Evaluasi Perencanaan Hidrolik Sungai Percut Pengendalian Banjir Dari Bendung Bandar Sidoras PE- 71 Sampai Ke PE-129 (MFC-2)

(1)

EVALUASI PERENCANAAN HIDROLIK SUNGAI

PERCUT PENGENDALIAN BANJIR DARI BENDUNG

BANDAR SIDORAS PE- 71 SAMPAI KE PE-129

(MFC-2)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil

IRIN MARYAM RUFAEDAH SIREGAR

06 0404 045

SUBJURUSAN TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

ABSTRAK

Sungai-sungai utama yang berada di kota Medan yaitu sungai Deli, sungai Percut, dan sungai Belawan. Seiring berjalannya waktu dari hari ke hari jumlah debit air yang ada di sungai Deli semakin lama semakin bertambah, dengan begitu diperlukan adanya normalisasi pada sungai Deli tersebut. Namun dikarenakan sungai Deli berada atau melintasi pusat pemerintahan dan melintasi pusat pemukiman kota Medan, maka sangat sulit dilakukannya normalisasi sungai. Dengan begitu pemerintah kota Medan membuat proyek MFC-2 yang salah satunya membangun floodway yaitu saluran yang menghubungkan antara sungai Deli dan sungai Percut yang memiliki debit sungai yang tidak begitu banyak dan dapat dilakukan normalisasi pada sungai Percut ini karena sungai percut ini tidak banyak pemukiman warga di sekitarnya. Dengan begitu sebagian debit air yang ada di sungai Deli dapat mengalir ke sungai Percut.

Dalam perhitungan tinggi muka air pada saluran penampang dapat digunakan beberapa metode yaitu metode grafis, metode Integrasi langsung, metode tahapan langsung, dan metode tahapan standar. Sebelum dilakukan perhitungan tinggi muka air harus dicari dulu parameter-parameter hidrolik yang ada seperti luas penampang basah, keliling penampang basah, debit dan sebagainya. Tahapan- tahapan yang dilakukan dalam penulisan ini pertama-tama yaitu menetapkan tujuan yang akan dicari, kemudian menjelaskan permasalahan yang akan dibahas, kemudian mengumpulkan data-data yang ada, kemudian menetapkan memakai metode yang akan digunakan untuk perhitungan pada penulisan, kemudian pembahasan yang membahas tentang perhitungan pada penulisan ini, setelah dikerjakan perhitungannya maka yang terakhir yaitu pengambilan kesimpulan dan saran.

Untuk mengevaluasi tinggi muka air antara penampang saluran pada saat perencanaan (Design Note) dan pada penampang saluran pada saat setelah pengerjaan (As Built Drawing), metode yang paling tepat digunakan yaitu metode Tahapan standar (Standard Step Method). Dan nilai debit yang dipakai yaitu debit

masterplan Q100= 320 m3/s yang berasal dari nilai Debit sungai Deli (QDeli= 200

m3/s) ditambah dengan nilai debit dari saluran floodway (Qfloodway= 120 m3/s).

Dari hasil evaluasi tinggi muka air pada penampang saluran pada saat perencanaan (Design Note) dan pada penampang saluran pada saat setelah pengerjaan (As Built Drawing) terjadi kenaikan tinggi muka air yang signifikan namun tidak begitu tinggi. Maka penampang saluran pada as built drawing tersebut masih aman dan memadai karena di samping kenaikan tinggi muka air nya tidak begitu tinggi, saluran penampang tersebut juga memiliki tinggi freeboard sebesar 80cm.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah sebagai ekspresi syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang studi Keairan pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Salawat dan salam tak lupa pula hamba haturkan kepada Sang inspirator nabi Muhammad SAW, yang telah membawa banyak perubahan dan kebaikan bagi seluruh umat manusia.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “ Evaluasi Perencanaan

Hidrolik Sungai Percut Pengendalian Banjir Dari Bendungan Bandar

Sidoras PE-71 sampai ke PE-129 (MFC-2)”.

Penulis telah berusaha dengan seluruh daya upaya dalam menyelesaikan tugas akhir ini, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan. Keterbatasan

pengetahuan dan kurangnya pengalaman merupakan penyebab dari

ketidaksempurnaan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari Bapak dan Ibu dosen serta rekan-rekan mahasiswa demi kemajuan penulis nantinya.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas bimbingan dan bantuan yang diberikan untuk terselesaikannya tugas akhir ini kepada:

1. Bapak Ir. Sufrizal M.Eng selaku pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.


(4)

2. Bapak Ivan Indrawan, ST. MT. selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan daan masukan kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan sebagai Ketua Departemen Teknik

Sipil, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT sebagai sekretaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera utara.

5. Bapak/ibu Dosen di lingkungan Departemen Teknik Sipil, Universitas

Sumatera Utara.

6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan-bantuannya.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua Ayahanda Ir. Amru Siregar,MT dan

ibunda Salmah, yang telah membesarkan, mendidik, memberikan dorongan baik material, spiritual serta semangat dengan sabar dan penuh kasih sayang yang tidak dapat dibalas jasa dan pengorbanannya.

8. Terima kasih buat nenek tercinta Siti Aisyah yang telah memberikan

semangat.

9. Terima kasih buat adik-adik penulis yang telah memberikan semangat,

Bukhari Siregar, Anggi siregar, Hafidz Siregar, Habib Siregar.

10. Terima kasih buat teman-teman penulis yang sudah banyak memberikan

semangat dan bantuan, buat teman-teman sejawat 06 di teknik sipil Atha, Winda, Citra, Diana, Didik, Yovanka, Nurul, Ani, Adhe, Janet, Maya, Lastri, Marni, Heri, Fauzi, Rivana, Riky, Angga, Radi, Izul, Haikal,


(5)

Anggi, Tami, Ucup, Fahim, Alfi, Tosek, Andi, Iqbal, Lamreta, Yudi, Muek, Opung, Dorlen, dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11. Terima kasih buat abang dan kakak senior antara lain Bang Bibi, Bang

Buaya, Bang Jefri, kak Tantri, kak Dzi, Bang Nasrul, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu

12. Terima kasih buat adik-adik junior, Fina, Dean, Dita, Bembeng, Udin, Lia,

Gorby, Ryan, Onza. Mia, Firdha, Dewi, dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

13. Terima kasih buat temen-temen penulis yang ada di luar kota yaitu Putri,

Dewi, Minda, Marta, dan Ibnu Indra Kusuma.

Medan, Juni 2011

Irin Maryam Rufaedah Siregar 06 0404 045


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Permasalahan ... 3

I.3. Tujuan Penelitian ... 4

I.4. Pembatasan Masalah ... 5

I.5. Metode Pembahasan ... 5

I.6. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 8

II.1. Tinjauan Umum ... 8

II.2. Faktor-faktor penyebab terjadi banjir ... 9

II.3. Pengendalian Banjir ... 12

II.3.1. Metode Struktur ... 13


(7)

HALAMAN

II.4. Aliran Saluran ... 18

II.4.1. Saluran Terbuka dan Sifat-sifatnya ... 18

II.4.1.1. Klasifikasi Saluran Terbuka Berdasarkan Asal Usul ... 18

II.4.1.2. Klasifikasi Saluran Terbuka Berdasarkan Konsistensi Bentuk Penampang dan Kemiringan Dasar ... 19

II.4.1.3. Klasifikasi Saluran Terbuka Berdasarkan GeometriPenampang Melintang ... 19

II.5. GeometriPenampang Melintang Saluran ... 20

II.5.1. Unsur-unsur Geometri Penampang Saluran ... 20

II.6. Rumus Manning ... 25

II.6.1. Penentuan Koefisien Kekasaran Manning ... 26

II.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koefisien Kekasaran Manning ... 26

II.7.Tinggi Muka Air Sungai ... 29

II.7.1. Metode Integrasi Grafis ... 30

II.7.2. Metode Integrasi Langsung ... 30

II.7.3. Metode Tahapan Langsung ... 31

II.7.4. Metode Tahapan Standard (Standard Step Method) ... 34

II.8. Erosi dan Sedimentasi... 38


(8)

HALAMAN

II.8.2. Sedimentasi... 41

BAB III : GAMBARAN KONDISI DAERAH MEDAN FLOOD CONTROL ... 44

III.1. Proyek MFC-2 ... 44

III.1.1. Pekerjaan Sungai (River Works) ... 44

III.1.2. Pembersihan Lokasi (PE-46 s/d PE-129) ... 45

III.1.3. Pengikisan Top Soil (PE-46 s/d PE-129) ... 45

III.1.4. Pekerjaan Galian Tanah (Excavation) (PE-46 s/d PE-129) ... 46

III.1.5. Perbaikan Tanggul Tanah (PE-46 s/d PE-129) ... 46

III.1.6. Groundsill (PE55+00) ... 46

III.1.7. Perkerasan Dinding Saluran Berupa Wet Stone Masonry (Revetment/Wet Stone Masonry) (PE 46 sampai PE 82) ... 47

III.1.8. Soldding ... 47

III.1.9. Pekerjaan Bendung Bandar Sidoras (rubber dam works) PE71 ... 47

III.1.10.Pekerjaan Jembatan (Bridge Works) ... 48

III.1.11.Pekerjaan Saluran Drainase (Drainage Works) ... 49

III.1.12.Pekerjaan Tambahan (Additional Works) ... 50

BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN ... 51


(9)

HALAMAN

IV.2. Permasalahan ... 52

IV.3. Pengumpulan Data ... 52

IV.4. Analisa Data ... 53

BAB V : PERHITUNGAN EVALUASI TINGGI MUKA AIR ... 56

V.1. Tinggi Muka Air Sungai ... 56

V.2. Bentuk Penampang Saluran (Design Note) ... 65

V.3. Perbandingan Muka Air Sungai ... 68

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

VI.1. Kesimpulan ... 73

VI.2. Saran ... 74


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran

Tabel 2.2 Hubungan Luas DAS dan sediment Delivery Ratio (SDR)

Tabel 3.1 Pekerjaan Jembatan MFC-2

Tabel 5.1 Perhitungan Tinggi Energi (H1) Setelah Pengerjaan di Lapangan

( As Built Drawing) dengan Metode tahapan Standar

Tabel 5.2 Tinggi muka air pada saluran perencanaan (Design Note)

Tabel 5.3 Perbandingan tinggi muka air banjir pada penampang perencanaan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Lokasi Paket MFC-1 sampai Paket MFC-8

Gambar 2.1 Penampang Saluran Trapesium

Gambar 2.2 Penampang Saluran Persegi

Gambar 2.3 Bagian Saluran untuk menurunkan Metode Tahapan

Gambar 3.1 Lokasi MFC-2

Gambar 3.2 Bendung karet Bandar Sidoras

Gambar 4.1 Diagram Metodologi Penelitian

Gambar 4.2 Bagan Alir Langkah-langkah Metode Tahapan Standar

Gambar 5.1 Masterplan Desain Banjir Sungai Percut (Q100)

Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Tinggi muka air rencana dan Tinggi muka air


(12)

DAFTAR NOTASI

B = Lebar Penampang melintang bagian bawah dasar

m = Angka penyebut pada perbandingan antara sisi vertical terhadap sisi horizontal (kemiringan dinding saluran).

