PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETHINK PAIR SHARE(TPS) TERHADAP PENINGKATKAN

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMK Muhammadiyah 2

Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013) (Skripsi)

Oleh : Yunita Elva Rizki

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

Yunita Elva Rizki

ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETHINK PAIR SHARE(TPS) TERHADAP PENINGKATKAN

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMK Muhammadiyah 2

Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

Yunita Elva Rizki

Model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, Agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS diban-dingkan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Desain yang di-gunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control design. Secara purposive samplingdipilih dua dari tiga kelas sebagai sampel penelitian. Populasi pebelitian ini adalah siswa kelas X SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun pelajaran 2012/2013.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa siswa yang menggunakan model pembel-ajaran kooperatif tipe TPS menunjukan hasil yang tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional dalam peningkatan


(3)

Yunita Elva Rizki kemampuan komunikasi, namun jika dilihat dari pencapaian persentasi rata-rata indikator komunikasi matematis pada kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS menunjukan hasil yang lebih baik dibanding kelas dengan pembelajaran konvensional.

Kata Kunci : Model pembelajaran koopertif tipe TPS, kemampuan komunikasi matematis.


(4)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETHINK PAIR SHARE(TPS) TERHADAP PENINGKATKAN

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMK Muhammadiyah 2

Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

Yunita Elva Rizki

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

MENGESAHKAN 1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Nurhanurawati, M.Pd. __________

Sekretaris : Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd. __________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. Rini Asnawati, M.Pd. __________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003


(6)

Judul Skripsi : PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARA KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PENINGKTAKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Ganijl SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Nama Mahasiswa : Yunita Elva Rizki Nomor Pokok Mahasiswa : 0853021056

Program Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs.Pentatito Gunowibowo, M.Pd. Dra. Nurhanurawati, M.Pd. NIP 196105241986031006 NIP 196708081991032001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.


(7)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Yunita Elva Rizki

NPM : 0853021056

Program studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Pendidikan MIPA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandarlampung, Yang Menyatakan

Yunita Elva Rizki NPM. 0853021056


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 20 Juni 1991 di Bukitkemuning Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Hidirman dan Ibu Tati Prihatini.

Pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari Taman Kanak-kanak (TK) yakni di TK Yapsi Sumberjaya yang dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) yakni di SD 1 Sukamarga dan lulus pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bukitkemuning dan lulus tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas yakni di SMA Negeri 1 Bukitkemuning hingga tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur penerimaan Ujian Masuk (UM) Universitas Lampung 2008, S1 Mandiri.

Penulis melaksanakan Kegiatan Kerja Nyata (KKN) tahun 2011 di desa Giham Kecamatan Sekincau Kabupaten Lampung Barat dan pada tahun yang sama penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Sekincau Kabupaten Lampung Barat.


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati dan teriring rasa syukur keharibaan

Allah SWT, penulis persembahkan buah karya sederhana ini

sebagai bukti cinta kasih kepada:

Ibu...ibu...ibu...dan Bapak

tercinta, yang senantiasa

menanti keberhasilan anandamu.

Seluruh keluarga besar atas segala motivasi, dukungan,

doa, dan perhatiannya.

Guru dan dosen atas ilmu dan semua yang telah kalian

berikan padaku, yang menjadi penerang jalanku.

Sahabat-sahabat terbaikku dan seseorang yang sudah

mendukungku serta menyayangiku


(10)

Yunita Elva Rizki

Motto

Jangan pernah takut akan sebuah kegagalan, jika

kita tidak pernah gagal kita tidak akan pernah

berjuang mendapatkan yang terbaik untuk sebuah

kebahagiaan. Tidak akan ada sebuah perjuangan

yang sia-sia, karena perjuangan dan kebahagiaan

selalu berjalan bersamaan.


(11)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah memberi-kan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaimemberi-kan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan Dosen Pembimbing I yang telah bersedia memberikan waktunya untuk konsultasi akademik dan atas kesediaannya memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik..


