Evaluasi Pengendalian Banjir Sungai Padang

(1)

EVALUASI PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI PADANG TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil

ZULKARNAIN 06 0404 026 Disetujui Oleh:

Pembimbing

Ir. BOAS HUTAGALUNG, M.SC 194706 21198003 1 00

SUBJURUSAN TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Evaluasi Pengendalian Banjir Sungai Padang”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Boas Hutagalung M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT sebagai sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera utara.

4. Bapak Ir. Sufrizal M.Eng, Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc dan Ibu Emma P. Bangun ST, M.Eng, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(3)

6. Abang/Kakak pegawai Jurusan kak Lince, bang Zul, mas Bandi, bang Edi, bang Amin, bang Mail

7. Buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, Tasman dan Rosmini yang telah memberikan motivasi, semangat dan nasehat kepada saya, adik-adik saya Muhammad Harisetiawan dan Abdul Rozak. Terima kasih atas doa yang tidak bosannya yang diberikan kepada saya.

8. Buat Dewi Astuti Mandasari Siregar, yang banyak memberikan motivasi, nasehat dan membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Buat teman-teman seperjuangan angkatan 2006 Fauzi, Andi, Avril, Ibal, Alfi, Haikal, Anggi, Farqi, Asep, Rivan, Herry, Fahim, Ajir, Afif, Ghafar, Ucup, Tami, Radi, Atta, Khoir, Agung, Angga, Yudi ajo, Syawal, Royhan, Iky, Hanif, Tosek, Budi, Brother, Wynda, Didik, Diana, Any, Irin, Yovanka, Nurul, Ade, abang-abang dan kakak senior, serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan penulis dalam hal ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juli 2011

Penulis


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kondisi umum masalah banjir di kota Tebing Tinggi akibat seringnya air meluap di sungai Padang Kota Tebing Tinggi. Oleh karena itu dibuat salah satu solusi penanggulangan masalah banjir dengan mengevaluasi tinggi tanggul sungai Padang Tebing Tinggi. Diharapkan dengan perencanaan tinggi tanggul yang sesuai dengan debit banjir maksimum sungai Padang maka banjir yang selalu terjadi di kota Tebing Tinggi dapat diminimalisasi secara perlahan.

Di dalam studi kasus tentang permasalahan banjir sungai Padang Kota Tebing Tinggi ini diawali dengan pengumpulan data primer dan sekunder yang berkenaan dengan lokasi serta inventarisasi data curah hujan dan data kondisi eksisting sungai. Selanjutnya dilakukan analisa frekuensi curah hujan dan dilakukan perhitungan debit banjir rencana dengan metode Mean Annual Flood, melchior dan haspers.

Dari hasil analisa debit banjir rancangan, untuk merencanakan tanggul banjir digunakan debit banjir kala ulang 25 tahun dengan metode Mean Annual Flood Q25 = 335,792 m3/detik, sedangkan kombinasi metode Melchior-Log Pearson III Q25 = 450,197 m3/detik dan kombinasi metode Melchior-Haspers Q25 = 519,971 m3/detik, kombinasi metode Haspers-Log Pearson III Q25 = 1.280,405 m3/detik dan kombinasi Haspers-Haspers Q25 = 1.478,847 m3/detik. Hasil perhitungan dengan menggunakan standard step method menunjukkan bahwa terjadi penambahan elevasi muka air banjir yang sudah tidak mampu lagi untuk ditampung oleh sungai Padang.

Berdasarkan hasil analisa permasalahan di atas maka diperlukan penambahan tinggi tanggul supaya dapat menampung debit banjir maksimum sungai Padang. Sebagai langkah tambahan penulis juga menyarankan agar dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pemanfaatan tata guna lahan khususnya di bantaran sungai ataupun tanggul agar tidak dipakai dalam mendirikan bangunan ataupun kegiatan yang dapat merusak kelestarian sungai ataupun tanggul sungai Padang Tebing Tinggi.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR NOTASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Uraian Umum ... 1

I.2. Latar Belakang ... 2

I.3. Tujuan Penulisan ... 3

1.4. Batasan Masalah ... 3

I.5. Identifikasi Masalah ... 4

I.6. Metodologi Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

II.1. Siklus Hidrologi ... 6

II.2. Hujan ... 7

II.2.1. Pengertian Hujan ... 7

II.2.2. Durasi Hujan ... 8

II.2.3. Intensitas Curah Hujan ... 9

II.2.4. Waktu Konsentrasi ... 10


(6)

II.2.5.1. Curah Hujan Areal ... 11

A. Cara tinggi rata-rata ... 11

B. Cara polygon Thiessen ... 12

C. Cara Isohyet ... 13

II.2.5.2. Distribusi Frekuensi Curah Hujan ... 15

A. Distribusi Normal ... 15

B. Distribusi Log Normal ... 16

C. Distribusi Gumbel ... 16

D. Distribusi Log Person III ... 17

II.3. Analisa Debit Banjir ... 30

A. Metode Haspers ... 18

B. Metode Melchior ... 19

C. Metode Mean Annual Flood ( MAF )... 19

II.4. Perhitungan Profil Aliran ... 21

II.4.1. Metode Integrasi Grafis ... 21

II.4.2. Metode Tahapan Langsung ... 22

II.4.3. Metode Tahapan Standar ... 23

II.5. Tanggul ... 25

II.5.1. Perencanaan Struktural Tanggul ... 25

II.5.2. Pemeliharaan Tanggul dan Penanggulangan Banjir ... 26

II.5.3. Pengaruh Tanggul Terhadap Duga Muka Air Sungai ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

III.1. Lokasi Studi Penelitian ... 29


(7)

III.3. Perhitungan Curah Hujan Rencana ... 30

A. Parameter statistik sebaran normal ... 30

B. Parameter statistik sebaran logaritmatik ... 31

III.4. Analisa Debit Banjir ... 33

III.4.1 Metode Empiris ... 33

A. Metode Haspers ... 34

B. Metode Melchior ... 34

C. Metode Mean Annual Flood ( MAF ) ... 35

III.5 Perhitungan Tinggi Muka Air Rencana ... 36

III.6 Perencanaan Tanggul ... 38

III.6.1 Tinggi Tanggul ... 39

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN ... 40

IV.1. Analisa Data Curah Hujan ... 40

IV.1.1 Analisa Curah Hujan Metode Thiessen ... 44

IV.2. Penentuan Pola Distribusi Hujan ... 46

A. Parameter statistik sebaran normal ... 47

B. Parameter statistik sebaran logaritmatik ... 49

IV.3 Perhitungan Curah Hujan Rencana ... 52

IV.3.1. Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Log- Pearson Type III ... 52

IV. 3.1.1. Perhitungan Logaritma Hujan Rencana ... 53

IV.3.2. Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Haspers ... 54


(8)

IV.4.1. Perhitungan Debit Banjir Rencana Metode Haspers ... 58

A. Sungai Padang ... 58

B. Sungai Sibarau ... 61

C. Sungai Kelembah ... 65

D. Sungai Bahilang ... 68

IV.4.2. Perhitungan Debit Banjir Rencana Metode MAF ... 72

A. Sungai Padang ... 72

B. Sungai Sibarau ... 74

C. Sungai Kelembah ... 76

D. Sungai Bahilang ... 77

IV.4.3. Perhitungan Debit Banjir Rencana Metode Melchior ... 79

A. Sungai Padang ... 79

B. Sungai Sibarau ... 84

C. Sungai Kelembah ... 88

D. Sungai Bahilang ... 93

IV.5. Perhitungan Tinggi Elevasi Muka Air Banjir ... 100

IV.6 Perencanaan Tinggi Tanggul ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

V.1 Kesimpulan ... 110

V.2 Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Uraian Hal

2.1 Faktor Reduksi AFR 20

2.2 Grown Factor 20

3.1 Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran 32

3.2 Faktor Reduksi AFR 36

3.3 Grown Factor 36

4.1. Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Kebun Rambutan 41

4.2. Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Kebun Pabatu 42

4.3. Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Gunung Pamela 43

4.4. Luasan Poligon Thiessen 44

4.5. Curah Hujan Rata-rata Harian Maksimum Metode Poligon Thiessen 45

4.6. Urutan Peringkat Curah Hujan Harian Maksimum Rata-Rata

Metode Poligon Thiessen. 46

4.7. Parameter Statistik dengan Sebaran Normal 47

4.8. Parameter Statistik dengan Sebaran Logaritmatik 49

4.9. Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran 51


(10)

4.11. Nilai K Untuk Harga Cs = 0,084 53

4.12. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 2, 5, 10, 25 Tahun

Metode Log Pearson III 54

4.13. Standar Variabel () 55

4.14. Tabel Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Haspers 55

4.15. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 2, 5, 10, 25 Tahun

Metode Haspers 57

4.16. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 2, 5, 10, 25 Tahun

Metode Log Pearson III dan metode Haspers 57

4.17. Ringkasan debit banjir sungai Padang metode Haspers-Haspers 60

4.18. Ringkasan debit banjir sungai Padang metode Haspers-

Log Pearson III 61

4.19. Ringkasan debit banjir sungai Sibarau metode Haspers-Haspers 64

4.20. Ringkasan debit banjir sungai Sibarau metode Haspers

-Log Pearson III 65

4.21. Ringkasan debit banjir sungai Kelembah metode Haspers-Haspers 67

4.22. Ringkasan debit banjir sungai Kelembah metode Haspers

-Log Pearson III 68


(11)

4.24. Ringkasan debit banjir sungai Bahilang metode Haspers

-Log Pearson III 72

4.25. Data curah hujan maksimum rata-rata setiap stasiun 72

4.26. Grown Factor 74

4.27. Hubungan F dengan I1 80

4.28. Ringkasan debit banjir sungai metode MAF 98

4.29. Ringkasan debit banjir sungai metode Melchior - Log Pearson III 98 4.30 Ringkasan debit banjir sungai metode Melchior-Haspers 98 4.31. Ringkasan debit banjir sungai metode Haspers- Log Pearson III 99

4.32. Ringkasan debit banjir sungai metode Haspers-Haspers 99 4.33. Perbandingan debit banjir ( Q25 ) hasil evaluasi dengan

debit banjir master plan pengendalian banjir Kota Tebing Tinggi 99 4.34. Perhitungan Tinggi Energi (H1) dengan Metode Tahapan Standar 103

