

400 ppm) yaitu 1,16 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu 0,58 %.

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium nitrat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T1N4 (20% dan 400 ppm) yaitu sebesar 1,44 % dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan T3N1 (30% dan 400 ppm) yaitu 0,40 %.

5. Nilai Organoleptik

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik bakso daging sapi yang dihasilkan. Nilai organoleptik tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu sebesar 3,45 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yatiu sebesar 3,37.

Konsentrasi natrium nitrat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik bakso daging sapi yang dihasilkan. Nilai uji organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat 400 ppm) yaitu 3,62 dan yang terendah terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu sebesar 3,19.


(16)

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium nitrat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai uji organoleptik bakso daging sapi. Nilai organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan T3N4 (30% dan 400 ppm) yaitu 3,63 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T3N0 (30% dan 0 ppm) yaitu 3,02.


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain sebagai sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena kandungan gizinya lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Daging dapat diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, disate, diasap, atau diolah menjadi produk lain yang lebih menarik, antara lain daging korned, sosis, bakso, dendeng, dan abon. Oleh karenanya daging dan hasil olahannya merupakan produk-produk makanan yang unik.

Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung, dan kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat.

Tepung tapioka merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan bakso. Sebaiknya penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan bakso daging sapi lebih sedikit dibandingkan penggunaan daging, sehingga dihasilkan bakso daging sapi dengan mutu yang baik, karena jumlah daging yang lebih dominan dibanding jumlah tepung yang digunakan. Selain sebagai bahan pengisi,


(18)

penggunaan tepung juga bermanfaat sebagai pembentuk tekstur. Jenis tepung yang digunakan juga mempengaruhi tekstur dari bakso yang dihasilkan. Hal ini disebabkan kandungan gluten dari setiap jenis tepung yang berbeda-beda, dimana semakin tinggi kadar gluten tepung yang digunakan maka semakin baik tekstur bakso yang dihasilkan.

Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin, dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan pati dari serealia lain. Hal ini berarti untuk mendapatkan viskositas yang sama, maka tepung sagu dibutuhkan lebih sedikit daripada tepung serealia (Harsanto, 1986).

Meskipun bakso telah dikenal oleh masyarakat luas, ternyata pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Hal ini terbukti dengan ditemukannya bakso yang mengandung boraks dan formalin yang banyak beredar di masyarakat.

Bakso yang mengandung boraks memiliki tekstur yang lebih kenyal, bila digigit akan kembali ke bentuk semula dan warna bakso akan tampak lebih putih. Ini berbeda dengan bakso yang pada umumnya memiliki warna abu-abu segar dan

merata pada seluruh bagian baik di pinggir maupun di tengahnya (Widyaningsih dan Murtini, 2007).

Bakso yang mengandung formalin memiliki daya awet lebih lama, namun akan membuat aroma khas bakso tidak tercium. Bakso yang diberi formalin akan terhindar dari serangan lalat, selain itu penggunaan formalin pada bakso akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen dan dalam jangka waktu yang panjang akan menyebabkan keracunan dan kematian. Bakso yang dibuat tanpa


(19)

penambahan pengawet, umumnya akan tahan disimpan pada suhu rendah selama 2- 3 hari saja (Widyaningsih dan Murtini, 2007).

Untuk memperpanjang masa simpan dari bakso maka diperlukan penggunaan pengawet makanan yang tentunya tidak menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan manusia dengan jumlah yang tidak melampaui batas maksimum yang diijinkan oleh peraturan pemerintah. Sedangkan untuk menghasilkan bakso dengan mutu yang baik maka jumlah daging yang digunakan harus lebih banyak dibandingkan penggunaan tepung, selain itu penambahan bumbu-bumbu serta proses pengolahannya harus tepat.

Natrium nitrat merupakan bahan pengawet makanan yang pemakaian diijinkan oleh pemerintah dengan batas maksimal yang dapat digunakan yaitu 500 ppm. Penggunaan natrium nitrat pada bakso akan mempengaruhi warna bakso yang dihasilkan serta memberikan masa simpan yang lebih panjang terhadap bakso pada penyimpanan suhu dingin. Dengan penambahan natrium nitrat dan penggunaan campuran tepung tapioka dan tepung sagu pada bakso, diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan mutu dari bakso yang dihasilkan.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Penggunaan Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu dan Natrium Nitrat dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi”.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu dan natrium nitrat dalam pembuatan bakso daging sapi.


(20)

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber informasi pada pembuatan bakso daging sapi

- Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

- Ada pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu terhadap mutu bakso daging sapi.

- Ada pengaruh jumlah natrium nitrat terhadap mutu bakso daging sapi. - Ada interaksi jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu dan


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Bakso

Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus dengan menggunakan pisau tajam atau blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% dari berat daging (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2003).

Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan, bakso babi, dan bakso sapi. Penggolongan bakso sapi menjadi tiga kelompok masing-masing bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Penggolongan itu dilakukan atas perbandingan jumlah tepung pati dan jumlah serta jenis daging yang digunakan dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan daging dengan jumlah yang lebih besar dibanding tepung pati yang digunakan. Bakso aci dibuat dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah daging yang digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging dalam jumlah lebih besar dibandingkan jumlah pati, dan daging yang digunakan adalah daging yang banyak mengandung jaringan ikat (Elviera, 1998).


(22)

Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah mempengaruhi mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging yang baik dan bermutu tinggi. Sebaiknya dipilih jenis daging yang masih segar, berdaging tebal, dan tidak banyak lemak sehingga rendemennya tinggi. Selain itu, cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan, misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau agak abu-abu (Wibowo, 1995).

Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai tangan, caranya gampang saja; adonan diambil dengan sendok makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi orang yang telah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan kearah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok (Wibowo, 2006).

Standar Mutu dan Nilai Gizi Bakso

Cara yang paling mudah untuk menilai mutu bakso yaitu dengan menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Hasil pengujian mutu sensoris ini dapat diperkuat dengan pengujian fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang tentu saja memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus (Purnomo, 1990).

Paling tidak ada lima parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur. Adanya jamur atau lendir perlu diamati, terlebih jika bakso sudah disimpan lama. Kriteria dan deskripsi mutu


(23)

sensoris dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan nilai gizi beberapa bakso dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Kriteria Mutu Sensoris Bakso

Parameter Bakso Daging Bakso Ikan

Penampakan Bentuk bulat, halus berukuran Bentuk halus, berukuran seragam, bersih dan cemerlang, seragam, bersih, cemerlang, Tidak kusam, sedikitpun tidak tidak kusam

berjamur, dan tidak berlendir.

Warna Cokelat muda cerah atau sedikit Putih merata tanpa warna agak kemerahan atau cokelat muda asing lain.

hingga cokelat muda agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata tanpa warna lain yang mengganggu

Bau Bau khas daging segar rebus dominan, Bau khas ikan segar tanpa bau tengik, masam, basi atau rebus dominan sesuai busuk, bau bumbu cukup tajam jenis ikan, dan bau bumbu tajam. Tidak terdapat bau amis, tengik, masam, basi, atau busuk.

Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging Rasa enak, lezat, rasa ikan dominan dan rasa bumbu menonjol dominan sesuai jenis ikan tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat dan rasa bumbu menonjol rasa asing yang mengganggu tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu dan tidak terlalu asin.

Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal, Tekstur kompak, tidak liat, tetapi tidak liat atau membal, elastis, tidak ada serat daging, tidak ada serat daging, tidak tanpa duri dan tulang, tidak lembek. Tidak basah berair dan lembek, tidak basah berair, tidak rapuh dan tidak rapuh


(24)

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Aneka Bakso Jenis Bakso Air

(%)

Protein (%)

Lemak (%)

KH (%)

Abu (%)

Garam (%) Bakso mutu tinggi 76,52 14,68 1,46 5,00 2,34 1,74 Bakso daging jalanan 59,52 6,80 8,18 22,74 2,76 2,08 Bakso daging pasar 66,89 11,26 1,44 17,06 3,66 2,35 Bakso restoran 73,93 11,57 1,09 10,81 2,50 2,15

Bakso daging sapi 77,85 6,95 0,31 - 1,75

-Bakso ikan nila 59,55 18,95 7,05 13,40 5,11 -Bakso ikan mas 66,30 20,15 13,25 15,30 5,40

-Bakso hiu 70,37 17,60 0,77 - - 1,20

Bakso ikan pari 73,25 12,40 0,50 - 2,20

-Bakso hiu cakalang 66,50 22,05 2,05 - 5,40

-Sumber : Wibowo (1995).

Bahan-bahan Pembuatan Bakso Daging Sapi

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini (Soeparno, 1992).

Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Selain protein, otot mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. (Soeparno, 1992).

Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin,


(25)

dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70oC akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90 persen, sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan jumlah lisin hingga 50 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie, 1995).

Perubahan warna merah ungu menjadi terang pada daging yang baru diiris bersifat reversible (dapat balik). Namun, bila daging tersebut terlalu lama terkena oksigen, warna merah terang akan berubah menjadi cokelat. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar (Astawan, 2008).

Penurunan pH daging dari sekitar 6,5 menjadi 5,6 setelah penyembelihan disebabkan glikogen dalam daging berkurang, namun karena dalam suasana anaerob (tidak mengandung O2 karena darah tidak mengalir), maka glikogen yang menjadi asam piruvat selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila pH tetap tinggi maka menurunkan mutu daging karena timbul perubahan-perubahan seperti warna daging lebih gelap, sukar meresap garam dan bumbu, serta pertumbuhan bakteri lebih mudah (Syarief dan Irawati, 1988).

Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna cokelat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak (Astawan, 2008).


(26)

Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung

vitamin B, dan mineral, khususnya besi. Komposisi kimia daging sapi per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Kalori Protein Lemak Hidrat Arang Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air Kal g g g mg mg mg SI mg mg g 207,00 18,80 14,00 0,00 11,00 170,00 2,80 30,00 0,08 0,00 66,00 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI (1979).

Protein sarkoplasma dari otot sangat mudah rusak dalam suasana asam, dan cenderung untuk kehilangan WHC-nya pada pH di bawah 6,2. Titik WHC minimum yang merupakan titik isoelektris daripada protein sarkoplasma adalah sekitar pH 5,4 – 5,5 untuk daging sapi. Jadi pada umumnya pH rendah lebih disukai untuk mempertahankan kebanyakan faktor mutu yang penting daripada daging, akan tetapi bila daging dimaksudkan untuk keperluan-keperluan industri di mana WHC adalah faktor yang paling penting, maka pH tinggi lebih disukai (Buckle et al., 1987).

Tepung Tapioka

Tepung tapioka yang disebut juga pati ubi kayu, yang merupakan granula dari karbohidrat, berwarna putih, tidak mempunyai rasa manis, dan tidak berbau.

Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima) yang umumnya terdiri dari tahap pengupasan, pencucian,


(27)

pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, pengeringan, dan penggilingan (Iryanto, 1985).

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih (Radiyati dan Agusto, 2008).

Bahan makanan yang mengandung pati umumnya mengalami penurunan kadar air. Penurunan kadar air akibat mekanisme interaksi pati dan protein sehingga air tidak dapat diikat secara sempurna karena ikatan hidrogen yang

seharusnya mengikat air telah dipakai untuk interaksi pati dan protein ikan (Manullang et al, 1995).

Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati memegang peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana campuran granula pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang telah berubah menjadi gel bersifat irreversible dimana molekul-molekul pati saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya semakin meningkat (Handershot, 1970).

Komposisi kimia dari tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram

Komponen Jumlah (gram)

Air Pati Protein Lemak Abu

11,30 88,01

0,50 0,10 0,09 Sumber : Brautlecht (1953).


(28)

Tepung Sagu

Batang sagu merupakan bagian terpenting karena di dalamnya terdapat pati yang biasanya dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai kegiatan industri. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin, dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan pati dari serealia lain. Hal ini berarti untuk mendapatkan viskositas yang sama, maka tepung sagu dibutuhkan lebih sedikit daripada tepung serealia (Harsanto, 1986).

Tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Produk ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri kimia, dan pengolahan kayu. Batang sagu dapat diolah menjadi tepung sagu dengan cara

sederhana menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur rumah tangga. Untuk industri kecil, pengolahan sudah memerlukan alat-alat mekanis untuk

mempertinggi efisiensi hasil dan biaya (Hasbullah, 2008).

Komposisi kimia tepung sagu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 gram bahan

Komponen Satuan Jumlah

Protein Lemak Karbohidrat Air Fosfor Kalsium Besi Kalori Bdd g g g g mg mg mg Kal % 0,7 0,2 84,7 14,0 13,0 11,0 1,5 353,0 100,0 Sumber : Departemen Kesehatan R.I (1996).

Adanya amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi daya larut pati sagu dan suhu gelatinisasi. Bila kadar amilosa tinggi, maka pati sagu akan bersifat


(29)

kering, kurang lekat, dan kecenderungan higroskopis lebih kuat (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Tepung singkong dapat digunakan dalam pembuatan tepung campuran (composite flour), yakni tepung campuran antara tepung singkong dan tepung terigu. Tepung campuran tersebut bisa digunakan dalam pembuatan roti, kue, mie, atau produk-produk makanan ringan lain. Bahkan, tepung campuran dengan tingkat substitusi rendah (10 persen) bisa digunakan untuk bahan pembuatan roti dan kue-kue kering dengan mutu, rasa, tekstur, dan kenampakan yang setara dengan roti atau kue-kue kering dari terigu murni. Artinya, seperti tepung ubi jalar dan garut, tepung gaplek bisa diorientasikan untuk mensubstitusi tepung terigu yang semuanya kita impor (Khudori, 2008).