(12)

iii

4. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan, menyumbangkan banyak ilmu, memberikan perhatian, motivasi dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Ibu Drs, Rini Asnawati, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan

masukan dan saran kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 7. Bapak Drs. Firdaus, M.MPd., selaku Kepala SMK Muhammadiyah 2 Bandar

Lampung.

8. Ibu Eka Pratiwi, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian.

9. Ayahanda Hidirman dan Ibunda Tati Prihatini, terima kasih atas kasih sayang, doa, semangat, dan dukungannya.

10. Untuk kamu yang selalu sabar menemaniku, mendukungku dan menyayangi ku. Terimaksaih atas waktu yang telah diluangkan dan dukungan yang selelu diberikan padaku.

11. Mbak Icha dan Abang Umar, yang selalu kasih masukan dan dukungannya. 12. Sahabatku LIDERS JM: Lili, Ira, Desi, Eka, Eeza, Suci, Julianto, Jumai,

Maya, terimakasih atas semua dukungan, jarak bukan halangan untuk kita saling mendukung dan semoga persaudaraan kita tetap selalu terjaga.

13. Teman-teman Faqiyah crew: Marce, Noni, Zuma, Ziah, Selvi, Dwi, Mareta, Oling, Asti, Anna, yang selalu kaih semangat dan dukungannya, terimakasih


(13)

iv

atas persaudaraannya yang sudah terjalin selama ini dan semoga persaudaraan ini selalu terjaga.

14. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2008 Mandiri yang memberikan persaudaraan dan kebersamaannya selama ini: Savitri Stratavia, S.Pd, Dwi Maisari, S.Pd, Rini Musdika, S.Pd, Rheza Ar Rahmah, S.Pd, Dila, Amel, Asep, Mete, Dedi, Persi, Adi, Angge, Agita, Ratna, Eka, Lina, Martina, Helda, Tutik, Dewi, Susi, Sri Ari, Decky, Endah, Ferny, Cici, Mulyana, Taufik, Evi, Ayip, Nia, Fepy, Yuni, Yeni, Kahepi, Meta, Made, Qori, Radit, Siska, Antoni, Andika, Eko, Kiki, Rico, Agung, Riko, Wahidin, dan Alvi. 15. Kakak tingkat angkatan 2006 dan 2007 serta adik tingkat angkatan 2009,

2010, dan 2011 atas kebersamaannya.

16. Rekan-rekan KKN Tematik Unila dan PPL SMA Negeri 1 Sekincau Kabupaten Lampung Barat tahun 2011: Recky, Agita, Rahmat, Emil, Imah, Silvia, Anna, Sulis, Nurma,terimakasih atas kebersamaannya.

17. Siswa-siswi SMA Negeri 1 Sekincau dan SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.

Bandarlampung, Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hakekat Matematika ... 10

B. Hakekat Belajar... 11

C. Pembelajaran Matematika ... 12

D.Cooperative Learning(Pembelajaran Kooperatif) ... 14

E. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) ... 15

F. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 17

G. Pembelajaran Konvensional ... 22

H. Kerangka Fikir ... 24

I. Anggapan Dasar ... 27

J. Hipotesis Penelitian... 27 Halaman


(15)

vi III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian... 28

B. Desain Penelitian ... 28

C. Instrumen Penelitian ... 29

D. Langkah-Langkah Penelitian. ... 35

E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 37

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41

B. Pembahasan ... 50

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(16)

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Pretest-Posttest Control Design... 29