A = luas penampang melintang yang tegak lurus aliran.

P =Panjang garis perpotongan dari permukaan basah saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran.

R = Perbandingan antara luas basah A dengan keliling P

Z =

jarak vertical titik terendah dasar saluran hingga permukaan air.

V= Kecepatan Aliran

n= Koefisien manning (kekasaran) S= Kemiringan Energi

α= Koefisien Energi

S0= Kemiringan Dasar Saluran

Sf= Kemiringan Gesek

Q= Debit Aliran

hf= Kehilangan Energi akibat gesekan dasar saluran

he= Kehilangan Energi akibat pusaran

yn= Kedalaman Normal

yc= Kedalaman kritis

E= Energi Spesifik


(13)

g= Percepatan gravitasi

E= Kehilangan tanah ( Erosi total) R=faktor erosivitas curah hujan K=faktor eridibilitas lahan

LS=faktor panjang-kemiringan lereng

C =faktor tanaman penutup lahan atau pengelolaan tanaman P =faktor tindakan konservasi lahan

Y = hasil sedimen per luas

Ws = Luas daerah aliran sungai


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Site Plan MFC-2 dari PE-71 sampai PE-129 As Built Drawing

Lampiran B Cross Section PE-71 sampai PE-129 As Built Drawing


(15)

ABSTRAK

Sungai-sungai utama yang berada di kota Medan yaitu sungai Deli, sungai Percut, dan sungai Belawan. Seiring berjalannya waktu dari hari ke hari jumlah debit air yang ada di sungai Deli semakin lama semakin bertambah, dengan begitu diperlukan adanya normalisasi pada sungai Deli tersebut. Namun dikarenakan sungai Deli berada atau melintasi pusat pemerintahan dan melintasi pusat pemukiman kota Medan, maka sangat sulit dilakukannya normalisasi sungai. Dengan begitu pemerintah kota Medan membuat proyek MFC-2 yang salah satunya membangun floodway yaitu saluran yang menghubungkan antara sungai Deli dan sungai Percut yang memiliki debit sungai yang tidak begitu banyak dan dapat dilakukan normalisasi pada sungai Percut ini karena sungai percut ini tidak banyak pemukiman warga di sekitarnya. Dengan begitu sebagian debit air yang ada di sungai Deli dapat mengalir ke sungai Percut.

Dalam perhitungan tinggi muka air pada saluran penampang dapat digunakan beberapa metode yaitu metode grafis, metode Integrasi langsung, metode tahapan langsung, dan metode tahapan standar. Sebelum dilakukan perhitungan tinggi muka air harus dicari dulu parameter-parameter hidrolik yang ada seperti luas penampang basah, keliling penampang basah, debit dan sebagainya. Tahapan- tahapan yang dilakukan dalam penulisan ini pertama-tama yaitu menetapkan tujuan yang akan dicari, kemudian menjelaskan permasalahan yang akan dibahas, kemudian mengumpulkan data-data yang ada, kemudian menetapkan memakai metode yang akan digunakan untuk perhitungan pada penulisan, kemudian pembahasan yang membahas tentang perhitungan pada penulisan ini, setelah dikerjakan perhitungannya maka yang terakhir yaitu pengambilan kesimpulan dan saran.

Untuk mengevaluasi tinggi muka air antara penampang saluran pada saat perencanaan (Design Note) dan pada penampang saluran pada saat setelah pengerjaan (As Built Drawing), metode yang paling tepat digunakan yaitu metode Tahapan standar (Standard Step Method). Dan nilai debit yang dipakai yaitu debit

masterplan Q100= 320 m3/s yang berasal dari nilai Debit sungai Deli (QDeli= 200

m3/s) ditambah dengan nilai debit dari saluran floodway (Qfloodway= 120 m3/s).

Dari hasil evaluasi tinggi muka air pada penampang saluran pada saat perencanaan (Design Note) dan pada penampang saluran pada saat setelah pengerjaan (As Built Drawing) terjadi kenaikan tinggi muka air yang signifikan namun tidak begitu tinggi. Maka penampang saluran pada as built drawing tersebut masih aman dan memadai karena di samping kenaikan tinggi muka air nya tidak begitu tinggi, saluran penampang tersebut juga memiliki tinggi freeboard sebesar 80cm.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi, air juga merupakan kebutuhan dasar manusian yang digunakan untuk kebutuhan minum, mandi, mencuci dan kegiatan lainnya. Keberadaan air di bumi ini terdistribusi dan bergerak dalam suatu siklus hidrologi yang terjadi oleh energi alamiah. Siklus hidrologi terjadi melalui proses penguapan yaitu air menjadi uap, penguapan ini bergantung pada 2 faktor penting yaitu suhu udara dan besarnya kandungan uap air yang ada di udara. Semakin tinggi suhu udara semakin banyak uap air diserap oleh udara semakin kecil persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara.

Selain memiliki manfaat yang besar bagi kelangsungan makhluk hidup di bumi, air juga memiliki potensi bahaya yang besar. Negara Indonesia terletak di wilayah tropis basah yang kaya akan curah hujan, akibat tingginya curah hujan ini Indonesia memiliki potensi rawan banjir. Hujan adalah suatu proses alamiah siklus air yaitu air dalam bentuk cair dan turun ke permukaan bumi sebagai air hujan. Penyebab masalah banjir terjadi akibat kenaikan suhu bumi, perubahan iklim, gangguan pengaliran air hujan di dalam sungai, pengurangan luas permukaan tanah yang menyerap air karena banyak berdirinya bangunan dan terjadinya kerusakan hutan.

Bencana banjir ini banyak dirasakan masyarakat baik di kota maupun di desa, keadaan ini diperburuk lagi dengan adanya proses konversi lahan atau


(17)

perubahan tata guna lahan yang berlangsung cepat sampai ke pedesaan, proses pendangkalan sungai-sungai dan danau yang berlangsung terus karena proses erosi akibat penggundulan hutan sehingga tidak dapat menampung lagi luapan air hujan. Sementara tanah tidak mampu lagi menyerap air secara maksimal maka terjadilah banjir dimana-mana.

Dalam upaya mencegah terjadinya bencana banjir yang dapat mengakibatkan kerusakan sarana dan prasarana publik serta kerugian harta benda dan timbulnya korban jiwa masyarakat khususnya kota medan dan sekitarnya. Maka pemerintah Republik Indonesia dalam hal Departemen Pemukiman dan Prasarana wilayah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air mengadakan proyek pengendalian banjir dan pengamanan pantai kota medan dan sekitarnya.

Kota Medan adalah kota terbesar di sumatera utara dan merupakan kota terbesar ke 3 di Indonesia, yang memiliki luas 26,5 km2 atau 3,6% luas dari keseluruhan provinsi sumatera utara dan memiliki jumlah penduduk 3,63 juta

jiwa. Kota medan berada pada letak 3°30’ - 3°43’ LU dan 98°35’ - 98°44’ BT

untuk itu topografi kota medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 di atas permukaan laut.

Pemerintah indonesia dam pemerintah jepang membuat kerja sama untuk mencari solusi dari banjir dan kekurangan air. Hasil dari kerja sama tersebut adalah dilakukannya studi pada wilayah sungai belawan padang oleh the japan international cooperation agency (JICA). Dan hasil dari studi tersebut didapat berdasarkan kondisi topografi,geologi, dan hidrologi sungai, ada beberapa kemungkinan struktur pengendalian banjir yaitu:


(18)

1. Perbaikan sungai

2. Kanal banjir (flood way)

3. Kolam retensi

4. Bendungan

Sungai Belawan, sungai Deli dan sungai Percut merupakan sungai utama yang melewati kawasan pemukiman kota Medan. Ketiga sungai ini relatif kecil dan kapasitas alirannya hanya mampu menampung air banjir periode ulang 2 tahun. Sungai Deli melintasi pusat kota, kantor pemerintahan, pusat bisnis dan pemukiman, sehingga tidak memungkinkan jika dilakukan perbaikan sungai.

Untuk itu dipilihlah alternatif kedua yaitu pembangunan floodway. Berdasarkan

kondisi topografi maka direncanakan floodway dari Sungai Deli ke sungai Percut.

Dan proyek tersebut diberi nama Medan Flood Control (MFC),proyek ini terdiri dari 8 paket yaitu MFC 1- MFC 8.

Pada tugas akhir ini secara khusus akan mengambil kajian topic tentang Evaluasi perencanaan hidrolik sungai percut perencanaan banjir dari PE-71

(Bendungan Bandar Sidoras) sampai dengan PE-129 (MFC-2).

II. Permasalahan

Kawasan pemukiman kota Medan dilalui oleh Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Percut. Pada proyek MFC ( Medan flood Control) khususnya MFC paket 2, banyak terjadi perubahan yaitu adanya perubahan iklim dan adanya perubahan design. Perubahan design yang terjadi pada MFC-2 (PE-71 s/d PE 129)


(19)

menyangkut dimensi penampang dari design sebelumnya (design note) dengan design yang sekarang (As built drawing) yang menyebabkan terjadinya perubahan parameter hidrolik terutama tinggi elevasi muka air sungai.

Gambar 1.1


(20)

III. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tinggi muka air dari Bendungan karet Bandar Sidoras (PE-71) sampai PE-129 antara keadaan penampang sekarang (sesuai dengan As built Drawing) dengan penampang yang di desain sebelumnya (sesuai dengan Design Note) apakah masih dalam kapasitas yang memadai atau tidak.

IV. Pembatasan masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan mengenai Evaluasi Perencanaan hidrolik sungai percut pengendalian Banjir dari bendung Bandar sidoras PE 71 sampai ke PE-129 (MFC-2), maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Aspek hidrolik yamg ditinjau adalah perbandingan tinggi muka air sungai

antara perencanaan sesuai design note dengan tinggi muka air sungai kondisi sekarang sesuai As Built Drawing.

2. Metode yang digunakan untuk evaluasi tinggi muka air tersebut adalah

Metode tahapan standard ( Standard Step Method).

