Kajian Pembakaran Serentak Batubara Dengan Sekam Padi Menggunakan Sistem Fluidisasi

(1)

KAJIAN PEMBAKARAN SERENTAK BATUBARA DENGAN

SEKAM PADI MENGGUNAKAN SISTEM FLUIDISASI

TESIS

OLEH:

B A R I T A 047015003/TM

PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN PEMBAKARAN SERENTAK BATUBARA DENGAN

SEKAM PADI MENGGUNAKAN SISTEM FLUIDISASI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Fakultas Teknik

Sekolah Pascasarjana Pada Universitas Sumatera Utara

OLEH:

B A R

I T A

047015003/TM

PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : KAJIAN PEMBAKARAN SERENTAK BATUBARA DENGAN SEKAM PADI MENGGUNAKAN SISTEM FLUIDISASI Nama Mahasiswa : Barita

Nomor Pokok : 047015003 Program Studi : Teknik Mesin

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Ilmi Abdullah, M.Sc) Ketua

(Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA) (Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan suatu investigasi untuk mendapatkan karakteristik pembakaran campuran batubara dan sekam padi dengan menggunakan ruang bakar fluidized bed. Investigasi dilakukan dengan menggunakan batubara peringkat rendah (low rank coal) jenis lignit dengan ukuran partikel 2 mm dan sekam padi ukuran 1-3 mm. Bahan bakar yang diuji disiapkan dalam empat kombinasi, yaitu 10%, 20%, 30%, dan 40% kandungan sekam padi (basis berat). Dalam eksperimen ini, laju bahan bakar diatur konstan sebesar 13,50 kg/jam. Pengukuran suhu pembakaran dan emisi gas asap dilakukan dengan memvariasikan kelebihan udara terhadap kandungan sekam padi. Hasil penelitian menunjukkan suhu pembakaran dan emisi gas asap seperti CO, CO2, NO2, dan SO2 berkurang dengan kenaikan kandungan sekam padi

dalam batubara. Pada pembakaran campuran batubara dengan 40% sekam padi, memperlihatkan suhu pembakaran sebesar 7850C pada kelebihan udara 40% dan menghasilkan suhu terendah dibandingkan terhadap lainnya. Pada kelebihan udara 10%, jika kandungan sekam padi di naikkan dari 10-40% maka emisi CO berkurang sebesar 26% , emisi CO2 berkurang sebesar 35%, emisi SO2 berkurang sebesar 36%,

dan emisi NO2 berkurang sebesar 6%. Dengan demikian campuran batubara dengan

sekam padi dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan pembakaran serentak untuk

kebutuhan energi yang ramah lingkungan. Kata-kunci: batubara, sekam padi, pembakaran campuran,


(5)

ABSTRACT

The research constitutes the form of an investigation to achieve the particular co-combustion characteristics of coal and rice husk by a fluidized bed combustor. An investigation was carried out using low rank coal of lignit type with particle size in the range of 1-2mm and rice husk by the size of 1-3mm. The fuel for combustion to be tested in the trial is provided at the combination of 10%, 20%, 30%, and 40% containing rice husk (dry basis). Experiments were conducted at fixed rates of 13.50 kg/hr. To obtain the combustion temperatures and gaseous pollutant emission a test was carried out by varying the excess air and the blending ratio of rice husk. The result of this study shows that the combustion temperatures and gaseous pollutant emissions such as CO, CO2, NO2, and SO2 were reduced substantially with the

increase of the blending ratio of rice husk in coal. At blending of 40% rice husk in the coal fuel, the combustion temperature could reach up to 7850C at 40% excess air and produce the lowest temperature compared to the other. At 10% excess air, combustion of fuel with the content of rice husk of 10-40% results of CO emission reduced of 26%, CO2 of 35%, SO2 of 36%, and NO2 of 6%. Thus, a mixture of coal

with rice husk can be used as fuel by burning simultaneously to the needs of environmentally friendly energy.


(6)

Puji syukur penulis persembahkan ke hadirat Illahi Rabbi karena berkat ijin dan rahmat-Nya lah penelitian tesis ini dengan judul “Kajian Pembakaran Serentak Batubara Dengan Sekam Padi Menggunakan Sistem Fluidisasi” dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini terlaksana berkat bimbingan dan arahan dari Komisi Pembimbing dan merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan setiap mahasiswa pada Program Magister Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME, selaku Ketua Program Magister Teknik Mesin USU, dan Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Sekretaris Program Magister Teknik Mesin USU atas motivasi dan sarannya.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga ditujukan penulis kepada Bapak Dr. Ir. Ilmi Abdullah, M.Sc selaku Ketua komisi Pembimbing yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan penelitian serta petunjuk dan arahan mulai dari pembuatan proposal sampai menjadi sebuah tesis.

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga ditujukan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA dan Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc, selaku anggota Komisi Pembimbing atas usul dan saran yang sangat berharga dalam penyelesaian tesis ini.

Penghargaan dan terima kasih penulis kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng, selaku Dekan Fakultas Teknik USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Teknik Mesin USU.

Seluruh Dosen dan Staf administrasi Program Magister Teknik Mesin USU yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bantuan selama penulis dalam pendidikan di Program Magister Teknik Mesin USU, seluruh rekan-rekan mahasiswa, dan Alumni Magister Teknik Mesin yang telah banyak memberikan masukan yang bermanfaat, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih.

Medan, Maret 2010 Penulis,

BARITA 047015003


(7)

Nama : Barita

Tempat/Tgl Lahir : Natal/8-6-1956 Agama : Islam

Alamat : Jl. Raya Menteng Gg Abadi No 31 Medan

Telp. (061) 7346123 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Tahun Masuk Tamat

Jenjang Pendidikan 1963 1968 Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Aek Kanopan

1969 1971 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Aek Kanopan 1972 1974 Sekolah Teknologi Menengah (STM) Negeri L. Pakam 1976 1984 STTM d/a Institut Teknologi Medan (ITM)

No Pekerjaan Tahun

1 Staf Pengajar Politeknik Medan 1984 - 1986 2 Staf pengajar Kopertis wil-I / dpk ITM 1985 - sekarang


(8)

Halaman ABSTRAK ………..

KATA PENGANTAR ……… RIWAYAT HIDUP ……… DAFTAR ISI ………... DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ……….. DAFTAR LAMPIRAN ……….. DAFTAR ISTILAH ……….... LAMBANG YUNANI ………

i iii iv v viii ix xi xii xiii BAB 1. PENDAHULUAN ……….

1.1Latar Belakang ………... 1.2Perumusan Masalah ………..

1.3Batasan Masalah ………

1.4Tujuan Penelitian ………... 1.5Manfaat Penelitian ………...

1 1 9 10 11 11 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 2.1 Teknologi Fluidized Bed Combustion ………... 2.2 Sifat-Sifat Batubara dan Sekam Padi ……….. 2.3 Pembakaran Sekam Padi dengan Teknologi

Fluidized Bed Combustion ... 2.4 Klasifikasi Mode Fluidisasi ………... 2.5 Kajian Termodinamika Pembakaran………... 2.6 Mekanisme Pembakaran Bahan Bakar Padat ……… 2.7 Kerangka Konsep ………... 2.8 Diagram Alir ………...

13 13 16 20 22 30 34 40 41 BAB 3. METODE PENELITIAN ……….

3.1 Tempat dan Waktu ……… 3.2 Bahan, Peralatan dan Metode ………... 3.3 Skema Ruang Bakar Fluidized bed combustion ……… 3.4 Rancangan Pembakaran Sistem Fluidisasi ………... 3.5 Prosedur Pengujian ………

42 42 42 51 53 61


(9)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 4.1. Data Penelitian ………. 4.2. Analisa Karakteristik Pembakaran Batubara, Batubara

dan Sekam Padi……….

64 64 65 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………

5.1. Kesimpulan ………. 5.2. Saran………

80 80 81 DAFTAR PUSTAKA ………... LAMPIRAN ………....

82 84


(10)

Nomor Judul Halaman

Tabel 1.1 Sarana Penyediaan Tenaga Listrik ………. 2

Tabel 1.2 Potensi Energi Terbarukan Nasional ... 2

Tabel. 2.1 Potensi Teknis Beberapa Sumber Energi ... 17

Tabel. 2.2 Cadangan Batubara Berdasarkan Tingkat Kualitas ... 17

Tabel. 2.3 Komposisi Kimia dan Sifat-Sifat Beberapa Bahan Bakar Padat ... 19

Tabel. 3.1 Analisis Ultimate dan Nilai Kalor Bahan Bakar Batubara dan Sekam Padi ... 43

Tabel. 3.2 Komposisi Campuran Batubara dan Sekam Padi ... 43

Tabel. 3.3 Hasil Eksperimen Kejatuhan Tekanan Dengan Kecepatan Fluidisasi untuk Tinggi Bed 7,50 cm ... 54

Tabel. 3.4 Hasil Eksperimen Kejatuhan Tekanan Dengan Kecepatan Fluidisasi untuk Tinggi Bed 10 cm ... 56

Tabel. 3.5 Hubungan Jumlah Bahan Bakar, Udara Teoritis dan Kecepatan Fluidisasi ... 60

Tabel. 3.6 Hubungan Excess Air, Perbandingan Udara-Bahan Bakar ... 61

Tabel. 3.7 Pengelompokan Data Sampel ... 61

Tabel. 4.1 Hasil Pengujian Suhu Pembakaran Batubara ... 65

Tabel. 4.2 Hasil Pengujian Suhu Pembakaran Batubara dan 10% Sekam Padi .. 65

Tabel. 4.3 Hasil Pengujian Suhu Pembakaran Batubara dan 20% Sekam Padi .. 65

Tabel. 4.4 Hasil Pengujian Suhu pembakaran Batubara dan 30% Sekam Padi .. 65

Tabel. 4.5 Hasil Pengujian Suhu Pembakaran Batubara dan 40% Sekam Padi .. 65

Tabel. 4.6 Hasil Eksperimen Konsentrasi CO (ppm) terhadap Variasi Kandungan Sekam Padi dan Excess Air ... 70


(11)

Tabel. 4.7 Hasil Eksperimen Konsentrasi CO2 (%) terhadap Variasi

Kandungan Sekam Padi dan Excess Air………. 73 Tabel. 4.8 Hasil Eksperimen Konsentrasi SO2 (ppm) terhadap Variasi

Kandungan Sekam Padi dan Excess Air ... 76 Tabel. 4.9 Hasil Eksperimen Konsentrasi NO2 (ppm) terhadap Variasi


(12)

Nomor Judul Halaman

Gambar. 1.1 Kontribusi Peningkatan CO2 Pembangkit Listrik ...………….. 5

Gambar. 1.2 Gambar 2.1 Penurunan Emisi CO2 Untuk Pembakaran Campuran Kayu dan Batubara ...……….. Hidrokarbon (HC) Terperangkap di dalam Pori Sebagai Karbon Deposit ……… 7 21 Gambar. 2.2 Fix Bed ...……….. 23

Gambar. 2.3 Minimum Fluidization ………... 24

Gambar. 2.4 Bubbling Fluidization ……… 25

Gambar. 2.5 Slugging ………. 26

Gambar. 2.6 Turbulent Fluidization ………... 26

Gambar. 2.7 Kejatuhan Tekanan vs Kecepatan Gas untuk Ukuran Partikel Merata ………... 29