3.2 Pemberian Skor Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 30

3.3 Kriteria Relibilitas... 32

3.4 Interprestasi Nilai Daya Pembeda ... 33

3.5 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 34

3.6 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba ... 35

3.7 Kriteria Indeks Gain ... 38

4.1 Data Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 41

4.2 Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa... 42

4.3 Hasil Perhitungan Uji Man-Whitney ... 44


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Perangkat Pembelajaran

A.1 Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 57

A.2 Lembar Kerja Siswa ... 121

B. Perangkat Tes B.1 Kisi-Kisi Soal-SoalPretestdanPost test ... 143

B.2 SoalPretestdanPost test ... 145

B.3 Kunci Jawaban SoalPretestdanPost test ... 147

B.4 Form Validasi Instrumen ... 152

C. Analisis Data C.1 Tabel Analisis Tes Uji Coba ... 155

C.2 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba ... 156

C.3 Data Pretest-Posttest Kelas Eksperimen ... 157

C.4 Data Pretest-Posttest Kontrol ... 158

C.5 Data Perhitungan Gain Kelas Eksperimen ... 159

C.6 Data Perhitungan Gain Kelas Kontrol ... 160

C.7 Uji Normalitas Indeks Gain Kelas Eksperimen ... 161

C.8 Uji Normalitas Indeks Gain Kelas Kontrol ... 165

C.9 Pencapaian Indikator Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen... 169

C.10 Pencapaian Indikator Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Kelas Kontrol ... 172

C.11 Pencapaian Indikator Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen... 174 C.12 Pencapaian Indikator Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis


(19)

ix

Kelas Kontrol ... 177

C.13 Rangking Data Indeks Gain Kelas Eksperimen ... 180

C.14 Rangking Data Indeks Gain Kelas Kontrol ... 181

C.15 Uji Mann Whitney ... 182


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinnya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan juga mempunyai arti yang penting dalam kehidupan. Negara dikatakan telah maju dalam bidang teknologi atau pun bidang yang lainnya tidak terlepas dari bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan orang yang cerdas atau yang berpendidikan akan dapat memberikan kontribusi yang positif kepada negaranya.

Pendidikan merupakan proses interaksi antar individu maupun individu dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada individu yang bersangkutan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses interaksi tersebut dapat terjadi di dalam maupun di luar sekolah. Kegiatan pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah adalah kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran matematika adalah proses interaksi dan komunikasi baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dalam mempelajari mata pelajaran


(21)

2 matematika yang meliputi kegiatan penelusuran pola dan hubungan serta pemecahan masalah, kegiatan menumbuhkan kreativitas, imajinasi dan penemuan serta kegiatan mengkomunikasikan informasi atau gagasan. Tujuan pembelajaran matematika berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana yang tercantum dalam Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika (Depdiknas, 2007: 4) adalah sebagai berikut.

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

d. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Pelaksanaan pembelajaran matematika tidak hanya sekedar menyampaikan materi yang berupa angka dan rumus saja. Pembelajaran matematika tidak hanya sekedar menghafal rumus untuk menyelesaikan soal. Akan tetapi, pembelajaran matematika dilaksanakan untuk melatih siswa bersikap kritis, kreatif dan mandiri


(22)

3 melalui kegiatan penemuan dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Pembelajaran matematika juga dilaksanakan untuk melatih siswa agar mampu mengkomunikasikan gagasan, ide dan informasi dengan benar dan tepat. Sejalan dengan pernyataan di atas, menurut National Council of Teacher Mathematics (NCTM) (2000: 7), tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, penalaran matematis, pemecahan masalah matematis, koneksi matematis, dan re-presentasi matematis siswa.

Dalam dunia pendidikan, matematika merupakan ilmu universal. Ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern yang berperan penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi, informasi, dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika. Matematika merupakan ilmu yang bernilai guna, sebagaimana yang dinyatakan Wahyudin (2001: 6) bahwa kebergunaan matematika lahir dari kenyataan bahwa matematika menjelma menjadi alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat, dan tidak memiliki makna ganda. Matematika sebagai alat bagi ilmu yang lain sudah cukup dikenal dan sudah tidak diragukan lagi. Matematika bukan hanya sekedar alat bagi ilmu, tetapi lebih dari itu matematika adalah bahasa. Sejalan dengan itu Suriasumantri (2007: 190) menyatakan, matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkai makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.