3. Menghitung sedimentasi sungai pada aliran sungai percut dan akibatnya

pada sungai tersebut.

V. Metode Pembahasan

Metodologi dan kegiatan tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Mengumpulkan data-data sekunder.


(21)

Peta lokasi proyek

Data dokumentasi proyek: As Built Drawing MFC-2 Laporan-laporan.

The detailed design study on medan flood control project. 2.Menghitung Tinggi muka air

Dalam menganalisis ketinggian muka air apakah tinggi muka air masih berada pada standar yang ditentukan dan bentuk penampang aliran tersebut berubah-ubah maka metode yang digunakan yaitu metode tahapan standard (standard step method).

VI. Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi tinjauan umum, latar belakang, tujuan dan manfaat, ruang lingkup pembahasan, dan sistematika penulisan.

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan penelitian agar dapat memberikan gambar model dan metode analisis yang akan digunakan dalam menganalisa masalah.

Bab III. Gambaran Lokasi Penelitian

Bab ini menguraikan tentang gambaran lokasi penelitian yang dipakai untuk pengerjaan tugas akhir ini.


(22)

Bab IV. Metodologi Penelitian

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana kerja dari penelitian ini dan mendeskripsikan lokasi penelitian.

Bab V. Pembahasan

Bab ini merupakan analisa perhitungan evaluasi tinggi muka air dengan menggunakan metode tahapan standard

Bab VI. Kesimpulan dan Saran

Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil penelitian di lapangan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum

Air sebagai sumber daya tidak dapat habis, karena jumlahnya dalam biosfer tidak terpengaruh dan tidak rusak oleh aktivitas dan pemanfaatan oleh manusia. Agar dapat dimanfaatkan, air harus terdapat pada tempat khusus dam mempunyai kualitas tertentu dan dianggap sebagai terbaharui, dan sering sebagai sumber daya yang langka, mempunyai masa daur ulang tergantung pada lokasi dan penggunaannya.

Dalam mengelola sumber daya air, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air yang mengatur

(Sumber: HR. Mulyanto):

1. Menetapkan bahwa sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian,

keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian serta transparansi dan akuntabilitas

2. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan

lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

3. Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi

yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.

Banjir merupakan permasalahan umum yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia, terutama di daerah padat penduduk misalnya di kawasan perkotaan.


(24)

Oleh karena itu kerugian yang ditimbulkannya besar baik dari segi materi maupun kerugian jiwa, maka sudah selayaknya permasalahan banjir perlu mendapatkan perhatian yang serius dan merupakan permasalahan kita semua. Dengan anggapan bahwa, permasalahan banjir merupakan masalah umum, sudah semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi, untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan.

(Sumber : Robert 2002)

II.2 Faktor-faktor Penyebab terjadi banjir

Faktor-faktor penyebab terjadinya banjir sangat banyak, Namun banjir yang terjadi bisa diakibatkan oleh dua faktor. Salah satu faktor yaitu kejadian alam dan faktor yang lain yaitu akibat tindakan manusia itu sendiri, yaitu antara lain (Sumber: Robert 2002):

1. Curah Hujan

Indonesia memiliki iklim tropis, dengan begitu Indonesia memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau terjadi pada bulan April-September dan musim Penghujan terjadi pada bulan Oktober-Maret. Dan dengan begitu jika curah hujan melebihi kapasitas tanggul sungai maka akan terjadi banjir.

2. Pengaruh Fisiografi

Fisiografi atau Geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material


(25)

dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain. Merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.

3. Erosi dan Sedimentasi

Erosi di daerah pengaliran sungai (DPS) berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Erosi menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran, sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. Sedimentasi juga menjadi masalah besar pada sungai-sungai Indonesia.

4. Kapasitas sungai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DPS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat.

5. Kapasitas drainase yang tidak memadai

Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainase daerah genangan yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan banjir di musim hujan.

6. Pengaruh air pasang

Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater). Genangan ini terjadi sepanjang tahun baik di musim hujan dan maupun di musim kemarau.


(26)

7. Perubahan kondisi DPS

Perubahan DPS seperti pengundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lahan memberikan kontribusi yang besar terhadap naiknya kuantitas dan kualitas banjir.

8. Kawasan kumuh

Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat merupakan penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

9. Sampah

Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang ditentukan tidak baik, umumnya mereka langsung membuang sampah ke sungai. Di kota-kota besar hal ini sangat mudah dijumpai. Pembuangan sampah di alur sungai dapat meninggikan muka air banjir karena menghalangi aliran.

10. Drainase lahan

Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantuan banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.

11. Bendung dan bangunan air

Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).

12. Kerusakan bangunan pengendalian banjir

Menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.


(27)

13. Perencanaan sistim pengendalian banjir tidak tepat

Beberapa sistim pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, menyebabkan kecepatan aliran yang sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.

II.3. Pengendalian Banjir

Menurut Robert J.Kodoatie (2002), pada hakekatnya pengendalian banjir

merupakan suatu persoalan yang kompleks, karena dimensi rekayasanya (engineering) melibatkan banyak disiplin ilmu yang terkait antara lain: Hidrologi, Hidrolika, erosi DAS, teknik sungai, morphologi dan sedimentasi sungai, rekayasa sistem pengendalian banjir, system drainase kota, bangunan air dan lain-lain. Oleh karena itu suksesnya program peengendalian banjir juga tergantung dari aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan, hukum dan lainnya.

Dalam pembahasan kali ini akan dijelaskan tentang pengendalian banjir lebih dominan ke hidrolika, walaupun juga dijelaskan secara singkat tentang manajemen. Ada 4 strategi dasar untuk pengelolaan daerah banjir yang meliputi

(Robert, 2002):

1. Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan Zona atau pengaturan


(28)

2. Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan pengontrol (waduk) atau normalisasi sungai.

3. Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi asuransi,

penghindaran banjir (flood proofing)

4. Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya seperti

penghijauan.

Alat atau cara yang harus dilakukan untuk empat strategi di atas digambarkan sebagai berikut (Sumber: Robert 2002):

II. 3.1 Metode Struktur

Pada dasarnya kegiatan penanggulangan banjir adalah suatu kegiatan yang meliputi aktifitas : mengenali besarnya debit banjir, mengisolasi daerah genangan banjir, dan mengurangi tinggi elevasi air banjir. Kegiatan penanggulangan banjir dengan bangunan pada umumnya mencakup kegiatan berikut ini:

1. Perbaikan sungai dan pembuatan tanggul banjir untuk mengurangi besarnya

resiko banjir di sungai.

2. Pembuatan saluran floodway untuk mengalirkan sebagian atau seluruh air

sungai.

3. Pengaturan sistem pengaliran untuk mengurangi debit puncak banjir.

Untuk menunjang keberhasilan pengendalian banjir diperlukan kegiatan pengelolaan dan perbaikan sungai, untuk meningkatkan kapasitas sungai, dilakukan kegiatan sebagai berikut (Sumber : Robert 2002):

1. Menambah dimensi tampang alur sungai.


(29)

3. Pelurusan tau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau bermeander.

4. Pengendalian transport sedimen.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemiilihan jenis

bangunan pengendalian banjir adalah sebagai berikut:(Sumber : Robert 2002)

1. Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi dan hubungannya

dengan biaya pemeliharaan.

2. Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis.

3. Pengaruh bangunan terhadap lingkungan.

4. Perkembangan pembangunan daerah.

5. Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan sebelah

hilirnya.

Jenis-jenis bangunan pengendali banjir yang merupakan bagian dari metode struktur, dapat diuaraikan sebagai berikut:(Sumber : Robert 2002)

1. Bendungan

Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai di sebelah hilir bendungan. Faktor-faktor yang digunakan dalam pemilihan lokasi bendungan adalah sebagai berikut: (a) Lokasi mudah dicapai, (b) Topografi daerah memadai, dengan membentuk tampungan yang besar, (c) Kondisi geoologi tanah, (d) Ketersediaan bahan bangunan, (e) Tujuan serbaguna, (f) Pengaruh bendungan terhadap lingkungan, dan (g) Umumnya bendung terletak disebelah hulu daerah yang diilindungi.


(30)

2. Kolam penampungan (retension basin)

Seperti halnya bendungan, kolam penampungan (retension basin) berfungsi untuk menyimpan sementara debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Wilayah yang biasa digunakan untuk kolam penampungan biasanya di daerah dataran rendah atau rawa. Dengan perencanaan dan pelaksanaan tataguna lahan yang baik, kolam penampungan dapat digunakan untuk pertanian. Untuk strategi pengendalian yang andal diperlukan : (a) Pengontrolan yang memadai untuk menjamin ketepatan peramalan banjir, (b) Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau evakuasi, dan (c) Sistim drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan secepatnya setelah banjir reda.

3. Tanggul penahan banjir

Tanggul banjir adalah penghalang yang di desain untuk menahan air banjir di palung sungai untuk melindungi air disekitarnya. Tanggul banjir sesuai untuk daerah-daerah dengan memperhatikan faktor-faktor berikut: (a) Dampak tanggul terhadap regim sungai, (b) Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai misalnya jembatan, (c) Ketersediaan bahan bangunan setempat, (d) Syarat-syarat teknis dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah, (e) Hidrograf banjir yang lewat, (f) Pengaruh limpasan, penambangan, longsoran, dan bocoran, (g) Pengaruh tanggul


(31)

terhadap lingkungan, (h) Elevasi muka air yang lebih tinggi di alur sungai, dan (i) Lereng tanggul dengan tepi sungai yang relatif stabil.

4. Saluran by pass

Saluran by pass adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada daerah yang dilindungi. Faktor-faktor yang penting sebagai pertimbangan dalam desain saluran by pass adalah sebagai berikut: (a) Biaya pelaksanaan yang relative mahal, (b) Kondisi topografi dari rute alur baru, (c) Bangunan terjunan mungkin diperlukan di saluran by pass untuk mengontrol kecepatan air dan erosi, (d) Kendala-kendala geologi timbul sepanjang alur by pass (contoh membuat saluran sampai batuan dasar), (e) Penyediaan air dengan program pengembangan daerah sekitar sungai, (f) Kebutuhan air harus tercukupi sepanjang aliran sungai asli di bagian hilir dari lokasi percabangan, (g) Pembagian air akan berpengaruh pada sifat alami daerah hilir mulai dari lokasi percabangan by pass.