Gambar. 2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 40

Gambar. 2.9 Diagram Alir Penelitian ... 41

Gambar. 3.1 Ruang Bakar ... 45

Gambar. 3.2 Pelat Distributor ... 46

Gambar. 3.3 Forced Draught Fan/Blower... 47

Gambar. 3.4 Konveyor Ulir ... 48

Gambar. 3.5 Cyclone ... 49

Gambar. 3.6 Manometer ... 50

Gambar. 3.7 Analyzer Gas ... 50

Gambar. 3.8 Ruang Bakar Fluidized Bed Combustion ……….. 51 Gambar. 3.9 Hubungan Kejatuhan Tekanan vs Kecepatan Udara pada


(13)

Tinggi Bed 7,50 cm ... 55

Gambar. 3.10 Hubungan Kejatuhan Tekanan vs Kecepatan Udara pada Tinggi Bed 10 cm ... 56

Gambar. 4.1 Suhu Pembakaran Pada Excess Air 10% ... 67 Gambar. 4.2 Suhu Pembakaran Pada Excess Air 20% ... 68

Gambar. 4.3 Suhu Pembakaran Pada Excess Air 30% ... 68

Gambar. 4.4 Suhu Pembakaran Pada Excess Air 40% ... 69

Gambar. 4.5 Emisi CO Pembakaran Batubara dan Sekam Padi ... 72

Gambar. 4.6 Persentase CO2 Pembakaran Batubara dan Sekam Padi ... 74

Gambar. 4.7 Emisi SO2 Pembakaran Batubara dan Sekam Padi ... 77

Gambar. 4.8 Konsentrasi NO2 Pembakaran Batubara dan Sekam Padi ... 78


(14)

Lampiran 1. Data dan Hasil Eksperimen Emisi Gas Asap

Pembakaran Batubara ……… 84

Lampiran 2. Data dan Hasil Eksperimen Gas asap Pembakaran Batubara dan 10% Sekam Padi ……… 85

Lampiran 3. Data dan Hasil Eksperimen Gas asap Pembakaran Batubara dan 20% Sekam Padi ……… 86

Lampiran 4. Data dan Hasil Eksperimen Gas asap Pembakaran Batubara dan 30% Sekam Padi ……… 87

Lampiran 5. Data dan Hasil Eksperimen Gas asap Pembakaran Batubara dan 40% Sekam Padi ……… 88

Lampiran 6. Data dan Hasil Eksperimen Suhu Pembakaran Batubara … 89 Lampiran 7. Data dan Hasil Eksperimen Suhu Pembakaran Batubara dan 10% Sekam Padi……… 90

Lampiran 8. Data dan Hasil Eksperimen Suhu Pembakaran Batubara dan 20% Sekam Padi……… 91

Lampiran 9. Data dan Hasil Eksperimen Suhu Pembakaran Batubara dan 30% Sekam Padi……… 92

Lampiran 10. Data dan Hasil Eksperimen Suhu Pembakaran Batubara dan 40% Sekam Padi……… 93

Lampiran 11. Hasil Output MS. Excel Korelasi CO ……….. 94

Lampiran 12. Hasil Output MS. Excel Korelasi CO2 ……… 96

Lampiran 13. Hasil Output MS. Excel Korelasi SO2 ………. 98

Lampiran 14. Hasil Output MS. Excel Korelasi NO2 ……… 100

Lampiran 15. Tabel Titik Kritis Uji t ………. 101

Lampiran 16. Laporan Hasil Analisa ... 102 DAFTAR ISTILAH


(15)

Notasi Satuan

b

A = penampang ruang bakar ……… m2

teor

Af = jumlah udara teoritis ……… m3/s

r

A = Archimedes number ………

-dp = diameter partikel ……… μm

dv = diameter volume gelembung ……… μm g = gravitasi ……… m/s2

C

g = faktor konversi ……… 1kg.m/N.s2

HHV = nilai kalor atas ……… kJ/kg

LHV = nilai kalor bawah ………. kJ/kg

L = tinggi lapisan alas ……… m

bb

M = jumlah bahan bakar ………. Kg/hr

ud

M = jumlah udara teoritis ……… m3/s

MS =

p

Δ =

Koefisien udara ……… kejatuhan tekanan ………

- cmH2O

Q = kapasitas bahan bakar ………. m3/s

mf

Re = bilangan Reynold ……… -

To = suhu udara ……….. oC

U = kecepatan udara ruang bakar ……….. m/s

mf

U = kecepatan minimum fluidisasi ……… m/s

O

U = kecepatan superficial gas ……… m/s

V = volume produk pembakaran ……… m3/kg

T

V = total volume produk pembakaran ……… m3/s

b

V = volume lapisan alas ………. m3

W = berat partikel ……….. N


(16)

μ = kekentalan mutlak gas ... N-s/m2

s

g ρ

ρ , = densitas gas, densitas partikel ... ..kg/m3

m

ε , εmf= fraksi gelembung ... -


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan suatu investigasi untuk mendapatkan karakteristik pembakaran campuran batubara dan sekam padi dengan menggunakan ruang bakar fluidized bed. Investigasi dilakukan dengan menggunakan batubara peringkat rendah (low rank coal) jenis lignit dengan ukuran partikel 2 mm dan sekam padi ukuran 1-3 mm. Bahan bakar yang diuji disiapkan dalam empat kombinasi, yaitu 10%, 20%, 30%, dan 40% kandungan sekam padi (basis berat). Dalam eksperimen ini, laju bahan bakar diatur konstan sebesar 13,50 kg/jam. Pengukuran suhu pembakaran dan emisi gas asap dilakukan dengan memvariasikan kelebihan udara terhadap kandungan sekam padi. Hasil penelitian menunjukkan suhu pembakaran dan emisi gas asap seperti CO, CO2, NO2, dan SO2 berkurang dengan kenaikan kandungan sekam padi

dalam batubara. Pada pembakaran campuran batubara dengan 40% sekam padi, memperlihatkan suhu pembakaran sebesar 7850C pada kelebihan udara 40% dan menghasilkan suhu terendah dibandingkan terhadap lainnya. Pada kelebihan udara 10%, jika kandungan sekam padi di naikkan dari 10-40% maka emisi CO berkurang sebesar 26% , emisi CO2 berkurang sebesar 35%, emisi SO2 berkurang sebesar 36%,

dan emisi NO2 berkurang sebesar 6%. Dengan demikian campuran batubara dengan

sekam padi dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan pembakaran serentak untuk

kebutuhan energi yang ramah lingkungan. Kata-kunci: batubara, sekam padi, pembakaran campuran,


(18)

ABSTRACT

The research constitutes the form of an investigation to achieve the particular co-combustion characteristics of coal and rice husk by a fluidized bed combustor. An investigation was carried out using low rank coal of lignit type with particle size in the range of 1-2mm and rice husk by the size of 1-3mm. The fuel for combustion to be tested in the trial is provided at the combination of 10%, 20%, 30%, and 40% containing rice husk (dry basis). Experiments were conducted at fixed rates of 13.50 kg/hr. To obtain the combustion temperatures and gaseous pollutant emission a test was carried out by varying the excess air and the blending ratio of rice husk. The result of this study shows that the combustion temperatures and gaseous pollutant emissions such as CO, CO2, NO2, and SO2 were reduced substantially with the

increase of the blending ratio of rice husk in coal. At blending of 40% rice husk in the coal fuel, the combustion temperature could reach up to 7850C at 40% excess air and produce the lowest temperature compared to the other. At 10% excess air, combustion of fuel with the content of rice husk of 10-40% results of CO emission reduced of 26%, CO2 of 35%, SO2 of 36%, and NO2 of 6%. Thus, a mixture of coal

with rice husk can be used as fuel by burning simultaneously to the needs of environmentally friendly energy.

Keywords: coal, rice husk, co-firing, fluidized bed combustion, pollutant


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan dan dikembangkan di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan perusahaan yang memasok sebagian besar dari kebutuhan energi listrik, disamping perusahaan listrik swasta (Independent Power Producer, IPP).

Berdasarkan data PLN [1] bahwa produksi listrik Indonesia pada tahun 2003 bersumber dari energi fosil sebesar 83% terdiri dari batubara: 22%, BBM 36%, gas 24%, sedangkan hidro 15% serta panas bumi 2% (Tabel 1.1). Dari data diperoleh bahwa produksi energi listrik di Indonesia paling banyak bersumber pada pembangkit yang menggunakan bahan bakar minyak. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap satu jenis energi (minyak bumi) pemerintah mengeluarkan kebijakan diversifikasi energi, penggunaan bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik berangsur-angsur diusahakan untuk digantikan dengan penggunaan energi lain, seperti batubara, gas bumi dan energi terbarukan.

Penggunaan BBM secara berlebihan tidak saja memicu krisis ekonomi global maupun setiap negara, melainkan yang lebih memprihatinkan adalah memicu krisis lingkungan global. Krisis energi dan krisis lingkungan global merupakan peluang


(20)

yang perlu dimanfaatkan untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi energi bukan fosil yang sifatnya terbarukan.

Tabel 1.1 Sarana Penyediaan Tenaga Listrik PLN[1]

URAIAN 2000 2001 2002 2003

Pembangkit MW 20.76169 21.058,83 21.112,23 21.206,33

Jumlah PLT-BBM PLTU PLTD PLTG PLTGU MW ,, ,, ,, ,, 7.781,12 1.125,00 2.549,85 859,71 3.246,56 7.837,65 1.125,00 2.585,02 881,06 3.246,56 7.971,74 1.255,00 2.589,12 881,06 3.246,56 7.645,86 1.155,00 2.670,00 1.082,27 2.737,98 Jumlah PLT NON-BBM

PLTA PLTP PLTU Batubara PLTU Gas PLTG Gas PLTGU GAS MW ,, ,, ,, ,, ,, ,, 12.980,57 3.015,25 300,00 4.790,00 855,00 343,66 3.616,66 13.221,18 3.105,86 380,00 4.920,00 855,00 343,66 3.616,66 13.140,49 3.155,17 380,00 4.790,00 855,00 343,66 3.616,66 13.560,47 3.167,78 380,00 4.790,00 955,00 142,45 4.125,24

Sumber:”Statistik Ketenagalistrikan dan Energi Tahun 2003”

Menurut Rohi [2] bahwa potensi energi bukan fosil sangat banyak dan pemanfaatannya belum maksimal (Tabel 1.2). Potensi terbesar adalah pada tenaga air yakni 846,00 JUTA BOE atau 75,67 GW dan dimanfaatkan sebesar 4,2 GW atau 5,55%. Sedangkan potensi panas bumi Indonesia merupakan terbesar di dunia yakni 40% dari cadangan panas bumi dunia, namun di Indonesia pemanfaatannya masih rendah yakni 3,1%.

Tabel 1.2 Potensi Energi Terbarukan Nasional

ENERGI TERBARUKAN

SUMBER ENERGI PEMANFAAT KAPASITAS

TERPASANG

Tenaga Air 75,67 GW 6.851,00 GWh 4.200,00 MW

Panas Bumi 27,00 GW 2.593,50 GWh 800,00MW

Mini Micro Hydro 468,75 GW -- 84,00 MW

Bio massa 49,81 GW -- 302,40 MW

Tenaga Surya 4,80 kWh/m2/hari -- 8,00 MW

Tenaga Angin 9,29 GW -- 0,50 MW


(21)

-Penggunaan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara konvensional saat ini mempunyai kekurangan, yaitu efisiensinya rendah yang berkisar antara 33-36%. Efisiensi ini dapat ditingkatkan dengan membangun unit pembangkit yang lebih besar atau dengan menaikkan suhu dan tekanan dalam siklus panasnya. Namun cara ini mempunyai keterbatasan dan menambah tingkat kerumitan dalam pemilihan materialnya. Disamping itu batubara mengandung sulfur, nitrogen dan abu dalam jumlah besar sehingga gas asap hasil pembakaran menghasilkan polutan seperti SO2 dan NO2 serta abu terbang.