Bumbu-bumbu

Selain memberi rasa, bau, dan aroma pada masakan, bumbu itu sendiri mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap makanan. Penggunaan bumbu yang benar dan tepat pada suatu masakan akan menghasilkan makanan yang baik, enak, dan menggugah selera makan. Macam bumbu yang banyak digunakan untuk memasak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bumbu segar atau bumbu basah dan bumbu kering (Tarwotjo, 1998).

Fungsi utama bawang adalah sebagai pelengkap agar masakan terasa lebih sedap. Umumnya dikenal dua macam bawang yaitu bawang putih (A. satirum)

dengan harga yang relatif lebih mahal dan bawang merah (Alliumcepa Var ascal onicum). Di negara barat dikenal juga sejenis bawang

merah besar (Onion) atau bawang bombay (A. ceparatycum) (Syarief dan Irawati, 1988).


(30)

Diantara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih, senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Sama seperti senyawa fenolik lainnya, alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker, antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan kolesterol darah (Wibowo, 1995).

Es Serut/Air Es

Es menggantikan fungsi air sebagai fase pendispersi dalam olahan bakso secara manual. Dalam pengolahan bakso secara mesin penggunaan es bertujuan untuk mengurangi panas yang ditimbulkan oleh alat pembentuk emulsi atau chopper. Jika suhu tidak diusahakan turun, maka protein akan terdenaturasi sehingga kemampuan bertindak sebagai pengemulsi akan turun (Elviera, 1988).

Agar bakso yang dihasilkan bagus, daging lumat digiling lagi bersama-sama es batu dan garam dapur, baru kemudian ditambahkan bahan yang

lain. Garam dapur dapat juga ditambahkan bersama bumbu-bumbu lainnya. Kemudian, tepung tapioka ditambahkan sambil dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen. Untuk membuat adonan ini dapat digunakan tangan, alat pengaduk yang digerakkan dengan tangan, atau dengan mesin bertenaga listrik. Penggunaan es atau air es ini, sangat penting dalam pembentukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama


(31)

perebusan. Penambahan es juga meningkatkan rendemennya, untuk itu dapat digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Hudaya, 2008).

Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar selama penggilingan daya elastisitas daging tetap terjaga, sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Garam Dapur

Garam dapur berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Tekstur, warna, dan rasa dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2 – 3% (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Garam dapur yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso biasanya 2,5% dari berat daging, sebagai bumbu penyedap dapat digunakan bumbu campuran bawang merah, bawang putih, dan merica bubuk. Sebaiknya jangan digunakan penyedap masakan monosodium glutamat atau yang dikenal dengan sebutan vetsin. Sejauh ini penggunaan penyedap ini masih menjadi perdebatan karena dicurigai menjadi penyebab berbagai kelainan kesehatan, bahkan dicurigai penyebab timbulnya kanker (Wibowo, 1995).

Natrium Nitrat

Natrium nitrat sering digunakan dalam proses curing daging. Konsentrasi maksimal nitrat yang diperbolehkan penggunaannya dalam makanan yaitu sebesar 500 ppm, dan untuk pemakaian nitrit di dalam bahan makanan yaitu sebesar 200 ppm (Smith, 1991).


(32)

Nitrit dan nitrat terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Natrium nitrit berbentuk butiran berwarna putih, sedangkan kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah daging (Astawan, 2008).

Nitrit dan nitrat yang ditambahkan pada proses curing pada daging juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Senyawa yang berperan adalah nitrit dan pada konsentrasi 200-300 ppm dapat menghambat pertumbuhan Clostridia di dalam daging yang dikalengkan (Iptek, 2008).

Pada Tabel 6. dapat dilihat sifat-sifat dari natrium nitrat : Tabel 6. Sifat-Sifat Natrium Nitrat :

Sifat - Umum Nama Rumus kimia Rupa - Fisik Bobot senyawa Titik lebur Titik didih Densitas Kelarutan - Termokimia

Hfo cair Hfo padat So padat - Keamanan Ingesti Penghirupan Kulit Natrium nitrat NaNO3

Bubuk putih atau kristal tidak berwarna 85,0 sma

580 K (3070C)

Terdekomposisi pada 653 K (3800C) 2,3 x 103 kg/m3

92 gram dalam 100 ml air -452 kJ/mol

-468 kJ/mol 117 J/mol K

Dapat menyebabkan sakit perut Iritasi pernafasan

Menyebabkan iritasi Sumber : Iptek (2008).


(33)

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi

Berdasarkan kenyataan, untuk dibuat bakso sebaiknya digunakan daging yang benar-benar segar. Makin segar daging makin bagus mutu baksonya. Jika mungkin digunakan daging dari hewan yang baru dipotong tanpa dilayukan lebih dulu. Akan tetapi, jika karena sesuatu hal tidak memungkinkan untuk mendapatkan daging dari hewan yang baru dipotong atau daging terpaksa harus disimpan dulu, sebaiknya daging disimpan dingin pada suhu 15°C atau 20°C atau dibekukan pada suhu -5°C. Daging yang disimpan pada suhu 15°C selama 24 jam masih bagus untuk bakso. Demikian pula untuk daging yang disimpan pada suhu

200C selama 8 jam atau disimpan beku pada suhu -5°C selama 4 hari (Bapeda-Pemda, 2008).

Daging yang benar-benar segar, dipisahkan lemak dan uratnya. Setelah itu, daging dilumatkan. Pelumatan ini akan memudahkan pembentukan adonan, dinding sel serabut otot daging juga akan pecah sehingga aktin dan miosin yang merupakan pembentuk tekstur dapat diambil sebanyak mungkin. Agar mudah lumat daging dipotong-potong kecil kemudian digiling dengan gilingan daging dan ditambahkan dengan es batu atau dimasukkan meat separator sehingga diperoleh daging lumat. Sambil digiling urat atau serat dipisahkan. Penggilingan dan pemisahan serat perlu diulang beberapa kali sampai serat terpisahkan semua.

Daging yang sudah bebas serat ini siap dicampurkan dengan bahan lain (Bapeda-Pemda, 2008).

Setelah diperoleh daging lumat yang bersih, halus, dan bebas serat, daging lumat dibentuk menjadi adonan dan ditambahkan dengan bahan lain. Garam dapur dapat pula ditambahkan bersama bumbu-bumbunya. Kemudian tepung tapioka


(34)

ditambahkan sambil dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen. Untuk membuat adonan ini dapat digunakan tangan, alat pengaduk yang digerakkan dengan tangan, atau dengan mesin bertenaga listrik (Bapeda-Pemda, 2008).

Setelah siap, adonan dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus. Pembentukan adonan menjadi bola bakso dapat dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Dalam membentuk bola bakso ini sebaiknya menggunakan sarung tangan karet yang bersih. Dapat juga menggunakan kantong plastik. Agar adonan tidak menempel ke sarung tangan, digunakan sedikit minyak kelapa yang dioleskan ke sarung tangan. Ukuran bola bakso diusahakan seragam, tidak terlalu kecil, tetapi juga tidak terlalu besar. Jika tidak seragam, matangnya bakso ketika direbus tidak bersamaan dan menyulitkan pengendalian proses.

