Optimasi Pemanfaatan Limbah Plastik Berjenis Polypropylene Sebagai Serat Pada Sifat Mekanis dan Pola Retak Beton

(1)

OPTIMASI PEMANFAATAN LIMBAH PLASTIK BERJENIS

POLYPROPYLENE SEBAGAI SERAT PADA SIFAT MEKANIS

DAN POLA RETAK BETON

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

MUHADRI SYAHPUTRA 06 0404 107

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini berjudul “Optimasi Pemanfaatan Limbah Plastik Berjenis Polypropylene Sebagai Serat Pada Sifat Mekanis dan Pola Retak Betonyang disusun guna melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak baik moril maupun materil. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ir. Bachrian Lubis M.Sc dan Ibu Emilia Kadreni, ST.MT selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. DR. Ing. Johanes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Sahrizal, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(3)

5. Tercinta buat Ayahanda Asril Chaniago (Alm) dan Ibunda Muchlida Munaf,

terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, dan kasih sayang, serta do’a yang

tiada batas untuk penulis.

6. Seluruh kakak ku tersayang, Gusmilda Asril ST, Benny Syahputra SE, Fachroly Asril, Novilda Asril S.Farm, Apt, Muchliyanty Asril, terimakasih atas segala dukungan, nasehat serta doanya.

7. Istimewa buat Dini Maharani, ST, terimakasih atas dukungan, dan semangat yang telah diberikan selama ini.

8. Teman satu perjuangan tugas akhir Khair Sitepu, Ghafar dan Riky Armadi. 9. Teman-teman Musteker : Aidil, Zainal, Fadli, Hadi, Dicky, Ulil, Sai, Fadhly,

Hery Munte, Husni, Haikal, Ichram, Nasrul, Asep.

10.Teman – teman stambuk 2006 yang telah banyak membantu dan terus memberi motivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini.

11.Rekan – rekan Lab Beton , Tami , Fahim, Yusuf, Ari, Harli, yang selalu membantu dari awal pengerjaan hingga tahap akhir, memberi masukan2 yang sangat berarti hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.

Saya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna yang disebabkan oleh berbagai keterbatasan serta referensi yang saya miliki. Untuk itu saya mengharapkan dan menerima saran maupun kritik demi perbaikan pada masa yang akan datang.

Medan, September 2011 Muhadri Syahputra


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ABSTRAK

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I.2 Permasalahan I.3 Batasan Masalah

I.4 Maksud dan Tujuan Penelitian I.5 Tempat Penelitian

1.6 Sistematika Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum

II.2 Bahan-Bahan Pembentuk Beton II.2.1 Semen

II.2.1.1 Jenis-Jenis Semen II.2.1.2 Semen Portland


(5)

II.2.1.2.2 Sifat-Sifat Semen Portland II.2.1.2.3 Jenis-Jenis Semen Portland

II.2.1.2.4 Pengerasan dan Pengikatan Semen Portland II.2.2 Agregat

II.2.2.1 Jenis-Jenis Agregat

II.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

II.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan II.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran Nominal II.2.2.5 Jenis Agregat Berdasarkan Berat

II.2.3 Air

II.2.4 Bahan Tambah II.2.4.1 Umum

II.2.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan

II.2.4.3 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan II.2.4.4 Polypropylene

II.3 Beton Segar

II.3.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability) II.3.2 Pemisahan Kerikil (Segregation) II.3.3 Pemisahan Air (Bleeding) II.4 Beton Keras

II.5 Kuat Tekan Beton

II.6 Kekuatan Tarik Belah Beton II.7 Kuat Lentur


(6)

II.8.1 Rangkak(Creep) dan Susut (Shrinkage) II.8.2 Plastic Shrinkage Crack

II.8.3 Drying Shrinkage Beton II.8.4 Lebar Retak

II.9 Penelitian Yang Terkait

BAB III METODE PENELITIAN III.1 Umum

III.2 Penyediaan dan Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton III.2.1 Semen Portland

III.2.2 Agregat

III.2.2.1 Agregat Halus III.2.2.2 Agregat Kasar III.2.3 Air

III.2.4 Polypropylene

III.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) III.4 Pembuatan Benda Uji Silinder, Balok dan Pelat III.5 Pengujian Kuat Tekan

III.6 Pengujian Kuat Tarik Belah Beton ”Splitting Test”

III.7 Pengujian Kuat Lentur ”Flexure Test”


(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Nilai Slump

IV.2 Kuat Tekan

IV.2.1 Pola Retak Pada Pengujian Kuat Tekan IV.3 Kuat Tarik Silinder Beton

IV.4. Kuat Lentur IV.5. Benda Uji Pelat

IV.5.1 Hasil Pengamatan Retak IV.5.2 Pola Retak

IV.5.3 Jumlah Retak IV.5.4 Panjang Retak IV.5.5 Lebar Retak

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan

V.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Benda uji silinder beton Gambar 1.2 Benda uji balok beton Gambar 1.3 Benda uji pelat beton

Gambar 2.1 Proses pengikatan dan pengerasan beton Gambar 2.2 Kerucut Abrams

Gambar 2.3 Jenis-jenis slump adukan beton

Gambar 2.4 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton

Gambar 2.5 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton Gambar 2.6 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton

Gambar 2.7 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland Semen

Gambar 2.8 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama

Gambar 4.1 Nilai slump terhadap kadar bahan tambah polypropylene

Gambar 4.2 Grafik perbandingan kuat tekan terhadap penambahan polypropylene Gambar 4.3 Pola retak pada pengujian kuat tekan silinder beton dalam penelitian Gambar 4.4 Pola retak yang terjadi

Gambar 4.5 Pengaruh persentase polypropylene terhadap kuat tarik beton Gambar 4.6 Gambar perletakan pada pengujian kuat lentur balok

Gambar 4.7 Grafik nilai kuat lentur pada setiap penambahan polypropylene Gambar 4.8 Penyebaran retak pada pelat beton variasi I (BN-0%) setelah umur


(9)

Gambar 4.9 Penyebaran retak pada pelat beton variasi II (BP-0.5%) setelah umur Beton 60 hari

Gambar 4.10 Penyebaran retak pada pelat beton variasi III (BP-0.75%) setelah umur beton 60 hari

Gambar 4.11 Penyebaran retak pada pelat beton variasi IV (BP-1%) setelah umur Beton 60 hari

Gambar 4.12 Grafik jumlah retak terhadap waktu pengamatan Gambar 4.13 Perubahan panjang retak terhadap waktu pengamatan Gambar 4.14 Perubahan lebar retak terhadap waktu pengamatan


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Distribusi pengujian benda uji dengan variasi Polypropylene Tabel 2.1 Komposisi senyawa kimia Portland Semen

Tabel 2.2 Batasan gradasi untuk agregat halus

Tabel 2.3 Susunan besar butiran agregat kasar (ASTM, 1991) Tabel 2.4 Lebar retak maksimum yang diijinkan

Tabel 3.1 Karakteristik geometrik cacahan polypropylene Tabel 3.2 Penjelasan mengenai polypropylene

Tabel 4.1 Nilai slump terhada persentase polypropylene Tabel 4.2 Hasil pengujian kuat tekan beton