(23)

4 Komunikasi matematis merupakan salah satu kompetensi penting yang harus di kembangkan pada setiap topik matematika. Kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi kemampuan yang harus dikembangkan oleh guru agar siswa memiliki kemampuan memberikan informasi yang padat dan akurat melalui nilai-nilai yang dibahasakan. Dengan demikian kemampuan komunikasi matematis juga merupakan suatu cara untuk bertukar ide-ide dan mengklarifikasi pemahaman siswa terhadap suatu konsep. Komunikasi matematis memegang peranan penting baik sebagai representasi pemahaman siswa terhadap konsep matematika sendiri maupun bagi dunia keilmuan yang lain, oleh karena itu matematika harus ditanamkan sejak dini. Kemampuan komunikasi matematik dapat dimaknai sebagai suatu peristiwa menyampaikan pesan yang berlangsung dalam pembelajaran matematika di kelas baik secara tertulis maupun lisan sebagai wahana interaksi antara guru dan siswa.

Pada kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih kurang baik. Berdasarkan wawancara terhadap beberapa guru SMK di Provinsi Lampung, dapat terlihat beberapa permasalahan dalam pembelajaran matematika pada siswa SMK di Provinsi Lampung yang masih mendapat pembelajaran konvensional, antara lain masih kurangnya kemampuan menyatakan solusi dalam bentuk aljabar secara tertulis dan kurangnya kemampu-an siswa dalam menyatakkemampu-an dkemampu-an menggunakkemampu-an bahasa dkemampu-an simbol matematika. Rendahnya kemapuan komunikasi matematis siswa ada kemungkinan disebabkan karena pembelajaran konvensioanl cenderung belajar sendiri. Model pembelajar-an konvensional ypembelajar-ang pada umumnya diterapkpembelajar-an dalam pembelajarpembelajar-an matematika menyebabkan hanya terjadi komunikasi satu arah dan mengabaikan sifat sosial


(24)

5 dari belajar matematika itu sendiri, sehingga siswa cendrung bekerja secara man-diri alam mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Karena pada pembe-lajaran konvensional yang menjadi pusat pembepembe-lajaran bukanlah siswa melaikan guru sebai pusat pembelajarannya. Hal ini yang menjadi tugas besar bagi seorang guru matematika untuk terus melakukan perbaikan agar terjadi peningkatan kemampuan komunikasi matematis pada siswa. Salah satu perbaikan yang harus lakukan oleh guru adalah dalam pemilihan model pembelajaran. Guru sebaiknya merancang strategi pembelajaran secara berkelompok, sehingga siswa mampu berkomunikasi dengan sesama temannya untuk membangun pengetahuan dari aktivitas belajar kelompok.

Dalam proses pembelajaran matematika diperlukan suatu kondisi yang dapat memungkinkan siswa lebih aktif, lebih bebas mengemukakan pendapat, saling membantu dan berbagi pendapat dengan teman, serta bersama-sama menyelesaikan masalah untuk memperoleh pengetahuan baru. Kondisi yang memungkinkan munculnya hal-hal tersebut yaitu belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif.

Johnson & Johnson dalam Lie (2004: 7), menyatakan bahwa suasana belajar cooperative learning (pembelajaran kooperatif) menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh persaingan dan memisah-misahkan siswa. Pembelajaran kooperatif disusun sebagai sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada


(25)

6 siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda, yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berkomunikasinya.