Selain itu keseragaman ukuran juga ikut mempengaruhi mutu bakso (Bapeda-Pemda, 2008).

Bola bakso yang sudah terbentuk lalu direbus dalam air mendidih hingga matang. Jika bakso sudah mengapung di permukaan air berarti sudah matang dan perebusan dapat dihentikan. Biasanya perebusan ini dilakukan sekitar 15 menit. Setelah itu bakso diangkat, ditiriskan, dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin bakso dikemas dalam kantong plastik. Setelah dikemas kantong plastik,

bakso dikemas dalam kotak karton atau kardus untuk dikirim ke pasar. Akan tetapi jika belum sempat dikirim, sebaiknya bakso dalam kemasan kantong

plastik disimpan dalam ruang dingin, yaitu sekitar -5°C. Bakso ini tahan hingga beberapa hari asal suhunya terjaga tetap rendah (-5°C). Untuk pengiriman ke

pasar luar negeri, bakso perlu dikemas vakum lalu dibekukan dalam freezer (Bapeda-Pemda, 2008).


(35)

BAHAN DAN METODA

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi segar, tepung tapioka, tepung sagu, natrium nitrat, es serut, bumbu-bumbu yang terdiri dari merica, bawang merah, bawang putih, dan garam.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2008 di Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

Reagensia

- Aquadest - Larutan NaOH (P) 15% - Indikator mengsel - HCl 0,01 N

- Larutan H2SO4 (P) - Heksan Alat Penelitian

- Oven

- Timbangan - Alumunium foil - Beaker glass

- Labu kjeldahl - Pipet tetes - Gelas ukur - Desikator - Sealer - Freezer - Kertas saring - Pipet tetes - Erlenmeyer

- Soxhlet - Alat destilasi - Gilingan daging


(36)

Metoda Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua faktor yang terdiri dari :

Faktor I : Jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (T) (perbandingan 2:1) terdiri dari 3 taraf, yaitu :

T1 = 20%

T2 = 25% T3 = 30%

Faktor II : Konsentrasi Natrium nitrat (N) yang terdiri dari lima taraf, yaitu : N0 = 0 ppm

N1 = 100 ppm N2 = 200 ppm N3 = 300 ppm N4 = 400 ppm

Kombinasi perlakuan (Tc) = 3 x 5 = 15, dengan jumlah ulangan minimum perlakuan (n) adalah :

Tc (n-1) > 15

15 (n-1) > 15

15n > 30 n > 2


(37)

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut :

Yijk = µ + gi + j + (g )ij +

i

ijk

dimana:

Yijk : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor N pada taraf

ke-j dengan ulangan ke-k. µ : Efek nilai tengah

gi : Efek dari faktor T pada taraf ke-i j : Efek dari faktor N pada taraf ke-j

(g )ij : Efek interaksi dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor N pada taraf ke-j

i

ijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor N pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k.

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji LSR (Least significant range).

Pelaksanaan Penelitian

Pada pelaksanaan penelitian dilakukan tahapan pembuatan bakso daging sapi sebagai berikut:

- Daging sapi segar dibersihkan dari lemak dan uratnya. - Dipotong kecil-kecil untuk mempermudah penggilingan.

- Daging digiling sampai halus sambil ditambahkan es serut 15% dari berat daging.


(38)

- Ditambahkan natrium nitrat sesuai dengan perlakuan yaitu: 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm dan 400 ppm dari berat total campuran

tepung dan daging kemudian dicampur sampai merata.

- Ditambahkan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2:1) sesuai dengan perlakuan, yaitu 20%, 25%, dan 30%

dari berat total campuran dan dicampur sampai seluruh adonan merata - Ditambahkan bumbu yang terdiri dari bawang putih dan bawang merah

2%, merica yang telah dihaluskan 1%, serta garam dapur sebanyak 2,5% dari total campuran dan dicampur hingga merata.

- Dibentuk bulatan bakso dengan menggunakan tangan dan bantuan sendok. - Bola-bola bakso tersebut direbus dalam air mendidih selama 15 menit. - Bakso diangkat, ditiriskan, dan dibiarkan sampai dingin.

- Bakso dikemas di dalam plastik dan disimpan pada freezer dengan suhu -5oC selama 10 hari, kemudian dilakukan analisa terhadap kadar air, kadar

protein, kadar lemak, kadar abu, dan uji organoleptik terhadap warna, rasa dan kekenyalan.

Parameter Penelitian

Penentuan Kadar Air (AOAC, 1970).

Ditimbang bakso sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven

dengan suhu 105oC selama 4 jam lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya dimasukkan kembali di dalam oven selama


(39)

sampai diperoleh berat konstan. Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang telah diuapkan dari bahan dengan perhitungan :

Kadar air (%) = X 100% Berat awal – Berat akhir Berat awal

Penentuan Kadar Protein (AOAC, 1970).

Kadar protein dihitung dengan menentukan N nitrogen yang dikali dengan faktor konversi 6,25% dan protein ditetapkan secara semi mikro kjeldahl. Contoh 2,0 – 2,5 gram bahan uji dimasukkan ke dalam kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 2 gram campuran K2SO4 dan CuSO4.5H2O (1:1) dan 5 ml H2SO4 pekat lalu didekstruksi sampai larutan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin ditambahkan 10 ml aquadest dan dipindahkan ke dalam labu suling. Dibuat larutan penampung yang terdiri dari 10 ml H2SO4 dan 4 tetes indikator mengsel (425 mg metal red dan 500 mg metilen blue yang dilarutkan dengan 100 ml alkohol 96%). Selanjutnya labu suling yang berisi bahan yang telah didestruksi, didestilasi sambil ditambahkan NaOH pekat (40%) sampai terbentuk warna hitam. Hasil sulingan yang ditampung pada larutan penampung dititrasi dengan larutan NaOH dan juga dilakukan dengan cara yang sama pada blanko sehingga diperoleh ml titrasi blanko.

Kadar Protein (%) = X 100% Keterangan : a = berat contoh (gram)

(c-b) x d x 0,014 x 6,25 a

b = titrasi blanko (ml NaOH) c = titrasi contoh (ml NaOH)


(40)

Penentuan Kadar Lemak (Sudarmadji et al., 1984).

Kadar lemak ditentukan dengan cara ekstraksi dengan soxhlet. Contoh sebanyak 5 gram dikeringkan didalam oven 70oC sampai mencapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring dan di tutup. Selongsong yang telah berisi bahan dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang berisi pelarut heksan dan diekstrak selama 5-6 jam, lalu selongsong dikeluarkan dari alat soxhlet. Heksan yang telah digunakan dalam proses ekstraksi dipindahkan ke dalam beaker glass yang telah diketahui berat awalnya. Beaker glass kemudiandi diuapkan pada water bath sampai semua heksan teruapkan. Beaker glass tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 40oC sampai mencapai berat stabil kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selisih berat antara beaker glass awal dan beaker glass setelah didesikator adalah berat lemak pada bahan.