Tabel 4.3 Hasil pengamatan retak pada pelat beton

Tabel 4.4 Hasil pengamatan retak variasi I (BN) pada pelat beton Tabel 4.5 Hasil pengamatan retak variasi II (BP-0,5%) pada pelat beton Tabel 4.6 Hasil pengamatan retak variasi III (BP-0,75%) pada pelat beton Tabel 4.7 Hasil pengamatan retak variasi VI (BP-1%) pada pelat beton Tabel 4.8 Jumlah retak selama pengamatan

Tabel 4.9 Panjang retak maksimum Tabel 4.10 Lebar retak maksimum


(11)

DAFTAR NOTASI

T : tegangan rekah beton (N/mm2) L : panjang silinder (mm)

D : diameter (mm)

σlt : tegangan lentur beton (N/mm2)

M : momen maksimum pada saat benda uji runtuh Z : modulus penampang arah melintang

P : gaya yang diberikan (N) A : luas penampang (mm2)

 : tegangan (N/mm2)

air

 : berat isi air (0.997 gr/cm3)

FM : modulus kehalusan


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive). Beton juga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan bahan konstruksi yang lain, diantaranya mempunyai kuat tekan yang besar, tahan terhadap api, mudah dibentuk, tidak diperlukan keahlian khusus dalam pembuatan, dan bahan baku mudah untuk didapatkan, sehingga beton unggul dari segi biaya. Karena itu, saat ini beton menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam mendirikan suatu bangunan.

Namun beton juga dikenal sebagai material yang getas (tidak daktail) dan lemah terhadap tarik dibandingkan dengan baja. Daktilitas beton yang rendah dicerminkan oleh kurva load/tegangan-reganganya yang mempunyai penurunan kekuatan tekan yang cepat pada daerah pasca puncak, sehingga menyebabkan keruntuhan secara tiba-tiba. Penambahan bahan tambah berupa serat yang akan dicampurkan ke dalam campuran beton diharapkan dapat membuat beton lebih daktail serta meningkatkan kuat tarik pada beton.

Bahan-bahan limbah disekitar lingkungan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambah dalam dalam campuran beton. Hal tersebut dapat memberikan alternatif untuk memanfaatkan limbah limbah yang tidak termanfaatkan, seperti limbah plastik polypropylene. Khusus mengenai limbah plastik, jika diperhatikan lebih lanjut mengenai bahan dasar gelas plastik ini seperti yang tertera pada bagian dasarnya, terdapat tulisan PP (polypropylene)/ memiliki nomor 5 pada simbol daur ulang, yang


(13)

berarti bahan dasar gelas plastik ini adalah polypropylene. Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah plastik polypropylene ini diharapkan dapat mengurangi limbah yang mencemari lingkungan serta memberikan nilai tambah tersendiri.

Dalam penelitian ini, limbah plastik polypropylene (PP) berfungsi sebagai serat yang akan digunakan sebagai bahan tambah dalam campuran beton normal. Serat tersebut dicampurkan ke dalam adukan beton dengan persentase penambahan serat yang bervariasi. Dengan penambahan serat tersebut diharapkan dapat memberikan perbaikan terhadap sifat mekanis dan pola retak beton..

Limbah plastik polypropylene (PP) ini tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus melalui suatu proses pengolahan, sehingga siap digunakan untuk campuran beton. Proses penggunaan limbah polypropylene (PP) ini antara lain harus dibersihkan dan diolah (dicacah) terlebih dahulu sehingga menjadi kepingan- kepingan plastik polypropylene dengan ukuran lebar berkisar 3-5 mm dan panjang 18-20 mm. Diharapkan dengan dimensi tersebut dalam proses pencampuran dapat bersifat homogen.

Kadar cacahan plastik polypropylene (PP) 0.0% ; 0.5% ; 0.75% ; 0.1%. Beton tanpa penambahan cacahan polypropylene diklasifikasikan sebagai beton dengan kadar cacahan 0.0% atau selanjutnya disebut Beton Nornal (BN). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh cacahan plastik bekas terhadap beton. Benda uji yang digunakan untuk percobaan kuat tekan dan kuat tarik dengan menggunakan silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, sedangkan untuk percobaan uji lentur digunakan balok dengan ukuran 75x15x15 cm serta untuk uji pola retak digunakan pelat dengan ukuran 100x100x8 cm.


(14)

I.2 Permasalahan

1. Bagaimana pengaruh cacahan limbah plastik polypropylene (PP) sebagai serat dalam campuran beton normal terhadap sifat mekanis dan pola retak beton.

2. Bagaimana optimasi/ persentase terbaik dari polypropylene (PP) dalam campuran beton normal.

I.3 Batasan Masalah

1. Mutu beton yang direncanakan adalah 17,5 MPa pada umur 28 hari. 2. Faktor air semen digunakan adalah 0,58

3. Pengujian menggunakan 3 macam benda uji, yaitu balok dengan ukuran 75x15x15 cm3 untuk pengujian flexture, silinder dengan diameter (d) 15 cm dan tinggi (h) 30 cm untuk pengujian tekan dan tarik belah, serta pelat ukuran 100x100x8 cm3untuk pengamatan pola retak.

4. Jenis serat yang ditambahkan adalah polypropylene yang telah dicacah dengan kisaran lebar berkisar 2-4 mm dan panjang 18-20 mm.

5. Komposisi serat yang digunakan adalah 0%, 0,5%, 0,75% , 1% (dari berat semen).

6. Standar pengujian ASTM.

7. Semen yang digunakan adalah semen Portland tipe I dengan kemasan 50 kg. 8. Tidak melakukan pengujian terhadap uji fisis (densitas dan penyerapan air). 9. Selanjutnya untuk penamaan beton dengan variasi 0% atau tanpa

penambahan polypropylene disebut Beton Normal (BN) dan beton dengan penambahan polypropylene disebut Beton Polypropylene (BP)


(15)

No Benda Uji

Variasi Beton Total Benda BN-0% BP-0,5% BP-0,75% BP-1% Uji

1 Balok 2 2 2 2 8

2 Silinder 3 3 3 3 12

3 Pelat 1 1 1 1 4

Total 24

Tabel 1.1 Distribusi pengujian benda uji dengan variasi Polypropylene

Gambar 1.1 Benda Uji Silinder Gambar 1.2 Benda Uji Balok


(16)

Gambar 1.3 Benda uji pelat beton

I.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Mengetahui optimasi penambahan limbah plastik berjenis polypropylene (PP) sebagai serat beton pada sifat mekanis dan pola retak beton.

I.6 Tempat Penelitian

Laboratorium Teknologi Beton dan Bahan Rekayasa Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

1.7 Sistematika Penulisan BAB. I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB. II Tinjauan pustaka

Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian. BAB. III Metodologi penelitian

Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan, bahan-bahan, pembuatan sampel uji, dan pengujian sampel.

BAB. IV Hasil dan pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian.


(17)

BAB. V Kesimpulan dan saran

Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan saran untuk lebih lanjut.

BAB II


(18)

II.1. Umum

Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran bahan-bahan dasar seperti, semen, agregat halus, agregat kasar, dan air. Beton mempunyai kelebihan, antara lain :

1. Harganya relatif lebih murah. 2. Tidak memerlukan biaya perawatan.

3. Tahan lama karena tidak busuk atau berkarat. 4. Mudah dibentuk sesuai keinginan pembuatnya.

Walaupun beton tampak mudah dibuat akan tetapi bila tidak dikerjakan atau direncanakan dengan teliti akan menghasilkan bahan bangunan yang kurang baik. Beton pada umumnya banyak dipergunakan dalam bidang konstuksi pembangunan rumah, gedung, jembatan, kontruksi jalan dan lain lain.

