75 mengalami kejang demam sederhana, lainnya 20-25 mengalami kejang demam kompleks, dan sekitar 5 mengalami kejang demam berulang Baumann,
2001. Kecamatan Medan Tembung merupakan kecamatan yang mempunyai
kepadatan penduduk sangat tinggi yaitu sebesar 340 jiwaha Penyusunan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang WilayahRTRW Kota Medan Tahun
2008. Di daerah ini belum ada penelitian yang mengambarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu pada Kecamatan Medan Tembung mengenai kejang
demam pada anak. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung,
Medan tahun 2010?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran prilaku ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan tahun 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu mengenai kejang demam
pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan tahun 2010.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap ibu mengenai kejang demam pada anak
di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan tahun 2010. c.
Untuk mengetahui gambaran tindakan ibu mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan tahun
2010.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : a.
Puskesmas Tembung untuk merumuskan suatu langkah strategis yang dapat dilakukan dalam menurunkan angka kejadian kejang demam.
b. Sebagai informasi kepada masyarakat untuk lebih dapat mengantisipasi
kejadian kejang demam pada anak. c.
Menambah wawasan dan sumber pustaka bagi orang lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Tentang Kejang Demam
2.1.1. Definisi
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993 adalah
kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4
o
C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas
1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya IDAI, 2009.
2.1.2. Faktor Risiko
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
perubahan keseimbangan caira dan elektrolit Dewanto dkk,2009 .
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah 1 riwayat kejang demam dalam keluarga; 2 usia kurang dari 18 bulan; 3 temperatur tubuh saat
kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan 4 lamanya demam. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah
1 adanya gangguan perkembangan neurologis; 2 kejang demam kompleks; 3
riwayat epilepsi dalam keluarga; dan 4 lamanya demam IDAI,2009 2.1.3. Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih
Soetomenggolo,2000.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Klasifikasi
Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat
perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran
rekaman otak, dan lainnya Lumbantobing, 2004. Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu:
kejang demam sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam berulang Baumann, 2001. Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih
lama dari 15 menit, fokal atau multiple lebih dari 1 kali kejang per episode demam. Kejang demam sederhana ialah kejang demam yang bukan kompleks.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. Epilepsi ialah kejang tanpa demam yang terjadi lebih dari satu
kali Soetomenggolo, 2000.
2.1.5. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak
Universitas Sumatera Utara
dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama lebih dari 15 menit biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2002.
2.1.6. Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara Hemeparesis Tood yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
Universitas Sumatera Utara
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16 paisen Soetomenggolo, 2000.
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh dalam mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang
menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15
menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh Nelson, 2000.
2.1.7. Diagnosa
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam antara lain:
1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah kejang demam, seperti:
- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan
saraf pusat. - Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik,
menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama
disertai suhu dibawah 39° C. - Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang adalah
usia 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal,
riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks Dewanto dkk,2009.
2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah: - Suhu tubuh mencapai 39°C.
- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
Universitas Sumatera Utara
- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis
kejang. - Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar Dewanto dkk,2009. 3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik
neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan
aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks
lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari
Soetomenggolo, 2000.
2.1.8. Diagnosa Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang
diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan
dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam
Soetomenggolo, 2000.
2.1.9. Penatalaksanaan
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan kepalanya apabila
Universitas Sumatera Utara
muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secra teratur, diberikan oksiegen, kalau
perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal Soetomenggolo, 2000.
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai meningitis atau apabila kejang demam berlangsung lama.
Pada bayi kecil sering mengalami meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada
pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari penyebab Soetomenggolo, 2000.
3. Pengobatan Profilaksis
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila
kejang demam berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan otak yang menetap cacat.
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan: -
Profilaksis intermitten, pada waktu demam. -
Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari -
Mengatasi segera bila terjadi kejang.
Profilaksis intermitten
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam
pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.
Universitas Sumatera Utara
Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik kerena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk
pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih.
Diazepam dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mgkg BB hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk, dan hipotonia Soetomenggolo, 2000.
Profilaksis terus- menerus dengan antikonvulasan tiap hari
Pemberian fenobarbital 4-5 mgkg BBhari dengan kadar darah sebesar 16 mgugml dalam darh menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulanggnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam valproat yang sama atau bahkan lebih baik
dibandingkan efek fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40 mgkg BBhari. Profilaksis terus
menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjandinya epilepsi di
kemudian hari Soetomenggolo, 2000. Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang
dapat dipakai untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap hari dapat diberi pada keadaan berikut:
1. Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi misalnya cerebral palsy,
retardasi mental, mikrosefali. 2.