4.35. Tinggi Jagaan Standard Tanggul 105


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Uraian Hal

2.1 Siklus Hidrologi 7

2.2 DAS dengan tinggi rata-rata 12

2.3 DAS dengan perhitungan curah hujan poligon Thiessen 13

2.4 DAS dengan perhitungan curah hujan Isohyet 14

3.1 Peta Lokasi Studi 26

3.2 Perencanaan Tinggi Tanggul 35

4.1 Pembagian stasioning sungai Padang 95

4.2 Gambaran besar debit di setiap sungai 97


(13)

DAFTAR NOTASI

A = luas daerah pengaliran

B = lebar saluran

Ck = koefisien kurtosis

Cs = koefisien skewness

Cv = koefisien variansi

d = tinggi curah hujan rata – rata

F = luas elips

H = tinggi muka air rencana

Hd = tinggi tanggul rencana

Hf = tinggi jagaan

i = intensitas curah hujan

K = faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang

L = panjang sungai

P = keliling basah sungai

Qmax = debit banjir maksimum


(14)

Rt = curah hujan periode ulang

S = kemiringan sungai

Sf = kemiringan gesek

Sx = simpangan baku

tc = waktu konsentrasi

v = kecepatan aliran sungai

Xr = nilai rerata curah hujan

XT = besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang pada T tahun

y = kedalaman aliran

Z = tinggi muka air pada penampang melintang

 = koefisien pengaliran

β = koefisien reduksi


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kondisi umum masalah banjir di kota Tebing Tinggi akibat seringnya air meluap di sungai Padang Kota Tebing Tinggi. Oleh karena itu dibuat salah satu solusi penanggulangan masalah banjir dengan mengevaluasi tinggi tanggul sungai Padang Tebing Tinggi. Diharapkan dengan perencanaan tinggi tanggul yang sesuai dengan debit banjir maksimum sungai Padang maka banjir yang selalu terjadi di kota Tebing Tinggi dapat diminimalisasi secara perlahan.

Di dalam studi kasus tentang permasalahan banjir sungai Padang Kota Tebing Tinggi ini diawali dengan pengumpulan data primer dan sekunder yang berkenaan dengan lokasi serta inventarisasi data curah hujan dan data kondisi eksisting sungai. Selanjutnya dilakukan analisa frekuensi curah hujan dan dilakukan perhitungan debit banjir rencana dengan metode Mean Annual Flood, melchior dan haspers.

Dari hasil analisa debit banjir rancangan, untuk merencanakan tanggul banjir digunakan debit banjir kala ulang 25 tahun dengan metode Mean Annual Flood Q25 = 335,792 m3/detik, sedangkan kombinasi metode Melchior-Log Pearson III Q25 = 450,197 m3/detik dan kombinasi metode Melchior-Haspers Q25 = 519,971 m3/detik, kombinasi metode Haspers-Log Pearson III Q25 = 1.280,405 m3/detik dan kombinasi Haspers-Haspers Q25 = 1.478,847 m3/detik. Hasil perhitungan dengan menggunakan standard step method menunjukkan bahwa terjadi penambahan elevasi muka air banjir yang sudah tidak mampu lagi untuk ditampung oleh sungai Padang.

Berdasarkan hasil analisa permasalahan di atas maka diperlukan penambahan tinggi tanggul supaya dapat menampung debit banjir maksimum sungai Padang. Sebagai langkah tambahan penulis juga menyarankan agar dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pemanfaatan tata guna lahan khususnya di bantaran sungai ataupun tanggul agar tidak dipakai dalam mendirikan bangunan ataupun kegiatan yang dapat merusak kelestarian sungai ataupun tanggul sungai Padang Tebing Tinggi.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Uraian Umum

Banjir yang terjadi akhir-akhir ini sangat menarik sekali untuk dikaji secara mendalam guna mencari solusi penanggulangannya. Sedikitnya ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kejadian banjir; yakni faktor hujan, faktor perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Faktor kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai. Faktor hujan (tingkat kederasan, sebaran serta waktu turunnya) merupakan faktor yang sifatnya makro dan external yang sulit untuk diadakan perubahan oleh rekayasa manusia. Faktor perubahan tata guna lahan di DAS hubungannya dengan banjir nampaknya sudah dipahami oleh banyak khalayak, di mana semakin rusak suatu DAS (karena penebangan hutan, pembangunan pusat olah raga, pembangunan pemukiman besar-besaran, pembukaan areal untuk perkebunan dan lain-lain) maka semakin meningkat intensitas banjir di DAS tersebut. Sedang kesalahan perencanaan alur sungai merupakan faktor yang sangat dominan yang saat ini di tingkat internasional sangat intensif didiskusikan. Faktor ini diduga kuat merupakan penyebab banjir-banjir tahunan di berbagai negara.

Sungai-sungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini mengalami peningkatan pembangunan fisik yang relatif cepat. pembangunan fisik tersebut misalnya pembuatan sudetan-sudetan, pelurusan-pelurusan, pembuatan tanggul sisi, pembetonan/ pengerasan tebing baik pada sungai besar maupun kecil. Hal ini akan berakibat terjadinya percepatan aliran air menuju hilir. Sungai di bagian hilir akan


(17)

menanggung volume aliran air yang lebih besar dalam waktu yang lebih singkat dibanding sebelumnya.

Demikianlah faktor kesalahan pembangunan alur sungai, yang dapat menyebabkan terjadinya banjir selama ini, di samping faktor hujan dan perubahan tata guna lahan DAS yang telah disebutkan di atas. Agar kita dapat lebih waspada terhadap kemungkinan banjir di saat sekarang ini dan banjir yang akan terjadi puluhan tahun yang akan datang serta kerusakan lingkungan yang menyertainya, maka perlu perencanaan pembangunan alur sungai (beserta DAS-nya) secara inte-gral dengan mengambil pengalaman-pengalaman kesalahan perencanaan sungai di negeri-negeri maju, yang sekarang akibatnya telah dialami oleh mereka dan dapat dilihat dengan jelas. Jangan sampai pembangunan sungai yang sekarang ini justru memberikan pekerjaan yang lebih besar pada generasi yang akan datang untuk mengoreksinya.

I.2. Latar Belakang

Tebing Tinggi sebagai salah satu kota yang dilalui aliran sungai padang termasuk suatu wilayah yang rawan banjir. Masalah ini disebabkan karena sungai padang tidak mampu lagi menampung debit air yang mengalir di sungai padang. Hal ini tentu dapat mempengaruhi dan mengurangi tingkat kenyamanan masyarakat sekitar yang bermukim atau beraktifitas di dalam wilayah tersebut.

Adanya peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan gedung-gedung atau perumahan maka kebutuhan akan air semakin meningkat, sehingga diperlukan pengaturan yang baik dalam pendistribusian air tersebut. Kebutuhan


(18)

air yang semakin besar merupakan faktor utama meningkatnya debit pembuangan air.

Dalam perencanaan tanggul banyak dijumpai kesalahan perencanaan tinggi tanggul yang mengakibatkan sungai yang direncanakan tidak dapat menampung debit puncak air banjir dari sungai tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena adanya salah perhitungan besar debit puncak banjir maksimum dan data curah hujan serta diabaikannya faktor-faktor koefisien perhitungan kemungkinan akan berkembangnya lokasi pemukiman atau wilayah yang direncanakan.

I.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan utama penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk merencanakan tinggi tanggul banjir akibat pengaruh debit banjir maksimum sungai padang Tebing Tinggi.

2. Untuk mengevaluasi tinggi tanggul sungai padang Tebing Tinggi apakah masih layak atau tidak layak lagi dipergunakan.

1.4. Batasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil pembahasan yang maksimal maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Sesuai dengan tujuan dari penulisan tugas akhir ini maka batasan masalah dapat diuraikan sebagai berikut:


(19)

1. Upaya pengendalian banjir dilakukan dengan menganalisa tinggi tanggul sungai Padang Tebing Tinggi yang direncanakan akibat pengaruh debit banjir maksimum sungai padang.

2. Tanggul banjir yang direncanakan adalah tanggul yang dapat mengendalikan debit banjir 25 tahunan.

3. Curah hujan yang diambil pada penelitian ini adalah curah hujan maksimum harian selama 10 tahun.

I.5. Identifikasi Masalah

1. Berapa debit banjir maksimum yang terjadi akibat curah hujan maksimum Sungai Padang Tebing Tinggi.

2. Bagaimana pengaruh debit banjir terhadap tanggul banjir.

3. Apakah tanggul banjir sungai Padang Tebing Tinggi masih mampu mengendalikan banjir serta bagaimana disain tanggul banjir yang tepat agar dapat mengendalikan banjir akibat debit banjir maksimum sungai Padang.

I.6. Metodologi Penulisan Bab I. Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi uraian umum, latar belakang, tujuan dan manfaat, pembatasan masalah, identifikasai masalah dan sistematika penulisan.


(20)

Bab II. Tinjauan Kepustakaan

Bab ini menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan penelitian agar dapat memberikan gambar model dan metode analisis yang akan digunakan dalam menganalisa masalah.

Bab III. Metodologi Penelitian

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan, rencana kerja dari penelitian ini dan mendeskripsikan lokasi penelitian.