Dalam hubungannya dengan penggunaan energi, teknologi pembakaran terus dilakukan inovasi pada teknologi yang mengkonversikan energi sehingga diperoleh teknologi pembakaran yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Beberapa usaha penerapan teknologi bersih yang telah dirintis dan diwujudkan adalah teknologi pembakaran sistem fluidisasi.

Teknologi pembakaran dengan sistem fluidisasi adalah sangat efektif dan teknologi pembakaran bersih. Pembakaran dengan sistem fluidisasi merupakan alternatif yang memungkinkan dan memiliki kelebihan yang cukup berarti dibanding sistem pembakaran konvensional dan memberikan banyak keuntungan-rancangan ketel uap yang kompak, fleksibel terhadap bahan bakar, efisiensi pembakaran yang tinggi dan berkurangnya emisi polutan yang merugikan seperti SOX dan NOX.

Pembakaran sistem fluidisasi adalah pembakaran jenis arus searah. Pembakaran berlangsung pada suhu sekitar 8400C hingga 9500C. Karena suhu ini


(22)

terkait di dalamnya dapat dihindari. Suhu pembakaran yang lebih rendah tercapai disebabkan tingginya koefisien perpindahan panas sebagai akibat pencampuran cepat dalam unggun fluidisasi dan ekstraksi panas yang efektif dari bed melalui perpindahan panas pada pipa dan dinding bed.

Hampir semua jenis batubara dapat dibakar dengan pembakaran tipe konvensional. Akan tetapi pembakaran batubara lignit seringkali dipaksakan sebagai bahan bakar pada berbagai utilitas di industri-industri. Alasan utamanya tentu saja harga yang relatif murah meskipun dengan konsekuensi akan sulit membakar batubara jenis ini secara sempurna. Akibatnya efisiensi pembakaran menjadi rendah, dan pembakaran menghasilkan emisi gas asap tinggi sehingga menyebabkan permasalahan lingkungan, seperti pencemaran udara, hujan asam (terutama yang mengandung kadar sulfur tinggi) dan pemanasan global.

Penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik akan dapat meningkatkan emisi dari partikel, SO2, NOx, dan CO2. Saat ini bahan bakar

pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil, salah satunya adalah batubara. Penggunaan batubara untuk bahan bakar pembangkit listrik diperkirakan akan terus meningkat. Meskipun kandungan sulfur batubara Indonesia relatif kecil tetapi penggunaan dalam jumlah besar akan dapat meningkatkan emisi SO2 sehingga dapat berdampak negatif terhadap manusia dan

lingkungan hidup.

Parameter dalam standar emisi, seperti partikel, SO2, dan NO2 adalah bahan


(23)

masyarakat internasional juga menaruh perhatian terhadap isu lingkungan global, seperti terjadinya pemanasan global. Emisi CO2 merupakan parameter terbesar yang

bertanggung jawab terhadap terjadinya pemanasan global. Sedangkan emisi CO2

tidak berhubungan langsung dengan kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan strategi untuk mengurangi emisi CO2.

Gambar 1.1 Kontribusi Peningkatan CO2 Pembangkit Listrik

Menurut Lumbanraja [3] menyatakan polusi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik paling banyak bersumber pada pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil yakni batubara, minyak bumi atau solar dan gas alam seperti tampak pada Gambar 1.1.

Selain batubara, potensi bahan bakar lainnya berupa biomassa juga tersedia melimpah dan berkelanjutan. Sebaran deposit biomassa ini relatif hampir merata di seluruh pelosok tanah air, terutama di daerah-daerah industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Melalui pemuktahiran teknologi budidaya tanaman, dimungkinkan

Gambar 1.1 Kontribusi peningkatan CO2 pembangkit listrik


(24)

pula pengembangan hutan energi untuk pengadaan biomassa sesuai dengan kebutuhan dalam jumlah yang besar dan berkelanjutan.

Biomassa merupakan salah satu bahan bakar netral, yaitu bahan bakar yang produk pembakarannya tidak menaikkan jumlah gas rumah kaca di atmosfir. Selain itu, biomassa juga memiliki kandungan sulfur dan nitrogen yang sangat rendah sehingga pembakarannya menghasilkan SO2 dan NOx yang rendah pula. Namun ada

beberapa kelemahan dari bahan bakar jenis ini, yaitu tingginya kandungan materi volatil, komposisi materi inorganiknya (seperti: K, Na, dan Cl), rendahnya densitas, dan kadar air. Apabila biomassa dibakar secara langsung maka dapat menyebabkan beberapa permasalahan, seperti tingginya kandungan partikel abu yang terbawa gas buang, fouling, korosi dan burnout pada dinding tungku atau permukaan pipa bila diaplikasikan pada boiler. Pada pembakaran di suhu rendah selalu ditemukan peningkatan kadar tar (partikel organik yang dapat mengembun) dalam jumlah signifikan. Tar dalam fasa gas selanjutnya mengembun membentuk partikel dan terbawa oleh aliran gas hasil pembakaran. Selain berbahaya bagi kesehatan dan dapat menyebabkan kerusakan pada utilitas, terbentuknya tar jelas merupakan suatu bentuk kerugian bahan bakar (fuel loss). Untuk mensiasati hal diatas dibutuhkan tungku atau oven dengan desain khusus dan sistim kontrol yang baik pula.

Menurut Maciejewsk et.al [4] pembakaran serentak (co-firing) biomassa dengan batubara mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara tradisional (SO2,

NOx). Emisi SOx relatif berkurang akibat pembakaran serentak biomassa dengan


(25)

kandungan sulphur dibawah daripada batubara. Emisi NOx dapat bertambah,

berkurang atau konstan bila pembakaran serentak biomassa dengan batubara. Di lain pihak Kwong et.al [5] mengemukakan pembakaran bahan bakar serbuk batubara dengan sekam padi (pulverized fuel combustion reactor) menghasilkan emisi gas polusi meliputi CO, CO2, NOx, dan SO2 berkurang dengan bertambahnya rasio

sekam padi terhadap batubara.

Dari Gambar 1.2 tampak bahwa terjadi penurunan emisi CO2 dengan

meningkatnya kandungan kayu dalam campuran batubara dan kayu. Hal ini disebabkan jumlah kandungan uap air dan materi volatil akan semakin besar dalam campuran bahan bakar.

Gambar 1.2 Penurunan Emisi CO2 untuk Pembakaran

Campuran Kayu dan Batubara [6] CO2 emission (kgCO2/MVYhφ)

CO2 EMISSION IN

100% COAL

CO2 EMISSION IN

CO-FIRING COAL WITH 25% WOOD

CO2 EMISSION IN

CO-FIRING COAL WITH 50% WOOD


(26)

Menurut Altener [7] mengemukakan bahwa pembakaran serentak (co-firing) batubara dan biomassa merupakan suatu proses yang luas kegunaannya. Pembakaran serentak menjadi praktis dan bertambah menarik perhatian dalam penggunaan energi terbarukan (renewable energy) pada saat usaha penghematan energi serta mengurangi emisi rumah kaca dengan biaya rendah. Demikian juga pembakaran serentak limbah buangan dengan batubara dalam boiler disebabkan banyak masalah dua diantaranya, yaitu penghematan biaya dan efisiensi pembangunan unit baru.

Sejauh ini, besarnya konsumsi energi yang dibutuhkan untuk mengolah biomassa hingga siap menjadi suatu bahan bakar masih belum diketahui secara pasti. Namun diyakini, biomassa dapat menjadi salah satu bahan bakar pendukung yang dapat dikombinasikan dengan bahan bakar batubara dalam memenuhi kebutuhan energi nasional.

Optimalisasi penggunaan kedua jenis bahan bakar padat yang telah disebutkan di atas menjadi penting mengingat potensi energi yang dapat dibangkitkan sangat besar, namun permasalahan yang ditimbulkan akibat pembakarannya juga cukup serius. Pengembangan metode pembakaran campuran batubara dengan sekam padi diyakini dapat menjadi salah satu cara yang efektif untuk mengurangi beberapa permasalahan yang terjadi apabila bahan bakar tersebut dibakar secara sendiri-sendiri.

Teknologi pembakaran sistem fluidisasi mempunyai kelebihan dalam hal teknologi dengan pembakaran lengkap menggunakan bahan bakar campuran dengan kadar emisi yang rendah. Keuntungan terpenting pembakaran pembakaran sistem fluidisasi dibanding pembakaran konvensional meliputi ruang bakar kompak,


(27)

desainnya sederhana, efektif untuk berbagai bahan bakar, suhu relatif merata dan mampu mengurangi emisi nitrogen oxide dan sulphur dioxide. Pembakaran sistem fluidisasi didesain menggunakan hampir semua bahan bakar padat, setengah padat atau bahan bakar cair tanpa menggunakan tambahan bahan bakar, sepanjang nilai kalor cukup mampu memanaskan bahan bakar. Oleh karena itu, pembakaran campuran batubara dengan sekam padi dalam ruang bakar sistem fluidisasi memberi harapan untuk menghasilkan kadar polusi yang rendah serta meningkatkan kualitas lingkungan.

1.2.Perumusan Masalah

Pada umumnya batubara banyak digunakan di unit PLTU dan diperkirakan penggunaannya akan terus meningkat. Akan tetapi pembangkit listrik yang menggunakan batubara mempunyai permasalahan, yaitu efisiensi thermal rendahnya berkisar antara 33-36% dan emisi gas buang yang tinggi. Pembakaran berlangsung pada suhu sekitar 1300 hingga 14000C akibatnya akan menyebabkan terjadinya pelelehan abu. Oleh karena itu, penggunaan batubara dimasa depan sebaiknya dikurangi dan diganti dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Dengan demikian permasalahan yang dihadapi tertumpu untuk mengurangi permasalahan pada pembakaran batubara di unit pembangkit listrik. Beberapa metode altenatif yang telah dirintis dan diwujudkan, yaitu pembakaran serentak (co-firing) batubara dengan sekam padi menggunakan teknologi pembakaran sistem fluidisasi.


(28)

Pembakaran serentak merupakan salah satu metode alternatif untuk mengubah biomassa menjadi energi listrik, yaitu dengan cara subsitusi sebagian batubara dengan biomassa di dalam ruang bakar boiler. Sedangkan teknologi pembakaran sistem fluidisasi, partikel batubara dengan sekam padi dijaga agar dalam posisi mengambang sehingga membentuk lapisan seperti fluida yang selalu bergerak. Sehingga proses pengeringan, penyalaan dan pembakaran lanjut dari partikel bahan bakar sepenuhnya akan berlangsung tersuspensi (melayang) di ruang bakar, akibatnya bahan bakar akan terbakar dengan cepat sedangkan lapisan alas (bed) mencapai suhu yang seragam.

Sekam padi sebagai bahan bakar biomassa dikenal sebagai zero CO2 emission,

dengan kata lain tidak menyebabkan akumulasi CO2 di atmosfer, dan biomassa juga

mengandung lebih sedikit sulfur jika dibandingkan dengan batubara. Oleh karena itu, pembakaran serentak batubara dengan sekam padi menyebabkan menurunnya emisi CO2 dan polutan NOx dan SOx dari bahan bakar batubara. Kondisi ini akan

menyebabkan pembakaran lebih lengkap dan memiliki kelebihan yang cukup berarti dibanding sistem pembakaran batubara konvensional.