Bila kejang demam berlangsung lama dari 15 menit, bersifat fokal, atau diikuti kelainan neurologis sepintas atau menetap.
3. Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat genetik pada orang
tua atau saudara kandung. Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang , hindarilah rasa
panik dan lakukanlah langkah-langkah pertolongan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Telungkupkan dan palingkan wajah ke samping
2. Ganjal perut dengan bantal agar tidak tersedak
3. Lepaskan seluruh pakaian dan basahi tubuhnya dengan air dingin.
Langkah ini diperlukan untuk membantu menurunkan suhu badanya. 4.
Bila anak balita muntah, bersihkan mulutnya dengan jari. 5.
Walupun anak telah pulih kondisinya, sebaiknya tetap dibawa ke dokter agar dapat ditangani lebih lanjut Widjaja, 2001.
2.2. Tinjauan Tentang Perilaku
2.2.1. Konsep Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia
adalah suatu aktifitas daripada manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain
sebagainya. Bahkan kegiatan internal internal activity seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Atau dapat juga dikatakan bahwa
perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau tidak langsung Notoatmodjo, 2003.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik keturunan dan lingkungan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup, termasuk perilaku manusia Notoatmodjo,
2003. Saparinah Sadli 1982 dalam Notoatmodjo 2003 menggambarkan
hubungan individu dengan lingkungan sosial yang saling mempengaruhi, yakni: •
Perilaku kesehatan individu, sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya dengan lingkungan.
• Lingkungan keluarga, kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga
mengenai kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
• Lingkungan terbatas, tradisi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat
sehubungan dengan kesehatan. •
Lingkungan umum, kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, undang-undang kesehatan, program-program kesehatan,
dan sebagainya Notoatmodjo, 2003. Kosa dan Robertson menyatakan bahwa perilaku kesehatan individu
cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan, dan kurang mendasarkan pada pengetahuan
biologi. Memang kenyataannya demikian, setiap individu mempunyai cara yang berbeda didalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan, meskipun
gangguan kesehatannya sama Notoatmodjo, 2003. Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas. Benyamin Bloom 1908 seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam 3 domain ranahkawasan, meskipun kawasan-
kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam suatu
tujuan pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari : a ranah kognitif cognitif domain, b ranah
afektif affective domain, dan c ranah psikomotor psychomotor domain Notoatmodjo, 2003.
Dalam kepentingan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari :
Notoatmodjo, 2003 a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
knowledge b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan attitude c. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidikan yang diberikan practice.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Perilaku dalam bentuk pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai hal sesuatu. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behavior Notoatmodjo, 2003.
Hasil penelitian Rogers 1974 dalam Notoatmodjo 2003, mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru berperilaku
baru, didalam diri orang tersebut menjadi proses yang berurutan yakni: a.
Awareness kesadaran, dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek.
b. Interest, dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau objek
tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul. c.
Evaluation menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi. d.
Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat, yakni: Notoatmodjo, 2003 1. Tahu Know
2. Memahami Comprehension 3. Aplikasi Application
4. Analisis Analysis
Universitas Sumatera Utara
5. Sintesis Synthesis 6. Evaluasi Evaluation
2.2.3. Perilaku dalam Bentuk Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Adapula yang melihat sikap sebagai kesiapan
saraf sebelum memberikan respon Notoatmodjo, 2003. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, mengatakan bahwa sikap
itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau perilaku Notoatmodjo, 2003.
Allport 1954 dalam Notoatmodjo 2003 menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
a. Kepercayaan keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak trend to behave. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan dimana saling berunut, yaitu: Notoatmodjo, 2003 1.
Menerima Receiving Menerima, diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan objek. 2.
Merespon Responding Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3.
Menghargai Valuing
Universitas Sumatera Utara
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat
tiga. 4.
Bertanggung jawab Responsible Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Sikap yang sudah positif terhadap suatu objek, tidak selalu terwujud dalam
tindakan nyata, hal ini disebabkan oleh: Notoatmodjo, 2003 a.
Sikap, untuk terwujud didalam suatu tindakan bergantung pada situasi pada saat itu.
b. Sikap akan diikuti atau tidak pada suatu tindakan mengacu pula pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Pengukuran terhadap sikap ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak
langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan yang bersifat hipotesis, kemudian dikenakan pendapat responden Notoatmodjo, 2003.