5. Sistim pengerukan/normalisasi alur sungai

Sistem pengerukan atau normalisasi saluran adalah bertujuan memperbesar kapasitas tampung sungai dan mmemperlancar aliran. Analisis yang harus diperhitungkan adalah analisis hidrologi, hidraulika, dan analisis sedimentasi. Anaalisis perhitungan perlu dilakukan dengan cermat mengingat kemungkinan kembalinya sungai ke bentuk semula sangat besar. Normalisasi diantaranya kegiatan-kegiatan melebarkan sungai, mengarahkan alur sungai dan memperdalam sungai (pengerukan). Untuk mengarahkan sungai dan


(32)

melebarkan penampangnya sering terjadi diperlukan pembebasan lahan. Oleh karena itu dalam kajiannya harus juga memperhitungkan aspek ekonomi (ganti rugi) dan aspek social bagi terutama bagi masyarakat atau stakeholders lainnys yang merasa dirugikan akibat lahannya berkurang.

6. Sistim drainase khusus

Sistem drainase khusus sering diperlukan untuk memindahkan air dari daerah rawan banjir karena drainase yang buruk secara alami tau karena ulah manusia. System khusus tipe gravitasi dapat terdiri dari saluran-saluran alami. Alternatif dengan pemompaan mungkin diperlukan untuk daerah buangan dengan elevasi air di bagian hilir terlalu tinggi. Sistem drainase khusus biasanya digunakan untuk situasi berikut: (a) Daerah perkotaan dimana drainase alami tidak memadai, (b) Digunakan untuk melindungi daerah pantai dari pengaruh gelombang, (c) Daerah genangan/bantaran banjir dengan bangunan flood wall/dinding penahan banjir.

Desain dari sistem drainase khusus berdasarkan pertimbangan berikut: (a) Topografi, karakteristik infiltrasi dan luas daerah yang akan dilindungi, (b) Kecepatan dan waktu hujan serta aliran permukaan, (c) Volume dari air yang ditahan, dan (d) Periode banjir.

Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan bangunan adalah: (a) Apabila elevasi air buangan lebih rendah dari elevasi daerah yang dilindungi, dapat diguunakan outlet sederhana, (b) Apabila fluktuasi perubahan elevasi air berubah-ubah diperlukan pintu-pintu otomatis, dan (c) Stasiun pompa


(33)

diperlukan apabila elevasi air buangan lebih tinggi dari daerah yang dilindungi.

II.3.2 Metode Non Struktur

Analisis pengendalian banjir dengan tidak menggunakan bangunan pengendali akan memberikan pengaruh cukup baik terhadap regim sungai. Contoh

aktifitas penanganan tanpa bangunan adalah sebagai berikut: (Sumber : Robert 2002)

1. Pengelolaan DPS untuk mengurangi limpasan air hujan DPS.

2. Kontrol pengembangan daerah genangan termasuk peraturan-peraturan

penggunaan lahan.

3. Konstruksi gedung atau bangunan yang dibuat tahan banjir dan tahan air.

4. Sistem peringatan dan ramalan banjir.

5. Rencana asuransi nasional atau perorangan.

6. Rencana gerakan siap siaga dalam keadaan darurat banjir.

7. Pengoperasian cara kerja pengendalian banjir.

8. Partisipasi masyarakat.

9. Law-Enforcement.

II.4. Aliraan Saluran

II.4.1. Saluran Terbuka dan sifat-sifatnya

Saluran terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dengan permukaan

bebas. Menurut Ven te chow, saluran terbuka dibagi berdasarkan


(34)

II.4.1.1 Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan asal-usul

1. Saluran Alam (Natural channel).

Contoh: sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di muara.

2. Saluran buatan (Artificial channel).

Di lapangan, saluran buatan (Artificial channel) bisa berupa:

a) Canal: semacam parit dengan kemiringa dasar yang landai, berpenampang segi empat, segi tiga, Trapesium, maupun lingkaran. Terbuat dari galian tanah, pasangan batu, beton, kayu maupun logam.

b) Talang (flume): Semacam selokan kecil yang terbuat dari logam, beton atau kayu yang melintas di atas permukaan tanah dengan suatu penyangga.

c) Got miring (chute) : semacam selokan dengan kemiringan dasar yang relative curam.

d) Bangunan Terjun (Drop structure) : semacam selokan dengan kemiringan yang tajam. Perubahan muka air terjadi. Perubahan muka air terjadi pada jarak yang dekat.

e) Gorong-gorong (culvert) : saluran tertutup yang melintasi jalan atau menerobos gundukan tanah dengan jarak yang relative pendek.

f) Terowongan (tunnel) : Saluran tertutup yang melintasi gundukan tanah atau bukit dengan jarak yang relative panjang.


(35)

II.4.1.2Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan konsistensi bentuk

penampang dan kemiringan dasar

1. Saluran prismatik (prismatic channel)

Yaitu saluran yang bentuk penampang melintang dan kemiringan dasarnya tetap. Contoh: saluran drainase,saluran irigasi.

2. Saluran non prismatik ( non prismatic channel)

Yaitu saluran yang bentuk penampang melintang dan kemiringan dasarnya berubah-ubah. Contoh: Sungai.

II.4.1.3Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan geometri penampang

melintang;

1) Saluran berpenampang segi empat.

2) Saluran berpenampang trapesium.

3) Saluran berpenampang segitiga.

4) Saluran berpenampang lingkaran.

5) Saluran berpenampang parabola.

6) Saluran berpenampang segi empat dengan ujung dibulatkan (diberi filet

berjari-jari tertentu).

7) Saluran bepenampang segitiga dengan ujung dibulatkan (diberi filet

berjari-jari tertentu).

II.5. Geometri penampang melintang saluran

Geometri penampang saluran biasanya seperti berikut:

1) Saluran alam (natural channel): Tidak beraturan, bervariasi mulai dari


(36)

2) Saluran buatan (Artificial channel) Terbuka: Beraturan, berpenampang segiempat, segitiga, trapesium, trapesium ganda, lingkaran hingga parabola.

3) Saluran buatan (Artificial channel) Tertutup : Lingkaran, Bujur sangkar,

elips.

II.5.1 Unsur-unsur geometric penampang saluran

Unsur-unsur geometric penampang saluran terdiri:

1) Kedalaman aliran (h) : jarak vertical titik terendah dasar saluran hingga

permukaan air.

2) Lebar dasar (B) : Lebar penampang melintang bagian bawah (dasar).

3) Kemiringan dinding (m) : Angka penyebut pada perbandingan antara sisi

vertical terhadap sisi horizontal.

4) Luas basah (A) : luas penampang melintang yang tegak lurus aliran.

5) Keliling basah (P): Panjang gaaris perpotongan dari permukaan basah

saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran.

6) Jari-jari hidraulik (R) : Perbandingan antara luas basah A dengan keliling

basah P.

Cara menghitung geometris penampang saluraan berbentuk Trapesium: Penampang basah total:

……….…………..……….….(2.1)

Dimana: A= Luas penampang basah m= Kemiringan dinding saluran h= Kedalaman luas basah maksimum


(37)

Keliling basah total:

……….………...(2.2)

Dimana: P = Keliling basah B= Lebar penampang

m= Kemiringan dinding saluran h=kedalaman luas basah maksimum Jari-jari Hidraulik:

………

....(

2.3a)

………(2.3b)

Dimana: R = Jari-jari hidraulik A= Luas penampang basah P= Keliling basah

h=kedalaman luas basah m=Kemiringan dinding saluran


(38)

Gambar 2.1 Penampang Saluran Trapesium

Untuk penampang berbentuk segi empat maupun segi tiga, maka unsur geometrisnya adalah identik. Hanya saja yang berbeda adalah harga B dan y. untuk penampang segi empat harga y=0, untuk penampang segi tiga harga B=0.

Cara menghitung geometris penampang saluran berbentuk segi empat: Penampang basah : m=0

……….……(2.4a) ………....(2.4b)

Dimana: A= Luas penampang basah B= Lebar penampang

h= kedalaman luas basah maksimum Keliling basah P:

………..……..……….….(2.5)

y x


(39)

Dimana: P= Keliling basah B= Lebar penampang

h= kedalaman luas basah maksimum

Jari-jari Hidrolik(R):

……….……….…...(2.6a) ……….………...(2.6b)

Dimana: R= Jari-jari hidrolik A=Luas penampang basah B= lebar penampang

h= kedalaman luas penampang maksimum P= keliling basah


(40)

Cara menghitung geometris penampang saluran berbentuk segitiga: (B=0) Penampang basah :

……….………..(2.7a) ………..…….(2.7b)

Dimana: A=luas penampang B=lebar penampang

m=kemiringan dinding saluran

h=kedalaman luas penampang maksimum Keliling basah P:

……….……….…...(2.8a) ……….……….…..(2.8b)

Dimana: P=keliling basah B=lebar penampang

h=kedalaman luas penampang maksimum m=kemiringan dinding saluran

Jari-jari hidraulik (R):

………..………….……(2.9a) ……….………..……….(2.9b) Dimana: R=jari-jari hidraulik

A=luas penampang


(41)

h=kedalaman luas penampang maksimum

Tabel 2.1. Unsur-Unsur geometris penampang saluran

(Sumber: Ven Te Chow,1997)

II.6. Rumus Manning

Pada tahun 1889 seorang insinyur Irlandia, Robert Manning mengemukakan sebuah rumus yang akhirnya diperbaiki menjadi rumus yang sangat dikenal sebagai

……….(2.10)

Dimana: V= kecepatan aliran R= jari-jari hidrolik


(42)

n= koefisien kekasaran (manning) S= kemiringan energi

II.6.1 Penentuan koefisien kekasaran manning

Kesulitan terbesar dalam pemakaian rumus Manning ataupun rumus Ganguillet-kutter adalah menentukan koefisien kekasaran n, sebab tidak ada cara yang tertentu untuk pemilihan nilai n. pada tingkat pengetahuan saat ini, memilih suatu nilai n sebenarnya berarti memperkirakan hambatan aliran pada saluran tertentu, yang benar-benar tidak dapat diperhitungkan. Untuk insinyur ahli, hal ini berarti sedikit latihan penentuan teknis dan pengalaman untuk pemula tidak lebih dari suatu dugaan, dan setiap orang akan memiliki hasil yang berbeda.

Untuk sekedar tuntunan bagi penentuan yang wajar mengenai koefisien kekasaran, terdapat 4 (empat) pendekatan umum, yakni:

1. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi nilai n dan hal ini memerlukan

suatu pengetahuan dasar mengenai persoalannya dan kadar perkiraannya.

2. Mencocokkan tabel dari nilai-nilai n untuk berbagai tipe saluran.

3. Memeriksa dan memahami sifat beberapa saluran yang koefisien

kekasarannya telah diketahui.

4. Menentukan nilai n dengan cara analitis berdasarkan distribusi kecepatan

teoritis pada penampang saluran dan data pengukuran kecepatan maupun pengukuran kekasaran.