Kadar Lemak (%) = a x 100% b

a b Keterangan : a = berat lemak (gram)

b = berat awal contoh (gram)

Penentuan Kadar Abu (Sudarmadji et al., 1989).

Timbang dengan seksama 3 gram contoh dalam krus porselin yang kering dan telah diketahui beratnya, kemudian pijarkan dalam muffle pada suhu 350oC sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Masukkan krus dan abu ke dalam oven pada suhu 70oC untuk menurunkan suhunya, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang

Kadar abu (%) = a-b x 100% c


(41)

Keterangan : a = berat krus porselin dan bahan sebelum pengabuan (gram) b = berat krus porselin dan bahan setelah pengabuan (gram) c = berat awal contoh (gram)

Penentuan Uji Organoleptik Warna, Rasa, dan Kekenyalan (Soekarto, 1985). Penentuan uji organoleptik terhadap warna, rasa, dan kekenyalan dilakukan dengan uji kesukaan terhadap 10 panelis dengan ketentuan sebagai berikut :

Proporsi nilai organoleptik : warna = 30% rasa = 30% kekenyalan = 40% Tabel 7. Skala Uji Hedonik Warna dan Rasa

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka

4 3 2 1

Tabel 8. Skala Uji Hedonik Kekenyalan

Skala hedonik Skala numerik

Sangat kenyal kenyal

Agak kenyal Tidak kenyal

4 3 2 1


(42)

Daging sapi segar

Dibersihkan dari lemak, darah, dan kotoran dengan air bersih

Daging dipotong kecil-kecil

Penggilingan daging dengan penambahan es serut 15% dari berat daging

Penambahan campuran tepung tapioka dan tepung sagu (2:1)

T1=20%

T2=25%

T3=30%

Penambahan natrium nitrat No = 0 ppm

N2 = 100 ppm N3 = 200 ppm N4 = 300 ppm N5 = 400 ppm Daging giling

Penambahan bawang putih dan bawang merah 2%, merica 1%, dan garam dapur 2,5%

Dibentuk menjadi bola-bola bakso Direbus selama 15 menit

Diangkat, ditiriskan, dan didinginkan

Dikemas dalam plastik dan disimpan selama 10 hari di dalam freezer pada suhu -5oC Kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan uji organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan)


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2:1) dalam pembuatan bakso daging sapi berpengaruh terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan uji organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) seperti terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Parameter yang Diamati

Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu

(perbandingan 2 : 1) (%) Kadar Air (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Kadar Abu (%) Uji Organo leptik (skor) T1 = 20

T2 = 25 T3 = 30

71.25 64.80 60.69 4.46 2.70 2.16 6.73 5.87 5.07 1.08 0.92 0.56 3.45 3.45 3.37 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa jumlah campuran tepung memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu sebesar 71,25 % dan yang terendah pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu sebesar 60,69 %. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu sebesar 4,46 % dan yang terendah pada perlakuan T3 yaitu sebesar 2,16 %. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu 6,73 % dan yang terendah pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu 5,07 %. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu 1,08 % dan yang terendah pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu


(44)

sebesar 0,56 %. Nilai uji organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) dan T2 (jumlah campuran tepung 25%) yaitu sebesar 3,45 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu 3,37.

Semakin besar jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu

(perbandingan 2 : 1) dalam pembuatan bakso daging sapi maka kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan nilai uji organoleptik bakso daging sapi semakin menurun.

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Parameter Yang Diamati Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi natrium nitrat dalam pembuatan bakso daging sapi berpengaruh terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan uji organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Parameter yang Diamati

Konsentrasi Natrium Nitrat (ppm) Kadar Air (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Kadar Abu (%) Uji Organo leptik (skor) N0 = 0

N1 = 100 N2 = 200 N3 = 300 N4 = 400

67.17 66.68 65.90 64.80 63.35 4.33 3.40 3.03 2.54 2.23 5.21 5.53 5.74 6.38 6.58 0.58 0.68 0.86 1.00 1.16 3.19 3.34 3.46 3.51 3.62 Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium nitrat memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu sebesar 67,17 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi


(45)

pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu 4,33 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat 400 ppm) yaitu 2,23 %. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium

nitrat 400 ppm) yaitu 6,58 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu 5,21. Kadar abu tertinggi terdapat pada

perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat 400 ppm) yaitu 1,16 % dan yang terendah

terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu 0,58 %. Nilai uji organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi

natrium nitrat 400 ppm) yaitu 3,62 dan yang terendah terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu 3,19.

Semakin tinggi konsentrasi natrium nitrat digunakan dalam pembuatan bakso daging sapi maka kadar protein, kadar abu, dan nilai uji organoleptik bakso daging sapi semakin meningkat, sedangkan kadar air dan kadar lemak semakin menurun.

Kadar Air

Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bakso daging sapi.

Hasil uji LSR (least significant range) pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap kadar air bakso daging sapi seperti terlihat pada Tabel 11.


(46)

Tabel 11. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi

Jarak LSR Notasi

(p) 0.05 0.01

Perlakuan

(T) Rataan 0.05 0.01

- - - T1 71.25 a A

2 1.1645 1.6132 T2 64.80 b B

3 1.2225 1.6906 T3 60.69 c C

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan T2 dan T3. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan T3. Kadar air

tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu 71,25 % dan terendah terdapat pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%)

yaitu 60,69 %.

Penurunan kadar air terhadap jumlah campuran tepung dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah campuran tepung yang digunakan maka kadar air bakso daging sapi akan semakin menurun.

Penurunan ini disebabkan karena tepung berfungsi sebagai bahan pengikat yang dapat meningkatkan daya ikat air, dimana tepung akan mengikat air yang berada dalam matriks daging sehingga kadar air bakso semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Manullang et al (1995) yang menyatakan penurunan kadar air akibat mekanisme interaksi pati dan protein sehingga air tidak dapat diikat secara sempurna karena ikatan hidrogen yang seharusnya mengikat air telah dipakai untuk interaksi pati dan protein ikan. Dengan demikian semakin tinggi persentase tepung yang digunakan maka massa tepung di dalam bakso akan semakin besar dan kadar air bakso akan semakin menurun. Hal ini juga didukung oleh penelitian Fitrial et al (1999) yang menyatakan bahwa semakin besar


(47)

konsentrasi tapioka yang ditambahkan pada pembuatan gel ikan cucut maka tekstur gel ikan akan semakin keras dan semakin rendah persen kadar air dan air bebas yang dihasilkan. Makin tinggi konsentrasi tapioka yang ditambahkan, kadar air gel ikan cucut semakin menurun hal ini dikarenakan pati yang terkandung dalam tapioka menambah berat total dan bersifat menyerap air, sedangkan kandungan air di dalam daging giling tetap, akibatnya persentase kandungan air menurun.