Terdapat beberapa model pembelajaran kooperatif, salah satu model pembelajaran kooperatif yang memenuhi indikator komunikasi matematis siswa adalah model pembelajaran Think Pair Share (TPS) yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland. Nurhadi (2004:23) menyatakan, TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. Selain itu, TPS juga meru-pakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan dari teori konstruktivisme yang merupakan perpaduan antara belajar secara mandiri dan belajar secara berkelompok. Pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh siswa itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang disekitarnya. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran merupakan hasil dari usaha siswa itu sendiri dan bukan hanya ditransfer dari guru kepada siswa. Hal tersebut berarti siswa tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran dan pembelajaran yang lama, dimana guru hanya menuangkan atau mentransfer ilmu kepada siswa tanpa adanya usaha terlebih dahulu dari siswa itu sendiri. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS membantu siswa menginterpretasikan ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman


(26)

7 siswa terhadap suatu konsep. Dengan demikian, model pembelajaran TPS dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya. Komunikasi matematis sangat penting karena matematika tidak hanya menjadi alat berfikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, ide dan gagasan secara jelas, tepat dan singkat.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS menuntut siswa untuk lebih kreatif dalam pembelajaran berlangsung secara kelompok, tidak seperti pembelajaran konvensional yang lebih menuntun siswanya untuk belajar sendiri tanpa kelompok. Oleh karena itu, penelitian dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS akan dilakukan pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung yang masih mendapat pembelajaran konvensional dan kondisi siswanya juga kurang dapat mengomunikasikan ide matematisnya dengan baik.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?”

Dari rumusan masalah di atas akan dijawab melalui pertanyaan dibawah ini: “Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional?”


(27)

8 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam dunia pendidikan berkaitan dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.

2. Manfaat Praktis

Bagi guru dan calon guru, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran khususnya bagi guru kelas X SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung suatu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa melalui kerja kelompok.

Bagi kepala sekolah, dengan penelitian ini diharapkan kepala sekolah memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya pembinaan guru-guru di SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.


(28)

9 E. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :

1. Model pembelajaran kooperatif tipeThink Pair Share(TPS) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dengan tiga tahapan, yaitu thinking (berpikir secara individual),pairing(berpasangan dengan teman), dansharing(berbagi ide dengan siswa seluruh kelas).

2. Model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran satu arah yang ber-pusat kepada guru dan siswa cendrung bekerja secara mandiri dalam me-nyelesaikan suatu masalah dalam sebuah pembelajaran.

3. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari.

4. Indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Mathematical Exspression yaitu Menyatakan solusi dalam bentuk aljabar secara tertulis, (2) Written Texts yaitu Menyatakan masalah matematika dan masalah dalam peristiwa sehari-hari dengan menggunakan bahasa dan simbol matematika dengan tepat.


(29)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakekat matematika

Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Matematika sebagai alat bagi ilmu yang lain sudah cukup dikenal dan sudah tidak diragukan lagi. Matematika bukan hanya sekedar alat bagi ilmu, tetapi lebih dari itu matematika adalah bahasa. Matematika merupakan bahasa, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir, alat untuk menemukan pola, tetapi matematika juga sebagai wahana komunikasi antar siswa dan komunikasi antara guru dengan siswa. Menurut Suherman (2003: 15), matematika dalam bahasa inggris (mathematics) berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan ini mempunyai akar katamathemayang berartiknowledge(pengetahuan).

Beberapa definisi atau pengertian tentang matematika oleh beberapa pakar yang diungkapkan dalam Soedjadi (2000: 11) yaitu: (1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik; (2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi; (3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan; (4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk;


(30)

11

(5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur yang logik; (6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

James dalam Suherman, dkk (2003: 16) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

Dari pengertian dan karakter matematika di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu sebagai sarana berpikir yang meliputi penalaran logik, bilangan, kalkulasi, dan fakta-fakta kuantitatif yang terorganisir secara sistematik.

B. Hakekat Belajar

Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antar individu dan lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan sosialnya.

Fajar (2002: 10) mengemukakan bahwa belajar adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Pendapat tersebut sejalan dengan Johnson dan Smith dalam Lie (2002: 5) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian dan pengetahuan bersama. Dalam Teori Vygotsky dalam Slavin (2000: 17), belajar diartikan sebagai proses


(31)

12

membangun makna atau pemahaman terhadap informasi dan pengalaman hasil interaksi antar siswa, proses membangun makna tersebut dilakukan sendiri oleh siswa dan dimantapkan bersama orang lain.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perilaku aktif dari pembelajaran itu sendiri sebagai hasil adanya interaksi antara individu dengan individu maupun dengan lingkungannya karena suatu usaha untuk mengkon-struksi sendiri pengetahuannya.