Bab IV. Analisis Pembahasan

Bab ini menguraikan tentang analisa perhitungan debit banjir rancangan dengan menggunakan beberapa metode sehingga dapat diperkirakan tinggi muka air banjirnya dan bagaimana pengaruh debit banjir kala ulang 25 tahunan terhadap tinggi tanggul serta merencanakan tinggi tanggul sungai padang sesuai dengan kebutuhan.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini Merupakan kumpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil penelitian di lapangan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Siklus Hidrologi

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak manfaatnya bagi kebutuhan manusia. Air yang terdapat di alam ini dalam bentuk cair, tetapi dapat berubah dalam bentuk padat/es, salju dan uap yang terkumpul di atmosfer. Air juga tidaklah statis tetapi selalu mengalami perpindahan. Air menguap dari laut, danau, sungai, tanah dan tumbuh-tumbuhan akibat panas matahari. Kemudian akibat proses alam air yang dalam bentuk uap berubah menjadi hujan, yang kemudian sebagian menyusup ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian menguap (evaporasi) dan sebagian lagi mengalir di atas permukaan tanah (run off). Air permukaan ini mengalir ke dalam sungai, danau, kemudian mengalir ke laut, kemudian dari tempat itu menguap lagi dan seterusnya berputar yang disebut siklus hidrologi (Soemarto 1995)

Siklus air (siklus hidrologi) adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air dari saat ia jatuh ke bumi (hujan) hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh kembali ke bumi yang merupakan konsep dasar keseimbangan air secara global dan menunjukkan semua hal yang berhubungan dengan air. Prosesnya sendiri berlangsung mulai dari tahap awal terjadinya proses penguapan (evaporasi) secara vertikal dan di udara mengalami pengembunan (evapotranspirasi), lalu terjadi hujan akibat berat air atau salju yang ada di gumpalan awan. Lalu air hujan jatuh keatas permukaan tanah yang mengalir melaui akar tanaman dan ada yang langsung masuk ke pori-pori tanah. Dan


(22)

didalam tanah terbentuklah jaringan air tanah (run off) yang juga mengalami transpirasi dengan butir tanah. Sehingga dengan air yang berlebih tanah menjadi jenuh air sehingga terbentuklah genangan air (Arsyad, 1985)

Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

II.2. Hujan

II.2.1. Pengertian Hujan

Hujan merupakan suatu peristiwa siklus hidrologi yang terjadi tidak merata di semua tempat, ada tempat yang mempunyai curah hujan yang tinggi dan ada tempat yang mempunyai curah hujan yang rendah. Tinggi rendahnya curah hujan tersebut disebabkan oleh letak suatu daerah dan iklim setempat, serta kebasahan udara (uap). Pada umumnya di lereng gunung curah hujan lebih besar dibandingkan di daratan (Soetedjo, 1970).


(23)

Terjadinya hujan disebabkan penguapan air, terutama air dari permukaan laut yang naik ke atmosfer, mendingin dan kemudian menyuling dan jatuh sebagian di atas laut dan sebagian ai atas daratan, sebagian meresap ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian di tahan tumbuh-tumbuhan (intersepsi), sebagian menguap kembali (evaporasi) dan sebagian menjadi lembab. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian menguap melalui pori-pori di dalam tanah (evapotranspirasi) dan demikian pula air yang ditahan tumbuh-tumbuhan sebagian menguap(transpirasi), Air hujan yang menguap, yang meresap ke dalam tanah, yang ditahan tumbuh-tumbuhan dan transpirasi tidak ikut menjadi aliran air di dalam sungai dan disebut air hilang.

Menurut Sosrodarsono (1985), hujan yang terbanyak adalah di daerah khatulistiwa antara 50 sampai dengan 100 sebelah utara dan selatan equator. Analisis hidrologi dimaksud untuk memprediksikan keberadaan sumber air pada area penelitian dengan menggunakan persamaan-persamaan empiris yang memperhitungkan parameter-parameter alam yang mempengaruhinya. Dimana analisis hidrologi ini ditujukan untuk memberikan estimasi mengenai besaran kebutuhan dan ketersediaan air pada lokasi penelitian yang diperlukan dalam perencanaan lebih lanjut, secara keseluruhan hasil analisis tersebut adalah merupakan data awal yang sangat diperlukan dalam pengembangan selanjutnya.

II.2.2. Durasi Hujan

Durasi hujan adalah lamanya kejadian hujan yang diperoleh dari hasil pencatatan alat ukur hujan otomatis (dalam menitan, jam-jaman ataupun harian). Dalam perencanaan drainase, durasi hujan sering diakitkan dengan waktu


(24)

konsentrasi, khusunya pada drainase permukaan diperlukan durasi relatif pendek, mengingat akan toleransi lamanya genangan.

II.2.3. Intensitas Curah Hujan

Jika kita diminta untuk menyiapkan perencanaan teknik bangunan air, pertama-tama yang harus kita tentukan adalah berapa debit yang harus diperhitungkan dimana besarnya debit rencana ditentukan oleh intensitas curah hujan. Intensiatas curah hujan adalah jumlah hujan dalam tiao satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam milimeter per jam. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda, tergantung dengan lamanya curah hujan dan frekuensi kejadian. Pada umumnya semakin besar durasi hujan t, intensitas hujannya semakin kecil. Jika tidak ada waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau karena disebabkan tidak adanya alat untuk mngamati, maka dapat ditempuh cara empiris dengan menggunakan rumus-rumus berikut ini:

- Talbot (1881)

=

+ ... (2-1)

- Sherman (1905)

=

... (2-2)

- Inshiguro

=


(25)

- Mononobe

=

24 24

24 2 3

... (2-4)

dimana:

i = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = waktu (durasi) curah hujan, menit untuk persamaan 1), 2), dan (2-3), dan jam untuk persamaan (2-4)

a,b = konstanta

d24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

II.2.4. Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik yang paling jauh pada aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

- Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju aluran drainase.

- Conduit time (td) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di

sepanjang saluran drainase sampai ke titik kontrol yang diperlukan.

Waktu konsentrasi (tc) dapat dihitung dengan rumus berikut:


(26)

II.2.5. Analisa Data Curah hujan

Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian meramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu.

II.2.5.1. Curah Hujan Areal

Ada tiga macam cara yang berbeda dalam menetukan tinggi curah hujan pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos pencatat curah hujan atau AWLR (Automatic Water Level Recorder), antara lain:

A. Cara Tinggi Rata-Rata (Arithmatic Mean)

Cara mencari tinggi rata-rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran dengan cara arithmatic mean merupakan salah satu cara yang sangat sederhana. Biasanya cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah hujannya, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah sama rata (uniform distribution). Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata pengukuran hujan di pos penakar hujan di dalam areal tersebut. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

=

1+ 2+ 3+ …+

=

=1 1 ... (2-6)

Dimana:

d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)


(27)

n = banyaknya stasiun penakar hujan

Gambar 2.2 DAS dengan tinggi rata-rata

B. Cara Poligon Thiessen

Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang dicari tinggi curah hujannya. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:


(28)

Dimana:

A = Luas areal (km2)

d = Tinggi curah hujan rata-rata areal

d1, d2, d3,...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n

A1, A2, A3,...An = Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n

Gambar 2.3 DAS dengan perhitungan curah hujan poligon Thiessen.

C. Cara Isohyet

Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada gambar. Kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur dan harga rata-ratanya dihitung


(29)

sebagai harga rata-rata berimbang dari nilai kontur seperti terlihat pada rumus berikut ini:

=

0+ 1

2

1+ 2

2 +⋯ − 1+ 2 1+ 2+...

=

−1+ 2

... (2-8)

Dimana:

A = Luas areal (km2)

D = Tinggi curah hujan rata-rata areal

d0, d1, d2,...dn = Tinggi curah hujan di pos 0, 1, 2,...n

A1, A2, A3,...An = Luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet yang

bersangkutan


(30)

II.2.5.2. Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Untuk menganalisis probabilitas banjir biasanya dipakai beberapa macam distribusi frekuensi curah hujan antara lain yaitu:

A. Normal

B. Log Normal

C. Gumbel

D. Log Pearson Type III

A. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

XT = X + k.Sx ... (2-9)

Dimana:

XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah

hujan rencana untuk periode ulang T tahun.

X : Harga rata–rata dari data n

X n 1

i

 K : Variabel reduksi

Sx : Standard Deviasi

1 n

X X

n 1

i n

1 2 i

 


(31)

B. Distribusi Log Normal

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = Log X + k.Sx Log X ... (2-10)

Dimana:

Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah

hujan rancangan untuk periode ulang T tahun.

Log X : Harga rata – rata dari data

n ) (X log n 1

i

SxLog X : Standard Deviasi

1 n

) X Log (LogX

n 1

i n

1

2 i

 

K : Variabel reduksi

C. Distribusi Gumbel

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut:

XT = X + K.Sx ... (2-11)

Dimana:

XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya

curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun).

X : Harga rata – rata dari data n

X n 1

i


(32)

Sx : Standard Deviasi 1 n X X n 1 i n 1 2 i   

K : Variabel reduksi.

Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga:

K n n T S Y Y 

 ... (2-12) Dimana:

YT : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T

Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)

Sn : Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N

D. Distribusi Log Person III

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person Type III, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = LogX + Ktr. S1 ... (2-13)

Dimana:

Log XT : Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rancangan untuk periode ulang T tahun.

Log X : Harga rata – rata dari data, LogX

n X Log n 1 i i

S1 : Standard Deviasi, S1 =

1 n X Log X Log n 1 i 2 i  


(33)

Ktr : Koefisien frekuensi, didapat berdasarkan hubungan nilai Cs

dengan periode ulang T.

3 i n 1 i 3 i S . ) 2 n ( ) 1 n ( X Log X Log . n Cs    

II.3. Analisa Debit Banjir

Adapun beberapa metode yang digunakan dalam perhitungan debit banjir rencana antara lain yaitu:

A. Metode Haspers

Keterkaitan parameter alam yang diperhitungkan dalam metode ini

dinyatakan dalam bentuk persamaan dasar seperti berikut:

QT = α.β .q.A. Rn ... (2-14)

=

1+0,012

0,7

1+0,075 0,7 ... (2-15) 1

= 1 + +3,7×102 −0,4 +15 ×

0,75

12 ... (2-16)

dimana:

QT = Debit banjir rencana dengan kata ulang T tahun (m2/det) α = Koefisien Pengaliran

β = Koefisien Reduksi

q = Intensitas curah hujan (m3/Km2/det) A = Luas Daerah Aliran Sungai (Km2) t = Waktu konsentrasi (jam)


(34)

B. Metode Melchior

Besarnya debit banjir maksimum dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

Qmax = α . β . rT . A ... (2-17)

dimana:

Qmax = Debit banjir maksimum (m3/detik)

α = Koefisien pengaliran untuk masing-masing periode ulang tertentu β = Koefisien Reduksi

rT = hujan rancangan (mm)

A = Luas DAS/ Catchment area (km2)

Koefisien aliran (α) berkisar antara 0,42 – 0,62 dan Melchior menganjurkan untuk

memakai α = 0,52.