Hubungan antara jumlah campuran tepung terhadap kadar air mengikuti garis linier seperti terlihat pada Gambar 2.

= -1.056T + 91.98 r = - 0.9839

50 55 60 65 70 75

15 20 25 30

Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) (%)

K

a

d

a

r

A

ir

(%

)

Gambar 2. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dengan Kadar Air Bakso Daging Sapi

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium nitrat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air


(48)

bakso daging sapi. Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium nitrat terhadap kadar air bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi

Jarak LSR Notasi

(p) 0.05 0.01

Perlakuan

(N) Rataan 0.05 0.01

- - - N0 67.17 a A

2 1.5033 2.0827 N1 66.68 a AB

3 1.5783 2.1826 N2 65.90 ab AB

4 1.6232 2.2475 N3 64.80 bc BC

5 1.6532 2.2875 N4 63.35 c C

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan N0 berbeda tidak nyata dengan N1 dan N2, berbeda sangat nyata dengan N3 dan N4. Perlakuan N1 berbeda tidak nyata dengan N2, berbeda nyata dengan N3, berbeda sangat nyata dengan N4. Perlakuan N2 berbeda tidak nyata dengan N3, berbeda sangat nyata dengan N4. Perlakuan N3 berbeda tidak nyata dengan N4. kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu sebesar 67,17 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat 400 ppm) yaitu sebesar 63,35 %.

Semakin tinggi konsentrasi natrium nitrat yang digunakan maka kadar air akan semakin menurun. Natrium nitrat dapat meningkatkan pH bahan dimana water holding capacity (WHC) meningkat sehingga terjadi penurunan kadar air. Hal ini sesuai dengan literatur Buckle et al (1987) yang menyatakan bahwa protein sarkoplasma dari otot sangat mudah rusak dalam suasana asam, dan cenderung untuk kehilangan WHC-nya pada pH di bawah 6,2. Penurunan kadar air terhadap konsentrasi natrium nitrat mengikuti garis regresi linier seperti terlihat pada Gambar 3.


(49)

= -0.0095N + 67.484 r = - 0.9619

60 62 64 66 68

0 100 200 300 400

Konsentrasi Natrium Nitrat (ppm)

K

a

d

a

r

A

ir

(%

)

Gambar 3. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Nitrat dengan Kadar Air Bakso Daging Sapi

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dan Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Air

Dari hasil analisi sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium nitrat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Lemak

Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi. Hasil uji LSR pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap kadar lemak bakso daging sapi seperti terlihat pada Tabel 13.


(50)

Tabel 13. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi

Jarak LSR Notasi

(p) 0.05 0.01

Perlakuan

(T) Rataan 0.05 0.01

- - - T1 4.46 a A

2 0.7632 1.0574 T2 2.70 b B

3 0.8013 1.1081 T3 2.16 b B

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan T2 dan T3. Perlakuan T2 berbeda tidak nyata dengan T3. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu sebesar 4,46% dan yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu 2,16 %.

Penurunan kadar lemak bakso daging sapi terhadap jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa dengan meningkatnya jumlah campuran tepung yang digunakan maka kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan akan semakin menurun. Penurunan ini dapat disebabkan kandungan lemak pada kedua jenis tepung yang sangat rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Departemen Kesehatan R.I (1996) yang menyatakan bahwa pada tepung tapioka terkandung 0,3g/100g bahan dan tepung sagu terkandung 0,2 g/100 g bahan. Dengan demikian semakin tinggi jumlah tepung yang digunakan maka jumlah daging yang digunakan akan semakin kecil sehingga kandungan lemak bakso yang dominan diperoleh dari daging akan semakin menurun.


(51)

Hubungan antara jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dengan kadar lemak mengikuti garis linier seperti terlihat pada gambar 4.

= -0.23T + 8.8567 r = - 0.9143

0 1 2 3 4 5

15 20 25 30

Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) (%)

K

a

d

a

r

L

e

m

a

k

(%

)

Gambar 4. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dengan Kadar Lemak Bakso Daging Sapi

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium nitrat berpengaruh nyata terhadap kadar lemak bakso daging sapi. Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium nitrat terhadap kadar lemak bakso daging sapi seperti terlihat pada Tabel 14.

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan N0 berbeda tidak nyata dengan N1, berbeda nyata dengan N2, berbeda sangat nyata dengan N3 dan N4. Perlakuan N1 berbeda tidak nyata dengan N2 dan N3, berbeda nyata dengan N4. Perlakuan N2 berbeda tidak nyata dengan N3 dan N4. Perlakuan N3 berbeda tidak nyata dengan N4. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi


(52)

natrium nitrat 0 ppm) yaitu sebesar 4,33 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat 400 ppm) yaitu 2,23 %.

Tabel 14. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi

Jarak LSR Notasi

(p) 0.05 0.01

Perlakuan

(N) Rataan 0.05 0.01

- - - N0 4.33 a A

2 0.9853 1.3650 N1 3.40 ab AB

3 1.0344 1.4305 N2 3.03 bc AB

4 1.0639 1.4731 N3 2.54 bc B

5 1.0835 1.4992 N4 2.23 c B

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Semakin tinggi konsentrasi natrium nitrat maka kadar lemak akan semakin rendah. Penurunan kadar lemak ini disebabkan karena natrium nitrat dapat meningkatkan pH bakso sehingga suasana basa yang terbentuk menyebabkan proses hidrolisa dan oksidasi lemak semakin cepat terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1997) yang menyatakan bahwa dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Selain itu lemak hewani juga cenderung mengalami ketengikan pada penyimpanan suhu beku, hal ini sesuai dengan pernyataan Harris and Karmas (1989) yang menyatakan bahwa pengawetan dengan suhu beku, ditinjau dari banyak segi merupakan cara pengawetan bahan pangan yang tidak merugikan. Suhu rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia dan enzim. Susut kadar vitamin akan minimum bila dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan mutu adalah akibat reaksi ketengikan lemak hewani.

Hubungan antara konsentrasi natrium nitrat terhadap kadar lemak bakso daging sapi mengikuti garis linear seperti terlihat pada Gambar 5.


(53)

= -0.0051N + 4.118 r = - 0.956

0 1 2 3 4 5

0 100 200 300 400

Konsentrasi Natrium Nitrat (ppm)

K

a

d

a

r

L

e

m

a

k

(%

)

Gambar 5. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Nitrat dengan Kadar Lemak Bakso Daging Sapi

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dan Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Lemak

Dari hasil analisi sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium nitrat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak bakso daging sapi sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Protein

Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi. Hasil uji LSR pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap kadar protein bakso daging sapi seperti terlihat pada Tabel 15.


(54)

Tabel 15. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi

Jarak LSR Notasi

(p) 0.05 0.01

Perlakuan

(T) Rataan 0.05 0.01

- - - T1 6.73 a A

2 0.4711 0.6526 T2 5.87 b B

3 0.4945 0.6839 T3 5.07 c C

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan T2 dan T3. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan T3. Kadar protein yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu 6,73 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu 5,07 %.