II.2 Bahan- Bahan Pembentuk Beton. II.2.1 Semen

Semen berasal dari kata “Cement” dalam bahasa asing/ Inggris yang berarti pengikat/ perekat. Dengan kata lain semen merupakan material yang berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu masa yang kompak/padat. Selain itu juga dapat mengisi rongga rongga diantara butiran agregat.

II.2.1.1 Jenis-Jenis Semen

Semen yang digunakan dalam bangunan terdapat 2 jenis, yaitu : 1. Semen hidrolis,


(19)

Semen yang berubah menjadi produk yang solid setelah ditambah air, menghasilkan material yang tidak terpisah dengan air, dengan kata lain, semen hidrolis akan mengeras bila diberi air. Semen hidrolis yang paling umum adalah semen Portland.

2. Semen non-hidrolis,

Semen yang tidak membutuhkan air untuk membuatnya menjadi solid. Semen non-hidrolis yang paling umum adalah kapur dan gypsum. Gypsum pernah digunakan di mesir sekitar 3000 SM untuk membangun pyramid.

II.2.1.2 Semen Portland

Semen portland adalah perekat hydraulis yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya calcium silicate dan satu atau dua buah bentuk calcium sulfat sebagai bahan tambahan. Semen portland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak dipakai dalam pembangunan fisik.

II.2.1.2.1.Proses Pembuatan Semen Portland

Semen Portland dibuat dengan melalui beberapa langkah, sehingga sangat halus dan memiliki sifat kohesif dan adhesif. Semen diperoleh dengan membakar secara bersamaan, suatu campuran dari calcareous (yang mengandung kalsium karbonat atau batu gamping) dan argillaceous (yang mengandung alumina) dengan perbandingan tertentu.

Secara mudahnya, kandungan semen Portland ialah : kapur, silika dan alumina. Ketiga bahan dasar tadi dicampur dan dibakar dengan suhu 1550 0C dan


(20)

menjadi klinker. Setelah itu kemudian dikeluarkan, didinginkan dan dihaluskan sampai halus seperti bubuk. Biasanya ditambahkan gips atau kalsium sulfat (CaS04) kira-kira 2%-4% sebagai bahan pengontrol selama waktu pengikatan.

II.2.1.2.2 Sifat-Sifat Semen Portland

Sifat-sifat semen Portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat kimia dan sifat fisika. Sifat kimia semen portland meliputi:

1. Susunan Kimia

Karena bahan dasarnya terdiri dari bahan-bahan yang terutama mengandung kapur, silika, alumina dan oksida besi, maka bahan-bahan ini menjadi unsur-unsur pokok semennya. Sebagai hasil perubahan susunan kimia yang terjadi diperoleh susunan kimia yang komplek, namun pada semen biasa dapat dilihat pada Tabel 2.1. Oksida-oksida tersebut berinteraksisatu sama lain untuk membentuk serangkaian produk yang lebih komplek selama proses peleburan.

Oksida Persen

Kapur, CaO 60 – 65 Silika, SiO2 17 – 25


(21)

Alumina, Al2O3 3 – 8

Besi, Fe2O3 0.5 – 6

Magnesia MgO 0.5 – 4 Sulfur, SO3 1 – 2

Soda / Potash, Na2O + K2O 0.5 – 1

Tabel 2.1. Komposisi Senyawa Kimia Portland Semen

Walaupun demikian pada dasarnya ada 4 unsur paling penting yang menyusun semen portland, yaitu :

a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S.

b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S.

c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.

d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3), disingkat menjadi C4AF.

Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang paling mengikat/mengunci ketika menjadi klinker. Komposisi C3S dan C2S adalah 70% - 80% dari berat semen

dan merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen. Semen dan air saling bereaksi, persenyawaan ini dinamakan proses hidrasi, dan hasilnya dinamakan hidrasi semen.

2. Kesegaran semen

Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran ( loss of ignition) dilakukan pada semen untuk menentukan kehilangan berat jika semen dibakar sampai sekitar 900-1000oC. kehilangan berat ini terjadi karena adanya kelembapan dan adanya karbon dioksida dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap. Kehilangan berat dari semen ini merupakan ukuran dari kesegaran semen.


(22)

3. Sisa yang tak terlarut

Sisa bahan yang tidak habis bereaksi adalah bagian yang tidak aktif dari semen. Semakin sedikit sisa bahan ini semakin naik kualitas semen. Jumlah maksimum sisa yang tak larut yang dipersyaratkan adalah 1.,5%.

Sifat fisik semen portland meliputi: 1. Kehalusan butir

Reaksi antara semen dan air dimulai dari permukaan butir-butir semen, sehingga makin luas permukaan butir-butir semen (dari berat semen yang sama) makin cepat proses hidrasinya. Hal ini berarti kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi semen, semakin halus butiran semen maka proses hidrasi akan semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

2. Waktu ikatan

Waktu yang diperlukan semen terhitung dari mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan yang disebut waktu ikatan. Waktu ikat semen dibagi dua yaitu waktu ikat awal (initial time) dan waktu ikatan air (final setting time).

Waktu dari pencampuran semen dan air sampai saat kehilangan sifat keplastisanya disebut waktu ikatan awal, dan waktu mencapai pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikatan akhir. Pada semen Portland biasa, waktu


(23)

ikatan awal tidak boleh kurang dari 60 menit, dan waktu ikatan akhir tidak boleh lebih dari 480 menit (8 jam).

3. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjdai media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi. Panas hidrasi didefinisikan sebagai kuantitas panas dalam kalori/gram pada semen yang terhidrasi.

Hidrasi semen bersifat eksotermis dengan panas yang dikeluarkan kira-kira 120 kalori/gram. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.

4. Berat jenis

Berat jenis semen berkisar antara 3,15 mg/m3. Berat jenis digunakan dalam hitungan perbandingan campuran saja.

II.2.1.2.3 Jenis-Jenis Semen Portland

Sesuai dengan tujuan pemakaianya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :

Jenis I : Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan- persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

Jenis II : Semen Portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.


(24)

Jenis III : Semen Portland yang dalam penggunaanya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.

Jenis IV : Semen Portland yang dalam penggunaanya menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah.

Jenis V : Semen Portland yang dalam penggunaanya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.

II.2.1.2.4 Pengerasan dan Pengikatan Semen Portland

Apabila air ditambahkan ke dalam semen Portland, maka terjadi antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan hidrasi. Reaksi akan menghasilkan senyawa-senyawa hidrat. Senyawa hidrat terdiri dari :

1. Calcium Silicate Hydrate + Ca(OH)2.

2. Calcium Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3H2O).

3. Calcium Sulfuric Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3CaSO4.3H2O).

Yang semuanya dalam bentuk “Cement Gel”.

PENAMBAHAN AIR

DORMANT PERIODE

PASTA PLASTIS DAN

INITIAL SETTING TIME

MUDAH DIBENTUK MIN. 45 MENIT


(25)

INITIAL SET

FINAL SETTING TIME

MAX. 8 JAM

SETTING PASTA KAKU DAN

MUDAH DIBENTUK

FINAL SET

HARDENING

PADAT DAN KAKU DAN MULAI

MENGERAS

PROSES

PENGERASAN

Gambar 2.1 Proses pengikatan dan pengerasan beton

Keterangan :

1. Pada awal mula reaksi hydrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan Ca(OH)2,

etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel semen serta etteringite akan membentuk coating pada 3CaO.Al2O3, hal ini akan


(26)

mengakibatkan reaksi hydrasi akan tertahan, periode ini disebut Dormant Periode.