Koefisien reduksi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

= 1970

−0,12−3960 + 1720. ... (2-18)

C. Metode Mean Annual Flood ( MAF )

Dalam metode ini digunakan rumus:

= . × ... (2-19)

= 8 × 10−6× �× 2,445× 0,117 × 1 + 0,85...(2-20) Dimana:

= Debit banjir dengan periode T tahun = Grown factor

MAF = Mean Annual Flood (Debit Banjir Tahunan Rata-rata) AREA = Daerah Aliran Sungai


(35)

V = 1,02 – 0,0275 Log AREA

APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan = PBAR x ARF

PBAR = Hujan terpusat maksimum rata-rata tahunan selama 24 jam

ARF = Faktor reduksi

SIMS = Indeks kemiringan

LAKE = Indeks danau,jika tidak terdapat danau maka diambil nol Tabel 2.1 Faktor reduksi AFR

Sumber: http://www.scribd.com/doc/53661489/TUGAS-IRIGASI-boyolali

Tabel 2.2 Grown Factor (GF)

Sumber: http://www.scribd.com/doc/53661489/TUGAS-IRIGASI-boyolali

Harga PBAR dihitung dengan cara aljabar rata-rata yaitu:

R = 1/n ( R1 + R2 + R3 + ... + Rn ) ... (2-21)

Dimana:

R = Hujan maksimum rata-rata

R1, R2, R3,...Rn = Hujan maksimum rata-rata di stasiun 1,2,3,...,n


(36)

II.4. Perhitungan Profil Aliran

Perhitungan profil aliran berubah lambat laun pada dasarnya meliputi penyelesaian persamaan dinamis dari aliran berubah lambat laun. Sasaran utama dari perhitungan ini adalah menentukan bentuk propil aliran. Bila digolongkan secara umum, ada tiga metode perhitungan, yaitu metode integrasi grafis, metode integrasi langsung dan metode tahapan stándar.

II.4.1. Metode Integrasi Grafis

Dasar metode ini ialah mengintegrasikan persamaan dinamis dari aliran berubah lambat laun secara grafis. Dipilih dua penampang saluran dengan jarak turut x1 dan x2 terhadap suatu titik awal dan dengan kedalaman berturut-turut y1 dan y2. Jarak dalam arah dasar saluran adalah:

=

2

1

=

2

1

=

2

1 ... (2-22)

Ambil beberapa nilai y dan hitung nilai dx/dy yang berkebalikan dengan suku kanan persamaan aliran berubah lambat laun, Dari persamaan kemudian buatlah lengkung y terhadap dy/dx . Jelas bahwa nilai x sama dengan luas daerah yang diarsir yang terbentuk oleh lengkung, sumbu y dan ordinat dy/dx sesuai dengan y1

dan y2. Luas ini dapat dihitung dan ditentukan pula nilai x nya. Metode ini sangat

luas pemakaiannya. Dapat dipakai untuk aliran dalam saluran prismatik maupun tak prismatik dengan berbagai bentuk dan kemiringan. Prosedurnya tidak berbelit-belit dan mudah diikuti namun, dapat juga menjadi berlarut-larut bila diterangkan untuk persoalan yang sesungguhnya.


(37)

II.4.2. Metode Tahapan Langsung

Secara umum metode tahapan dinyatakan dengan membagi saluran menjadi bagian-bagian saluran yang pendek, lalu menghitung secara bertahap dari satu ujung ke ujung saluran lainnya. Ada berbagai jenis metode tahapan ini. Beberapa metode tampaknya lebih baik dari pada yang lainnya ditinjau dari segi tertentu, tetapi belum ada satu metode yang dianggap paling baik untuk dipakai dalam setiap masalah. Metode tahapan langsung merupakan metode sederhana yang dapat dipakai untuk saluran prismatik.

0∆ + 1+ 1�1

2

2. = 2 + 2 �22

2. + ∆ ... (2-23)

cari

x,

=

2− 1 0−

=

0−

... (2-24)

Dengan E, energi spesifik, atau anggap

1 = 2 =

= + �2

2. ... (2-25)

Pada persmanaan di atas, y adalah kedalaman aliran; v kecepatan rata-rata; α koefisien energi; S0 kemiringan dasar dan Sf kemiringan gesek. Nilai rata-rata Sf diberi tanda Sf. Bila dipakai rumus Manning, kemiringan gesek dinyatakan sebagai berikut:


(38)

=

22 2,22

4 3

... (2-26)

Perhatikan bahwa baik metode tahapan langsung maupun tahapan standar yang akan diuraikan, langkah-langkah perhitungan dilakukan ke arah hulu bila alirannya subkritis dan ke arah hilir bila alirannya superkritis. Langkah perhitungan yang arahnya salah cenderung menghasilkan data yang berbeda dengan profil aliran sesungguhnya.

II.4.3. Metode Tahapan Standar

Metode ini juga dapat dipakai untuk saluran tak prismatik. Pada saluran tak prismatik, unsur hidrolik tergantung pada jarak di sepanjang saluran. Pada saluran alam, biasanya perlu dilakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk setiap penampang yang perlu dihitung. Perhitungan dihitung dengan tahap demi tahap dari suatu pos pengamat ke pos berikutnya yang sifat-sifat hidroliknya telah ditetapkan. Dalam hal ini jarak setiap pos diketahui dan dilakukan penetuan kedalaman aliran di tiap pos. Cara semacam ini biasanya dibuat berdasarkan perhitungan coba-coba. Untuk menjelasakan cara ini dianggap bahwa permukaan air terletak pada suatu ketinggian dari bidang mendatar

1 = 0∆ + 1+ 2 ... (2-27)

2 = 2+ 2

... (2-28)

Kehilangan tekanan akibat gesekan adalah


(39)

Dengan kemiringan gesekan Sf diambil sebagai kemiringan rata-rata pada kedua ujung penampang atau f

Masukkan besaran di atas, maka dapat ditulis sebagai berikut:

1

+

1

�12

2.

=

2

+

2

�22

2.

+

+

... (2-30)

dengan he ditambahkan untuk kehilangan tekanan akibat pusaran, yang cukup besar pada saluran tak prismatik. Sampai kini belum ada metode rasional untuk menghitung kehilangan tekanan akibat pusaran. Kehilangan ini terutama tergantung pada perubahan tinggi kecepatan dan dapat dinyatakan sebagai bagian dari padanya, atau �(∆ .�2/2. ) dengan k suatu koefisien. Untuk bagian saluran yang lambat laun melebar atau menyempit, berturut-turut k = 0 sampai 0,1 dan 0,2. Untuk pelebaran atau penyempitan tiba-tiba, nilai k sekitar 0,5. Untuk saluran prismatik yang umum kehilangan tekanan akibat pusaran praktis tidak ada, atau k = 0. Untuk mempermudah perhitungan kadang-kadang he dianggap sebagai bagian dari kehilangan tekanan akibat gesekan dan nilai n Manning akan meningkat pula dalam menghitung hf. Lalu dalam perhitungan he diambil nol. Maka,

1 = 2+ + ... (2-31)

Inilah persamaan dasar yang merupakan dasar urutan metode tahapan standar. Metode tahapan standar akan memberikan hasil yang terbaik bila dipakai menghitung saluran alam.


(40)

II.5. Tanggul

Sebuah banjir merupakan hasil dari limpasan yang berasal dari curah hujan atau cairnya salju dalam jumlah yang terlalu besar untuk dapat ditampung dan dialirkan melalui sungai atau saluran. Manusia hanya dapat berbuat sedikit saja untuk mencegah banjir besar, tetapi mungkin dapat mengecilkan kerugian.

Salah satu cara yang paling tua dan dipakai secara luas untuk melindungi lahan dari air banjir adalah pendirian suatu penghalang untuk mencegah luapan atau biasa disebut tanggul banjir. Pada dasarnya tanggul adalah bendungan memanjang yang didirikan kira-kira sejajar sungai dan tidak melintang pada alurnya.

II.5.1. Perencanaan Struktural Tanggul

Tanggul paling sering dipergunakan untuk pengurangan banjir karena dapat dibangun dengan biaya yang relatif murah dan bahan-bahannya tersedia di tempat yang bersangkutan. Tanggul biasanya dibangun dengan bahan-bahan yang digali dari lubang asal (borrow pit) yang sejajar dengan garis tanggul. Bahan-bahan tersebut haruslah diletakkan berlapis-lapis dan diapadatkan, dengan Bahan-bahan yang paling kedap air terletak di bagian tanggul yang dekat sungai. Biasanya tidak terdapat bahan yang cocok untuk inti, sehingga kebanyakan tanggul merupakan timbunan yang homogen.

Penampang melintang tanggul haruslah disesuaikan dengan letak dan bahan timbunan yang tersedia. Lebar mercu tanggul biasanya ditetapkan berdasarkan rencana penggunaannya, dengan lebar minimum kira-kira 10 ft (3 m) untuk memungkinkan pemindahan alat-alat pemeliharaan. Lereng tebing biasanya


(41)

sangat datar karena bahan bangunan yang relatif jelek. Lereng-lereng ini haruslah dilindungi terhadap erosi dengan cara penanaman rumput, semak-semak dan pohon-pohon atau dengan menggunakan riprap (hamparan kerakal). Demi keindahan, tanggul dapat juga dibuat lebih datar daripada yang diperlukan untuk kestabilan. Hal ini akan membuat kurang menyoloknya bentuk tanggul dan bila berdekatan dengan suatu taman akan mempermudah orang untuk menyeberangi tanggul tersebut untuk menuju ke tepi sungai. Walaupun suatu tanggul tidak jebol selama terjadinya suatu banjir, tinggi air berkepanjangan dapat menaikkan garis kejenuhan hingga titik dimana rembesan yang menembus tanggul mengakibatkan genangan dangkal yang luas di daerah yang dilindungi. Bila rembesan mengancam meningkat menjadi masalah yang berat, suatu sayatan pancang pelat baja dapat dipergunakan. Karena datarnya lereng-lereng tanggul, maka tanggul yang cukup tinggi akan membutuhkan tapak yang lebar. Harga pembebasan lahan untuk tanggul mungkin wajar di daerah pedesaan, tetapi di kota-kota besar seringkali sulit untuk mendapatkan lahan yang cukup untuk tanggul tanah. Dalam hal ini maka tembok banjir beton dapat merupakan pemecahan yang dapat dipilih. Tembok banjir haruslah direncanakan untuk dapat menahan tekanan hidrostatis (termasuk gaya angkat ke atas) yang dibebankan oleh air pada tingkat banjir rencana. Bila tembok tersebut bertumpu pada timbunan tanah, maka harus pula bertindak sebagai tembok penahan terhadap tekanan tanah pada waktu permukaan air rendah.