(43)

II.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien kekasaran manning.

Suatu saluran tidak harus memiliki satu nilai n saja untuk setiap keadaan.

Sebenarnya nilai n sangat bervariasi dan tergantung pada berbagai faktor. Dalam

memilih nilai n yang sesuai untuk berbagai kondisi perancangan maka adanya pengetahuan dasar tentang faktor-faktor tersebut akan sangat banyak membantu.

Faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap koefisien kekasaran baik bagi saluran buatan maupun alam diuraikan di bawah ini:

(Sumber : Ven Te Chow)

1) Kekasaran permukaan

Kekasaran permukaan ditandai dengan ukuran dan bentuk butiran bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek hambatan terhadap aliran. Hal ini sering dianggap sebagai satu-satunya faktor dalam memilih koefisien kekasaran, tetapi sebenarnya hanyalah satu dari beberapa faktor utama lainnya. Secara umum dikatakan bahwa butiran halus mengakibatkan nilai n yang relative rendah dan butiran kasar memiliki nilai n yang tinggi.

2) Tetumbuhan

Tetumbuhan dapat digolongkan dalam jenis kekasaran permukaan, tetapi hal ini juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran. Efeknya terutama tergantung pada tinggi, kerapatan, distribusi dan jenis tetumbuhan, dan hal ini sangat penting dalam perancangan saluran pembuangan yang kecil.


(44)

3) Ketidakteraturan saluran

Mencakup pola ketidakteraturan keliling basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran. Pada saluran alam, ketidakteraturan seperti ini biasanya diperlihatkan dengan adanya alur-alur pasir, gelombang pasir, cekungan dan gundukan, lubang-lubang dan tonjolan di dasar saluran. Ketidakteraturan ini jelas menandakan kekasaran sebagai tambahan dari yang ditimbulkan oleh kekasaran permukaan dan faktor-faktor lainnya.

4) Trase saluran

Kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar akan

mengakibatkan nilai n yang relative rendah, sedangkan kelengkungan yang

tajam dengan belokan-belokan yang patah akan memperbesar nilai n.

5) Pengendapan dan penggerusan.

Secara umum, pengendapan dapat mengubah saluran yang sangat tidak beraturan menjadi cukup beraturan dan memperkecil n, sedangkan penggerusan dapat berakibat sebaliknya dan memperbesar n. namun efek utama dari pengendapan akan tergantung pada sifat alamiah bahan yang diendapkan.

6) Hambatan

Adanya balok sekat, pilar jembatan dan sejenisnya cenderung memperbesar n. besarnya kenaikan ini tergantung pada sifat alamiah hambatan, ukuran, bentuk, banyaknya dan penyebarannya.


(45)

7) Ukuran dan bentuk saluran.

Belum ada bukti nyata bahwa ukuran dann bentuk saluran merupakan faktor penting yang mempengaruhi nilai n. perbesaran jari-jari hidrolik dapat memperbesar maupun memperkecil n.

8) Taraf Air dan Debit

Nilai n pada saluran umumnya berkurang bila taraf air dan debitnya bertambah. Bila air rendah, ketidakteraturan dasar saluran akan menunjol dan efeknya kelihatan. Namun nilai n dapat pula besar pada taraf air tinggi bila dinding saluran kasar dan berumput.

Bila debit terlalu besar, air banjir dapat melimpas ke tebing-tebingnya dan sebagian aliran akan mengairi bantaran banjir. Nilai n pada bantaran banjir biasanya lebih besar dari pada di saluran, dan besarnya tergantung pada kondisi permukaan dan tetumbuhannya.

9) Perubahan Musiman

Akibat pertumbuhan musiman dari tanaman-tanaman air, rumput, willow dan semak-semak di saluran atau di tebing, nilai n dapat bertambah pada musim semi dan berkurang pada musim dingin. Perubahan musiman ini dapat menimbulkan perubahan faktor-faktor lainnya.

10) Endapan Melayang dan Endapan Dasar

Bahan-bahan yang melayang dan endapan yang dasar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak akan menyerap energy dan menyebabkam kehilangan tinggi energy atau memperbesar kekasaran saluran.


(46)

II.7. TINGGI MUKA AIR SUNGAI

Menurut Ven Te Chow, perhitungan profil muka air sungai aliran berubah

lambat laun pada dasarnya meliputi penyelesaian dinamis dari aliran berubah lambat laun. Sasaran utama dari perhitungan ini telah menentukan profil muka air. Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menghitung profil muka air pada aliran permanen tidak beraturan, diantaranya adalah:

1. Metode Integrasi Grafis.

2. Metode Integrasi Langsung.

3. Metode Tahapan Langsung.

4. Metode tahapan Standard.

II.7.1 Metode Integrasi Grafis

Dasar metode ini adalah mengintegrasikan persamaan dinamis dari aliran berubah lambat laun secara grafis. Dipilih dua penampang saluran dengan jarak

berturut-turut x1 dan x2 terhadap suatu titik awal dan dengan kedalaman

berturut-turut y1 dan y2.

Apabila beberapa nilai y dan dihitung nilai-nilai dx/dy yang berkebalikan dengan suku kanan persamaan aliran berubah lambat laun. Kemudian buatlah lengkung terhadap dy/dx. Menurut persamaan jelas bahwa nilai x sama dengan luas daerah yang diarsir yang terbentuk oleh lengkung, sumbu y dan ordinat dy/dx sesuai dengan y1 dan y2. Luas ini dapat dihitung dan ditentukan pula nilai x nya.

Metode ini sangat luas pemakaiannya, dapat dipakai untuk aliran dalam saluran prismatik maupun tak prismatik dengan berbagai bentuk dan kemiringan. Prosedurnya tidak berbelit-belit dan mudah diikuti. Namun dapat pula menjadi


(47)

berlarut-larut bila diterangkan untuk persoalan yang sesungguhnya. Contoh yang relatif sederhana diberikan disini sekedar untuk menggambarkannya.

( Sumber : Ven Te Chow)

II.7.2 Metode Integrasi langsung

Persamaan diferensial aliran berubah lambat laun tidak dapat dinyatakan secara tegas untuk y pada setiap jenis penampang melintang saluran, sehingga suatu integrasi langsung yang tepat terhadap persamaan tersebut sesungguhnya praktis telah dapat dilakukan. Berbagai usaha telah dilakukan, baik untuk menyelesaikan persamaan bagi kejadian-kejadian khusus maupun membuat permisalan agar persamaan tersebut dapat diintegrasikan secara matematis.

Prosedur perhitungan metode integrasi langsung adalah sebagai berikut:

1. Hitung kedalaman normal yn dan kedalaman kritis yc berdasarkan data Q dan

S0

2. Tentukan eksponen hidrolik N dan M untuk suatu kedalaman rata- rata yang

diperkirakan di bagian saluran yang diselidiki. Dianggap bahwa penampang saluran yang diselidiki memiliki eksponen hidrolik yang konstan.

3. Hitung J dari J= N/(N-M +1)

4. Hitung nilai-nilai u= y/yn dan v=uN/J pada kedua penampang bagian saluran.

5. Hitung panjang bagian saluran


(48)

II.7.3 Metode Tahapan Langsung

Secara umum metode tahapan dinyatakan dengan membagi saluran menjadi bagian-bagian salutan yang pendek, lalu menghitung secara bertahap dari suatu ujung ke ujung saluran lainnya. Ada berbagai jenis metode tahapan ini. Beberapa metode tampaknya lebih baik daripada yang lainnya ditinjau dari segi tertentu, tetapi belum ada satu metode yang di anggap paling baik untuk dipakai dalam setiap masalah. Metode tahapan langsung merupakan metode sederhana yang dapat dipakai untuk saluran prismatik.

(Sumber: Ven Te Chow)

……….…….…(2.11)

………...………...(2.12) Dengan E energy Spesifik, atau anggap:

……….……....(2.13a)

………...(2.13b)

……….………….…....(2.13c) Dimana: y=Kedalaman aliran

V=Kecepatan aliran

α=Koefisien energy

S0=Kemiringan dasar


(49)

Langkah-langkah menghitung Metode Tahapan Langsung (Direct Step Method):

Kolom 1,(h) : Kedalaman yang mendekati kedalaman normal secara asimptotis pada jarak tak terhingga. Oleh karena itu, perhitungan profil muka air dihentikan jika kedalaman air pada kisaran 1 persen dari kedalaman normal.

Kolom 2,(A) : Luas potongan melintang dengan kedalaman pada kolom 1. Kolom 3,(R) : Jari-jari hidraulik, R=A/P, dimana P= keliling basah untuk

kedalaman air pada kolom 1.

Kolom 4,(V2/2g): Tinggi kecepatan, dimana kecepatan (V), dihitung dengan

membagi debit (Q), dengan luas penampang melintang (A) dari kolom 2.

Kolom 5,(E) : Energi spesifik (E), dihitung dengan menjumlahkan kedalaman air (h) pada kolom 1, dengan tinggi kecepatan (v2/2g) pada kolom 4.

Kolom 6,(∆E=E2-E1): Kolom ini diperoleh dari mengurangkan harga E pada

kedalaman yang bersangkutan dengan E untuk kedalaman sebelumnya.

Kolom 7,(Sf) : Dengan menggunakan angka kekasaran Manning (n) tertentu,


(50)

Kolom 8,( ) : Rata-rata Sf pada kedalaman yang bersangkutan dan kedalaman

sebelumnya. Kolom ini dibiarkan kosong untuk baris pertama, karena disini belum ada kedalaman sebelumnya.

Kolom 9,(S0- ) : Harga pada kolom ini diperoleh dari mengurangkan pada

kolom 8 terhadap S0.

Kolom 10,(∆X= X2-X1): Pertambahan jarak dihitung dari persamaan yaitu dengan

membagi kolom 6 dengan kolom

Kolom 11,(X) : Merupakan jarak dari titik control sampai kedalaman yang

ditinjau dan merupakan akumulasi dari ∆X dari kolom 10.

(Sumber : Ven Te Chow)


(51)

II.7.4 Metode Tahapan Standard (Standard Step Method)

Metode ini dapat juga dipakai untuk saluran tak prismatik. Pada saluran tak prismatik, unsur hidrolik tergantung pada jarak di sepanjang saluran. Pada saluran alam, biasanya perlu dilakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan pada setiap penampang yang perlu dihitung. Perhitungan dilakukan tahap demi tahap dari suatu pos pengamat ke pos berikutnya yang sifat-sifat hidroliknya telah ditetapkan. Dalam hal ini jarak setiap pos diketahui dan dilakukan penentuan kedalaman aliran di tiap pos. cara semacam ini biasanya dibuat berdasarkan perhitungan coba-coba.