2. Dormant Periode ini terjadi pada 1 jam hingga 2 jam, dan selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan workable. Periode ini berakhir dengan pecahnya coating tersebut dan segera reaksi hydrasi terjadi kembali dan Initial Set segera tercapai.

3. Selama periode beberapa jam, reaksi hydrasi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan

menghasilkan C-S-H dengan volume lebih dari dua kali volume semen. C-S-H ini akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan.

4. Pada tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-S-H dan konsentrasi dari titik-titik kontak yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen, yang akhirnya pasta menjadi kaku dan Final Setting dicapai dan proses pengerasan mulai terjadi secara steady.

II.2.2 Agregat

Agregat merupakan butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini kira-kira menempati sebanyak 70% volume mortar atau beton. Walaupun namanya hanya sebagai bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar atau betonya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton. Dalam praktek agregat umumnya digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu :


(27)

b. Kerikil, untuk butiran antara 5 mm dan 40 mm. c. Pasir, unuk butiran antara 0,15 mm dan 5 mm.

II.2.2.1 Jenis-Jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan atas dua jenis yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan buatan ini pun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi) dan tekstur permukaannya.

II.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut:

1. Agregat bulat

Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan, sebab ikatan antar agregat kurang kuat.

2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut – sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga


(28)

membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempunyai sudut – sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat – tempat perpotongan bidang – bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini sekitar 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik (kuat).

4. Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata – rata. Ukuran rata – rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata – rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk.


(29)

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran – ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata – ratanya.

6. Agregat pipih dan panjang

Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya. Sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

II.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Agregat Kasar

Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan – bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

2. Agregat Berbutir (granular)


(30)

3. Agregat licin/halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis – lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan lebih rendah.

4. Kristalin (cristalline)

Agregat jenis ini mengandung kristal – kristal. Tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

5. Berbentuk sarang labah (honeycombs)

Agregat ini tampak dengan jelas pori – porinya dan rongga – rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang – lubang pada batuannya.

II.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

Ukuran agregat pada beton dapat memmpengaruhi kekuatan tekan beton tersebut dan mempengaruhi kemudahan pekerjaan (workability). Menurut dari ukuran butirannya agregat dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5


(31)

mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut adalah :

a. Susunan Butiran ( Gradasi )

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2  Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9  Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan


(32)

4.76 mm (No. 4) 95 – 100

2.36 mm ( No.8) 80 – 100

1.19 mm (No.16) 50 – 85

0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60

0.300 mm (No.50) 10 – 30

0.150 mm (No.100) 2 – 10

b. Kadar Lumpur bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.

c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )

d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian. f. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.  Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15 %.


(33)

Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal.

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Susunan butiran (gradasi)

Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

38,10 95 – 100

19,10 35 – 70

9,52 10 – 30

4,75 0 – 5

b. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya


(34)

tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

c. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari atau hujan.

d. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

e. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24% berat.

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22% berat.

f. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

II.2.2.5 Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Agregat berdasarkan berat dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu : 1. Agregat normal


(35)

Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan quarry ataupun langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-rata 2,5 sampai 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi 2200-2500 kg/m3. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15-40 Mpa.

2. Agregat ringan

Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat kasar, dan 750-1200 kg/m3 untuk agregat halusnya.

3. Agregat berat

Agregat berat memiliki berat jenis lebuh besar dari 2800 kg/m3. Agregat ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi nuklir.

II.2.3 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya paling murah. Air diperlukan pada pembuatan beton untuk bereaksi dengan semen, serta membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dapat diminum umunya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia lainya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat merubah sifat-sifat beton yang dihasilkan.


(36)

Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton. Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut : a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garamm yang dapat merusak beton (asam, zat organik,

dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandungf klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.

II.2.4 Bahan Tambah II.2.4.1 Umum

Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) adalah sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan


(37)

tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.

Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat beton.

Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan tambah kimia harus

memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, “Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete”.

Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :

1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang ditujukanuntuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambah ketahanan awal pada beton.

2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.


(38)

3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan.

Keuntunganannya antara lain : memperbaiki kinerja workability, mempertinggi kuat tekan dan keawetan beton, mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slang, dan silica fume.

4. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer (polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).

II.2.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.

Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain : a. Pada beton segar (fresh concrete)

 Memperkecil faktor air semen


(39)

 Mengurangi penggunaan semen.

 Memudahkan dalam pengecoran.

 Memudahkan finishing.

b. Pada beton keras (hardened concrete)

 Meningkatkan mutu beton

 Kedap terhadap air (low permeability).

 Meningkatkan ketahanan beton (durability).

 Berat jenis beton meningkat.

II.2.4.3 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah tidak terduga yang tidak mengguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar yang berlaku dan yang terpenting adalah memperhatikan dan mengikuti petunjuk

dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang diperdagangkan.

a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM (American Society for Testing and Materials) dan ACI (American Concrete International).

Parameter yang ditinjau adalah :


(40)

 Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan tambahan. Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga kadang-kadang merugikan.

 Sifat-sifat fisik bahan tambahan.

 Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya komposisi bahan yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat, juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.

 Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.

 Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.

 Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar.

 Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.

 Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan. b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan

melakukan pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat.

Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.


(41)

Polipropylene pertama kali dipolimerisasikan oleh Dr. Karl Rehn di Hoechst AG, Jerman, pada 1951, yang tidak menyadari pentingnya penemuan itu. Ditemukan kembali pada 11 Maret 1954 oleh Giulio Natta, polipropylene pada awalnya diyakini lebih murah daripada polyethylene.

Polipropylene (PP) adalah sebuah polimer termo-plastik yang dibuat oleh

industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan,

tekstil (contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan labolatorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polypropylene biasanya

didaur-ulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5": .

Pengolahan lelehnya polypropylene bisa dicapai melalui ekstrusi dan

pencetakan. Metode ekstrusi (peleleran) yang umum menyertakan produksi serat pintal ikat (spun bond) dan tiup (hembus) leleh untuk membentuk gulungan yang panjang buat nantinya diubah menjadi beragam produk yang berguna seperti masker muka, penyaring, popok dan lap.

Teknik pembentukan yang paling umum adalah pencetakan suntik, yang digunakan untuk berbagai bagian seperti cangkir, alat pemotong, botol kecil, topi, wadah, perabotan, dan suku cadang otomotif seperti baterai. Teknik pencetakan tiup dan injection-stretch blow molding juga digunakan, yang melibatkan ekstrusi dan pencetakan.

Ada banyak penerapan penggunaan akhir untuk PP karena dalam proses pembuatannya bisa di-tailor grade dengan aditif serta sifat molekul yang spesifik.


(42)

Sebagai misal, berbagai aditif antistatik bisa ditambahkan untuk memperkuat resistensi permukaan PP terhadap debu dan pasir. Kebanyakan teknik penyelesaikan fisik, seperti pemesinan, bisa pula digunakan pada PP. Perawatan permukaan bisa diterapkan ke berbagai bagian PP untuk meningkatkan adhesi (rekatan) cat dan tinta cetak.