1.3. Batasan Masalah

Dalam menjawab permasalahan di atas, pengujian dilakukan dengan data-data sebagai berikut:

1. Eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan teknologi pembakaran sistem fluidisasi jenis bubbling fluidized bed combustion.


(29)

2. Batubara yang digunakan dalam eksperimen adalah batubara peringkat rendah tanpa proses pengeringan berukuran 14 mesh sampai 8 mesh. Sedangkan sekam padi diperoleh dari hasil penggilingan padi tanpa proses pengeringan. 3. Kandungan sekam padi dalam campuran bahan bakar ditetapkan sebesar

10%, 20%, 30%, dan 40% basis berat.

4. Suplai udara pembakaran (oksidan) di-set dengan 4 kondisi, yaitu: 10%, 20%, 30%, dan 40% excess air.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pembakaran batubara dengan sekam padi menggunakan sistem fluidisasi.

1.4.2. Tujuan khusus

1. Mendapatkan panas pembakaran batubara dengan sekam padi.

2. Untuk mengontrol kandungan kadar emisi gas buang CO, CO2, SO2, dan NO2

hasil dari pembakaran campuran batubara dengan sekam padi.

3. Membandingkan karakteristik pembakaran batubara dengan campuran batubara dan sekam padi.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Diperoleh informasi tentang karakteristik pembakaran bahan bakar batubara dengan sekam padi pada teknologi pembakaran sistem fluidisasi.


(30)

2. Memberikan informasi kepada pihak pemerintah, pengusaha tentang penggunaan pembakaran batubara dengan sekam padi yang akan meningkatkan kualitas lingkungan, dan


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teknologi Pembakaran Sistem Fluidisasi

Teknologi pembakaran sistem fluidisasi (Fluidized bed combustion) adalah salah satu teknologi terbaik untuk mengkonversikan batubara menjadi energi listrik karena mempunyai keunggulan mengkonversikan berbagai jenis bahan bakar, seperti sampah, limbah, biomassa ataupun bahan bakar fosil berkalori rendah. Sistem fluidisasi mempunyai suhu pengoperasian antara 840-9500C sehingga merupakan teknologi yang ramah lingkungan.

Pembakaran sistem fluidisasi telah diperkenalkan sejak abad keduapuluhan dan telah diaplikasikan dalam banyak sektor industri dan pada tahun-tahun belakangan ini telah diaplikasikan untuk mengkonversikan biomassa menjadi energi listrik. Efisiensi pembakaran yang lebih tinggi dapat diperoleh dari sistem fluidisasi dibandingkan dengan sistem pembakaran konvensional karena perpindahan panas yang sangat tinggi di dalam sistem.

Sistem fluidisasi adalah pengembangan dari fix bed, dan proses pembakaran berlangsung berdasarkan pada prinsip-prinsip fluidisasi dengan menggunakan media pasir silikat. Oksidan atau udara pembakaran primer didistribusikan melalui nozel pada plenum dengan tekanan hingga 1500 mmH2O untuk melawan gaya berat dari


(32)

ruang bakar (freeboard). Pada sistem fluidisasi suhu pembakaran berlangsung di bawah 9000 C, sehingga mengakibatkan emisi SOx dan NOx rendah, kontak bahan

bakar dan udara terjamin homogen, turbulensi dapat berlangsung stabil, excess air menjadi rendah dan dapat digunakan untuk berbagai jenis bahan bakar.

Pembakaran sistem fluidisasi adalah pembakaran jenis arus searah. Disamping itu, pembakaran berlangsung pada suhu relatif rendah dibandingkan sistem pembakaran konvensional, sehingga menghasilkan NOx lebih rendah dan dapat

menghindari masalah pembentukan-terak pada beberapa jenis batubara tertentu.

Pembakaran sistem fluidisasi bertujuan menyempurnakan proses dan membandingkan keandalan dan juga segi ekonominya dengan pengukuran SO2 pasca

pembakaran sistem fluidisasi sudah digunakan selama beberapa dasawarsa di dalam industri kimia yang memerlukan pencampuran atau kontak yang akrab antara bahan-bahan yang bereaksi. Kontak yang demikian di dalam keadaan fluidisasi turbulen dapat meningkatkan perpindahan panas dan perpindahan massa, sehingga mengurangi waktu reaksi, ukuran instalasi, dan kebutuhan daya.

Menurut El-Wakil [8] menjelaskan beberapa keunggulan sistem pembakaran lapisan partikel padat fluidisasi sebagai berikut:

1. Suhu pembakaran rendah.

Dengan suhu pembakaran yang rendah sistem fluidisasi dapat digunakan batubara kualitas rendah tanpa menimbulkan masalah terak, karena karbon dan abu yang terikat di dalam gas cerobong tidak mengalami suhu yang terlalu tinggi yang membuatnya menjadi lembek dan mengotori permukaan


(33)

perpindahan panas. Suhu rendah dapat juga mengakibatkan buangan oksida nitrogen NOx yang merupakan pencemar udara yang berbahaya juga

berkurang, serta memungkinkan penggunaan bahan paduan yang lebih murah, sehingga biaya konstruksinya pun lebih rumit. Di samping itu, berkurangnya sulfur dioksida (dan sulfur dioksida) di dalam gas cerobong berarti suhu gas cerobong boleh lebih rendah karena asam yang terbentuk karena kondensasi air menjadi lebih sedikit. Dengan suhu gas cerobong yang lebih rendah ini, efisiensi instalasi secara menyeluruh menjadi lebih tinggi. 2. Ruang bakar boiler lebih kompak.

Ruang bakar yang dirancang dapat menempatkan boiler di dalam lapisan partikel (bed), karena itu laju perpindahan panas volumetrik menjadi 10 sampai 15 kali lebih tinggi, dan laju perpindahan panas permukaan 2 sampai 3 kali lebih tinggi daripada boiler konvensional. Pembangkit uap lapisan partikel fluidisasi, menjadikan lebih kompak daripada pembangkit uap konvensional yang kapasitasnya sama.

3. Dapat digunakan pada instalasi daya uap konvensional.

Terutama penggunaan pada (siklus Rankine) atau siklus gabungan instalasi daya gas uap (Brayton Rankine). Dalam penerapan pada instalasi daya konvensional dan lapisandapat atmosferikatau bertekanan.


(34)

98,5%) dan efisiensi boiler (81 sampai 85%), di samping itu pembakaran sistem fluidisasi berlangsung pada suhu pembakaran relatif rendah (800 – 9500C) akibatnya emisi NOx yang rendah. Hal ini dapat dilihat sebagai akibat sentuhan langsung sangat

efektif antara gas dan partikel padat.

Selanjutnya Anthony dalam Patumsawad [10] menyatakan teknologi pembakaran sistem fluidisasi telah menunjukkan teknologi yang unggul mampu membakar praktis sembarang bahan bakar campuran dengan emisi rendah. Saxena dan Jotshi dalam Patumsawad [10] mengemukakan keunggulan ruang bakar sistem fluidisasi dibanding dengan ruang bakar konvensional meliputi ruang bakar kompak, desain sederhana, efektif penggunaan secara luas untuk bermacam-macam bahan bakar, suhu relatif merata dan berkemampuan menurunkan emisi nitrogen oksida NOx

serta sulfur dioksida.

Sistem fluidisasi dapat mempergunakan hampir semua bahan bakar padat, semi-padat atau cairan tanpa menggunakan suplemen bahan bakar, sepanjang nilai kalor yang tersedia mampu memanaskan bahan bakar, mengurangi kelembaban bahan bakar, dan serta memanaskan awal udara pembakaran.

2.2. Sifat-Sifat Batubara dan Sekam Padi

Perkiraan cadangan batubara di Indonesia merupakan sumber energi dengan cadangan sumber energi terbesar, yaitu 137,2 x 109 SBM (Setara Barel Minyak), tetapi penggunaannya masih sangat sedikit. Bila dilihat dari rasio cadangan dibagi produksi (R/P Ratio) maka batubara masih mampu untuk digunakan selama lebih


(35)

dari 500 tahun. Sedangkan gas alam dan minyak bumi mempunyai R/P Ratio masing-masing sebesar 43 tahun dan 16 tahun. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa di masa depan batubara mempunyai peran yang besar sebagai penyedia energi nasional. Tabel 2.1 menampilkan cadangan dan produksi beberapa sumber energi di Indonesia.

Tabel 2.1 Potensi Teknis Beberapa Sumber Energi [11] Sumber Energi Produksi

(109 SBM)

Cadangan (109 SBM) Batubara

Gas Alam Minyak Bumi

0,24 0,55 0,58

137,2 23,9

9,1

Dari Tabel 2.2 tampak bahwa 59,00 % batubara Indonesia adalah jenis Lignit yang merupakan batubara peringkat rendah. Pada umumnya batubara lignit mengandung uap air, sulfur, karbon tertambat dan abu dengan kadar yang relatif tinggi sehingga nilai kalor dari batubara ini menjadi rendah (< 5.000 kkal/kg).

Tabel 2.2 Cadangan Batubara Berdasarkan Tingkat Kualitas [12]

Jenis Batubara Cadangan (%) Antrasit

Bituminus Sub Bituminus

Lignit

> 0,50 13,80 27,00 59,00


(36)

ini dapat dipahami karena batubara pada dasarnya termasuk batuan organik. Batubara memiliki densitas yang lebih tinggi dan termasuk sebagai material yang berongga (porous). Sifat-sifat termal batubara, yang meliputi nilai kalor, kapasitas panas dan konduktifitas termal, dan juga mempunyai harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekam padi.

Menurut Natarajanj et.al [13] mengemukakan bahwa dibandingkan batubara, sifat dan karakteristik bahan bakar sekam padi lebih kompleks serta memerlukan persiapan dan pemrosesan yang lebih khusus. Sifat dan karakteristik meliputi densitas yang kecil sekitar 122 kg/m3, jumlah abu hasil pembakaran berkisar antara 16-23% dengan kandungan silika sebesar 95%. Titik lebur yang rendah disebabkan oleh kandungan alkali dan alkalin yang relatif tinggi. Kandungan air (moisture) pada biomassa umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil, akan tetapi kandungan air pada sekam padi relatif kecil karena sekam padi merupakan kulit padi yang kering sisa proses penggilingan. Sekam padi mempunyai panjang sekitar 8-10 mm dengan lebar 2-3 mm dan tebal 0,2 mm.

Bahan bakar sekam padi mempunyai kandungan zat volatil yang tinggi (high-volatile matter) sekitar 59,7% sedangkan bahan bakar batubara hanya mempunyai 41,3%. Energi konversi yang dihasilkan lebih banyak berasal dari zat volatil ini dibandingkan dengan bara api (solid residue) biomassa.