C. Pembelajaran Matematika

Dalam lingkup sekolah, aktivitas untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Suherman, dkk (2003: 8) menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi bantuan agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rangkaian interaksi antara siswa dengan guru dalam rangka mencapai tujuannya. Dari definisi tersebut di atas, jelas bahwa terjadinya perilaku dalam proses pembelajaran tidak berlangsung dalamone way system(satu arah) melainkan terjadi secarainteractive to way traffic system (timbal balik) dimana kedua pihak berperan dan berbuat secara aktif di dalam berfikir yang seyogyanya dipahami dan disepakati bersama. Tujuan interaksi (belajar pada pihak siswa, mengajar pada pihak guru) merupakan titik temu dan bersifat mengikat dan mengarahkan aktivitas dari kedua belah pihak. Dengan demikian, kriteria keberhasilan dari rangkaian keseluruhan (proses) interaksi (belajar mengajar) tersebut hendaknya dipertimbangkan atau dievaluasikan pada tercapai tidaknya tujuan bersama tersebut.


(32)

13

Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget dalam Dahar (1989: 159) berpendapat bahwa pengetahuan yang dibangun dalam pikiran anak, selama anak tersebut terlibat dalam proses pembelajaran merupakan akibat dari interaksi secara aktif dengan lingkungannya. Dalam proses pembelajaran, secara lebih khusus konstruktivisme mempunyai pandangan bahwa seseorang pada umumnya melalui empat tahap dalam belajar sesuai yang dikemukakan Horsley (1990: 59) yaitu: (1) Tahap apersepsi, tahap ini berguna untuk mengungkapkan konsepsi awal siswa dan digunakan untuk membangkitkan motivasi belajar; (2) Tahap eksplorasi, tahap ini berfungsi sebagai mediasi pengungkapan ide-ide atau pengetahuan dalam diri siswa; (3) Tahap diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa diupayakan untuk bekerjasama dengan temannya, berusaha menjelaskan pemahamannya kepada orang lain dan mendengar, bahkan menghargai temuan temannya; (4) Tahap pengembangan dan aplikasi konsep, tahap ini merupakan tahap untuk mengukur sejauh mana siswa telah memahami suatu konsep dengan menyelesaikan permasalahan.

Menurut Suherman,dkk (2003: 63) dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru perlu memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Siswa dibawa ke arah mengamati, menebak, berbuat, mencoba, mampu menjawab pertanyaan mengapa, dan kalau mungkin mendebat. Dalam hal ini kreativitas guru amat penting untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang secara khusus cocok dengan kelas yang dibinanya termasuk


(33)

14

sarana dan prasarana yang mendukung terjadinya optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupa-kan serangkaian proses kegiatan dalam mempelajari konsep-konsep matematika dan struktur-struktur matematika yang melibatkan guru matematika dan siswanya dalam usaha mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Dengan demikian guru sebagai dinamisator dan fasilitator perlu memperhatikan daya imajinasi dan rasa ingin tahu siswa, sehingga siswa perlu dibiasakan untuk diberi kesempatan bertanya dan berpendapat. Saat ini terdapat banyak sekali model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam sebuah kelas. Salah satu model pembelajaran yang mungkin dapat diterapkan dan dikembangkan adalah model pembelajaran kooperatif ataucooperative learning.