Hubungan antara jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap kadar protein mengikuti garis linier seperti terlihat pada Gambar 6.

= -0.166T + 10.04 r = - 0.9996

3 4 5 6 7

15 20 25 30

Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) (%)

K

a

d

a

r

P

ro

te

in

(

%

)

Gambar 6. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dengan Kadar Protein Bakso Daging Sapi


(55)

Semakin tinggi persentase campuran tepung tapioka dengan tepung sagu yang digunakan maka jumlah daging yang digunakan akan semakin sedikit, sehingga kadar protein akan semakin rendah juga karena daging merupakan sumber protein yang lebih dominan dibandingkan dari tepung.

Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Protein Bakso

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium nitrat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi. Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium nitrat terhadap kadar protein bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar

Jarak Notasi

Daging Sapi

Protein Bakso Daging Sapi

LSR 0.05 .01

an

Rataan

0.05 0.01 0

Perlaku

(p) (N)

- - - N0 5.21 c C

2 0.6 2 0.8425 BC

ABC

08 N1 5.53 c

3 0.6385 0.8829 N2 5.74 bc

4 0.6566 0.9092 N3 6.38 ab AB

5 0.6688 0.9254 N4 6.58 a A

Kete an: N uf eda men kkan berb a pada t f 5% (hur ecil)

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa perlakuan N0 berbeda tidak nyata dengan N1 dan N2, berbeda sangat nyata dengan N3 dan N4. Perlakuan N1 berbeda tidak nyata dengan N2, berbeda nyata dengan N3, berbeda sangat nyata dengan N4. Perlakuan N2 berbeda tidak nyata dengan N3, berbeda nyata dengan N4. Perlakuan N3 berbeda tidak nyata dengan N4. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan N4 (konsentrasi natrium nitrat 400 ppm) yaitu sebesar 6,58 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N0 (konsentrasi natrium nitrat 0 ppm) yaitu 5,21 %.

rang otasi hur yang berb unju eda nyat ara uf k


(56)

Hubungan antara konsentrasi natrium nitrat terhadap kadar protein mengikuti garis linier seperti terlihat pada Gambar 7.

= 0.0036N + 5.17 r = 0.9685

4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Konsentrasi Natrium Nitrat (ppm)

K

a

d

a

r

Pr

o

te

in

(%

)

Gambar 7. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Nitrat dengan Kadar Protein Bakso Daging Sapi

Terjadinya peningkatan kadar protein dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium nitrat yang digunakan maka kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan akan semakin meningkat juga.

Peningkatan ini terjadi karena fungsi natrium nitrat sebagai pengawet yang dapat mengikat air bebas pada bahan, sehingga kadar air bahan akan semakin menurun dan konsentrasi protein pada bahan akan semakin meningkat.

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dan Konsentrasi Natrium Nitrat terhadap Kadar Protein

Dari hasil analisi sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium nitrat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein bakso daging sapi sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.


(57)

Kadar Abu

Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi. Hasil uji LSR pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap kadar abu bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi

Jarak LSR Notasi

(p) 0.05 0.01

Perlakuan

(T) Rataan 0.05 0.01

- - - T1 1.08 a A

2 0.2617 0.3625 T2 0.92 a AB

3 0.2747 0.3799 T3 0.56 b B

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata dengan T2, berbeda sangat nyata dengan T3. Perlakuan T2 berbeda nyata dengan T3. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 20%) yaitu 1,08 % dan yang terendah pada perlakuan T3 (jumlah campuran tepung 30%) yaitu 0,56 %. Hubungan antara jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap kadar abu bakso daging sapi mengikuti garis linier seperti terlihat pada Gambar 8.

Semakin tinggi jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) yang digunakan maka kadar abu akan semakin menurun. Penurunan kadar abu yang terjadi disebabkan tepung memiliki kandungan mineral-mineral yang lebih rendah dibandingkan daging.


(1)

Lampiran 1.

Hasil Analisis Kadar Air (%) Ulangan Kombinasi

Perlakuan I II Total Rataan

T1N0 71.60 73.60 145.20 72.60

T1N1 71.00 73.00 144.00 72.00

T1N2 70.60 72.60 143.20 71.60

T1N3 69.40 71.40 140.80 70.40

T1N4 69.40 69.90 139.30 69.65

T2N0 65.80 67.00 132.80 66.40

T2N1 65.60 66.20 131.80 65.90

T2N2 64.40 65.60 130.00 65.00

T2N3 64.20 63.60 127.80 63.90

T2N4 62.40 63.20 125.60 62.80

T3N0 62.00 63.02 125.02 62.51

T3N1 61.50 62.80 124.30 62.15

T3N2 60.80 61.40 122.20 61.10

T3N3 59.40 60.80 120.20 60.10

T3N4 55.40 59.80 115.20 57.60

Total 973.50 993.92 1967.42 -

Rataan 64.90 66.26 - 65.58

Tabel Sidik Ragam Kadar Air

SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 14 626.3350 44.7382 29.8916 ** 2.43 3.56 T 2 566.4984 283.2492 189.2517 ** 3.06 4.89 Linier 1 557.3568 557.3568 372.3954 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 9.1416 9.1416 6.1079 * 4.54 8.68 N 4 56.5749 14.1437 9.4501 ** 3.68 6.36 Linier 1 54.4163 54.4163 36.3580 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 2.1568 2.1568 1.4411 tn 4.54 8.68 Kubik 1 0.0017 0.0017 0.0011 tn 4.54 8.68 Kuartik 1 0.0000 0.0000 0.0000 tn 4.54 8.68

T x N 8 3.2617 0.4077 0.2724 tn 2.64 4.00 Galat 15 22.4502 1.4967 - - -

Total 29 648.7852 - - - -

Keterangan ** : sangat nyata FK = 129024.72


(2)

Lampiran 2.

Hasil Analisis Kadar Lemak (%) Ulangan Kombinasi

Perlakuan I II Total Rataan

T1N0 5.00 7.60 12.60 6.30

T1N1 4.40 5.20 9.60 4.80

T1N2 3.90 5.10 9.00 4.50

T1N3 3.20 4.20 7.40 3.70

T1N4 2.60 3.40 6.00 3.00

T2N0 4.20 2.80 7.00 3.50

T2N1 3.60 2.20 5.80 2.90

T2N2 3.00 2.20 5.20 2.60

T2N3 2.36 2.27 4.63 2.32

T2N4 2.70 1.70 4.40 2.20

T3N0 3.80 2.60 6.40 3.20

T3N1 2.80 2.20 5.00 2.50

T3N2 2.40 1.60 4.00 2.00

T3N3 2.00 1.20 3.20 1.60

T3N4 1.70 1.30 3.00 1.50

Total 47.66 45.57 93.23 -

Rataan 3.18 3.04 - 3.11

Tabel Sidik Ragam Kadar Lemak

SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 14 47.4507 3.3893 5.27 ** 2.43 3.56 T 2 28.9063 14.4532 22.48 ** 3.06 4.89 Linier 1 26.4500 26.4500 41.14 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 2.4563 2.4563 3.82 tn 4.54 8.68 N 4 16.0911 4.0228 6.26 * 3.68 6.36 Linier 1 15.3723 15.3723 23.91 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 0.5456 0.5456 0.85 tn 4.54 8.68 Kubik 1 0.0851 0.0851 0.13 tn 4.54 8.68 Kuartik 1 0.0880 0.0880 0.14 tn 4.54 8.68

T x N 8 2.4533 0.3067 0.48 tn 2.64 4.00 Galat 15 9.6440 0.6429 - - -

Total 29 57.0947 - - - -

Keterangan ** : sangat nyata FK = 289.73

* : nyata KK = 25.80%


(3)

Lampiran 3.