Uap air adalah komponen zat volatil pertama yang muncul sesaat setelah suhu mencapai 1000C untuk rentang suhu operasi sampai 6000C. Selanjutnya, komponen H2, CO, dan CO2 akan terbentuk bersamaan dengan formasi hidrokarbon dalam


(37)

jumlah yang banyak seperti CH4 sampai tar. Biasanya, jelaga (soot) akan terbentuk

selama proses divolitisasi sehingga elemen N dan S akan muncul dalam bentuk NH3,

HCn, CH3CN, H2S, COS dan CS2. Kalau terjadi ketidaksempurnaan pembakaran

sebagai akibat cepatnya evolusi zat volatile akan mengakibatkan deposisi tar, formasi dioxin di backpass, terutama atmosfir seperti NOx, CO, SO2 dan N2O. Tabel 2.3

menampilkan komposisi kimia dan sifat-sifat beberapa bahan bakar padat.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia dan Sifat-Sifat Bahan Bakar Padat [14]

Fuel Wood

tip

Bark Palm (Fibre)

Palm (shell)

Palm(EFB) Rice husk Coal

(Berau)

Mvb Coal

LHV (air dry) MJ/kg 17.86 17.99 17.61 16.98 16.40 13.94 25.77 30.91

Total moisture wt % 22.5 19.3 12.0 13.7 8.0 10.5 23.5 not measured

Proximate analysis Moisture Volatile matter Fixed carbon Ash wt % wt % wt % wt % 6.5 77.8 15.3 0.4 6.4 68.9 22.3 2.4 6.9 66.3 20.9 5.9 13.0 66.1 19.2 1.7 5.9 71.7 18.6 3.8 9.6 59.7 15.8 14.9 6.8 41.3 48.1 3.8 1.7 28.6 61.3 8.5 Ultimate analysis C H O(balance) N S(total) S(combustible) S(incombustible) Ash wt % wt % wt % wt % wt % wt % wt % wt % 51.3 6.07 42.15 0.08 <0.01 <0.01 <0.01 0.4 51.4 5.85 39.82 0.33 0.02 <0.01 0.02 2.6 49.5 5.88 37.10 1.12 0.10 <0.01 0.10 6.4 52.7 5,66 39.40 0.34 <0.01 <0.01 <0.01 1.9 46.3 4.93 44.18* 0.59 <0.01 <0.01 <0.01 4.00 39.6 4.90 38.57 0.43 <0.01 <0.01 <0.01 16.5 69.4 5.09 19.45* 1.55 0.91 0.41 0.50 3.6 77.2 4.86 6.98 1.54 0.82 not measured not measured 8.5 *measured reference

Menurut Kwong et.al [5] kandungan air dalam biomassa akan mempengaruhi sifat pembakaran. Kandungan air yang tinggi akan menurunkan suhu pembakaran maksimum dan menaikkan keberadaan biomassa dalam feedstock dalam ruang bakar, akibatnya menjadikan pembakaran tak lengkap dan menaikkan kadar emisi. Sedangkan, suhu ruang bakar pada letak 50 mm di atas burners turun dengan


(38)

bahwa hasil pembakaran sekam padi, suhu ruang bakar menurun dengan bertambahnya kandungan air sekam padi.

2.3. Pembakaran Sekam Padi dengan Teknologi Fluidized Bed Combustion Dibandingkan bahan bakar fosil, sifat dan karakteristik bahan bakar biomassa lebih kompleks serta memerlukan persiapan dan pemrosesan yang khusus. Sifat dan karakteristik meliputi berat jenis yang kecil sekitar 122 kg/m3, jumlah abu hasil pembakaran sekitar 16-23% dengan kandungan silika sebesar 95%, serta suhu titik lebur yang rendah.

Menurut Wiyana [16] karakteristik bahan bakar sekam padi adalah kandungan zat volatil yang tinggi (high-volatile matter) yaitu zat yang mudah menguap berkisar antara 60-80% dibanding bahan bakar fosil mempunyai 20-30% untuk jenis batubara medium. Energi konversi yang dihasilkan lebih banyak berasal dari zat volatil ini. Uap air adalah komponen zat volatil pertama yang muncul sesaat setelah suhu mencapai 1000C untuk rentang suhu operasi sampai 9000C. Selanjutnya, komponen H2, CO, dan CO2 akan terbentuk bersamaan dengan formasi hidrokarbon dalam

jumlah yang banyak seperti CH4 sampai tar. Pada umumnya, jelaga (soof) akan

terbentuk selama proses divotilisasi dimana elemen N dan S akan muncul dalam bentuk NH3, HCn, CH3CN, H2S, COS, dan CS2. Fujiwara et.al [17] menyatakan jika

terjadi ketidaksempurnaan pembakaran sebagai akibat cepatnya evolusi zat volatil akan mengakibatkan deposisi tar, formasi dioxin di backpass dan atmosfir seperti NOx, CO, SO2, dan N2O. Bila bahan bakar sekam padi dimasukkan pada ruang bakar


(39)

FBC, evolusi zat volatil akan terjadi sangat cepat. Hal ini disebabkan oleh tingginya laju perpindahan panas oleh material bed di dalam ruang bakar sehingga zat volatil hanya berevolusi di sekitar tempat pemasukan bahan bakar (fuel feed point). Karena ketidakcukupan udara di bagian atas ruang bakar (freeboard) maka pembakaran lengkap selalu tidak terwujud. Formasi hidrokarbon sering terjadi dan diantisipasi akan memunculkan dioksin pada gas buang. Evolusi volatil secara lokal juga menyebabkan suhu sangat tinggi di sembarang tempat pada ruang bakar dan kondisi ini akan menyebabkan formasi NOx.

Menurut Shimizu [18] menyatakan untuk menghindari evolusi zat volatil pada bahan bakar dengan kandungan zat volatil tinggi yaitu dengan menggunakan partikel bed yang berpori seperti pasir alumina sebagai pengganti pasir silika yang biasa digunakan sebagai media partikel yang difluidisasi. Dengan menggunakan media berpori maka hidrokarbon akan tertangkap pada pori-pori partikel seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Hidrokarbon (HC) Terperangkap di Dalam Pori Sebagai Karbon Deposit


(40)

Fluidisasi adalah sekelompok partikel padat yang berada dalam kontak yang akrab dengan fluida. Keadaan ini dibentuk dengan mengalirkan fluida cair atau gas dengan kecepatan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan partikel-partikel itu terpisah satu sama lain dan melayang-layang naik ke atas mengikuti semburan fluida yang melewati pipa pendistribusian yang semata-mata karena ditunjang oleh fluida itu saja.

Pembakaran sistem fluidisasi dioperasikan dengan cara memfluidisasikan partikel bahan bakar dengan gas pendorong yang berupa udara/oksigen. Gas pendorong memiliki dua fungsi, yaitu sebagai reaktan dan sebagai medium fluidisasi. Pada sistem fluidisasi ini, udara dan bahan bakar bercampur pada lapisan alas yang terdiri dari padatan inert berupa pasir. Keberadaan padatan inert tersebut sangat penting karena berfungsi sebagai medium penyimpan panas.

Menurut Kunii et.al [19] menyatakan mode fluidisasi dapat digolongkan berdasarkan atas kecepatan fluida, antara lain:

1. Fixed bed

Yaitu lapisan partikel padat (bed) tidak bergerak yang terjadi jika kecepatan fluida terlalu rendah sehingga tidak mampu menimbulkan fluidisasi. Fluida yang mengalir hanya sebagian kecil mengalir melalui celah-celah antara partikel-partikel akibatnya partikel-partikel tidak bergerak atau tak-terfluidisasi seperti pada Gambar 2.2. Pada kecepatan fluida yang rendah, kejatuhan tekanan pada lapisan alas sebanding dengan kecepatan fluida.


(41)

Gambar 2.2 Fix Bed

2. Incipient of minimum fluidization

Yaitu terbentuknya keadaan lapisan yang partikel-partikelnya melayang-layang, akibat kecepatan fluida berangsur-angsur dinaikan, dan kejatuhan tekanan aliran fluida terhadap penampang melintang lapisan partikel (bed) juga naik seperti pada Gambar 2.4. Keadaan ini disebabkan gaya gesek antara partikel dan fluida tidak seimbang terhadap berat partikel, komponen gaya vertikal sebagai gaya tekan antara partikel yang berdekatan hilang, dan


(42)

Gambar 2.4 Minimum Fluidization

kejatuhan tekanan setiap penampang melintang (bed) sama dengan berat fluida dan partikel. Aliran fluida ini dinamakan “terfluidisasi”. Batasan kejatuhan tekanan pada keadaan ini sama dengan jumlah berat fluida dan partikel sedangkan kecepatan fluida yang terjadi adalah minimum fluidization velocity, Umf.

3. Bubbling fluidization

Yaitu suatu keadaan gelembung gas/udara mulai terbentuk dalam lapisan partikel, akibat kecepatan gas berangsur-angsur dinaikkan di atas kecepatan minimum fluidisasi, dan kejatuhan tekanan juga bertambah. Pada keadaan ini, kejatuhan tekanan sama dengan berat lapisan partikel. Selama kecepatan gas/udara dinaikkan, terjadi pembentukan gelembung menjadi lebih banyak, turbulensi yang kuat, pencampuran cepat dan gerakan partikel bertambah


(43)

besar akibatnya volume lapisan partikel tidak melebihi volume minimum fluidisasi seperti pada Gambar 2.5. Lapisan partikel padat menampilkan sifat cairan mendidih dan terlihat seperti fluida “lapisan gelembung fluida/bubbling fluidized bed”. Pada keadaan ini membuat lapisan alas partikel tidak berekspansi. Jika partikel pasir dalam keadaan terfluidisasikan dipanaskan hingga ke suhu nyala batubara, kemudian batubara diinjeksikan secara terus menerus ke bed, batubara akan terbakar dengan cepat dan bed akan mencapai suhu yang seragam. Pada kebanyakan proses fluidisasi dioperasikan pada daerah bubbling fluidization.

Gambar 2.5 Bubbling Fluidization 4. Slugging

Slugging adalah suatu keadaan lapisan partikel gelembung gas menyatu dan bergerak keatas akibat partikel-partikel diatas gelembung didorong ke atas membentuk gumpalan partikel besar, dan jatuh menyebar seperti hujan seperti pada Gambar 2.6.


(44)

Gambar 2.6 Slugging 5. Turbulent Fluidization

Yaitu suatu keadaan permukaan atas lapisan partikel menghilang, dan membentuk gelembung gas/udara dari berbagai ukuran serta bentuk. Hal ini terjadi pada kecepatan gas yang tinggi seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Turbulent Fluidization 2.4.1. Kecepatan Minimum Fluidisasi

Kecepatan minimum fluidisasi didefinisikan sebagai sebuah kondisi gaya tarik partikel terutama disebabkan oleh gesekan antara partikel dan media fluidisasi yang tidak seimbang terhadap berat partikel.


(45)

Kecepatan superficial pada minimum fluidisasi, Umf, adalah salah satu

parameter penting yang mempunyai banyak hubungan terhadap fluidisasi, meliputi kecepatan gelembung, fraksi gelembung, ukuran gelembung dan koefisien penukaran interphase. Kecepatan minimum fluidisasi terjadi jika kecepatan gas fluidisasi yang mengalir melalui daerah freeboard menyebabkan partikel-partikel padat terpisah satu sama lain dan melayang-layang semata-mata karena ditunjang oleh gas itu saja. Gelembung terbentuk bila gas dipaksa melalui partikel partikel padat atau cairan dan bergerak ke atas melalui lapisan alas dengan kecepatan aliran berpindah kecepatan minimum fluidisasi. Kecepatan minimum fluidisasi tioritis partikel padat ditentukan oleh persamaan sebagai berikut:

p mf mf

gd U

ρ μ

Re

= ………(2.1)

dimana: Remf = ρgUmf dv/μ

Ergun [20] mengemukaan jika data penelitian tersedia, secara umum rumus di atas dapat digunakan. Tetapi sebaliknya, cara sederhana menentukan Umf dengan

menggunakan persamaan di atas, dan menggambarkan kejatuhan tekanan melintang fixed beds. Geldart [21] juga menurunkan rumus kecepatan minimum fluidized bed untuk partikel lebih besar dari 100 μm (yakni partikel group B dan D) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

(

1135,7 0,0408

)

2 33,7

}

1

⎩⎨

+

= Ar

Umf


(46)

dimana: Ar = 1650 Re,mf + 24,5 Re,mf

Menurut Kunii [22] menyatakan bahawa kecepatan minimum fluidized bed :

(

)

S mf g g S mf g dp

U ε φ

ρρ ρ 3 2 75 , 1 −

= , Remf > 1000 …...(2.3)

Menurut Geldart [21] juga menurunkan rumus untuk partikel kecil < 100 μm dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

(

)

0,066 87 , 0 8 , 1 934 , 0 934 , 0 1111 g g S mf dp g U ρ μ ρ ρ −

= ……...(2.4)

Menurut Kunii [22] juga menyatakan bahwa kecepatan minimum fluidized bed :

(

)

mf S mf g S P mf g d U εφ ε μρ ρ − − = 1 150 2 3 2

, Remf < 20 ...(2.5)

2.4.2. Kejatuhan Tekanan Sistem Fluidisasi

Lapisan alas ( bed) adalah lapisan yang berisi partikel-partikel padat yang berada dalam kontak yang akrab dengan fluida. Fluida ini mengalir dalam kecepatan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan partikel-partikel itu terpisah satu sama lain dan melayang-layang semata-mata karena ditunjang oleh fluida. Setiap partikel yang menyentuh partikel yang lain dalam jangka lama terkecuali partikel padu (cohesive solids) gesekan antar-partikel menjadi kecil sehingga sekumpulan fluida/partikel akan berperilaku seperti cairan yang mempunyai densitas sama dengan partikel halus; kejatuhan tekanan merupakan fungsi linear dengan jarak di bawah permukaan.