Karakteristik polypropylene sebagai berikut :

a. Nama lain : Polipropilena; Polipropena; Polipropena 25 [USAN]; Polimer propena; homopolimer 1-Propena

b. Berat jenis : 0.96 gr/cm3

c. Densitas : 0.855 g/cm3, tak berbentuk 0.946 g/cm3, kristalin d. Titik leleh : ~160 °C (320 °F)

Karena polypropylene kebal dari lelah, kebanyakan living hinge (engsel fleksibel tipis yang terbuat dari plastik yang menghubungkan dua bagian dari plastik yang kaku), seperti yang ada di botol dengan tutup flip top, dibuat dari bahan ini.Lembar polypropylene yang sangat tipis dipakai sebagai dielektrik dalam pulsa berdaya tinggi tertentu serta kondensator frekuensi radio yang kehilangan frekuensinya rendah.

Kebanyakan barang dari plastik untuk keperluan medis atau labolatorium bisa dibuat dari polypropylene karena mampu menahan panas di dalam autoklaf. Sifat tahan panas ini menyebabkannya digunakan sebagai bahan untuk membuat ketel (ceret) tingkat-konsumen. Wadah penyimpan makan yang terbuat darinya takkan


(43)

meleleh di dalam mesin cuci piring dan selama proses pengisian panas industri berlangsung. Untuk alasan inilah, sebagian besar tong plastik untuk produk susu perahan terbuat dari polypropylene yang ditutupi dengan foil aluminium (keduanya merupakan bahan tahan-panas). Sesusai produk didinginkan, tabung sering diberi tutup yang terbuat dari bahan yang kurang tahan panas, seperti polietylene berdensitas rendah (LDPE) atau polistirena. Wadah seperti ini merupakan contoh yang bagus mengenai perbedaan modulus, karena tampak jelas beda kekenyalan LDPE (lebih lunak, lebih mudah dilenturkan) dengan PP yang tebalnya sama. Jadi wadah penyimpan makanan dari polypropiylene sering memiliki tutup yang terbuat dari LDPE yang lebih fleksible agar bisa tertutup rapat-rapat. polypropylene juga bisa dibuat menjadi botol sekali pakai untuk menyimpan produk konsumen berbentuk cairan atau tepung, meski HDPE dan polypropylene yang umum dipakai untuk membuat botol semacam itu. Ember plastik, baterai mobil, kontainer penyejuk, piring, dan kendi sering terbuat dari polypropylene atau HDPE, keduanya memiliki penampilan, rasa, serta sifat yang hampir sama pada suhu ambien.

Polypropylene merupakan sebuah polimer utama dalam barang-barang tak tertenun. Sekitar 50% digunakan dalam popok atau berbagai produk sanitasi yang dipakai untuk menyerap air (hidrofil), bukan yang secara alami menolak air (hidrofobik). Penggunaan tak tertenun lainnya yang menarik adalah saringan udara, gas, dan cair dimana serat bisa dibentuk menjadi lembaran atau jaring yang bisa dilipat untuk membentuk kartrij atau lapisan yang menyaring dalam batas-batas 0,5 sampai 30 mikron. Aplikasi ini bisa ditemukan di dalam rumah sebagai saringan air atau saringan tipe pengondisian udara. Wilayah permukaan tinggi serta polypropylene hidrofobik alami yang tak tertenun merupakan penyerap tumpahan


(44)

minyak yang ideal dengan perintang apung yang biasanya diletakkan di dekat tumpahan minyak di sungai.

Polypropylene juga umum digunakan sebagai polypropylene berorientasi dwisumbu atau Biaxially Oriented Polypropylene (BOPP). Lembaran BOPP ini digunakan untuk membuat berbagai macam bahan seperti clear bag (tas yang transparan). Saat polypropylene berorientasi dwisumbu, ia menjadi sejernih kristal dan berfungsi sebagai bahan pengemasan untuk berbagai produk artistik serta eceran. Polypropylene yang berwarna-warni banyak dipakai dalam pembuatan permadani dan tatakan untuk digunakan di rumah.

Militer AS pernah menggunakan polypropylene untuk membuat lapisan dasar cuaca dingin seperti kaos lengan panjang atau celana dalam yang panjang. (Saat ini,

poliester menggantikan polypropylene dalam berbagai aplikasi di militer AS. Kaos dari polypropylene tidak mudah terbakar, tapi bisa meleleh yang berakibat pada bekas terbakar pada bagian baju yang terkena apapun jenis ledakan atau api.

Polypropylene digunakan pula sebagai pengganti polivinil klorida (PVC) sebagai insulasi untuk kabel listrik LSZH (Low Smoke Zero Halogen) dalam lingkungan ventilasi-rendah, terutama sekali terowongan. Ini karena PP mengeluarkan sedikit asap serta halogen yang tak bertoksik, yang akan menghasilkan asam dalam kondisi suhu tinggi.

Polypropylene juga dipakai dalam membran atap sebagai lapisan paling atas kebal airnya sistem kayu lapis tunggal yang bertentangan dengan sistem bit termodifikasi.Penggunaan medis dari PP yang paling umum adalah sebagai bahan


(45)

pembuat benang jahit untuk operasi yang diberi nama Prolene, yang dibuat oleh Ethicon Inc.

Polypropylene sangat umum digunakan untuk pencetakan plastik dimana ia disuntikkan ke dalam cetakan dalam keadaan meleleh, membentuk berbagai bentuk yang kompleks pada volume yang tinggi dan biaya yang relatif rendah. Hasilnya bisa berupa tutup botol, botol, dan lain-lain.

Polypropylene yang diproduksi dalam bentuk lembaran telah digunakan secara meluas untuk produksi stationary folder, pengemasan, dan kotak penyimpanan. Warna yang beragam, durabilitas, serta sifat resistensi PP terhadap debu membuatnya ideal sebagai sampul pelindung untuk kertas serta berbagai bahan yang lain. Karakteristik tadi juga membuat PP digunakan dalam stiker kubus Rubik.

Polypropylene telah digunakan dalam operasi memperbaiki hernia untuk melindungi tubuh dari hernia baru di lokasi yang sama. Tambalan kecil dari PP yang diletakkan di lokasi hernia, di bawah kulit, tidak menyebabkan rasa saki dan jarang ditolak oleh tubuh.

II.3. Beton Segar (Fresh Concrete)

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.


(46)

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu : kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan air (bleeding).

II.3.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan.

Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu : 1. Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan. 2. Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

4. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.


(47)

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan.

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kerucut Abrams

Ada tiga jenis slump yaitu slump sejati (slump sesungguhnya), slump geser dan slump runtuh, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.2. Slump sesungguhnya, merupakan penurunan umum dan seragam tanpa adukan beton yang pecah, pengambilan nilai slump ini dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut. Slump geser, terjadi bila separuh puncak kerucut adukan beton tergeser dan tergelincir kebawah pada bidang miring, pengambilan nilai slump geser ada dua cara yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata-rata dari puncak kerucut. Slump runtuh, terjadi pada kerucut adukan beton yang runtuh seluruhnya


(48)

akibat adukan beton yang terlalu cair, pengambilan nilai slump ini dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.

(a) (b) (c)

Gambar 2.3 Jenis-jenis slump adukan beton (a) slump sebenarnya, (b) slump geser, (c) slump runtuh.

II.3.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1. Campuran kurus atau kurang semen.

2. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm. 3. Terlalu banyak air.