D. Cooperative Learning(Pembelajaran Kooperatif)

Model pembelajaran merupakan suatu perubahan bentuk pembelajaran yang selama ini monoton berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Menurut Lie (2004 : 28) model pembelajaran kooperatif diartikan sebagai suatu strategi belajar yang mengkondisikan siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok–kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok heterogen. Menurut Suherman (2003: 260) pembelajaran kooperatif mencakup siswa yang bekerja dalam sebuah kelompok kecil untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Selanjutnya Slavin (2005: 4) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran


(34)

15

yang merujuk pada berbagai macam metode pengajaran, sehingga siswa berkerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Menurut Arends (2004: 356) kareakteristik pembelajaran kooperatif adalah: (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menguasai materi; (2) Kelompok terdiri dari siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah; (3) Bila memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda; (4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga terjadi aktivitas siswa seperti saling berdiskusi, beragumentasi, membantu, mengasah kemampuan yang dimiliki, menutup kesenjangan dalam pemahaman, dan mengembangkan rasa kepercayaan terhadap sesama teman.

E. Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink Pair Share(TPS)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan dari teori konstrukivisme yang merupakan perpaduan antara belajar secara mandiri dan belajar secara berkelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir secara individual, yaitu bekerja sendiri sebelum bekerjasama dengan kelompoknya. Kemudian siswa berbagi ide dengan teman sekelasnya, yaitu siswa saling memberikan ide atau informasi yang mereka ketahui tentang permasalahan


(35)

16

yang diberikan oleh guru, untuk selanjutnya dicari kesepakatan dari penyelesaian permasalahan tersebut.

Model Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dkk di Universitas Maryland pada tahun 1981 Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam setting seluruh kelompok. Menurut Nurhadi (2004: 23), TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Menurut Sriudin (2011), model pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit, yaitu:

a. Berpikir(Thinking)

Guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diberi waktu untuk memahami sendiri masalah yang dihadapi. Merenungkan langkah-langkah apa yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

b. Berpasangan(Pairing)

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban atau menyatukan pendapat mereka sehingga didapatkan solusi terbaik.


(36)

17

c. Berbagi(Share)

Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini dapat dilakukan oleh beberapa pasangan saja, namun jika waktu memungkinkan untuk semua pasangan maka diharapkan semua pasangan bisa berbagi.

Keberhasilan dan kualitas dari kegiatan pembelajaran kooperatif tipe TPS sangat tergantung dari kualitas pertanyaan atau permasalahan yang diberikan pada tahap pertama. Jika pertanyaan atau permasalahan yang diberikan merangsang pemikiran siswa secara utuh, maka keutuhan pemikiran siswa secara signifikan dapat menciptakan keberhasilan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Prosedur pelaksaan TPS tersebut dapat membatasi aktivitas siswa yang tidak relevan dengan pembelajaran, serta dapat memunculkan kemampuan atau keterampilan siswa yang positif. Pada akhirnya TPS akan mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir secara terstruktur dalam diskusi mereka dan memberikan kesempatan untuk bekerja sendiri ataupun dengan orang lain melalui keterampilan berkomunikasi.

F. Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling menyampaikan pesan yang berlangsung dalam komunikasi dan konteks budaya. Menurut Abdulhak dalam Ersah (2009: 23). Komunikasi dimulai sebagai proses penyampaian pesan kepada penerima pesan melalui saluran tertentu untuk tujuan tertentu. Dalam pembelajaran matematika komunikasi merupakan suatu cara untuk berbagi ide dan mengklarifikasikan permasalahan suatu konsep. Pada saat


(37)

18

guru menyampaikan informasi atau suatu konsep matematis kepada siswa maupun siswi mendapatkannya sendiri melalui bacaan, saat berarti bahwa sedang atau telah terjadi transformasi informasi matematika dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Jacob (2000: 378) menyatakan bahwa matematika sebagai suatu bahasa merupakan alat yang tidak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan cermat. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi atau soal cerita ke dalam bahasa atau simbol matematis dalam bentuk grafik atau rumus aljabar, kemampuan siswa dalam menyusun, menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain menjelaskan ide, dan relasi matematis serta kemampuan siswa dalam memberikan jawaban atas pertanyaannya. Selain itu komunikasi juga berperan dalam memperbaiki pendidikan matematika. Komunikasi merupakan esensi dari mengajar, assessing, dan belajar matematika. Latuheru (1988: 2) mengatakan bahwa komunikasi merupakan suatu transaksi pengertian atau pemahaman antara dua individu atau lebih melalui bentuk simbol dan signal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Selanjutnya, Mulyana (2005: 3) komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal (kata-kata) dan nonverbal (sikap). Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Mulyana juga menyebutkan komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkit-kan respon pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal atau bentuk nonverbal, tanpa harus memastikan