(47)

Sedangkan lapisan alas tetap (fix bed) adalah lapisan alas yang mempunyai kecepatan fluida terlalu rendah sehingga fluida tidak mampu menimbulkan fluidisasi seperti Gambar 2.8.

Lapisan alas fluidisasi mempunyai beberapa keunggulan yang membuatnya menarik seperti berhubungan dengan kimia atau peralatan proses phisik. Partikel halus mempunyai luas permukaan spesifik sangat besar atau 1 m3 partikel 100 μm mempunyai luas permukaan kira-kira 30.000 m2, tetapi dalam lapisan alas fluidisasi aksi pengadukan gelembung gas kontinu bergerak sekeliling partikel halus, gesekan pengadukan dan membuka laluan partikel gas; pengadukan membuat campuran partikel merata yang akan meningkatkan laju perpindahan panas, dan merupakan jawaban untuk kondisi isothermal dalam arah radial dan aksial. Dibandingkan dengan fixed bed partikel halus yang sama dioperasikan pada ketebalan lapisan alas dan

Gambar 2.8 Kejatuhan Tekanan vs Kecepatan Gas untuk Ukuran Merata Partikel Pasir [22]


(48)

Menurut Kunii [22] menyatakan kecepatan aliran rendah didalam lapisan alas yang berisi partikel padat, mengakibatkan kejatuhan tekanan mendekati sebanding kecepatan gas yang dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

(

)

( )

s p

o g m m p S o m m d U d U xL p φ ρ εε φμ εε 2 3 2 3 2 1 75 , 1 1

150 − + −

=

Δ ………...…(2.6)

Pada umumnya jangkauan nilai maksimum lebih besar sedikit daripada kejatuhan tekanan (head statis) unggun. Kunii [22] mengemukakan bertambahnya kecepatan gas, lapisan alas tiba-tiba terbuka (unlooks); dengan kata lain, rongga gas bertambah dari εm menjadi εmf, akibatnya menurunnya kejatuhan tekanan (head

statis) lapisan alas seperti dinyatakan dalam persamaan berikut:

( )(

) (

⎡ −

)

⎤ = = Δ c g s mf mf t g g L A W

p 1 ε ρ ρ ………..(2.7)

Dengan kenaikan kecepatan gas melebihi minimum fluidization, lapisan alas berekspansi dan gelembung gas kelihatan berkembang dan akibatnya tidak homogennya lapisan alas. Lapisan alas partikel padat menampilkan sifat cairan mendidih dan terlihat seperti fluida “bed gelembung fluida/bubbling fluidized bed”. 2.5. Kajian Termodinamika Pembakaran

2.5.1. Nilai Kalor

Nilai kalor menunjukkan kalor yang berpindah bila hasil pembakaran lengkap suatu bahan bakar didinginkan sampai suhu semula udara dan bahan bakar. Harga yang biasa digunakan dalam penetapan nilai kalor adalah kalor kotor (gross heating value) atau yang lebih dikenal dengan nilai kalor atas (higher heating value). HHV


(49)

adalah kalor total yang dibebaskan dalam pembakaran yang terukur dari waktu awal pembakaran hingga mencapai suhu produk pembakaran.

Menurut Mulop et.al [23] menyatakan bahwa HHV dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan Dulong:

HHV = 338,2 C + 1442,8(H - 8 1

O) + 94,2S kJ/kg bahan bakar ...(2.8) Harga C, H, O, dan S adalah persentase elemen pada dry ash-free basis, dalam analisis ultimat. Sedangkan persamaan Dulong hanya sesuai untuk kandungan karbon tidak melebihi 86% dan tidak berfungsi jika melebihi 90%, atau menggunakan persamaan Grumell dan Davies untuk kandungan karbon yang tinggi:

HHV = (15,22H + 937)

(

)

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

+

8 3

S O H C

kJ/kg bahan bakar ...(2.9) Sedangkan nilai kalor bersih (net heating value) atau nilai kalor bawah (lower heating value) adalah kalor yang dihasilkan bahan bakar manakala semua air dalam produk pembakaran tersisa sebagai uap air. LHV ditentukan dari persamaan HHV:

LHV = HHV –

( )

O H fg

mh

2

kJ/kg bahan bakar ...(2.10) Harga m adalah massa H2O dalam produk per unit massa bahan bakar dan hfg

adalah entalpi uap air pada spesifik suhu. 2.5.2. Pembakaran Stoikiometrik

Pembakaran stoikiometrik adalah pembakaran dimana semua atom-atom karbon akan menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dan atom hidrogen


(50)

oksigen yang cukup untuk oksida lengkap dari semua karbon, hidrogen, dan elemen-elemen yang dapat terbakar di dalam bahan bakar dinamakan udara stoikiometrik atau udara teoritis. Sehingga pembakaran stoikiometrik jika berlaku pembakaran lengkap dengan kebutuhan udara hanya sebesar udara teoritis.

Komposisi kimia batubara terdiri dari unsur C, H, O, S, N serta unsur-unsur lain. Unsur sulfur dan unsur-unsur lain komposisinya kecil dan dapat diabaikan. Nitrogen tidak termasuk bagian dalam reaksi pembakaran dan diperlakukan pada tingkat selanjutnya. Batubara secara keseluruhan dapat diformulasikan secara kimia yaitu sebagai CvHxOyNz, dimana nilai v, x, y dan z adalah massa komponen yang

diperoleh dari analisa ultimate yang dinyatakan sebagai berikut: v = massa carbon/berat atom carbon

x = massa hidrogen/berat atom hidrogen y = massa oksigen/berat atom oksigen z = massa nitrogen/berat atom notrogen

Oleh karena itu, secara umum persamaan kimia pembakaran dengan excess air, dapat dinyatakan sebagai berikut:

CvHxOyNz + XMS (O2 + 3,76N2) → n1 CO2 + n2 H2O + n5 N2 + n6O2

Untuk kondisi pembakaran stoikimetrik, maka nilai X = 1.

76 , 2

2 4 4 2

y z w v t MS

− − − − =


(51)

Dengan excess air X > 1, kembali dengan keseimbangan massa masing-masing sisi persamaan diperoleh:

n1 = v n2 =

2 x

n5 =

2 z

n6 = 3,76 X MS +

2 y

n6 = X MS +

2 t

- v - 4 w

- 4 z

Oleh karena pecahan molar adalah sebanding dengan volume gas, dan proportionability constan adalah Avogadro’s Number, maka volume produk pembakaran dinyatakan sebagai berikut:

V = 22,4 (n) Sedangkan total volume produk pembakaran:

VT = 22,4

ni

Dari keseimbangan energi, semua energi yang dihasilkan dari proses pembakaran dapat ditransfer melalui ruang bakar. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua energi reaksi kimia dapat diperoleh, hal ini disebabkan faktor-faktor, seperti ketidak homogennya bahan bakar maupun pembakaran tidak lengkap. Oleh karena itu timbul satu sifat yang disebut efisiensi ruang bakar, dan dinyatakan dalam persamaan: Efisiensi ruang bakar=HHV

losses...(2.11)


(52)

2.6. Mekanisme Pembakaran Bahan Bakar Padat

Apabila bahan bakar padat dibakar di dalam ruang bakar fluidized bed terjadi beberapa tahapan proses, yaitu:

1. Tahapan pengeringan/penguapan (drying zone) (25 – 1500C) 2. Tahapan pirolisa/devolatilisation (pirolysis zone) (150 – 7000C) 3. Tahapan oksidasi (combustion zone) (700 – 15000C)

Tahapan pengeringan, pirolisis bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Pada tahapan pengeringan, kandungan air pada bahan bakar batubara diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. Sedangkan pada pirolisis, pemisahan material volatil (uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi. Sedangkan pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada bahan bakar dengan reaksi endotermik.

Pirolisis

Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik dan kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai secara lambat pada T < 3500C dan terjadi secara cepat pada T > 7000C. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi suhu, tekanan, dan komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada suhu sekitar 2300C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti lignin pada biomassa dan material volatil pada


(53)

batubara, pecah dan menguap mengandung tar dan PAH (polyaromatic hidrocarbon). Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O,

dan CH4), tar, dan arang. Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolisis beserta

produknya adalah:

Coal (or biomass) + Heat → Char + Gases + Vapor or Liquid (Coke Ash) (CO, CH4, H2O, CO2) Liquid (PAH, Tar)

Model pembakaran dalam ruang bakar fluidized bed adalah berfungsi membakar bahan bakar, yang terdiri dari proses pirolisis pada substoichiometric dan pembakaran stoikiometrik. Proses pembakaran dan pirolisis secara berdampingan dan pembakaran stoikiometrik. Proses pembakaran dan pirolisis secara berdampingan dan secara terperinci mekanismenya cukup komplek. Oleh karena itu, proses pembakaran ini dapat disederhanakan yang terdiri dari dua tahapan reaksi, yaitu:

1. Reaksi pirolisis ideal, yaitu: pemisahan material volatildan combustibles. 2. Proses pembakaran material volatil dengan sub-stoichiometric air.