2.2.4. Perilaku dalam Bentuk Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behavior. Untuk terwujudnya sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung
support dari pihak lain, misalnya orang tua, mertua, suami atau istri Notoatmodjo, 2003.
Tingkat-tingkat praktek: Notoatmodjo, 2003 •
Persepsi perception Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya, seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.
• Respon terpimpin guided respon
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya,
seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lama memasak, menutup pancinya, dan
sebagainya. •
Mekanisme mechanism Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah
mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.
• Adaptasi adaptation
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, seorang ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu recall. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobsevasi tindakan atau kegiatan responden.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel pada penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan dan
perilaku mengenai kejang demam pada anak di Kelurahan Tembung.
Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel
Definisi operasional Alat Ukur
Hasil Ukur Skala Ukur
1. Pengetahuan
Segala sesuatu yang diketahui responden
tentang kejang demam pada anak
Kuesioner 1: Baik
2: Sedang 3: Kurang
Ordinal
2. Sikap
Tanggapan atau reaksi responden tentang
kejang demam pada anak
Kuesioner 1: Baik
2: Sedang 3: Kurang
Ordinal
3. Tindakan
Segala sesuatu yang telah dilakukan
responden tentang kejang demam pada
anak Kuesioner
1: Baik 2: Sedang
3: Kurang Ordinal
Pengetahuan Sikap
Kejang Demam Tindakan
Universitas Sumatera Utara
4. Perilaku
Hasil total dari pengetahuan,sikap,dan
tindakan tentang kejang demam pada
anak Kuesioner
1: Baik 2: Sedang
3: Kurang Ordinal
3.3. Cara Ukur
3.3.1. Pengetahuan
Pengetahuan responden diukur melalui 10 pertanyaan. Jika pertanyaan dijawab benar oleh responden maka diberi nilai 1, jika responden menjawab salah
maka diberi nilai 0. Sehingga skor total yang tertinggi adalah 10. Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan definisi
sebagai berikut: a.
Baik, apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya tentang Kejang Demam pada Anak skor jawaban responden 75 dari
nilai tertinggi yaitu 7. b.
Sedang, apabila responden mengetahui sebagian tentang Kejang Demam pada Anak skor jawaban responden 40-75 dari nilai tertinggi yaitu
4-7. c.
Kurang, apabila responden mengetahui sebagian kecil tentang Kejang Demam pada Anak skor jawaban responden 40 dari nilai tertinggi
yaitu 4.
3.3.2. Sikap
Sikap diukur melalui 5 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman responden yang menjawab benar akan diberi skor 1 sedangkan jika menjawab
salah diberi skor 0. Sehingga total skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5.
Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan definisi sebagai berikut:
a. Baik, apabila skor jawaban responden 75 dari nilai tertinggi yaitu 4.
Universitas Sumatera Utara
b. Sedang, apabila skor jawaban responden 40-75 dari nilai tertinggi
yaitu 2-4. c.
Kurang, apabila skor jawaban responden 40 dari nilai tertinggi yaitu 2.
3.3.3. Tindakan
Tindakan diukur melalui 5 pertanyaan, responden yang menjawab benar akan diberi skor 1 sedangkan jika menjawab salah diberi skor 0. Sehingga total
skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5. Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan definisi
sebagai berikut: a.
Baik, apabila skor jawaban responden 75 dari nilai tertinggi yaitu 4. b.
Sedang, apabila skor jawaban responden 40-75 dari nilai tertinggi yaitu 2-4.
c. Kurang, apabila skor jawaban responden 40 dari nilai tertinggi yaitu 2
3.3.4. Perilaku
Merupakan total nilai dari pengetahuan, sikap, dan tindakan yang dikategorikan atas baik, sedang, dan kurang dengan definisi sebagai berikut:
a. Baik, apabila total skor jawaban responden yang diperoleh 15-20.
b. Sedang, apabila total skor jawaban responden yang diperoleh 8-14.
c. Kurang, apabila total skor jawaban responden yang diperoleh 0-7.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yakni menggambarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu mengenai kejang demam pada anak di
Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan. Metode penelitian
deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Tembung, Kecamatan Medan Tembung, Medan. Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret-November 2010,
sedangkan pengambilan dan pengumpulan data dilakukan selama bulan Juni-
November 2010.
4.3. Populasi dan Sampel