(Sumber : Ven Te chow)

Untuk menjelaskan cara ini dianggap bahwa permukaan air terletak pada suatu ketinggian dari bidang mendatar. Dalam gambar 2.3, tinggi muka air di atas bidang datar pada kedua ujung penampang dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut:

……….………..…(2.14)

……….………...(2.15) Kehilangan tekanan akibat gesekan adalah:

………...…..….(2.16)

Dengan kemiringan gesekan Sf diambil sebagai kemiringan rata-rata pada

kedua ujung penampang atau Sf.


(52)

e f h h g v Z g v Z 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 ...(2.17)

dengan he ditambahkan untuk kehilangan tekanan akibat pusaran, yang cukup

besar pada saluran tak prismatik. Sampai kini belum ada metode rasional untuk menghitung kehilangan tekanan akibat pusaran. Kehilangan ini terutama tergantung pada perubahan tinggi kecepatan dan dapt dinyatakan sebagai bagaian

dari padanya, atau k( .V2/2g) dengan k suatu koefisien. Untuk bagian saluran yang lambat laun melebar atau menyempit, berturut-turut k = 0 sampai 0,1 dan

0,2. Untuk pelebaran atau penyempitan tiba-tiba, nilai k sekitar 0,5. Untuk saluran

prismatik yang umum kehilangan tekanan akibat pusaran praktis tidak ada, atau k

= 0. Untuk mempermudah perhitungan kadang-kadang he dianggap sebagai

bagian dari kehilangan tekanan akibat gesekan dan nilai n Manning akan

meningkat pula dalam menghitung hf. Lalu dalam perhitungan he diambil nol. Maka,

H2 = H1 + hf + he...(2.18) Inilah persamaan dasar yang merupakan dasar urutan metode tahapan standar.

Metode tahapan standar akan memberikan hasil yang terbaik bila dipakai menghitung saluran alam.

Dimana: Z1 = Tinggi muka air dari dasar saluran pada penampang pertama (m)

Z2 = Tinggi muka air dari dasar saluran pada penampang kedua (m)

V1 = Kecepatan aliran pada penampang pertama (m/s)

V2 = Kecepatan aliran pada penampang kedua (m/s)


(53)

he =Kehilangan energy akibat pusaran

g =Percepatan gravitasi (m/s2)

∆x = Jarak interval antara penampang pertama dan kedua (m)

S0 =Kemiringan dasar saluran

Sf =Kemiringan garis energi

H1 =Tinggi tekanan total pada penampang pertama

H2 =Tinggi tekanan total pada penampang kedua

Langkah-Langkah menghitung Metode Tahapan Standard, Tahapan perhitungan disusun dalam bentuk daftar, nilai-nilai di setiap kolom dalam tabel tersebut dijelaskan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Kolom 1 (X) : Jarak lokasi titik dimana kedalaman airnya dihitung Kolom 2 (EDS) :Elevasi Dasar sungai

Kolom 3 (EMA) : Elevasi Muka air Banjir

Kolom 4 (z) : Tinggi muka air dari dasar saluran Kolom 5 ( ) : Luas penampang basah (A)

Kolom 6 ( ) : Debit aliran yang diambil dari data Design Note

Kolom 7 ( ) : Kecepatan aliran , dimana A luas penampang diambil

dari kolom 5 dan Q dari kom 6


(54)

Kolom9 ( ) : Total tinggi energi, merupakan penjumlahan ketinggian dasar

saluran (z),pada kolom 4, dan tinggi energy kolom 8 atau

.

Kolom10 (P) : Keliling basah penampang

Kolom 11 (R) : Jari-jari hidrolis untuk kedalaman air adalah , dimana A

luas penampang basah dari kolom 6, dan P keliling basah pada kolom 10.

Kolom 12 : Jari-jari hidrolis dipangkatkan empatpertiga

Kolom 13 ( : Kemiringan garis energi yang dihitung berdasarkan

persamaan

Kolom 14 ( ) : Rata-rata pada kedalaman yang bersangkutan dan

kedalaman sebelumnya untuk jarak yang ditentukan.

Kolom 15 Jarak antara titik yang dihitung kedalaman airnya dan lokasi

yang telah diihitung kedalaman air sebelumnya.

Kolom 16 ( : Kehilangan tinggi energy akibat gesekan sepanjang ,

dihitung dari persamaan, , dimana diambil dari

kolom 14 dan dari kolom 15.

Kolom 17 (he) : Kehilangan energi akibat pusaran

Kolom 18 ( ) : merupakan tinggi energi total, yang dihitung dari penambahan


(55)

kolom 9) pada perhitungan sebelumnya. Jika selisih pad

kolom 9 dan pada kolom 18 berada pada kisaran yang

dapat diterima, maka perkiraan kedalaman air (z) pada kolom 4 merupakan kedalaman air yang dicari pada titik tersebut, dan perhitungan dapat dilanjutkan pada titik berikutnnya. Sebaliknya, jika selisih masih jauh maka perlu

diulang dengan harga (z) yang baru.(Sumber : Ven Te Chow)

II.8. Erosi dan Sedimentasi

Erosi dan sedimentasi merupakan suatu proses yang terkait. Erosi pada daerah hulu daerah pengaliran sungai terjadi bervariasi mulai erosi permukaan (sheet erosion), erosi alur, erosi jurang, dan erosi tebing.(Sumber: Suripin 2004).

Menurut CD. Soemarto 1995, di alam kita ini erosi dan sedimentasi dapat disebabkan oleh angin, air atau aliran gletser (es).

Erosi dan pengangkutan sedimen yang dilakukan oleh air merupakan suatu proses penting dalam pembentukan suatu daerah aliarn sungai dan mempunyai konsekuensi ekonomi serta lingkungan yang penting

(Sumber: Ray K. Linsley,JR 1982)

II.8.1 Erosi

Erosi adalah pemindahan dan transportasi material permukaan bumi yang kebanyakan berupa tanah dan debris batuan (regolith), bahan-bahan yang tererosi secara alami.(Sumber: HR. Mulyanto)


(56)

Proses dari erosi yaitu tanah dapat tererosi yakni terlepas dari lokasinya, oleh aksi angin, air, gaya gravitasi (tanah longsor), dan aktivitas manusia. Erosi oleh air dapat dianggap dimulai oleh pelepasan partikel-partikel tanah oleh hempasan percikan air hujan. Proses-proses percikan dan aliran permukaan itulah yang menyebabkan erosi lapisan (sheet erosion), yakni degradasi permukaan tanah yang relatif merata (Sumber : Ray K. Linsley, JR 1982).

Jenis-jenis erosi yang disebabkan oleh air dapat berupa (Sumber : CD. Soemarto1995):

a. Erosi lempeng (Sheet erosion), yaitu butir-butir tanah diangkut lewat permukaan atas tanah oleh selapis tipis limpasan permukaan, yang dihasilkan oleh intensitas hujan yang merupakan kelebihan dari daya infiltrasi.

b. Pembentukan polongan (gully), yaitu erosi lempeng terpusat pada polongan tersebut. Kecepatan airnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kecepatan limpasan permukaan tersebut di atas. Polongan tersebut cenderung menjadi lebih dalam, yang menyebabkan terjadinya longsoran-longsoran. Polongan tersebut tumbuh ke arah hulu. Ini dinamakan erosi ke

arah belakang (backward erosion).

c. Longsoran massa tanah yang terletak di atas batuan keras atau lapisan tanah liat, longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan yang panjang yang lapisan tanahnya menjadi jenuh oleh air tanah.


(57)

d. Erosi tebing tanah, terutama yang terjadi pada saat banjir, yaitu tebing tersebut mengalami penggerusan air yang dapat menyebabkan longsornya tebing-tebing pada belokan-belokan sungai.

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi yaitu antara lain (Sumber: Ray

K.linsley,JR) :

1. Curah hujan

Hempasan tetesan air hujan sangat mempengaruhi terjadinya erosi, dengan begitu semakin besar curah hujan yang terjadi maka intensitas terjadinya erosi sangat besar pula.

2. Tumbuh-tumbuhan yang menutupi tanah

Tumbuh-tumbuhan memberikan perlindungan yang penting terhadap erosi, yaitu dengan menyerap energi jatuhnya air hujan dan biasanya mengurangi ukuran butir-butir air hujan yang mencapai tanah. Tumbuh-tumbuhan juga dapat memberikan perlindungan mekanis pada tanah terhadap erosi selokan, lagipula infiltrasi melalui penambahan bahan organik pada tanah. Kapasitas infiltrassi yang lebih tinggi berarti mengurangi aliran permukaan dan akibatnya memperkecil erosi.

3. Jenis tanah

Tanah kohesif lebih tahan terhadap erosi percikan daripada tanah berbutir lepas, umumnya erosi percikan meningkat dengan bertambahnya fraksi pasir dalam tanah akibat hilangnya kohesi.


(58)

4. Kemiringan tanah

Laju erosi lebih besar pada lereng yang curam dibanding pada lereng yang datar. Semakin curam kemiringannya, semakin efektif kemampuan erosi percikan dalam menggerakkan tanah ke hilir lereng. Kecepatan aliran permukaan juga lebih besar pada lereng yang curam, dan gerakan tanah lebih mungkin terjadi pada daerah yang curam.