Persamaan reaksi untuk tahapan pertama adalah: (panas)

CxHyOz → P1CO + P2C + P3CH4 + P4H2O ...(2.12)

Pembakaran karbon menghasilkan CO dan CO2 yang rasio massa bergantung pada

ketersediaan udara pembakaran. Demikian pula, pembakaran CH4 menghasilkan CO,


(54)

dan sedangkan sisanya merupakan material volatil. Selanjutnya, kedua tahapan persamaan reaksi dapat dinyatakan sebagai berikut:

P1CO + XMS1 (O2 + 3,76N2) → k1CO2 + k2CO + k3N2 ...(2.13)

P2C + XMS2 (O2 + 3,76N2) → k4CO2 + k5CO + k6N2 ...(2.14)

P3CH4 + XMS3 (O2 + 3,76N2) → k7CO2 + k8CO + k9H2O + k10CH4 + k11N2...(2.15)

Sebagaimana hasil persamaan 2.13, 2.14 dan 2.15 disubsitusikan ke dalam persamaan 2.12, sehingga diperoleh persamaan umum untuk tahapan pembakaran dapat dinyatakan sebagai berikut:

CxHyOz + XMS (O2 + 3,76N2) →n1CO2 + n2CO + n3H2O + n4CH4 + n5N2 ...(2.16)

dimana: n1 = k1 + k4 + k7

n2 = k2 + k5 + k8 n3 = k9

n4 = k10

n5 = k3 + k6 + k11

MS = MS1 + MS2 + MS3

Dimana fraksi mol P1 dan P2 diabaikan


(55)

Karbon : x = n1 + n2 + n4 ...(2.17)

Hidrogen: y = 2n3 + 4n4 ...(2.18)

Oksigen : z + 2XMS = 2n1 + n2 + n3 ...(2.19)

Berdasarkan kondisi reaksi pembakaran, yaitu:

1. Pembakaran stoikimetrik, X = 1, n2 = 0, dan n4 = 0, maka

MS = x + y/4 – z/2 ...(2.20)

2. Untuk CO maksimum, n1 = 0, n4 =0, maka

n2 = x n3 = y/2

Dari persamaan 2.18, nilai X pada kondisi CO maksimum:

XComax =

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

+

− +

2 4 2

2

z y x

z x y

...(2.21)

Nilai XCOmax pada CO maksimum adalah sangat penting berada diatas dan dibawah

nilai XCOmax yang mempengaruh konsentrasi CO2 dan CH4. Jika diasumsi nilai X >

XCOmax, tidak ada CH4 yang dihasilkan karena oksigen cukup bereaksi dengan CH4

yang menghasilkan CO dan CO2. Jumlah CO2 dapat diperoleh dari persamaan 2.16

dan n4 = 0. Konsentrasi H2O tidak berubah dan tetap maksimum disebabkan semua

hidrogen diubah diatas kondisi ini. Dengan demikian untuk X > XCOmax:

n1 = x – n2

n2 = 2[(1-X)(x+y/4)+z(1-X)/2]


(56)

Pada sisi lain, dengan nilai X < XCOmax, dianggap ketersediaan udara

pembakaran tidak mencukupi untuk pembentukan CO2. Sebaliknya, seluruh oksigen

diubah untuk pembentukan CO. Dengan demikian, tiga persamaan diatas dapat ditentukan dengan tiga variabel yang tidak diketahui dan dapat dinyatakan sebagai berikut:

n1 = 0 n2 = z + 2XMS – n2 n3 = x – n4

n4 = (y/2 + x – 2XMS)/3

Sedangkan untuk semua kondisi diatas, fraksi mol nitrogen adalah sama, yaitu: n5 = 3,76XMS + nF.N

Oksidasi (Pembakaran)

Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam ruang bakar fluidized bed. Arang mempunyai pori-pori akibat penguapan volatile matters, sehingga pembakaran dapat terjadi di permukaan luar, atau di dalam rongga arang. Kadar pembakaran arang bergantung kepada kadar reaksi kimia karbon-oksigen di permukaan dan kadar resapan oksigen pada permukaan luar dan rongga. Reaksi kimia di permukaan arang menghasilkan karbon monoksida. Selanjutnya karbon monoksida bereaksi di luar permukaan arang menjadi karbon dioksida. Pada umumnya reaksi di permukaan dapat menaikkan suhu arang berkisar 100 – 2000C di atas suhu gas luar. Sedangkan kadar pembakaran arang bergantung kepada banyaknya oksigen, suhu gas, Reynolds number, dimensi, dan rongga arang.


(57)

Proses oksidasi menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik. Oksigen yang dipasok ke dalam ruang bakar bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar. Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang

secara berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang diproduksi pada pirolisis. Reaksi kimia yang terjadi dalam pembakaran yaitu:

C + O2→ CO2

2H2 + O2→ 2H2O

2.7. Kerangka Konsep

Informasi karakteristik pembakaran serentak sistem fluidisasi yang diuji dalam eksperimen ini adalah suhu pembakaran dan emisi gas buang terhadap berbagai variasi: variasi campuran bahan bakar serta excess air. Oleh karena itu, dibutuhkan pengujian awal untuk mendapatkan unsur-unsur kandungan bahan bakar serta penentuan kecepatan minimum fluidisasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka konsep penelitian pada Gambar 2.9.


(58)

Tidak

Gambar 2.9 Kerangka Konsep Penelitian

Analisis Ultimate sampel uji bahan bakar

Rasio udara- bahan bakar

- Kebutuhan ,bahan bakar - Variasi campuran bahan bakar

Data komponen gas asap

Analisa hasil dan pembahasan - Diameter ruang bakar

- Tinggi pasir (bed) - Sifat fisik pasir dan

Udara

Uji karakteristik pembakaran sistem fluidisasi

800 – 9000C

Selesai

Start

-Kebutuhan udara teoritis - Excess air

Kesimpulan

Kecepatan minimum fluidisasi


(59)

2.8. Diagram Alir

Sesuai dengan tujuan penelitian yakni mendapatkan karakteristik pembakaran serentak sistem fluidisasi, maka uraian tahapan penelitian tampak pada Gambar 2.10.

- Batubara

- Campuran batubara dan sekam padi

Data eksperimen

Analisa karakteristik pembakaran: - Batubara

- Campuran batubara dan sekam padi

Selesai

-Variasi excess air -Variasi campuran bahan bakar

Kesimpulan

Pengujian karakteristik pembakaran sampel uji

bahan bakar


(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu 3.1.1 Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Workshop Growth Centre Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah -I.

3.1.2 Waktu

Waktu penelitian dimulai dari persetujuan yang diberikan oleh komisi pembimbing, pengembangan alat, pengambilan data hingga pengolahan data sampai selesai.

3.2 Bahan, Peralatan dan Metode 3.2.1 Bahan Uji

Bahan uji batubara yang digunakan dalam eksperimen ini berasal dari hasil tambang batubara Sawah Lunto Sumatera Barat dalam bentuk hancuran berukuran 14 mesh – 8 mesh. Menurut klasifikasi ASTM, batubara daerah Sawahlunto masuk dalam klas Lignit. Sedangkan sekam padi berasal dari Kabupaten Deli Serdang dan diambil dari hasil penggilingan padi dengan ukuran panjang 1-3 mm.

Persen-massa unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam bahan uji batubara dan sekam padi telah diuji dengan analisis ultimate di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Unit Pelayanan Teknis Balai Pengolahan Mineral Lampung yang


(61)

hasilnya terdapat pada Tabel 3.1 analisa ultimate memberikan jumlah persentase kandungan karbon, hidrogen, oksigen, sulpur, dan nitrogen yang dapat dinyatakan dengan dasar ”kering” (dry basis). Sedangkan nilai kalor batubara dan sekam padi dilakukan pengujiannya dengan menggunakan bomb calorimeter yang dilaksanakan di Laboratorium Fenomena Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Medan. Sedangkan Tabel 3.2 menunjukkan persentase kandungan unsur-unsur dan nilai kalor bahan bakar campuran batubara dan sekam padi untuk berbagai variasi kandungan sekam padi.

Tabel 3.1 Analisis Ultimate dan Nilai Kalor Bahan bakar Batubara dan Sekam Padi

Analisis Ultimat(% dry basis) Batubara (wt %) Sekam padi (wt %) Carbon Hydrogen Oxygen Nitrogen Sulphur 50,67 4,83 24,03 0,92 0,79 25,19 3,12 11,58 0,64 0,35 HHV LHV 46323,64 kJ/kg 43083,65 kJ/kg 31617,72 kJ/kg 28377,73 kJ/kg

Tabel 3.2 Komposisi Campuran Batubara dan Sekam Padi Sampel Bahan bakar campuran C (wt%) H (wt%) O (wt%) N (wt%) S (wt%) LHV (kJ/kg) 90% Batubara +

10% Sekam padi 80% Batubara + 20% Sekam padi 70% Batubara + 30% Sekam padi 60% Batubara + 40% Sekam padi

48,12 45,57 43,02 40,48 4,66 4,49 4,32 4,14 22,78 21,54 20,30 19,05 0,89 0,86 0,84 0,81 0,75 0,70 0,66 0,61 41.613,06 40.142,47 38.671,88 37.201,25


(62)

Dari Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa karakteristik sekam padi sangat berbeda daripada batubara. Sekam padi memiliki kandungan karbon, oksigen, nitrogen, dan sulphur yang lebih kecil dibandingkan dengan batubara. Selanjutnya unsur-unsur penyusun bahan bakar tersebut akan mempengaruhi nilai kalor, kebutuhan udara pembakaran, dan komposisi gas hasil pembakaran.

3.2.2 Peralatan yang Digunakan

Informasi kajian pembakaran campuran batubara dan sekam padi yang ingin diketahui dalam pengujian ini adalah konsentrasi emisi gas buang hasil pembakaran bahan bakar pada berbagai kondisi: variasi campuran, dan variasi excess air. Untuk itu akan dilakukan beberapa pengujian, yaitu:

1. Pengujian kualitas bahan bakar

2. Penentuan daerah fluidasasi pembakaran menggunakan ruang bakar dengan media pasir.

3. Uji emisi gas polusi pembakaran bahan bakar menggunakan ruang bakar dengan peralatan analyzer gas.

Dari ketiga pengujian di atas, hanya ruang bakar serta peralatan pendukung yang tersedia sedangkan selebihnya harus disiapkan terlebih dahulu.

Berdasarkan fungsi utama bagiannya, ruang bakar dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Ruang bakar

Ruang bakar berfungsi sebagai reaktor utama dimana sampel uji direaksikan selama eksperimen berlangsung. Ruang bakar berdiameter 32 cm dan terbuat dari


(63)

pipa baja karbon. Ruang bakar terdiri dari dua bagian: bagian bed berisi partikel inert berupa pasir dan bagian freeboard sebagai bagian tertinggi dari jangkauan partikel meninggalkan permukaan bed. Suhu ruang dimonitor yang mendapat masukan/input dari thermocouple yang terpasang pada dinding ruang bakar. Pemanasan awal dilakukan menggunakan LPG. Untuk mengurangi kehilangan panas, dinding luar ruang bakar diberi lapisan bahan isolator (rockwall) dengan ketebalan 1 inchi.

Gambar 3.1 Ruang Bakar 2. Pasir


(64)

permukaan perpindahan panas yang besar sehingga meningkatkan kemampuan menyimpan panas.

3. Pelat distributor

Distributor berperan penting dalam keberhasilan sistim fluidisasi dan berfungsi sebagai alat pendistribusi udara agar merata dan terbentuknya gelembung udara kecil diatas plat distributor. Distributor udara yang digunakan adalah tipe pelat berlubang tunggal (single perforated plate) berdiameter 32 cm.

Gambar 3. 2 Pelat Distributor

2. FDF (Forced Draught Fan) / Blower

Blower adalah alat yang berfungsi untuk penyuplai udara pembakaran. Eksperimen pembakaran di-set dalam kondisi kelebihan udara dari kebutuhan stoikiometrik. Dengan pertimbangan kejatuhan tekanan yang terjadi di daerah sistem fluidisasi cukup besar, maka perlu dilakukan optimalisasi pemilihan blower. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, spesifikasi blower yang tersedia,


(65)

pertimbangan ekonomis dan praktis, maka spesifikasi blower yang dipilih adalah sebagai berikut:

Merek/buatan :

Tipe : Sentrifugal Diameter pipa tekan : 16 cm Kapasitas :

Eletromotor: Daya : 4 Hp Putaran : 1500 rpm

Tegangan : 380 volt – 3F – 50 Hz

Gambar 3.3 Blower

3. Fan Tarikan Isap ( Induced draught Fan)

IDF berfungsi sebagai alat penarik gas buang hasil reaksi pembakaran ke udara bebas melalui cerobong terpasang.