4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat semakin mudah terjadi segregasi.


(49)

II.3.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence). Bleeding dapat dikurangi dengan cara :

1. Memberi lebih banyak semen. 2. Menggunakan pasir lebih banyak. 3. Menggunakan air sedikit mungkin. 4. Memasukkan udara.

II.4 Beton Keras (Hardened Concrete)

Nilai kekuatan tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya. Agar beton mampu menahan gaya tarik maka beton diperkuat oleh batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama. Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan – keadaan:

1. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara keduanya.

2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja.


(50)

3. Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangakan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan.

II.5 Kuat Tekan Beton (f’c)

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton ynag dihasilkan.

Kekuatan tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan

satuan N/mm² atau MPa dan juga memakai satuan kg/cm². Kekuatan tekan beton merupakan sifat yang paling penting dari beton keras. Umumnya kuat tekan beton berkisar antara nilai 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan pada umur 28 hari berkisar 17-35 MPa, untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar

antara 30-45 MPa.

Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat , jumlah pemakaian semen jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton (curing), usia beton, ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton yaitu : 1. Ukuran dan Bentuk Agregat

Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada kerikil


(51)

dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar tegangan saat retak-retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap kekuatan betonnya yang terlihat pada Gambar 2.4. Akan tetapi bila adukan beton nilai slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berarti fas nya rendah yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.

Gambar 2.4 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton.

2. Faktor Air Semen

Secara umum, semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan.

Umumnya nilai faktor air semen minimum untuk beton normal sekitar 0,4 dan nilai maksimumnya 0,65. Tujuan pengurangan faktor air semen ini adalah untuk mengurangi hingga seminimal mungkin porositas beton yang dibuat sehingga akan dihasilkan beton mutu tinggi.


(52)

Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum. Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan.

Umur / Waktu (Hari)

Gambar 2.5 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya.

3. Umur Beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.4). Umumnya pada umur 7 hari kuat


(53)

tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.

Gambar 2.6 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton

4. Jenis Semen

Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagaimana tampak pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland semen


(54)

5. Jumlah Semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar 2.6. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah.

Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

Gambar 2.8 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama

6. Rongga Udara (Voids)

Peningkatan faktor air semen dapat menyebabkan rongga udara meningkat, sehingga dapat mempengaruhi penurunan durabilitas, sifat kedap air pada beton, dan juga kekuatan beton. Kebutuhan air dalam pencampuran beton diharapkan cukup


(55)

untuk mendukung proses hidrasi pada semen, penambahan air pada campuran beton dapat menyebabkan terjadinya rongga pada beton, sehingga kualitas beton yang dihasilkan menurun.

7. Perawatan Beton (Curing)

Kekuatan tekan beton bertambah seiring dengan umur beton dan perawatan beton. Tujuan perawatan beton adalah memelihara beton dalam kondisi tertentu pascapembukaan bekisting (demoulding of form work) agar optimasi kekuatan beton dapat dicapai mendekati kekuatan yang telah direncanakan. Perawatan ini berupa pencegahan atau mengurangi kehilangan/penguapan air dari dalam beton yang ternyata masih diperlukan untuk kelanjutan proses hidrasi. Bila terjadi kekurangan/kehilangan air maka proses hidrasi akan terganggu/terhenti dan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan perkembangan kekuatan beton, terutama penurunan kuat tekan.

II.6 Kekuatan Tarik Belah Beton (fct)

Konstruksi beton yang dipasang mendatar sering menerima beban tegak lurus sumbu bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena daya dukung beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton, makin jauh dari garis berat makin kecil daya dukungnya.

Kekuatan tarik belah relatif rendah, untuk beton normal berkisar antara 9%-15% dari kuat tekan. Penggujian kuat tarik beton dilakukan melalui pengujian split cilinder. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50-0,60 kali √fc’, sehingga untuk beton normal digunakan nilai


(56)

0,57 √fc’. Pengujian tersebut menggunakan benda uji silinder beton berdiameter 150

mm dan panjang 300 mm, diletakkan pada arah memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua bagian dari ujung ke ujung. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah disebut sebagai spilt cilinder strength. Besarnya tegangan tarik belah beton (tegangan rekah beton) dapat dihitung dengan rumus :

L D π

Ρ 2

Fct 

di mana : Fct = Tegangan rekah beton (N/mm2) P = Beban maksimum (N)

L = Panjang silinder (mm) D = Diameter (mm)

II.7 Kuat Lentur

Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan lentur akibat momen (flexure/modulus of rupture). Dari pengujian kuat lentur dapat diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton. Kuat

lentur beton dihitung berdasarkan rumus σlt = �

dimana M merupakan momen maksimum pada saat benda uji runtuh dan Z merupakan modulus penampang arah melintang. Menurut pasal 11.5 SNI-03-2847 (2002) nilai kuat lentur beton bila dihubungkan dengan kuat tekannya adalah


(57)

II.8 Klasifikasi Retak

Klasifikasi retak bervariasi yaitu:

a) Umum yang terdiri dari retak akibat rangkak (creep) dan retak akibat susut (shrinkage)

b) Lebar retak yang terdiri dari retak mikro, retak makro dan retak mayor c) Bentuk dan pola retak yang terdiri dari retak tunggal, retak ganda, retak

bercabang.

Retak yang diperbolehkan harus sesuai dengan faktor keamanan, perawatan (perlakuan) dan kekuatan bahan pada beton itu sendiri meskipun retak tidak dapat ditentukan bentuk dan pola yang terjadi, hal ini dikarenakan retak berhubungan dengan permukaan yang bebas (tidak diberikan beban).

II.8.1 Rangkak (Creep) dan Susut (Shrinkage)

Pada umumnya penyebab retak adalah rangkak (creep) dan susut (shrinkage) yang tergantung pada waktu. Rangkak (creep) adalah salah satu sifat beton dimana beton mengalami deformasi yang menerus menururt waktu dibawah pembebanan yang diijinkan. Deformasi yang tidak elastis ini bertambah dengan tingkat perubahan yang berkurang selama pembebanan dan jumlah totalnya dapat mencapai besar beberapa kali dari deformasi elastis dalam waktu jangka pendek.

Definisi shrinkage secara umum adalah perubahan volume yang tidak berhubungan dengan pembebanan dan lebih dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, aliran angin dan faktor lingkungan lainnya. Saat beton masih bersifat plastis maka


(58)

partikel agregat akan turun kebawah sedangkan air dan udara akan naik keatas akibatnya dapat terjadi retak retak. Retak akibat penyusutan volume pada beton plastis disebut plastic shrinkage crack sedangkan retak akibat penyusutan yang terus terjadi karena panas hidrasi pada beton keras (hardened concrete) disebut drying shrinkage crack.

II.8.2 Plastic Shrinkage Crack

Setelah semen bereaksi dengan air maka pasta akan mengalami reduksi dalam volume beton, tetapi ini seharusnya menjadi catatan bahwa hal tersebut disebabkan oleh hidrasi pada beton yang meningkat. Perawatan beton yang disimpan dalam air secara kontinu akan menambah volume beton berkisar 0.01 s/d 0.02 % dari volume semula akibat beton tersebut mengembang. Namun disatu sisi jika beton disimpan ditempat yang kering dan panas (dry curing) maka beton akan menyusut sehingga volume beton berkurang.