Untuk menghitung perkiraan besarnya erosi yang terjadi pada daerah

aliran sungai (DAS), digunakan metode USLE (Sumber: HR. Mulyanto) :

………..………2.19

Dimana :

E : Kehilangan tanah ( Erosi total) (ton/ha/tahun) R : faktor erosivitas curah hujan

K : faktor eridibilitas lahan

LS: faktor panjang-kemiringan lereng

C : faktor tanaman penutup lahan atau pengelolaan tanaman P : faktor tindakan konservasi lahan

II.8.2 Sedimentasi

Sedimentasi didefenisikan sebagai penganngkutan, melayangnya

(suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air. Sedimentasi merupakan akibat adanya erosi, dan memberikan banyak dampak di


(59)

sungai-sungai, saluran-saluran, waduk-waduk, di bendungan atau pintu air dan di daerah di sepanjang sungai. (Sumber: CD. Soemarto)

Faktor-faktor yang terpenting yang menentukan kuantitas produksi

sedimen (sediment yield) suatu DAS: (Sumber: HR. Mulyanto)

1. Tinggi curah hujan dan intensitasnya.

2. Jenis tanah dan formasi geologi.

3. Tetumbuhan penutup.

4. Tata guna lahan.

5. Topografi DAS.

6. Erosi lahan tinggi, kemiringan lereng lahan, berat jenis dan trase alur

patusan alam, bentuk dsn luas DAS. 7. Run off: koefisien run off dari DAS

Besar hasil perkiraan hasil sedimen dapat dihitung berdasarkan hasil dari persamaan sebagai berikut:

……….2.20

Dimana:

Y = hasil sedimen per luas E = Erosi jumlah

Ws = Luas daerah aliran sungai


(60)

Besarnya nilai SDR dalam perhitungan hasil sedimen suatu daerah aliran sungai umumnya ditentukan dengan menggunakan tabel antara luas DAS dan besarnya SDR (Tabel 2.2)

Tabel 2.2. Hubungan Luas DAS dan sediment Delivery Ratio (SDR)

Luas

SDR

Km2 Ha

0.1 10 0.520

0.5 50 0.390

1.0 100 0.350

5.0 500 0.250

10.0 1000 0.220

50.0 5000 0.153

100 10000 0.127

500 50000 0.079


(61)

BAB III

GAMBARAN KONDISI DAERAH MEDAN FLOOD CONTROL

III.1. Proyek MFC-2

Posisi Proyek MFC paket 2 berada pada rentang koordinat antara PE 46-PE 129 (Lihat Gambar 3.1). Pekerjaan paket ini dilakukan oleh PT Wijaya Karya. Time schedule rencana dalam kontrak awal adalah selama 20 bulan. Namun ternyata dalam pengerjaan aktual di lapangan waktu yang dibutuhkan adalah 46,8 bulan, 26,8 bulan lebih lama dari rencana awal. Hal ini terjadi akibat beberapa kendala di lapangan, salah satunya adalah terjadi perselisihan antara warga sekitar dengan pihak penyelenggara akibat masalah pembebasan lahan, selain itu juga terdapat masalah kondisi medan cukup berat. Untuk pekerjaan MFC-2 ini, dibagi 4 bagian utama, yaitu: pekerjaan sungai (river works), pekerjaan Bendung Bandar

Sidoras (Bandar Sidoras rubber dam works), Pekerjaan jembatan (bridge works),

pekerjaan saluran drainase (drainage works), dan pekerjaan tambahan (additional

works).

III.1.1 Pekerjaan Sungai (River Works)

Pada pekerjaan sungai untuk proyek MFC paket 2, tidak berbeda jauh dengan proyek MFC paket 1, akan tetapi terdapat penambahan pekerjaan pada proyek paket ini, yaitu pekerjaan Bendung Bandar Sidoras, beserta bangunan pendukungnya dan juga pembangunan groundsill.


(62)

III.1.2 Pembersihan Lokasi (PE-46 s/d PE-129)

Sasaran utama dari pekerjaan ini adalah pembersihan lokasi yang terdapat pada paket MFC-2, agar dapat dikerjakan sesuai dengan perencanaan. Total lokasi

pekerjaan yang dikerjakan pada kontrak awal adalah 528.000 m2, sedangkan total

pekerjaan yang dilaksanakan dilapangan adalah 750.093 m2.

Gambar 3.1 Lokasi MFC-2

Gambar 3.1

Lokasi MFC-2

III.1.3 Pengikisan Top Soil(PE-46 s/d PE-129)

Tujuan utama pekerjaan ini adalah untuk mengikis seluruh lapisan atas, terutama untuk tanggul sungai. Fungsi utamanya adalah agar setiap daerah yang


(63)

dikikis dapat digunakan untuk bangunan utama maupun untuk bangunan pendukung.

III.1.4 Pekerjaan galian tanah (Excavation) ( PE-46 s/d PE- 129)

Pekerjaan galian tanah terbagi 2 jenis pekerjaan, yaitu pekerjaan galian untuk pekerjaan pondasi dan pekerjaan galian tanah pada saluran sungai. Pekerjaan tanah untuk pekerjaan pondasi hanya terbatas pada areal yang direncanakan akan dibangun pondasi, sedangkan fungsi utama dari pekerjaan galian sungai ini adalah untuk meningkatkan kapasitas penyaluran debit air sungai dan saluran pendukung agar tetap stabil sesuai dengan perencanaan awal.

III.1.5 Perbaikan Tanggul Tanah (PE-46s/d PE -129)

Selain sebagai pengaman sungai, tanggul juga berfungsi sebagai jalan penghubung untuk masyarakat. Keberadaan tanggul harus dijaga dan dipelihara karena merupakan item yang penting untuk menjaga masyarakat sekitar dari luapan sungai Percut akibat banjir kiriman yang berasal dari Medan dan juga untuk menjaga dari luapan air pasang.

III.1.6 Groundsill (PE 55+00)

Struktur bangunan ini mempunyai fungsi sebagai penahan sedimen dan erosi dasar sungai, agar penampang sungai dapat tetap terjaga. Posisi bangunan ini sendiri berada di bawah muka air sungai, oleh sebab itu keberadaannya tidak dapat diketahui apabila hanya dilihat dari atas sungai. Perencanaan pada kontrak awal direncanakan pembangunan Groundsill 1 lokasi, dan pada kondisi aktual tidak berubah.


(64)

III.1.7 Perkerasan Dinding Saluran berupa Wet Stone Masonry

(Revetment/Wet Stone Masonry) (PE 46 sampai PE 82)

Revetment merupakan bagian dinding sungai yang mengalami perkuatan dengan struktur perkuatan berupa pasangan batu yang disusun dan direkatkan dengan mortar. Revetment ini bersentuhan langsung dengan air sungai. Selain berfungsi untuk perkuatan dinding saluran, revetment juga berfungsi untuk menahan pengikisan saluran yang diakibatkan oleh gaya gesek antara air sungai dengan dinding saluran, yang dapat mengakibatkan erosi dan sedimentasi.

III.1.8 Sodding

Merupakan penanaman rumput yang berfungsi sebagai penguat dinding tanggul dan pencegah terjadinya erosi dinding tanggul.

III.1.9 Pekerjaan Bendung Bandar Sidoras (rubber dam works) PE 71

Bendung Bandar Sidoras (seperti terlihat pada Gambar 3.2) berfungsi sebagai pengatur ketinggian muka air sungai, untuk selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan irigasi masyarakat sekitar. Sebelum adanya bendung ini, pada lokasi ini juga telah terdapat bendung, akan tetapi bendung yang lama berupa bendung beton, sementara bendung Bandar Sidoras yang baru adalah bendung karet. Dimana keunggulannya ketinggian muka air sungai dapat lebih fleksibel diatur. Apabila ketinggian muka air sungai sudah mencapai ambang batas maksimum yang direncanakan, maka secara otomatis bendung Bandar Sidoras


(65)

akan mengempis, dan permukaan air akan rata pada lokasi sebelum dan sesudah bendung. Selain pekerjaan konstruksi bendung Bandar Sidoras, juga terdapat pekerjaan perbaikan fasilitas irigasi, diantaranya pembangunan intake, pekerjaan galian tanah dan perbaikan pada saluran primer, sekunder, maupun tersier.

III.1.10 Pekerjaan Jembatan (Bridge Works)

Pada Tabel 3.1 di bawah ini akan ditampilkan 3 wilayah pekerjaan perbaikan jembatan pada proyek MFC paket 2.

Tabel 3.1 Pekerjaan Jembatan proyek MFC-2

No Nama Jembatan Koordinat

Dimensi (m)

Panjang Lebar

1 Jembatan Titi Besi PE 57-3 82,8 7,0

2 Jembatan Perkebunan PE 84-84 104,0 7,0

3 Jembatan Titi Gantung PE 109+93 57,4 7,0


(66)

Sumber: Laporan PCR ( Project Completion Report)

Gambar 3.2

Bendung karet Bandar Sidoras

III.1.11 Pekerjaan saluran drainase (drainage works)

1) Drainage Flap Gate and Drainage Gate

Pekerjaan saluran drainase pada proyek MFC paket 2 ini lebih kepada pekerjaan perbaikan drainase yang telah ada, yaitu penambahan sebanyak 2 unit di 2 lokasi dan berdekatan dengan P2 dan P3, diantaranya adalah penambahan Drainage Flap Gate dengan diameter 600 mm berada pada posisi PE 84+113, dan drainage gate ukuran 2,0 m x 1,5 m x 2, berada pada posisi PE 95L+53,38.

2) Pemindahan dan perbaikan jalan (Relocation of Existing Road) (PE 82 s/d


(67)

Untuk menunjang kegiatan pekerjaan yang ada pada proyek MFC paket 2 ini, maka akses jalan yang ada disekitar proyek ini juga harus direlokasi dan disempurnakan sesuai dengan fungsinya. Panjang rencana jalan yang akan direlokasi pada kontrak awal adalah sepanjang 1.500 m, dan panjang

rencana tersebut tetap hingga pelaksanaan pekerjaan.

3) Relokasi Saluran Irigasi untuk SL2 (PE95+35 s/d PE103+10).

Relokasi dilakukan untuk memaksimalkan fungsi bendung Bandar Sidoras yang merupakan bangunan utama dalam penunjang pengairan masyarakat sekitar. Dalam kontrak awal, rencana relokasi saluran irigasi akan dikerjakan sepanjang 710 m, dan perencanaan tersebut tidak berubah sampai pengerjaan dilakukan.

III.1.12 Pekerjaan Tambahan (Additional works)

Pekerjaan tambahan dilakukan sebagai penyempurnaan dari pekerjaan saluran sungai, pekerjaan jembatan, dan pekerjaan drainase. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Dinding Pengaman Tepi Sungai pada Titik Lokasi yang harus Diperkuat

(SlopeProtection on Scouring Location)(PE 64L+94,808 s/d PE 110+8.431)

Slope Protection (dinding tanggul) berfungsi untuk menahan erosi dinding tanggul akibat dari gerusan arus pada saluran. Karena pekerjaan ini merupakan pekerjaan pendukung, maka pada kontrak awal tidak direncanakan, dan pekerjaan dilakukan sebagai pendukung pekerjaan lainnya. Jumlah pekerjaan adalah 1 lokasi.


(68)

Pintu pada saluran yang berbentuk silinder dan berdiameter 600 mm, ini sebagai pintu saluran pembuangan yang berasal dari drainase warga menuju ke saluran utama sungai. Jumlah pintu yang dikerjakan sejumlah 1 lokasi. Posisinya adalah pada sisi kiri dan kanan jembatan P3.

3) Gorong-gorong (Drainage Box Culvert),1,5 m x 1,2 m(PE 109+83)

Gorong-gorong yang dibangun adalah berjumlah 1 lokasi. Fungsinya sendiri adalah sebagai saluran bawah yang melintang jalan oprit kiri jembatan P3.