(42)

II.5.2. Pemeliharaan Tanggul dan Penanggulangan Banjir

Keadaan pondasi dan bahan bangunan untuk tanggul jarang sepenuhnya memuaskan, bahkan dengan teknik konstruksi yang terbaikpun akan selalu ada bahaya kegagalan. Tergerusnya tebing sungai dapat mengakibatkan putusnya kaki tanggul pada sisi sungai. Rembesan melalui bahan pondasi pada waktu air di sungai sedang tinggi dapat menyebabkan terjadinya pusaran pasir, sehingga pemindahan bahan-bahan pondasi dengan cara piping melalui pusaran tersebut dapat membentuk sebuah alur yang akan runtuh karena berat tanggul. Penanggulangan banjir (flood fighting) adalah istilah yang dikenakan pada usaha-usaha yang diperlukan selama terjadinya banjir untuk memelihara tetap efektifnya suatu tanggul. Pusaran pasir sebenarnya adalah suatu sumber artesis dalam akifer di bawah tanggul, dengan kecepatan yang cukup untuk menggerakkan bahan-bahan pondasi. Pusaran pasir diatasi dengan sebuah cincin dari kantong-kantong pasir untuk membuat sebuah kolam yang akan mengakibatkan tekanan balik yang cukup untuk mengurangi tinggi energi bersih hingga suatu besaran dimana kecepatan aliran menjadi terlalu kecil untuk dapat menggerakkan tanah. Penggerusan tebing dapat berlangsung terus menerus tanpa diketahui di bawah air banjir, tetapi dapat diketahui, dapat dikendalikam dengan menceburkan batu-batu, kantong pasir, cerucuk kayu atau bahan-bahan lainnya ke dalam daerah gerusan. Bila air sungai naik, tempat-tempat yang rendah pada tanggul akan menjadi daerah yang terancam, maka daerah yang rendah ini harus dipertinggi. Suatu tanggul dapat dinaikkan (0,3 hingga 0,6 m) dengan karung-karung yang diisi tanah. Bila peninggian lebih lanjut masih diperlukan, maka sebuah dinding kayu yang ditunjang oleh tanah atau kantong-kantong pasir dapat digunakan.


(43)

II.5.3. Pengaruh Tanggul Terhadap Duga Muka Air Sungai

Tanggul membatasi lebar alur dengan mencegah terjadinya aliran pada dataran banjir dan hal ini mengakibatkan naiknya duga muka air pada penggal sungai yang ditanggul. Perbaikan alur sungai yang biasanya menyertai pembangunan tanggul, akan menaikkan kecepatan sehingga dapat mengimbangi sebagian atau seluruh kenaikan duga muka air tersebut. Di hilir daerah yang bertanggul, aliran puncak akan meningkat karena berkurangnya tampungan alur akibat naiknya kecepatan aliran. Kenaikkan duga muka air akibat pembangunan tanggul kadang-kadang memberikan akibat-akibat yang tidak menguntungkan. Suatu daerah yang diamankan oleh tanggul dapat berada dalam bahaya dan mungkin tergenang karena tanggul-tanggul baru yang dibangun di dekatnya.

Pelanggaran terhadap batas dataran banjir yang berlebihan akan menimbulkan daur duga muka air yang lebih tinggi yang akan mengakibatkan kegagalan tanggul serta penanggulangan banjir yang meluas yang dapat menghapuskan keuntungan ekonomis dari perlindungan terhadap lahan dataran banjir yang lebih luas.


(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Lokasi Studi Penelitian

Tugas akhir ini menganalisa pengendalian Banjir sungai Padang di Kota madya Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara. Daerah aliran sungai Padang mempunyai letak geografis 30°9'3" sampai 30°4'50" Lintang Utara dan 99°4'1" sampai 99°0'0" Bujur Timur, dengan luas daerah aliran sungai 515,744 km2 dan panjang sungai DAS Padang 58,25 km.


(45)

III.2. Inventarisasi Data Stasiun Curah Hujan

a. Jumlah minimum stasiun pencatat curah hujan diambil minimum 3 (tiga) stasiun curah hujan yang disyaratkan dalam peramalan banjir sungai tergantung pada luas daerah aliran sungai (DAS).

b. Umur pencatat curah hujan minimum 10 tahun dengan catatan bahwa data yang hilang (tidak tercatat) selama jangka waktu pengamatan tidak terlalu banyak.

c. Mengadakan pengamatan langsung di lapangan tentang keadaan Sungai dan sistem tanggul banjir yang mempengaruhi terjadinya genangan yang lama.

III.3. Perhitungan Curah Hujan Rencana

Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulang/return periode (analisa frekuensi) maka dicari parameter statistik dari data curah hujan wilayah baik secara normal maupun secara logaritmik.

A. Parameter statistik sebaran normal

Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik sebaran normal antara lain:

Curah hujan rata-rata:

=

... (3-1)

Simpangan baku: 2

1 2 )

( ) 1

(N X X

N

Sx 

... (3-2) Koefisien variasi:

Cv =

X Sx


(46)

Koefisien skewness: 3 3 ) )( 2 )( 1 ( ) ( Sx n n x R n Cs     

... (3-4)

Koefisin kurtosis:

4 4 2 ) )( 3 )( 2 )( 1 ( ) ( Sx n n n x R n Ck     

 ... (3-5)

B. Parameter statistik sebaran logaritmatik

Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dengan sebaran logaritmatik antara lain:

Logaritma rata-rata :

log

=

log

... (3-6)

Simpangan baku : ( 2 1)2

) 1

(N LogX LogX

N

SxLogXr 

.... (3-7)

Kofisien Variansi :

Cv =

X Log SxLogX

... (3-8)

Koefisien Skewness :

3 3 ) )( 2 )( 1 ( ) ( SxLogX n n x Log LogX n Cs   

 ... (3-9)

Koefisin kurtosis :

4 4 2 ) )( 3 )( 2 )( 1 ( ) ( SxLogX n n n x Log LogX n Ck     

 (3-10)

Untuk memperkirakan besar curah hujan dengan berbagai periode ulang maka dilakukan analisa frekuensi terhadap data curah hujan. Ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam mengestimasi besar curah hujan untuk berbagai periode ulang yaitu: Metode Distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, Log Person dan Log-Person Type III.


(47)

Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka parameter statistik data curah hujan wilayah diperiksa terhadap beberapa jenis sebaran sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran

NO Jenis Sebaran Syarat

1 2 3

1 Normal

Cs = 0

Ck = 3

2 Log Normal 2 Parameter

Cs(lnX) = 0

Ck(lnX) = 3

3 Pearson III

Cs > 0

Ck =1.5Cs2+3

4 Log Pearson III

Cs(lnX) > 0

Ck(lnX) =1.5(Cs(lnX)2+3

5 Gumbel 1

Cs = 1.14

Ck = 5.4


(48)

III.4. Analisa Debit Banjir

Perhitungan debit banjir dengan menggunakan: a. Metode empiris

b. Statistik atau probabilitas c. Metode Unit Hidrograf

Dalam kajian ini dilakukan perhitungan dengan metode empiris dan Debit banjir yang dianalisa untuk periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan 25 tahun.

III.4.1 Metode Empiris

Debit banjir rencana menggunakan metoda empiris antara lain : a. Metode Weduwen

b. Metode Melchior c. Metode Haspers

d. Metode Mean Annual Flood ( MAF )

Dari keempat metode diatas yang sahih digunakan untuk berbagai ragam luasan daerah aliran sungai (DAS) hanyalah metode Haspers, sedangkan untuk metode Weduwen hanya sahih digunakan untuk luasan DAS kurang dari 100 Km2. serta metode Melchior sahih untuk luas DAS lebih besar dari 100 Km2. Karena itu, dalam suatu analisis harus senantiasa dilakukan dengan 2 (dua) metode dimana metode Haspers senantiasa bisa dijadikan sebagai pembanding. Sungai Padang memiliki luas DAS sebesar 515,744 km2, sehingga metode yang dapat digunakan yaitu metode Haspers, metode Melchior dan metode Mean Annual Flood ( MAF ).


(49)

D. Metode Haspers

Keterkaitan parameter alam yang diperhitungkan dalam metode ini

dinyatakan dalam bentuk persamaan dasar seperti berikut :

QT = α.β .q.A. Rn ... (3-11)

=

1+0,012

0,7

1+0,075 0,7 ... (3-12) 1

= 1 + +3,7×102 −0,4 +15 ×

0,75

12 ... (3-13)

dimana:

QT = Debit banjir rencana dengan kata ulang T tahun (m2/det) α = Koefisien Pengaliran

β = Koefisien Reduksi

q = Intensitas curah hujan (m3/Km2/det) A = Luas Daerah Aliran Sungai (Km2) t = Waktu konsentrasi (jam)

E. Metode Melchior

Besarnya debit banjir maksimum dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

Qmax = α . β . rT . A ... (3-14)

dimana:

Qmax = Debit banjir maksimum (m3/detik) α = Koefisien pengaliran

β = Koefisien Reduksi rT = hujan rancangan (mm)


(50)

A = Luas DAS/ Catchment area (km2)

Koefisien pengaliran (α) berkisar antara 0,42 – 0,62 dan Melchior menganjurkan

untuk memakai α = 0,52.

Koefisien reduksi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

= 1970

0,12−3960 + 1720. ... (3-15)

F. Metode Mean Annual Flood ( MAF )

Dalam metode ini digunakan rumus:

= . × ... (3-16)

= 8 × 10−6× �× 2,445× 0,117 × 1 + 0,85 ...(3-17)

Dimana:

= Debit banjir dengan periode T tahun = Grown factor

MAF = Mean Annual Flood (Debit Banjir Tahunan Rata-rata) AREA = Daerah Aliran Sungai

V = 1,02 – 0,0275 Log AREA

APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan = PBAR x ARF

PBAR = Hujan terpusat maksimum rata-rata tahunan selama 24 jam

ARF = Faktor reduksi

SIMS = Indeks kemiringan


(51)

Tabel 3.2 Faktor reduksi AFR

Sumber: http://www.scribd.com/doc/53661489/TUGAS-IRIGASI-boyolali

Tabel 3.3 Grown Factor (GF)

Sumber: http://www.scribd.com/doc/53661489/TUGAS-IRIGASI-boyolali

Harga PBAR dihitung dengan cara aljabar rata-rata yaitu:

R = 1/n ( R1 + R2 + R3 + ... + Rn ) ... (3-18)

Dimana:

R = Hujan maksimum rata-rata

R1, R2, R3,...Rn = Hujan maksimum rata-rata di stasiun 1,2,3,...,n

n = Banyaknya stasiun pengamatan

III.5 Perhitungan Tinggi Muka Air Rencana

Dalam menganalisis ketinggian muka air apakah tinggi muka air masih berada pada standar yang ditentukan dan bentuk penampang aliran tersebut berubah-ubah maka metode yang digunakan yaitu metode tahapan standard (standard step method).