Plastic shrinkage terjadi pada hari pertama setelah pengecoran berkisar antara 5 – 10 jam. Retak sering terjadi pada permukaan beton dan terlihat tidak teratur. Retak juga lebih banyak terjadi pada arah horizontal. Retak plastic shrinkage banyak terjadi pada slab dan perkerasan jalan raya dengan bidang permukaan yang luas sehingga terjadi evaporasi yang sangat tinggi. Kondisi udara yang sangat panas juga dapat meningkatkan terjadinya plastic shrinkage.

Besar kemungkinan terjadinya plastic shrinkage dapat dipengaruhi dalam merencanakan campuran antara lain yaitu:


(59)

1. Tipe semen 2. Faktor air semen

3. Jumlah dan ukuran agregat kasar 4.Konsistensi dalam campuran

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengatur seminimal mungkin retak akibat plastic shrinkage. Penyemprotan air dingin pada agregat sebelum dicampur dan penggunaan air dingin pada campuran bisa mengurangi terjadinya plastic shrinkage crack. Meminimalkan atau mengurangi terjadinya penguapan air juga dapat menurunkan besar terjadinya plastic shrinkage yang dapat dilakukan dengan perawatan terhadap benda uji supaya lembab atau ditutup dengan plastik agar terhindar dari pengaruh udara luar.

Penurunan suhu beton pada saat pencampuran akan mengurangi besar penyusutan plastis pada beton tersebut. Penurunan suhu semen antara 8-10° C, suhu air menurun 4 ° C dan suhu agregat menurun 1,8° C akan dapat menurunkan suhu beton sebesar 1° C.

II.8.3 Drying Shrinkage Beton

Drying Shrinkage terjadi pada beton yang telah mengeras (hardened concrete) akibat kehilangan air dari pasta semen. Rata – rata drying shrinkage bisa mencapai sebesar 127 x 10-4 mm atau 0,05 % dari panjang beton dan pada umumnya sebesar 88,9 – 165,1 x 10-4 mm. Hal ini berarti bahwa untuk sebuah ukuran slab dengan ukuran 914,4 cm x 2438,4 cm dapat menyusut berkisar antara 3,048 – 5,842 mm terhadap lebar dan 8,636 – 15,748 mm terhadap panjang slab.


(60)

Perawatan juga mempengaruhi retak. Pada slab cenderung untuk mengeringkan bagian atas dan menyusutkan bagian bawah slab yang mempunyai kelembaban tinggi. Perbedaan kelembaban ini dapat diatasi dengan menggunakan admixture, yang dapat mengubah cara air berpindah tempat dalam campuran beton sehingga menghasilkan kelembaban yang seragam.

II.8.4 Lebar Retak

Retak dapat dikenali dengan tiga parameter yaitu lebarnya, panjangnya dan pola umumnya, lebar retak ini sulit diukur karena bentuknya yang tidak teratur (irregular shape). Pada fase pengerasan beton terdapat retak mikro, retak ini sulit dideteksi karena terlalu kecil.

Untuk melihat lebar retak mikro biasanya dipergunakan Crack Microscope yang lebarnya bervariasi antara 0,125 –1,0 μm (8 jam pertama setelah pencetakan). Lebar retak minimum yang dapat dilihat oleh mata sebesar 0,13 mm, dikenal dengan retak mikro. Retak mikro apabila dibebani akan menjadi retak mayor atau retak yang lebih besar. Lebar retak maksimum yang diijinkan dapat dilihat pada tabel berikut :

No Jenis Struktur dan kondisi Toleransi

lebar retak

(mm)

(1) (2) (3)

1. Struktur dalam ruangan (In-door struktur), Udara kering (dry-air), pemberian lapisan yang kedap air


(61)

2. Struktur luar (Out-door strukture), Kelembaban sedang, tidak ada pengaruh korosi

0,30

3. Struktur luar (Out-door strukture), Kelembaban tinggi, pengaruh kimiawi

0,18

4. Struktur dengan kelembaban tinggi dan dipengaruhi oleh korosi (salju/es, air laut)

0,15

5. Struktur berkaitan dengan air (Reservoir) 0,10

Tabel 2.4. Lebar retak maksimum yang diijinkan

II.9 Penelitian yang Terkait

Berbagai penelitian telah melakukan pemanfaatan berbagai jenis cacahan plastik dengan jenis plastik yang berbeda yang mana cacahan plastik tersebut berfungsi sebagai serat dalam campuran beton. Penelitian yang sudah pernah dilakukan antara lain :

1. Bambang Mahendya (2008), melakukan penelitian dengan judul

Penggunaan Limbah botol Plastik (PET) sebagai campuran beton untuk meningkatkan kapasitas tarik belah dan geser”, menunjukan bahwa dari hasil pengujian beton yang telah mengeras didapatkan hasil dengan penambahan cacahan botol plastik PET optimum sebesar 0.5% terjadi peningkatan kuat tarik belah sebesar 24,44% pada umur 7 hari, sedangkan umur 28 hari peningkatan optimum pada 0.7% yaitu sebesar 19,39%. Pada kuat geser peningkatan optimum terjadi pada 0.5% yaitu sebesar 37,19%.


(62)

2. Johanes Chandra (2008), melakukan penelitian dengan judul ” Pengaruh pemakaian cacahan Limbah Gelas plastik Polypropylene (PP) pada Kuat Tarik dan Kuat Lentur material beton” menunjukan bahwa dari hasil pengujian beton yang telah mengeras didapatkan hasil dengan penambahan cacahan botol plastik PP optimum sebesar 0.3% terjadi peningkatan kuat tarik belah sebesar 10,989% pada umur 7 hari, sedangkan umur 28 hari peningkatan optimum pada 0.1% yaitu sebesar 24,904%. Pada kuat Lentur peningkatan optimum terjadi pada 0.7% yaitu sebesar 17,098%.

3. Wahyu Kartini (2007), melakukan penelitian dengan judul ” Penggunaan Serat Polypropylene Untuk Meningkatkan Kuat Tarik Belah Beton “. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa untuk campuran beton mutu normal dan mutu tinggi mempunyai dosis penambahan polypropylene efektif pada 0,9 Kg/m3. Peningkatan kuat tarik belah yang terjadi pada beton normal sebesar 3,17 % dibandingkan beton tanpa fiber dan pada beton mutu tinggi mengalami peningkatan sebesar 5,76 % dibandingkan beton tanpa fiber.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Pada penelitian ini, dilakukan beberapa tahap meliputi :

a. Penyediaan dan pemeriksaan bahan penyusun beton. b. Perencanaan campuran beton (Mix Design).

c. Pembuatan benda uji.

d. Pengujian kuat tekan beton umur 28 hari. e. Pengujian kuat lentur beton umur 28 hari. f. Pengujian kuat tarik beton umur 28 hari.

g. Pemeriksaan pola retak beton pada umur 1, 3, 7, 14, 28, 45, 60 hari.

III.2.Penyediaan dan Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton

Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.


(64)

Semen portland adalah perekat hydraulis yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya calcium silicate dan satu atau dua buah bentuk calcium sulfat sebagai bahan tambahan. Semen portland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak dipakai dalam pembangunan fisik. Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg. Untuk semen ini tidak dilakukan pengujian, karena semen yang digunakan telah memenuhi persyaratan standar semen Portland normal.