Hasil Analisis Kadar Protein Ulangan Kombinasi

Perlakuan I II Total Rataan

T1N0 6.66 5.60 12.26 6.13

T1N1 6.68 6.32 13.00 6.50

T1N2 6.72 6.55 13.27 6.64

T1N3 7.02 7.12 14.14 7.07

T1N4 7.43 7.15 14.58 7.29

T2N0 4.92 5.17 10.09 5.05

T2N1 4.98 6.06 11.04 5.52

T2N2 5.27 6.22 11.49 5.75

T2N3 5.99 6.83 12.82 6.41

T2N4 6.22 7.02 13.24 6.62

T3N0 4.31 4.62 8.93 4.47

T3N1 4.41 4.73 9.14 4.57

T3N2 4.50 5.17 9.67 4.84

T3N3 6.10 5.21 11.31 5.66

T3N4 6.35 5.32 11.67 5.84

Total 87.56 89.09 176.65 -

Rataan 5.84 5.94 - 5.89

Tabel Sidik Ragam Kadar Protein

SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 14 21.91327 1.56523 6.39 ** 2.43 3.56 T 2 13.66825 6.83412 27.90 ** 3.06 4.89 Linier 1 13.66205 13.66205 55.78 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 0.00620 0.00620 0.03 tn 4.54 8.68 N 4 7.96403 1.99101 8.13 ** 3.68 6.36 Linier 1 7.71133 7.71133 31.48 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 0.01801 0.01801 0.07 tn 4.54 8.68 Kubik 1 0.06468 0.06468 0.26 tn 4.54 8.68 Kuartik 1 0.17001 0.17001 0.69 tn 4.54 8.68

T x N 8 0.28099 0.03512 0.14 tn 2.64 4.00 Galat 15 3.67395 0.24493 - - -

Total 29 25.58722 - - - -

Keterangan ** : sangat nyata FK = 1040.17


(4)

Lampiran 4.

Hasil Analisis Kadar Abu (%) Ulangan Kombinasi

Perlakuan I II Total Rataan

T1N0 0.76 0.73 1.49 0.75

T1N1 0.77 0.91 1.68 0.84

T1N2 0.89 1.18 2.07 1.04

T1N3 1.05 1.62 2.67 1.34

T1N4 1.12 1.75 2.87 1.44

T2N0 0.64 0.53 1.17 0.59

T2N1 0.78 0.60 1.38 0.69

T2N2 1.21 0.70 1.91 0.96

T2N3 1.34 0.81 2.15 1.08

T2N4 1.45 1.18 2.63 1.32

T3N0 0.48 0.32 0.80 0.40

T3N1 0.65 0.36 1.01 0.51

T3N2 0.78 0.37 1.15 0.58

T3N3 0.78 0.40 1.18 0.59

T3N4 1.02 0.42 1.44 0.72

Total 13.72 11.88 25.60 -

Rataan 0.91 0.79 - 0.85

Tabel Sidik Ragam Kadar Abu

SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 14 2.95597 0.21114 2.79 * 2.43 3.56 T 2 1.42691 0.71345 9.44 ** 3.06 4.89 Linier 1 1.35200 1.35200 17.89 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 0.07491 0.07491 0.99 tn 4.54 8.68 N 4 1.32417 0.33104 4.38 * 3.68 6.36 Linier 1 1.31720 1.31720 17.43 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 0.00263 0.00263 0.03 tn 4.54 8.68 Kubik 1 0.00241 0.00241 0.03 tn 4.54 8.68 Kuartik 1 0.00193 0.00193 0.03 tn 4.54 8.68

T x N 8 0.20489 0.02561 0.34 tn 2.64 4.00 Galat 15 1.13350 0.07557 - - -

Total 29 4.08947 - - - -

Keterangan ** : sangat nyata FK = 21.85

* : nyata KK = 32.21%


(5)

Lampiran 5.

Hasil Analisis Uji Organoleptik (skor) Ulangan Kombinasi

Perlakuan I II Total Rataan

T1N0 3.30 3.28 6.58 3.29

T1N1 3.42 3.40 6.82 3.41

T1N2 3.43 3.48 6.91 3.46

T1N3 3.52 3.49 7.01 3.51

T1N4 3.62 3.60 7.22 3.61

T2N0 3.25 3.25 6.50 3.25

T2N1 3.31 3.38 6.69 3.35

T2N2 3.49 3.50 6.99 3.50

T2N3 3.58 3.53 7.11 3.56

T2N4 3.62 3.60 7.22 3.61

T3N0 2.97 3.06 6.03 3.02

T3N1 3.39 3.15 6.54 3.27

T3N2 3.47 3.41 6.88 3.44

T3N3 3.50 3.46 6.96 3.48

T3N4 3.58 3.67 7.25 3.63

Total 51.45 51.26 102.71 -

Rataan 3.43 3.42 - 3.42

Tabel Sidik Ragam Uji Organoleptik (skor)

SK db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 14 0.77675 0.05548 18.19 ** 2.43 3.56 T 2 0.04993 0.02496 8.18 ** 3.06 4.89 Linier 1 0.03872 0.03872 12.70 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 0.01121 0.01121 3.67 tn 4.54 8.68 N 4 0.65945 0.16486 54.05 ** 3.68 6.36 Linier 1 0.63860 0.63860 209.38 ** 4.54 8.68 Kuadratik 1 0.01414 0.01414 4.64 * 4.54 8.68 Kubik 1 0.00451 0.00451 1.48 tn 4.54 8.68 Kuartik 1 0.00219 0.00219 0.72 tn 4.54 8.68

T x N 8 0.06737 0.00842 2.76 * 2.64 4.00 Galat 15 0.04575 0.00305 - - -

Total 29 0.82250 - - - -

Keterangan ** : sangat nyata FK = 351.64


(6)

Lampiran 6.

Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu

(perbandingan 2 : 1) (%)

Kadar Air (%)

Kadar Lemak (%)

Kadar Protein

(%)

Kadar Abu

(%)

T1 = 20

T2 = 25

T3 = 30

72,54 65,21 60,92

4,58 3,67 3,21

7,26 6,84 5,24

1,12 1,08 0,54