(52)

Tinggi muka air rencana di sungai dapat dihitung dengan cara:

1 + 1 �1

2

2 = 2+ 2 �22

2 + + ... (3-19)

1 = 1+ 1 �12

2 ... (3-20)

2 = 2+ 2 �2

2

2 ... (3-21)

1 = 2+ + ... (3-22)

Dimana:

Z= Tinggi muka air pada penampang melintang (m)

V= kecepatan rata-rata ( )

g=percepatan gravitasi ( 2 )

= kehilangan energy akibat gesekan dasar saluran

= kehilangan energy akibat pusaran

Langkah-langkah perhitungan:

1. Dicoba harga Z2 lalu dihitung:

2,2, �2

2

2. , 2 Sf 2

2

=

2.�22 2 2

4 3

... (3-23)

2. Hitung harga rata-rata dari

=

1+ 2


(53)

3. Hitung hf = Sf x L ... (3-25)

4. H2 = H1 + hf ... (3-26)

Besarnya H2 harus sama dengan besar H2’ yang dihitung menurut taksiran

Z2. Apabila ini tidak sama maka perhitungan diulangi dengan merubah nilai

Z2 sampai dengan H2 = H2’.

III.6 Perencanaan Tanggul

Dalam menentukan tanggul banjir rencana harus mempertimbangkan kerugian yang akan dialami, hak milik yang harus dilindungi, tingkat bahaya yang diberikan terhadap warga, kondisi alam dan lainnya. Desain debit banjir telah ditentukan setelah melewati berbagai diskusi yaitu debit banjir rencana adalah debit dengan kala ulang 25 tahun untuk semua area pada dasarnya, yang mengikuti kriteria perencanaan sesuai dengan panjang tanggul banjir yang ada di Sungai Padang. Dengan demikian semua area akan dilindungi oleh tanggul yang akan melindungi dari banjir yang akan datang.


(54)

III.6.1 Tinggi Tanggul

Gambar 3.2 Perencanaan Tinggi Tanggul Untuk menghitung tinggi tanggul digunakan rumus:

Hd = H + Hf ... (3-27) Dimana:

Hd = Tinggi rencana tanggul H = Tinggi muka air rencana Hf = Tinggi jagaan


(55)

BAB IV

ANALISIS PEMBAHASAN

IV.1. Analisa Data Curah Hujan

Untuk merencanakan pengendalian banjir diperlukan besarnya debit banjir rencana pada lokasi yang akan direncanakan. Perhitungan besarnya debit banjir rencana dapat dilaksanakan berdasarkan data pengaliran sungai ataupun data curah hujan. Namun karena data pengaliran sungai tidak cukup, maka perhitungan debit banjir rencana dilakukan berdasarkan data curah hujan.

Dalam analisa perencanaan ini, data curah hujan harian maksimum tahunan diambil dari tiga stasiun penakar hujan yang berdekatan dengan daerah aliran sungai Padang dengan periode pengamatan 10 tahun. Stasiun tersebut adalah stasiun Kebun Rambutan, Kebun Pabatu dan Kebun Gunung Pamela.

Data curah hujan harian maksimum yang terjadi selama 10 tahun terakhir (2001-2010) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.


(56)

Tabel 4.1. Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Kebun Rambutan

DATA CURAH HUJAN HARIAN MAKSIMUM No. registrasi : Stasiun Klimatologi Sampali

Maskapai : PTPN3. Rambutan

Lokasi : KebunRambutan

Daerah Aliran Sungai : Sungai Padang Luas Catchment Area : 108,306 Km2

Curah Hujan (dalam mm)

Maksimum

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

2001 30 3 34 36 17 57 45 19 41 116 55 136 136

2002 37 61 19 62 22 30 41 26 69 53 47 22 69

2003 27 106 41 54 72 12 61 26 56 77 48 31 106

2004 29 57 26 29 28 117 45 30 57 36 56 0 117

2005 82 61 47 43 54 21 47 48 82 67 39 67 82

2006 27 17 57 29 51 69 18 29 48 54 32 30 69

2007 43 4 13 45 0 84 114 62 84 86 0 94 114

2008 9 18 134 51 0 0 0 0 0 0 39 39 134

2009 43 0 28 39 44 15 21 27 96 49 64 22 96


(57)

Tabel 4.2. Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Kebun Pabatu

DATA CURAH HUJAN HARIAN MAKSIMUM No. registrasi : Stasiun Klimatologi Sampali

Maskapai : PTPN4. Pabatu

Lokasi : Kebun Pabatu

Daerah Aliran Sungai : Sungai Padang

Luas Catchment Area : 165,038 Km2

Curah Hujan (dalam mm)

Maksimum

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

2001 47,1 5,3 73,8 79,6 59 7 42 72,4 105,7 153,3 78,7 170,8 170,8

2002 43,4 26,3 27,2 16,6 49,3 52,8 46,2 74,6 42 69 58,2 14,9 74,6

2003 48 26,6 53 73,9 38,8 60 81,8 69,2 97,6 97,4 57,4 45,9 97,6

2004 74,2 81 100,2 34,6 14,6 77,8 42,4 80,7 72,6 67,2 34,6 52,6 100,2

2005 44,3 17,7 21,7 55,6 65,8 57 62,9 42,6 70,4 26,9 87,9 54,6 87,9

2006 63,6 36 84,8 53,6 63,8 70 32,5 46,8 84,3 59,6 46,4 124,8 124,8

2007 37,4 7 26,1 85,2 88,2 37 47 72,6 59,9 67,6 72 57,2 88,2

2008 67,4 6,6 20,3 51,5 50 11,6 64 28,5 52,2 76 82,4 36,2 76

2009 71,5 53,4 54,7 79,8 115,4 29,3 58,6 56,4 112,5 55,2 26,4 20,6 115,4


(58)

Tabel 4.3. Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Gunung Pamela

DATA CURAH HUJAN HARIAN MAKSIMUM

No. registrasi : Stasiun Klimatologi Sampali

Maskapai : PTPN3. Gunung Pamela

Lokasi : Kebun Gunung Pamela

Daerah Aliran Sungai : Sungai Padang

Luas Catchment Area : 242,4 Km2

Curah Hujan (dalam mm)

Maksimum

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

2001 26,2 65,6 47,8 23 92,3 78 42,3 39,2 104,9 117,5 55,5 177,3 177,3

2002 15 41,5 14 15,8 71,7 15,8 24,2 38 62 98,6 73 37,8 98,6

2003 34 10,5 4,6 150,5 78 60 91,6 34 52,3 42,1 96,3 73,6 150,5

2004 35 43 122,8 18,4 16,1 70,4 39,6 36,5 73,6 30,5 46,5 98,9 122,8

2005 38,5 12,9 23,5 46,6 48 41,8 116 48,5 55,2 64,5 82,9 76,9 116

2006 76,8 50,1 77,5 87 72,7 57,5 40 48,3 110 90,2 58,8 111,8 111,8

2007 84,7 14 5,9 37,3 89,3 55,5 69,5 63 77,5 134,5 71,3 94,8 134,5

2008 18,8 13,5 29,1 68 50,7 23,8 75,9 88,7 60,8 90 32,2 25,6 90

2009 102,5 3,8 43,6 56,7 56,3 30,7 58 48,5 97,2 60,6 50 18,9 102,5


(59)

IV.1.1 Analisa Curah Hujan Metode Thiessen

Curah hujan wilayah harian maksimum dari ketiga stasiun tersebut dihitung dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Luas catchment area setiap stasiun dibagi berdasarkan luas wilayah yang mendapatkan distribusi hujan setiap stasiun. Total keseluruhan catchment area adalah sebesar 515,474 km2.

Tabel 4.4. Luasan Poligon Thiessen

No Stasiun Curah Hujan

Luas Catchment Area (km2) Faktor Thiessen

Ai Atotal

Ai

1 Kebun Rambutan 108,306 0,21

2 Kebun Pabatu 165,038 0,32

3 Kebun Gunung Pamela 242,4 0,47

A total 515,474 1,00

Dengan mengalikan curah hujan setiap stasiun dengan masing-masing faktor Thiessen-nya, maka diperoleh besar curah hujan harian maksimum wilayah rata-rata sebagai berikut:


(60)

Tabel 4.5. Curah Hujan Rata-rata Harian Maksimum Metode Poligon Thiessen

NO TAHUN

RAMBUTAN PABATU GUNUNG PAMELA

RH max

Bobot 21 % Bobot 32 % Bobot 47 %

R max

R1

R max

R2

R max

R3

(R1+R2+R3)

Bobot*Rmax Bobot*Rmax Bobot*Rmax

1 2001

136 28,56 170,8 54,65 177,3 83,33 166,54

2 2002

69 14,49 74,6 23,87 98,6 46,34 84,70

3 2003

106 22,26 97,6 31,23 150,5 70,73 124,22

4 2004

117 24,57 100,2 32,06 122,8 57,71 114,35

5 2005

82 17,22 87,9 28,12 116 54,52 99,86

6 2006

69 14,49 124,8 39,93 111,8 52,54 106,97

7 2007

114 23,94 88,2 28,22 134,5 63,21 115,37

8 2008

134 28,14 76 24,32 90 42,3 94,76

9 2009

96 20,16 115,4 36,92 102,5 48,17 105,26

10 2010


(61)

Nilai curah hujan harian maksimum wilayah rata-rata metode poligon Thieseen ini selanjutnya akan dilakukan uji kesesuaian distribusi dan kemudian dianalisa untuk penentuan curah hujan rancangan untuk beberapa periode ulang. Tabel 4.6. Urutan Peringkat Curah Hujan Harian Maksimum Rata-Rata Metode Poligon Thiessen.

No Urut Tahun Max

1 2001 166,54

2 2003 124,22

3 2007 115,37

4 2004 114,35

5 2006 106,97

6 2009 105,26

7 2005 99,86

8 2008 94,76

9 2002 84,70

10 2010 80,62

Berdasarkan tabel 4.6. diatas didapat curah hujan harian maksium tertinggi adalah 166,547 mm (2001) dan curah hujan harian maksimum terendah adalah 80,264 mm (2010)

IV.2. Penentuan Pola Distribusi Hujan

Penetuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisa data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulang/return periode (analisa frekuensi) maka dicari parameter statistik dari data curah hujan wilayah baik secara normal maupun secara logaritmik.