III.2.2 Agregat

III.2.2.1 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya lolos dari ayakan diameter 5 mm dan tertahan di ayakan diameter 0.15 mm yang merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu-batuan. Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan-gundukan di sepanjang sungai, sering disebut pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut dengan pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari quarry Sei Wampu , Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar meliputi :

Analisa Ayakan Pasir

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM).


(65)

100

mm

0.15

ayakan

hingga

tertahan

Komulatif

%

FM

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :

 Pasir halus : 2.20 < FM < 2.60

 Pasir sedang : 2.60 < FM < 2.90

 Pasir kasar : 2.90 < FM < 3.20 c. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan pasir (FM) : 2.88 Pasir dapat dikategorikan pasir sedang.

Pencucian Pasir Lewat Ayakan no.200

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir. b. Pedoman :

Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan

melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus dicuci.

c. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 3,9% < 5% , memenuhi persyaratan.

Pemeriksaan Kandungan Organik

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir. b. Pedoman :


(66)

Standar warna no.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.

c. Hasil pemeriksaan :

Warna kuning terang (standar warna no.3), memenuhi persyaratan.

Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir

a. Tujuan :

Untuk memerisa kandungan liat pada pasir. b. Pedoman :

Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci. c. Hasil pemeriksaan :

Kandungan liat 0.52% < 1% , memenuhi persyaratan.

Pemeriksaan Berat Isi Pasir

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan longgar.

b. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan hanya mengetahui volumenya saja.

c. Hasil pemeriksaan :


(67)

Berat isi keadaan longgar : 1571.34 kg/m3.

Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir

a. Tujuan :

Untuk menetukan berat jenis (specific grafity) dan penyerapan air (absorbsi) pasir.

b. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu. c. Hasil pemeriksaan :

 Berat jenis SSD : 2.54 ton/m3.

 Berat jenis kering : 2.47 ton/m3.

 Berat jenis semu : 2.67 ton/m3.

 Absorbsi : 3.09 % III.2.2.2 Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil disintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat


(1)

CONCRETE MIX DESIGN K-350

Proje

ct

: Tugas Akhir M. Yusuf

Ceme nt

: Semen Padang Type I

Fine Aggregates : Natural Sand From Binjai Coarse Aggregates : Crushed Stone From Patumbak

Water : PDAM

Slump : 6 s/d 18 cm

Strengh

t : 175

Deviati

on : 55

In situ streght required [kg/cm2] 265.2

I. Water Cement Ratio Design

Standard water cement ratio 0.5

Type of Age days streght of concrete (kg/cm2) Coarse

3 7 28 91

Aggegates

Gravel 170 230 330 400

Crushed

Stone 190 270 370 450

Based wcf graph for trial mix 0.61

Correction coefficient for laboratory 0.95 0.58

Maximum wcf 0.60

water cement

factor : 0.58

II. Free water design (kg/m3)

0-1 cm 1-3

cm 3-6 cm

6-18 cm A g r e g a t e s


(2)

฀

10

mm Uncrushed 150 180 205 225

Crushed 180 205 230 250

20

mm Uncrushed 135 160 180 195

Crushed 170 190 210 225

40

mm Uncrushed 115 140 160 175

Crushed 155 175 190 205

Free water

design 200.0

ltr/m3 beton

Cement Using 345.1 kg/m

3

beton Cement

minimum 275.0

kg/m3 beton

III. Aggregate Classification

Passing Percentage

Aggregates Sieve

Diameter

I II III IV

mm

9.50 100 100 100 100 98.40 1.6

4.75 90-100

90-100

90-100

95-100 95.20 4.8

2.36 60-95

75-100

85-100

95-100 82.75 17.3

1.18 30-70

55-90

75-100

90-100 61.75 38.3

0.60 15-34

35-59

60-79

80-100 40.85 59.2

0.30 5-20 8-30

12-40 15-50 27.85 72.2 0.15 0-10 0-10 0-10 0-15 5.30 94.7


(3)

Zone classification

maximum Zone of I II III IV

aggregate sand

57 86 43 43

diameter factor

(%)

20 % min 42.0 34.0 28.0 23.0 % maks 51.0 42.0 34.0 28.0 Sand /

Aggregates = 34

%

to 42

% from

total aggregates

0 20 40 60 80 100 120

0.15 0.30 0.60 1.18 2.36 4.75 9.50

%

pa

ss

Sieve Diameter

Zona I

0 20 40 60 80 100 120

0.15 0.30 0.60 1.18 2.36 4.75 9.50

%

pa

ss

Sieve Diameter

Zona II

0 20 40 60 80 100 120

0.15 0.30 0.60 1.18 2.36 4.75 9.50

%

Pa

ss

Sieve Diameter

Zona III

0 20 40 60 80 100 120

0.15 0.30 0.60 1.18 2.36 4.75 9.50

%

pa

ss

Sieve Diameter


(4)

IV. Composition of Mix Aggregate

Stockpile aggregates composition

Sieve Coarse Design

composition c o m p o s i t i o n Diamet

er sand Aggregate pasir agr Passing

mm % % kasar fractio

n

comulati ve

Ratai n

40 60

38.2 0.00 0.00 0.0 0.0 0.0 100.0 0.0

19.2 0.00 7.14 0.0 4.3 4.3 95.7 4.3

9.5 1.60 86.51 0.6 51.9 52.5 43.2 56.8

4.75 3.20 6.27 1.3 3.8 5.0 38.1 61.9

2.36 2.04 0.00 0.8 0.0 0.8 37.3 62.7

1.18 33.01 0.00 13.2 0.0 13.2 24.1 75.9

0.60 20.90 0.00 8.4 0.0 8.4 15.7 84.3

0.30 13.00 0.00 5.2 0.0 5.2 10.5 89.5

0.15 22.55 0.00 9.0 0.0 9.0 1.5 98.5

Finenes Modulus 5.34

Cement using

corection 0.5 kg/m

3

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0.15 0.3 0.6 1.18 2.36 4.75 9.60 19.20 38.20

%

Pa

ss

Sieve Diameter

Grading Limit For Mix Aggregates


(5)

Cement

using 345.6 kg/m

3

Volume

pasta 311.1 liter

Aggregates volume 688.9 liter

Aggregates composition

a g r e g a

t Agregat

Fine coarse campura

n 1. Bulk Specific Gravity

(SSD) 2.545 2.626

2. Aggregates

composition % 40 60

3. Bulk specific grafity for mix

aggregate 1.018 1.576 2.59

4. Weight of total aggregates [kg] 1786.7

5. Weight every

aggregates [kg] 714.7

1072.

0

Final Concrete Composition in SSD condition

Cement 110.

8 liter 345.6 kg/m

3 1.00

Sand 280.

9 liter 714.7 kg/m

3 2.07

Coarse Aggregate 408.

2 liter

1072. 0

kg/m

3 3.10

Water 200.

3 liter 200.3 kg/m

3 0.58

Koreksi Air, Pasir, dan Kerikil Absorbsi air pada agregat halus (Ca)

3.09 % Absorbsi air pada agregat kasar (Da)

3.31 % Kandung air pada agregat halus (Ck)

1.00 % Kandung air pada agregat kasar (Dk)

0.50 %


(6)

agregat

Semen

110.

8 liter 345.6 kg/m

3 1.00

Pasir

272.

1 liter 692.3 kg/m

3 2.00

Agr kasar

406. 1 liter

1066. 4

kg/m

3 3.09

Air

228.

3 liter 228.3 kg/m