Teori Subaltern Landasan Teori

29 Lagu di atas menggambarkan bahwa seorang laki-laki yang mengharapkan kedatangan seorang yang bersampan. Lagu ini juga menunjukkan bahwa penari gandrung adalah seorang laki-laki Larasati, 1996: 18-19.

2.3 Landasan Teori

Teori merupakan serangkaian pernyataan yang saling berhubungan, menjelaskan suatu kejadian. Dalam upaya menganalisis marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat digunakan beberapa teori agar permasalahan dapat dijawab sesuai dengan temuan di lapangan yang dibuktikan dengan teori-teori. Penelitian ini menggunakan teori subaltern, teori praktik sosial, dan teori dekonstruksi. Teori-teori tersebut digunakan secara eklektik dalam penerapan dalam penelitian.

2.3.1 Teori Subaltern

Salah seorang peletak dasar teori poskolonial, khususnya pergolakan kelompok subaltern adalah Gayatri Chakravorty Spivak. Spivak tidak terlepas dari pemikiran kelompok Marxis, terutama tokoh Karl Marx dan Antonio Gramsci. Struktur teoretik studi subaltern diimpor dari Barat yang dipelopori oleh Gramsci yang menyebut subaltern sebagai “kelas inferior”. Di pihak lain Spivak 2001:1 dan King 2001:vi-vii menyebutnya sebagai subjek yang tertindas kelas-kelas subaltern. Studi subaltern pada dasarnya adalah dasar mazhab sejarah kolonial India. Perhatian utamanya adalah menggali, menginvestigasi, dan menggambarkan sumbangan yang diberikan oleh rakyat 30 terhadap kondisi mereka sendiri, bebas dari elite, dan membangun kesadaran petani atau subaltern. Subaltern diadopsi pertama kali dari pemikir Italia, Antonio Gramsci, yang menggunakan istilah subaltern bagi kelompok sosial yang berada di subordinat, yakni kelompok-kelompok dalam masyarakat yang menjadi subjek hegemoni kelas-kelas yang berkuasa. Teori subaltern berkembang dari konsep marxisme mengenai struktur kelas golongan borjuis bangsawan dan para buruh proletariat yang kemudian dikembangkan oleh Gramsci dalam teori hegemoninya. Akan tetapi, istilah subaltern lebih banyak digunakan dalam teori poskolonial yang berkaitan dengan imperialisme atau penjajahan budaya atau dominasi budaya tertentu terhadap budaya lainnya. Poskolonial mengeksplorasi pelbagai pengalaman tentang penindasan, resistensi, ras, gender, representasi, dan perbedaan yang tidak mungkin eksis tanpa empire penguasaan. Perhatian pemikiran subaltern terfokus pada kelompok yang terpinggirkanterbungkam yang tidak memiliki daya dan kemampuan dalam menunjukkan identitasnya. Perhatian Spivak jatuh pada subaltern yang tertindas secara sosial dan ekonomi Morton, 2008:13. Dalam hal ini, Spivak mengatakan masalah mendasar yang dihadapi masyarakat subaltern adalah kekerasaan epistemik epistemic violence. Teori subaltern relevan digunakan untuk membedah permasalahan bentuk marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok karena 31 pertunjukan gandrung tradisi ini merupakan kelompok yang termaginal dan tersisihkan di masyarakat.

2.3.2 Teori Praktik Sosial