(69)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang dilakukan pada studi ini terlebih dahulu mencari informasi tentang MFC-2, kemudian mengumpulkan data yang berhubungan dengan MFC-2 dan menganalisa data sedemikian rupa untuk mendapatkan kesimpilan akhir. Alur pengerjaannya lebih jelas tergambar pada Gambar 4.1. Bagan Alir Metodologi Pengerjaan Tugas Akhir.

Menetapkan Tujuan

Evaluasi Perencanaan Hidrolik Metode Tahapan Standard

(Standard Step Method) Permasalahan

Kesimpulan dan Saran Pengumpulan Data Data Sekunder

1. Gambar Cross Section 2. Peta Lokasi Proyek 3. Laporan-Laporan PCR

Pembahasan


(70)

IV.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tinggi muka air dari Bendungan karet Bandar Sidoras (PE-71) sampai PE-129 antara keadaan penampang sekarang (sesuai dengan As built Drawing) dengan penampang yang di desain sebelumnya (sesuai dengan Design Note) apakah masih dalam kapasitas yang memadai atau tidak.

IV.2 Permasalahan

Kawasan pemukiman kota Medan dilalui oleh Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Percut. Pada proyek MFC ( Medan flood Control) khususnya MFC paket 2, banyak terjadi perubahan yaitu adanya perubahan iklim dan adanya perubahan design. Perubahan design yang terjadi pada MFC-2 (PE-71 s/d PE 129) menyangkut dimensi penampang dari design sebelumnya (design note) dengan design yang sekarang (As built drawing) yang menyebabkan terjadinya perubahan parameter hidrolik terutama tinggi elevasi muka air sungai.

IV.3 Pengumpulan Data

Data- data yang terkait dengan kondisi lokasi studi sangat mendukung penyelesaian studi ini. Oleh karena itu, langkah awal yang dilakukan penulis adalah mencari informasi untuk mengetahui sumber-sumber data yang diperlukan, serta mengumpulkan data yang diutuhkan.

Adapun sistematika yang dilakukan dalam pengumpulan data sebagai berikut:

1. Mengumpulkan beberapa literature dari buku, laporan riset, dan makalah


(71)

2. Mengumpulkan data-data yang diperlukan yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang didapat dari instansi terkait, laporan riset, dan pihak terkait yang berhubungan dengan pembahasan. Data-data yang diperlukan yaitu:

Data sekunder

Data sekunder lebih mengarah kepada ketersediaan informasi atau

referensi terkait Project Completion Report Medan Flood Control

(PCR-MFC) dalam studi ini. Adapun data sekunder tersebut dapat diperoleh antara lain melalui: Biro Pusat Statistik, Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Balai Wilayah Sungai Sumatera II, dan lain-lain. Dan data yang dipakai yaitu:

1. As Built Drawing MFC-2 dari PE 71- PE 129.

2. The detailed design study on medan flood control project

a) Main Report (volume II)

b) Design Notes (volume III)

IV.4 Analisa Data

Dengan terkumpulnya data-data yang mendukung studi ini, maka pengolahan data dapat dilakukan melalui beberapa tahap. langkah-langkah perhitungan tersebut yaitu dengan Metode Tahapan Standard (standard Step Method):


(1)

Tabel 5.13 Perhitungan Curah Hujan Rata-rata (November dan Desember)

NOVEMBER

Tahun A.Pancur A1 C1 x A1 TAMORA A2 C2 X A2 Patumbak A3 C3 X A3 Σ C X A Σ A Rn 1999 32 67.50 2160.00 90 20.30 1827.00 28 106.20 2973.60 6960.60 194.00 35.88 2000 119 67.50 8032.50 62 20.30 1258.60 90 106.20 9558.00 18849.10 194.00 97.16 2001 83 67.50 5602.50 27 20.30 548.10 44 106.20 4672.80 10823.40 194.00 55.79 2002 53 67.50 3577.50 30 20.30 609.00 108 106.20 11469.60 15656.10 194.00 80.70 2003 102 67.50 6885.00 0 20.30 0.00 135 106.20 14337.00 21222.00 194.00 109.39 2004 56 67.50 3780.00 40 20.30 812.00 30 106.20 3186.00 7778.00 194.00 40.09 2005 43 67.50 2902.50 80 20.30 1624.00 46 106.20 4885.20 9411.70 194.00 48.51 2006 32 67.50 2160.00 90 20.30 1827.00 38 106.20 4035.60 8022.60 194.00 41.35 2007 58 67.50 3915.00 110 20.30 2241.12 49 106.20 5203.80 11359.92 194.00 58.56 2008 54 67.50 3645.00 115 20.30 2326.4 56 106.20 5947.20 11918.58 194.00 61.44 DESEMBER

Tahun A.Pancur A1 C1 x A1 TAMORA A2 C2 X A2 Patumbak A3 C3 X A3 Σ C X A Σ A Rn 1999 38 67.50 2565.00 80 20.30 1624.00 75 106.20 7965.00 12154.00 194.00 62.65 2000 36 67.50 2430.00 28 20.30 572.46 10 106.20 1062.00 4064.46 194.00 20.95 2001 184 67.50 12420.00 41 20.30 836.36 110 106.20 11682.00 24938.36 194.00 128.55 2002 41 67.50 2767.50 60 20.30 1218.00 59 106.20 6265.80 10251.30 194.00 52.84 2003 25 67.50 1687.50 100 20.30 2030.00 50 106.20 5310.00 9027.50 194.00 46.53 2004 33 67.50 2227.50 130 20.30 2639.00 57 106.20 6053.40 10919.90 194.00 56.29 2005 56 67.50 3780.00 185 20.30 3755.50 75 106.20 7965.00 15500.50 194.00 79.90 2006 77 67.50 5197.50 90 20.30 1827.00 88 106.20 9345.60 16370.10 194.00 84.38 2007 72 67.50 4860.00 120 20.30 2436.00 52 106.20 5522.40 12818.40 194.00 66.07 2008 41 67.50 2767.50 115 20.30 2326.4 59 106.20 6265.80 11359.68 194.00 58.56


(2)

Tabel 5.14 DATA CURAH HUJAN RATA-RATA HARIAN THIESSEN

Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Maksimum 1999 35.11 44.34 61.71 37.85 59.83 43.08 36.07 50.91 62.39 82.20 35.88 62.65 82.20 2000 35.70 35.36 33.01 21.52 38.27 52.83 69.03 36.59 89.64 71.65 97.16 20.95 97.16 2001 44.72 20.10 51.99 44.82 59.77 38.60 58.44 95.89 60.96 66.55 55.79 128.55 128.55 2002 69.51 29.66 46.66 60.19 37.22 39.84 77.42 51.01 79.13 52.81 80.70 52.84 80.70 2003 42.12 44.43 28.78 58.16 60.97 32.18 90.52 51.07 34.02 45.96 109.39 46.53 109.39 2004 47.03 26.34 59.76 28.49 46.37 30.51 56.91 49.65 68.65 45.61 40.09 56.29 68.65 2005 53.40 24.60 19.65 41.98 37.93 51.45 45.23 36.38 61.84 64.58 48.51 79.90 79.90 2006 23.80 42.55 44.04 51.87 54.29 55.33 53.39 42.99 90.13 66.51 41.35 84.38 90.13 2007 29.22 17.07 33.57 104.15 56.62 20.81 46.09 91.05 67.16 103.98 58.56 66.07 104.15 2008 50.67 49.89 52.35 56.04 73.77 63.13 47.83 59.26 56.64 52.66 61.44 58.56 73.77


(3)

Tabel 5.15 CURAH HUJAN MAKSIMUM

No Tahun Rx

No Urut Tahun Max

1 1999 82.20

1 2001 128.55

2 2000 97.16

2 2003 109.39

3 2001 128.55

3 2007 104.15

4 2002 80.70

4 2000 97.16

5 2003 109.39

5 2006 90.13

6 2004 68.65

6 1999 82.20

7 2005 79.90

7 2002 80.70

8 2006 90.13

8 2005 79.90

9 2007 104.15

9 2008 73.77

10 2008 73.77


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

1.

Proyek Medan Flood Control (MFC) khususnya MFC-2 sudah memiliki

perencanaan bentuk penampang yang akan di buat, namun pada saat

pengerjaannya di lapangan banyak terjadi perubahan design sehingga

mempengaruhi tinggi elevasi muka air antara design penampang sebelumnya

(Design Note) dengan design penampang sekarang (As Built Drawing).

2.

Analisa perhitungan elevasi tinggi muka air ini menggunakan debit

Masterplan (Q

100

) =320 m

3

/s.

3.

Dengan menggunakan Metode Tahapan Standar (standard Step Method)

didapat elevasi muka air yang sekarang (As Built Drawing) dan dapat

dibandingkan dengan elevasi muka air perencanaan sebelumnya (Design

Note), terjadi kenaikan tinggi muka air yang besar.

4.

Terdapat pada satu penampang terjadi penurunan tinggi elevasi muka air, itu

diakibatkan perubahan nilai kecepatan yang drastis.


(5)

VI.2. Saran

1.

Di dalam tulisan ini perhitungan elevasi muka air (EMA) dilakukan dengan

Metode Tahapan Standar, untuk penelitian yang lebih lengkap perhitungan

dapat dilakukan dengan metode lain, contohnya Metode grafis.

2.

Di dala tulisan hanya membahas pada jarak PE 71

PE 129, sebaiknya agar

penulisan lebih lengkap lagi seebaiknya di bahas dari PE 0 sampai berakhir di

Floodway.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010.

Project Completion Report

. Balai wilayah sungai sumatera II, Medan.

Chow Ven Te. 1984

. Hidrolika Saluran Terbuka

,.Erlangga.Jakarta.

JICA. 1996.

The Detailed Design Study on Medan Flood Control Project Volume II,

Medan.

JICA. 1996.

The Detailed Design Study on Medan Flood Control Project Volume III,

Medan.

Kodoatie, R.J dan Sugianto. 2002.

Banjir, Beberapa Penyebab dan Metode

Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan.

Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Karya Wijaya .PT. 2000

As Built Drawing Of MFC-2 Volume I,

Medan.

Karya Wijaya .PT. 2000

Contract Documents for Contract Package no MFC-2 of The

Medan Flood Control Project,

Medan.

Raju Ranga K.G

.

1986.

Aliran Melalui Saluran Terbuka

. Erlangga

,

Jakarta

Suripin. 2003.

Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan.

Andi, Yogyakarta

Suyono. 1984.

Perbaikan dan pengaturan sungai

. Pradnya paramita, Yogyakarta