(62)

Langkah yang ditempuh adalah dengan mengurutkan data-data mulai dari terkecil sampai terbesar. Dari hasil analisis diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statistik adalah sebagai berikut :

A. Parameter statistik sebaran normal

Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Parameter Statistik dengan Sebaran Normal

No Xi xi x (xix)2 (xix)3 (xi x)4

1

166,54 57,27 3279,85 187837,17 10757435,05

2

124,22 14,96 223,80 3348,07 50087,15

3

115,37 6,11 37,33 228,09 1393,68

4

114,35 5,09 25,90 131,87 671,22

5

106,97 -2,29 5,24 -12,00 27,50

6

105,26 -4 16 -64 256

7

99,86 -9,4 88,36 -830,58 7807,48

8

94,76 -14,5 210,25 -3048,62 44205,06

9

84,70 -24,56 603,19 -14814,43 363842,51

10

80,62 -28,64 820,24 -23491,94 672809,40

n

10 10 10 10 10

1092,65 0 5310,16 149283,63 11898535,05


(63)

Dari tabel 4.7. diatas didapat data nilai parameter statistik data curah hujan wilayah dengan sebaran normal sehingga dapat ditentukan nilai simpangan baku, koefisien varians, koefisien skewnes dan koefisien kurtosis.

 Rata-rata X=

10 62 , 80 70 , 84 76 , 94 86 , 99 26 , 105 97 , 106 35 , 114 37 , 115 22 , 124 54 ,

166         

= 109,26 mm

 Simpangan baku ( 2 1)2

) 1

(N X X

N

Sx 

= (531,016) ) 1 10 ( 10  = 24,29

 Kofisien Variansi Cv =

X Sx = 26 , 109 29 , 24 = 0,222

 Koefisien Skewness 3

3 ) )( 2 )( 1 ( ) ( Sx n n x R n Cs      = 0,144

 Koefisien kurtosis 4

4 2 ) )( 3 )( 2 )( 1 ( ) ( Sx n n n x R n Ck       = 0,678


(64)

Selain parameter statistik data curah hujan wilayah dengan sebaran normal, pola ditribusi hujan juga harus diuji dalam parameter statistik dengan sebaran logaritmatik.

B. Parameter statistik sebaran Logaritmatik

Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dengan sebaran logaritmatik dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Parameter Statistik dengan Sebaran Logaritmatik

No LogXi (logxi logx) (logxilogx)2 (logxi logx)3 (logxilogx)4

1

2,221 0,192 0,036864 0,00707788 0,00135895

2

2,094 0,065 0,004225 0,00027462 1,785E-05

3

2,062 0,033 0,001089 3,593E-05 1,185E-06

4

2,058 0,029 0,000841 2,438E-05 7,072E-07

5

2,029 0 0 0 0

6

2,022 -0,007 4,9E05 -3,43E-07 2,401E-09

7

1,999 -0,03 0,0009 -2,7E-05 8,1E-07

8

1,976 -0,053 0,002809 -0,00014887 7,890E-06

9

1,927 -0,102 0,010404 -0,00106120 1,082E-04

10

1,906 -0,123 0,015129 -0,00186086 0,00022888

n

10 10 10 10 10

20,294 0 0,07231 0,00431445 0,0017244


(65)

Dari tabel 4.8. didapat data nilai parameter statistik data curah hujan wilayah dengan sebaran logaritmatik sehingga dapat ditentukan nilai simpangan baku logaritmatik, koefisien varians, koefisien skewnes dan koefisien kurtosis.

 Rata-rata Log =X

10 906 , 1 927 , 1 976 , 1 999 , 1 022 , 2 029 , 2 058 , 2 062 , 2 094 , 2 221 ,

2         

= 2,029 mm

 Simpangan baku ( 2 1)2

) 1

(N LogX LogX

N

SxLogXr 

= (0,007231) ) 1 10 ( 10  = 0,089

 Kofisien Variansi Cv =

X Log SxLogX = 029 , 2 089 , 0 = 0,0438

 Koefisien Skewness 3

3 ) )( 2 )( 1 ( ) ( SxLogX n n x Log LogX n Cs     = 0,0849

 Koefisin kurtosis 4

4 2 ) )( 3 )( 2 )( 1 ( ) ( SxLogX n n n x Log LogX n Ck       = 3,0108


(66)

Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka parameter statistik data curah hujan wilayah diperiksa terhadap beberapa jenis sebaran sebagai berikut:

Tabel 4.9. Kesesuaian Data Curah Hujan Terhadap Jenis Sebaran

No Jenis Sebaran Syarat Hasil Perhitungan Ket

1 Normal Cs  0

Ck  3

Cs = 0,144 Ck = 0,678

Tidak Sesuai Tidak Sesuai

2 Log

Normal

Cs (ln X)  0

Ck (ln X)  3

Cs(lnX) = 0,084 Ck(lnX) = 3,010 Tidak Sesuai Tidak Sesuai

3 Person Cs > 0

Ck = 1,5 Cs2 + 3

Cs = 0,144 Ck = 0,678

Sesuai Tidak Sesuai

4 Log Person -Type III

Cs (ln X) > 0

Ck (ln X)= 1,54 (Cs(lnX))2

+3 Cs(lnX) = 0,084 Ck(lnX) = 3,010 Sesuai Sesuai

5 Gumbel Cs  1,14 Ck  5,4

Cs = 0,144 Ck = 0,678

Tidak Sesuai Tidak Sesuai Berdasarkan analisis frekuensi yang dilakukan pada data curah hujan harian maksimum diperoleh bahwa jenis distribusi yang paling cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di daerah aliran sungai Padang adalah distribusi Log Pearson type III.


(67)

IV.3 Perhitungan Curah Hujan Rencana

IV.3.1. Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Log Pearson Type III.

Pada metode log Pearson Type III ini, maka data curah hujan harian maksimum yang diperoleh diubah dalam bentuk logaritmik sehingga parameter statistik yang digunakan adalah parameter statistik sebaran logaritmatik.

Berdasarkan tabel ditribusi Log Pearson Tipe III untuk koefisien kemencengan Cs pada lampiran untuk nilai Cs = 0,084 diperoleh harga K untuk periode ulang T tahun dengan cara interpolasi antara lain sebagai berikut:


(68)

Tabel 4.11. Nilai K Untuk Harga Cs = 0,084

T Cs K

2 0,084 -0,014

5 0,084 0,836

10 0,084 1,290

25 0,084 1,779

Log Xr = 2,029 SD = 0,089 Cs = 0,084

Nilai K, Log Xr, SD dan Cs selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan curah hujan rancangan metode Log Pearon Type III.

IV. 3.1.1. Perhitungan Logaritma Hujan Rencana

Log XT = Log Xr + K. Sd

1. T = 2 tahun

Log X2 = Log Xr + K. Sd

Log X2 = 2,029 + (-0,014). 0,089

Log X2 = 2,027

X2 = 106,599 mm

2. T = 5 tahun

Log X5 = Log Xr + K. Sd

Log X5 = 2,029 + 0,836. 0,089

Log X5 = 2,103


(69)

3. T = 10 tahun Log X10 = Log Xr + K. Sd

Log X10 = 2,029 + 1,290. 0,089

Log X10 = 2,143

X10 = 139,254 mm

4. T = 25 tahun

Log X25 = Log Xr + K. Sd

Log X25 = 2,029 + 1,779. 0,089

Log X25 = 2,187

X25 = 153,932 mm

Tabel 4.12. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 2, 5, 10, 25 Tahun Metode Log Pearson III

T Log Xr Cs K SD Log Xt Xt

2 2,029 0,084 -0,014 0,089 2,027 106,599

5 2,029 0,084 0,836 0,089 2,103 126,883

10 2,029 0,084 1,290 0,089 2,143 139,254

25 2,029 0,084 1,779 0,089 2,187 153,932

IV.3.2. Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Haspers

Berdasarkan banyaknya tahun pengamatan, N = 10 tahun dan data curah hujan maksimum pertama dan kedua beserta masing-masing standard variabelnya ( 1 dan

2


(70)

Tabel 4.13. Standar Variabel ()

Xmax No urut

M

Periode Ulang, T (N+)/m

Standar Variabel

 

166,54 1 11 11,296

124,22 2 5,5 20,71

Tabel 4.14. Tabel Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Haspers

Tahun Curah hujan max ( mm ) Rank Periode Ulang

X M T = (n+1) / M

2001 166,54 1 11,000

2003 124,22 2 5,500

2007 115,37 3 3,667

2004 114,35 4 2,750

2006 106,97 5 2,200

2009 105,26 6 1,833

2005 99,86 7 1,571

2008 94,76 8 1,375

2002 84,70 9 1,222

2010 80,62 10 1,100

Total 1092,65 10

X rata-rata = 109,26

X max1 = 166,54

X max2 = 124,22

N X Xr 


(71)

26 , 109 10 65 , 1092   Xr mm                   2 2 max 1 1 max 2 1   Xr X Xr X Sd 633 , 32 71 , 0 26 , 109 22 , 124 296 , 1 26 , 109 54 , 166 2 1                      

Sd mm

Curah hujan rencana untuk berbagai periode ulang dengan menggunakan metode Haspers menggunakan persamaan XT Xr (.Sd), maka diperoleh besar curah hujan rencana (XT) sebagai berikut:

1. T = 2 tahun X2 = Xr + . Sd

X2 = 109,26+ (-0,22). 32,633

X2 = 102,080 mm

2. T = 5 tahun X5 = Xr + . Sd

X5 = 109,26+ 0,64. 32,633

X5 = 130,145 mm

3. T = 10 tahun X10 = Xr + . Sd

X10 = 109,26+ 1,26. 32,633


(72)

4. T = 25 tahun X25 = Xr + . Sd

X25 = 109,26+ 2,10. 32,633

X25 = 177,789 mm

Tabel 4.15. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 2, 5, 10, 25 Tahun Metode Haspers

T SD 

t

Xr Xn

2 32,633 -0,22 109,26 102,080

5 32,633 0,64 109,26 130,145

10 32,633 1,26 109,26 150,377

25 32,633 2,10 109,26 177,789

Tabel 4.16. Ringkasan Hujan Rancangan Periode Ulang 2, 5, 10, 25 Tahun Metode Log Pearson III dan metode Haspers

T. ulang

METODE

HASPER LOG PEARSON III

2 102,080 106,599

5 130,145 126,883

10 150,377 139,254

25 177,789 153,932

IV.4. Perhitungan Debit Banjir

Perhitungan debit banjir pada sungai Padang yang terdiri dari 3 anak sungai yaitu sungai sibarau, sungai Kalembah dan sungai Bahilang sangat diperlukan untuk mengetahui besarnya debit perkiraan untuk berbagai kala ulang yang nantinya


(73)

berguna untuk perencanaan tanggul banjir di sungai Padang. Perhitungan debit banjir ini akan dilakukan dengan metode Haspers yang dikombinasikan dengan Haspers dan metode Haspers yang dikombinasikan dengan Log Pearson III, metode Melchior yang dikombinasikan dengan Haspers dan metode Melchior yang dikombinasikan dengan Log Pearson III serta metode M.A.F.