Merek/buatan :

Tipe: : Sentrifugal Elektromotor : Daya: 1 Hp Putaran : 1500 rpm


(66)

4. Konveyor Ulir

Konveyor ulir berfungsi sebagai alat pemindah bahan bakar ke ruang bakar (combustor). Laju sampel uji masuk ruang bakar di-set dengan mengatur frequensi invertor.

Merek/buatan : Tipe : ulir Diameter : 5 cm Elektromotor : 2 Hp Putaran : 1500 rpm

Tegangan : 220 volt – 1F – 50 Hz

Gambar 3.4 Konveyor Ulir 5. Katup (valve)

Katup adalah suatu perangkat yang digunakan untuk mengatur laju aliran udara yang masuk ke dalam ruang bakar.


(67)

6. Cyclone

Cyclone berfungsi untuk menyaring kotoran dan debu yang bercampur dengan gas hasil pembakaran yang keluar dari kombustor. Campuran gas tersebut masuk melalui pipa masukan cyclone yang berbentuk spiral yang terletak dibagian samping sehingga gas tersebut akan bergerak memutar. Akibat adanya gaya tangensial pada gas, maka kotoran yang berbentuk partikel akan bergerak secara spiral ke bawah. Sedangkan gas yang telah terpisah dengan partikel kotoran, akan bergerak ke atas menuju pipa keluaran cyclone. Partikel-partikel kotoran tersebut kemudian akan tertampung di bagian bawah cyclone.

Gambar 3.5 Cyclone

7. Termokopel digunakan untuk mengukur suhu ruang bakar. Termokopel diletakkan pada lubang yang telah dibuat pada dinding ruang bakar.

Temperatur Sensor. FIS. Sensor : K Temp : 12000C


(68)

8. Anemometer, digunakan untuk mengukur laju aliran udara keluaran blower yang akan masuk ke dalam ruang bakar untuk diperlukan dalam pembakaran.

Merk : Lutron Tipe : AM-4216

9. Manometer, sebagai alat mengukur tekanan bed

Gambar 3.6 Manometer

10. Gas Analyser merupakan alat untuk mengukur emisi gas buang. Merk/buatan : Horiba

Tipe : Portable Gas Analyzer, PG-250


(69)

3.3Skema Ruang Bakar Fluidized Bed Combustion

FDF/Blower

Abu

IDF/Blower

Flue Gas Analyzer

Flow Meter Katub

Udara

Gas Asap

Udara


(70)

Peralatan utama ruang bakar berupa tabung vertikal yang terbuat dari bahan baja karbon. Selama eksperimen oksidan yang digunakan dalam proses pembakaran adalah udara atmosfir yang disuplai oleh sebuah Force Draught Fan (FDF)/blower dengan daya 4 hp. Udara memiliki dua fungsi, yaitu sebagai reaktan dan sebagai medium fluidisasi. Laju aliran udara yang masuk ruang bakar melalui nozel distributor diukur menggunakan alat anemometer. Untuk menghindari fluktuasi tekanan udara dalam ruang bakar akibat ketidakstabilan motor blower atau faktor eksternal lainnya, udara keluaran blower terlebih dahulu ditampung dalam sebuah kotak udara di bagian bawah distributor udara untuk selanjutnya masuk ke ruang bakar.

Bahan bakar dimasukkan ke dalam ruang bakar menggunakan konveyor ulir melalui bagian atas ruang bakar. Sedangkan LPG digunakan sebagai pemanasan awal ruang bakar yang menaikkan suhu bed, sehingga di atas titik nyala bahan bakar. Gas hasil pembakaran kemudian masuk ke cyclone untuk memisahkan partikel-partikel berat yang bercampur dengan producer gas. Setelah melalui cyclone, gas dialirkan melalui pipa pembuangan dengan menggunakan Induced Draught Fan/Blower (IDF). Pengambilan data dicatat secara manual ketika suhu pembakaran kira-kira mencapai keadaan konstan (9000C)


(71)

3.4. Rancangan Pembakaran Sistem Fluidisasi

Data-data yang ditetapkan dalam merancang pembakaran sistem fluidisasi adalah 1. Udara

To = 30 oC

ρg = 1,16 kg/m3 μ= 1,86 x 10-5 N-s/m2 2. Pasir

Pasir adalah bagian terpenting dalan pembakaran fluidisasi yang berfungsi sebagai medium penyimpan panas hasil reaksi pembakaran. Pasir dipilih dari pasir sungai yang memiliki sifat tahan panas. Pasir yang digunakan pasir yang lolos ayakan ukuran 20 mesh dan tertahan pada ayakan ukuran 35 mesh

. Permukaan pasir akan meningkatkan bidang kontak antara permukaan panas dengan udara yang akan dilaluinya, sehingga saat mencapai ruang bakar diharapkan suhu udara sudah mendekati suhu pembakaran. Setelah melewati zona ini, udara selanjutnya masuk ke ruang bakar dan bereaksi secara kimiawi dengan bakan bakar. Dari hasil analisa sifat-sifat fisis pasir didapat data-data sebagai berikut:

Diameter , dp = 417 - 833 μm Sifat bentuk bola, φS = 0,86

Fraksi gelembung (fraction void), εmf = 0,48


(72)

3.4.1. Pemilihan Zona Fluidisasi

Teknologi fluidized bed adalah merupakan lapisan alas (bed) berisi partikel padat atau fluidisasi oleh kekuatan udara melalui lapisan alas. Bila kecepatan udara dinaikkan di atas kecepatan minimum fluidisasi, aliran udara melalui lapisan membentuk gelembung. Zona seperti ini dinamakan Bubbling Fluidized Bed (BFB).

Metode untuk menentukan kecepatan minimum fluidisasi dengan eksperimen adalah menentukan titik perpotongan garis kejatuhan tekanan teoritis maksimum (W/Ab) pada grafik hubungan kejatuhan tekanan ekspansi lapisan alas terhadap

kecepatan udara yang dikeluarkan blower.

Pengambilan data kejatuhan tekanan udara dilakukan dengan mengatur laju aliran udara blower untuk tiap pembukaan katup pada pipa tekan blower setiap 100 dimulai dari 0 hingga 900. Ketika pembukaan katup sebesar 100, diukur kejatuhan tekanan udara di alat manometer. Setelah diukur kejatuhan tekanannya, katup kembali dibuka tiap 100 hingga 900 lalu diukur kembali besar kejatuhan tekanannya. Tinggi bed 7,50 cm

Berdasarkan data hasil pengujian yang dilakukan kemudian ditampilkan dalam bentuk Tabel 3.3 seperti di bawah ini.

Tabel 3. 3 Hasil Eksperimen Kejatuhan Tekanan dengan Kecepatan Fluidisasi

Posisi katup ( o )

UO

( m/s )

Q

( m3/s) Δ P ( cm H2O )

10 20 30

0 0 0,109219

0 0 0,008239

0,2 0,8 1,8


(73)

40 50 55 60 70 80 90 0,157169 0,261062 0,332987 0,391592 0,511467 0,660645 0,745889 0,011856 0,019694 0,025120 0,029541 0,038584 0,049838 0,056269 3,7 5,2 5,3 5,6 5,7 6,2 6,3

Berdasarkan hasil pada pengujian di atas , dapat diubah dalam bentuk grafik hubungan antara kejatuhan tekanan versus kecepatan udara seperti pada Gambar 3.9.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Uo (m/s) K a ja tu ha n te k a n a n c m H 2 O

Gambar 3.9 Hubungan Kejatuhan Tekanan vs Kecepatan Udara pada Tinggi Bed 7,5 cm

Kejatuhan tekanan teoritis maksimum:

(

)

(

m

)

Pa

s m m m m kg A g V A W b b s b 5315 , 1060 31 , 0 4 / 8 , 9 . 075 , 0 . 31 , 0 4 . / 9 , 1442 . . 2 2 2 3 = = = π π ρ


(74)

Dari grafik pada Gambar 3.9, tidak didapatkan garis perpotongan kejatuhan tekanan teoritis maksimum pada garis kejatuhan tekanan ekspansi lapisan alas. Oleh karena itu, proses ekspansi lapisan alas tidak mengalami zona bubbling fluidized bed.

Tinggi bed 10 cm

Berdasarkan data hasil pengujian yang diambil kemudian ditampilkan dalam bentuk Tabel 3.4 di bawah ini.

Tabel 3.4 Hasil Eksperimen Kejatuhan Tekanan dengan Kecepatan Fluidisasi

Posisi katup ( o )

UO

( m/s )

Q

( m3/s) Δ

P ( cm H2O )

10 20 30 40 50 55 60 70 80 90 0 0 0,049282 0,105224 0,217107 0,247742 0,336982 0,430219 0,554089 0,596712 0 0 0,003718 0,007938 0,016378 0,018689 0,025421 0,032455 0,041799 0,045015 0,2 0,6 2,1 4,4 7,6 7,8 8,0 8,5 8,7 9,0

Berdasarkan hasil pada pengujian diatas , dapat diubah dalam bentuk grafik hubungan antara kejatuhan tekanan versus kecepatan udara, Gambar 3.10.

0 2 4 6 8 10 12

0 0 0.05 0.1 0.22 0.25 0.34 0.43 0.55 0.6

Uo (m/s) K ej a tu h an t ekan a n cm H 2O

Gambar 3.10 Hubungan Kejatuhan Tekanan vs Kecepatan Udara pada Tinggi Bed 10 cm


(75)

Kejatuhan tekanan teoritis maksimum:

(

)

(

m

)

Pa

s m m m m kg A g V A W b b s b 042 , 1414 31 , 0 4 / 8 , 9 . 10 , 0 . 31 , 0 4 . / 2 , 825 . . 2 2 2 3 = = = π π ρ

=14,4313cmH2O

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, didapatkan kejatuhan tekanan teoritis maksimum sebesar 10,8234 cmH2O dan 14,4313 cmH2O. Dua perbedaan tinggi bed

yang dilakukan pada pengujian tersebut, yaitu pada tinggi bed 7,50 cm dan 10 cm. Dari kedua kondisi tersebut kejatuhan tekanan teoritis maksimum berada diatas kejatuhan tekanan ekspansi. Hal ini disebabkan tidak meratanya fluidisasi pada bed. Sebaliknya dari pengamatan visual titik fluidisasi terjadi 7,8 cmH2O (tinggi bed

10 cm). Oleh karena itu, kecepatan minimum fluidisasi ditentukan sebesar 0,247742 m/s. Sebab pada kecepatan tersebut didapatkan awal terjadinya fluidisasi. Pada awal fluidisasi tampak daerah pusat bed kelihatan fluidisasi sedangkan bagian sisi luar bed partikel pasir hampir tidak bergerak.

3.4.2. Perhitungan Rasio Udara Bahan Bakar (Air- Fuel Ratio)

Air fuel ratio adalah salah satu parameter yang penting dalam pembakaran bahan bakar, yaitu perbandingan antara massa udara dengan massa bahan bakar. Bila perbandingan bahan bakar lebih kecil daripada perbandingan udara-bahan bakar teoritis atau stoikiometrik yang diperlukan untuk pembakaran lengkap, sebagian


(1)

Lampiran 14 : Hasil output MS. Excel korelasi NO2 1. Batubara

2. Batubara dengan sekam padi 10%

3. Batubara dengan sekam padi 20%

4. Batubara dengan sekam padi 30%


(2)

Lmpiran 14 : (Lanjutan)

5. Batubara dengan sekam padi 40%


(3)


(4)


(5)


(6)