c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan
Moleong, 2000:178. Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.
Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria-kriteria tertentu, terbagi menjadi empat kriteria antara lain :
1. Derajat kepercayaan, pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal
dari nonkualitatif. 2.
keteralihan, kriteria ini berbeda dengan validitas eksternal dari nonkualitatif. konsep validitas eksternal itu menyatakan bahwa generalisasi suatu
penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang
secara respresentatif mewakili populasi itu. 3.
Kebergantungan, kriteria ini merupakan substitusi istilah reliabilitas dalam penelitian yang nonkualitatif. Pada cara nonkualitatif, reliabilitas
ditunjukkan dengan jalan mengadakan replikasi studi. 4.
Kepastian, berasal dari konsep objektifitas menurut nonkualitatif. Nonkualitatif menetapkan objektivitas dari segi kesepakatan antarsubjek.
Disini pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan
seseorang Moleong, 1988:173-174.
60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, bahwa dipelajari dan menjadi studi kasus bagi peneliti ada beberapa kasus tentang euthanasia yang terjadi di Indonesia.
Sampai dengan akhir tahun 2008, belum pernah ada pengaduan perkara euthanasia ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Tetapi pada kurun waktu tahun 2004 hingga
2005 yang lalu mencuat dalam media massa yang mengekspos tentang euthanasia dan adanya permohonan penetapan euthanasia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
A. Pandangan Dokter Terhadap Euthanasia
Perbuatan tindak pidana merupakan perbuatan yang telah ditetapkan di dalam perundang-undangan yang sifatnya adalah melawan hukum, maka dengan
kata lain perbuatan pidana tersebut berasal dari luar diri pelaku. Sedangkan pertanggungjawaban pidana berkaitan dengan kesalahan dan kemampuan
bertanggung jawab yang merupakan berasal dari dalam diri pelaku. Maka dapat dibedakan bahwa alasan penghapus pidana ada dua macam yaitu yang berada di
luar diri pelaku dan yang berada di dalam diri pelaku. Di dalam teori hukum pidana membedakan alasan penghapus pidana
menjadi tiga bentuk, yaitu :
61
1. Alasan pembenar, yaitu alasan yang menghapus sifat melawan hukumnya
perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.
2. Alasan pemaaf, yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa.
Perbuatan ini dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana, karena tidak
ada kesalahan. 3.
Alasan penghapus tuntutan, dalam hal ini bukan ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf, jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya perbuatan
maupun sifatnya orang yang melakukan perbuatan, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar utilitas atau kemanfaatannya kepada
masyarakat, sebaiknya tidak diadakan penuntutan Moeljatno, 2002: 137- 138.
Keadaan yang dapat menghapuskan pidana tersebut dapat dilihat di dalam Bab III Buku Kesatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 44 sampai
dengan Pasal 55. Tetapi, keadaan atau hal yang tersebut di dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana tidak bersifat limitatif, sehingga di luar Kitab Undang-
undang Hukum Pidana pun dimungkinkan adanya keadaan atau hal yang dapat menghapus pidana.
Alasan pembenar atau rechtsvaardigingsgrond ini bersifat menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatan yang didalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana dinyatakan sebagai dilarang. Karena sifat melawan hukumnya dihapuskan