IV.4.1. Perhitungan Debit Banjir Rencana dengan Metode Haspers

A. Sungai Padang

Luas daerah aliran sungai Padang (A) = 515.744 km2

Panjang utama sungai Padang = 58,25 km

Kemiringan dasar sungai rata-rata = 0,00103

Koefisien pengaliran: 7 , 0 7 , 0 . 075 , 0 1 . 012 , 0 1 A A    

dimana  = koefisien pengaliran.

) 744 , 515 ( 075 , 0 1 ) 744 , 515 ( 012 , 0 1 7 , 0 7 , 0   

 = 0,281

Waktu konsentrasi: 3 , 0 8 , 0 1 , 0 

 xL xI

t 3 , 0 8 , 0 00103 , 0 25 , 58 1 , 0 

 x x


(74)

                 12 15 10 7 , 3 1

1 0,75

2 . 4 , 0 A x t x t t                   12 744 , 515 15 341 , 20 ) 10 7 , 3 ( 341 , 20 1

1 0,75

2 341 , 20 4 , 0 x x x  = 1,427

 = 0,700

Curah hujan efektif untuk beberapa periode ulang 1

. 707 ,

0 

 Rn t

Rt 1 341 , 20 . 707 , 0   Rn Rt

Rt = 3,266. Xi

xt Rt q 6 , 3  341 , 20 6 , 3 . 266 , 3 x Xi q

q = 0,044 Xi m3/detik/km2

Besar debit banjir rencana dapat dihitung sebagai berikut: Rn

q A Qn.. . .

Qn = 0,281 x 0,700 x 515,744 x 0,044 x Rn Qn = 4,463.Rn

Kombinasi Metode Haspers-Haspers Untuk n = 2 tahun

Qn = 4,463.R(2)


(75)

Qn = 455,583 m3/detik

Untuk n = 5 tahun

Qn = 4,463.R(5)

Qn = 4,463. 130,145 Qn = 580,837 m3/detik

Untuk n = 10 tahun

Qn = 4,463.R(10)

Qn = 4,463. 150,377 Qn = 671,132m3/detik

Untuk n = 25 tahun

Qn = 4,463.R(25)

Qn = 4,463. 177,789 Qn = 793,472m3/detik

Tabel 4.17. Ringkasan debit banjir sungai Padang metode Haspers-Haspers Kala

Ulang Rn Qn

2 102,080 455,583 M3/Detik

5 130,145 580,837 M3/Detik

10 150,377 671,132M3/Detik 25 177,789 793,472M3/Detik

Kombinasi Metode Haspers-Log Pearson III Untuk n = 2 tahun

Qn = 4,463.R(2)

Qn = 4,463. 106,599 Qn = 475,751m3/detik


(76)

Untuk n = 5 tahun

Qn = 4,463.R(5)

Qn = 4,463. 126,883 Qn = 566,278m3/detik

Untuk n = 10 tahun

Qn = 4,463.R(10)

Qn = 4,463. 139,254 Qn = 621,490 m3/detik

Untuk n = 25 tahun

Qn = 4,463.R(25)

Qn = 4,463. 153,932 Qn = 686,998 m3/detik

Tabel 4.18. Ringkasan debit banjir sungai Padang metode Haspers-Log Pearson III

Kala Ulang Rn Qn

2 106,599 475,751M3

/detik

5 126,883 566,278M3

/detik

10 139,254 621,490 M3

/detik

25 153,932 686,998 M3

/detik

B. Sungai Sibarau

Luas daerah aliran sungai Sibarau (A) = 224.767 km2

Panjang utama sungai Sibarau = 75,1 km


(77)

Koefisien pengaliran: 7 , 0 7 , 0 . 075 , 0 1 . 012 , 0 1 A A    

dimana  = koefisien pengaliran masing-masing areal pengembangan. ) 767 , 224 ( 075 , 0 1 ) 767 , 224 ( 012 , 0 1 7 , 0 7 , 0   

 = 0,354

Waktu konsentrasi: 3 , 0 8 , 0 1 , 0 

 xL xI

t 3 , 0 8 , 0 00102 , 0 1 , 75 1 , 0 

 x x

t = 24,999 jam

                 12 15 10 7 , 3 1

1 0,75

2 . 4 , 0 A x t x t t                   12 767 , 224 15 999 , 24 ) 10 7 , 3 ( 999 , 24 1

1 0,75

2 999 , 24 4 , 0 x x x  = 1,188

 = 0,841

Curah hujan efektif untuk beberapa periode ulang 1

. 707 ,

0 

 Rn t

Rt 1 999 , 24 . 707 , 0   Rn Rt

Rt = 3,604. Xi

xt Rt q 6 , 3  999 , 24 6 , 3 . 604 , 3 x Xi q


(78)

q = 0,040 Xi m3/detik/km2

Besar debit banjir rencana dapat dihitung sebagai berikut: Rn

q A Qn.. . .

Qn = 0,354 x 0,841 x 224,767 x 0,040 x Rn Qn = 2,676.Rn

Kombinasi Metode Haspers-Haspers Untuk n = 2 tahun

Qn = 2,676.R(2)

Qn = 2,676. 102,080 Qn = 273,166 m3/detik

Untuk n = 5 tahun

Qn = 2,676.R(5)

Qn = 2,676. 130,145 Qn = 348,268 m3/detik

Untuk n = 10 tahun

Qn = 2,676.R(10)

Qn = 2,676. 150,377 Qn = 402,408m3/detik

Untuk n = 25 tahun

Qn = 2,676.R(25)

Qn = 2,676. 177,789 Qn = 475,763m3/detik


(79)

Tabel 4.19. Ringkasan debit banjir sungai Sibarau metode Haspers-Haspers Kala

Ulang Rn Qn

2 102,080 273,166 M3/det

5 130,145 348,268 M3/det

10 150,377 402,408M3/det

25 177,789 475,763M3/det

Kombinasi Metode Haspers-Log Pearson III Untuk n = 2 tahun

Qn = 2,676.R(2)

Qn = 2,676. 106,599 Qn = 285,258m3/detik

Untuk n = 5 tahun

Qn = 2,676.R(5)

Qn = 2,676. 126,883 Qn = 339,538m3/detik

Untuk n = 10 tahun

Qn = 2,676.R(10)

Qn = 2,676. 139,254 Qn = 372,643 m3/detik

Untuk n = 25 tahun

Qn = 2,676.R(25)

Qn = 2,676. 153,932 Qn = 411,922 m3/detik


(80)

Tabel 4.20. Ringkasan debit banjir sungai Sibarau metode Haspers-Log Pearson III

Kala Ulang Rn Qn

2 106,599 285,258 M3/det

5 126,883 339,538M3/det

10 139,254 372,643 M3/det

25 153,932 411,922 M3/det

C. Sungai Kelembah

Luas daerah aliran sungai Kelembah (A) = 41.023 km2

Panjang utama sungai Kelembah = 22 km

Kemiringan dasar sungai rata-rata = 0,00091

Koefisien pengaliran: 7 , 0 7 , 0 . 075 , 0 1 . 012 , 0 1 A A    

dimana  = koefisien pengaliran masing-masing areal pengembangan. ) 023 , 41 ( 075 , 0 1 ) 023 , 41 ( 012 , 0 1 7 , 0 7 , 0   

 = 0,577

Waktu konsentrasi: 3 , 0 8 , 0 1 , 0 

 xL xI

t 3 , 0 8 , 0 00091 , 0 22 1 , 0 

 x x

t = 9,687 jam

                 12 15 10 7 , 3 1

1 0,75

2 . 4 , 0 A x t x t t 


(1)

1:1 +28,50 m

+35,795 m

+32,282 m

P 23

1:1

+33,60 m

+35,795 m

+32,282 m +33,60 m

+34,795 m M.A.B

Elevasi Tanggul Eksisting Elevasi Tanggul Rencana


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V.1. KESIMPULAN

1. Dengan menggunakan metode tahapan standar (standard step method) didapat bahwa tinggi muka air banjir melebihi tinggi tanggul eksisting yang ada.

2. Berdasarkan perhitungan diperoleh debit banjir rencana Q25 sungai Padang

sebesar Q25 = 1280,405 m3/det.

3. Dari hasil perhitungan tinggi tanggul terlihat bahwa Tanggul eksisting yang ada sekarang tidak mampu lagi untuk menahan debit banjir maksimum sungai Padang Tebing Tinggi.

V.2. SARAN

1. Peninggian tanggul di Sungai Padang Tebing Tinggi sangat diperlukan untuk melindungi Kota Tebing Tinggi dari ancaman bahaya banjir.

2. Perlunya pengendalian pemanfaatan tata guna lahan khususnya di bantaran sungai ataupun tanggul agar tidak dipakai dalam mendirikan bangunan ataupun kegiatan yang dapat merusak kelestarian sungai ataupun tanggul sungai Padang Tebing Tinggi.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tinggi tanggul banjir sungai Padang Tebing Tinggi terkait hubungannya dengan pengelolaan banjir kota Tebing Tinggi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Canonica Lucio, MSc. CE. ETHZ. 1986. Memahami Hidrolika. Bandung : Angkasa.

Chow, Ven te. 1997. Hidraulika Saluran Terbuka. Bandung : Erlangga.

Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama (KP-02). Bandung : CV. Galang Persada. .

Dirjend. Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan (KP-04). Bandung : CV.

Galang Persada.

Kamiana,I Made. 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Yogyakarta : Graha Ilmu.

P.T. Alles Klar Prima. 2007. Laporan Akhir Pembuatan Master Plan Sistem Pengendalian Banjir Kota Tebing Tinggi. Tebing Tinggi : Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Sosrodarsono, Suyono. 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta : PT.


(4)

L

A

M

P

I

R

A

N


(5)

(6)