(38)

19

terlebih dahulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain berdasarkan kesepakatan bersama.

Matematika merupakan ilmu yang syarat akan simbol, istilah, dan gambar yang menuntut kemampuan komunikasi yang baik dalam penyampaiannya. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini menyebabkan kemampuan komunikasi matematis menjadi sesuatu yang penting untuk digali oleh seorang guru dalam pembelajaran matematika.

NCTM (2000: 214) menyatakan bahwa komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilihat dari : (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis dan mendemonstrasikan serta menggambarkan secara visual; (2) Kemamapuan memahami, mengekspresikan dan mengevaluasi ide-ide secara lisan, tertulis maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Membangun komunikasi matematis memberikan manfaat pada siswa berupa: (1) Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar; (2) Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi; (3) Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika; (4) Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika; (5) Mengkaji


(39)

20

gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan; (6) Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika.

Adapun indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis menurut Suherman (2008: 10) adalah: (1) Menyatakan situasi-gambar-diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, model matematika; (2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik secara lisan maupun tulisan; (3) Mendengarkan, berdiskusi presentasi, menulis matematika; (4) Membaca representasi matematik; (5) Mengungkapkan kembali suatu uraian matematik dengan bahasa sendiri.

Selanjutnya, Ansari (2004: 83) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi mate-matis siswa terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) Menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika. Atau sebaliknya, dari ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau diagram; (2) Ekspresi matematika/mathematical expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (3) Menulis/written texts, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan aljabar, menjelaskan, dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi.

Ansari (2004: 83) juga menelaaah kemampuan komunikasi matematis terdiri dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tertulis (writing).


(40)

21

Komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Adapun indikator kemampuan komunikasi lisan adalah sebagai berikut :

a. Siswa dapat menjelaskan kesimpulan yang diperolehnya.

b. Siswa dapat memilih cara yang paling tepat dalam menyampaikan penjelasannya.

c. Menggunakan tabel, gambar, grafik, dll untuk menyampaikan penjelasannya. d. Siswa dapat mengajukan suatu permasalahan atau persoalan.

e. Siswa dapat menyajikan penyelesaian dari suatu permasalahan.

f. Siswa dapat merespon suatu pernyataan atau persoalan dari siswa lain dalam bentuk argumen yang meyakinkan.

g. Siswa dapat menginterpretasika dan mengevaluasi ide–ide, simbol, istilah serta informasi matematis.

h. Siswa dapat mengungkapkan lambang, notasi dan persamaan matematis secara lengkap dan tepat.

i. Siswa mau mengajukan pertanyaan ketika ada sesuatu yang tidak dimengerti.

Sementara yang di maksud dengan komunikasi matematis tertulis (writing) adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi dan struktur untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Kemampuan ini diungkap melalui representasi matematis. Representasi matematis siswa di klasifikasikan dalam 3 kategori :

a. Pemunculan model konseptual, seperti gambar, diagram, grafik, dan tabel (aspek drawing)


(41)

22

c. Argumen verbal yang didasari pada analisis terhadap gambaran dan konsep-konsep formal (aspek wirten text).

Kemampuan komunikasi matematis secara tertulis meliputi kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts) dalam menyelesaikan soal cerita. Dengan demikian indikator kemampuan komunikasi matematis secara tertulis yang dikembangkan sebagai berikut:

a. Menyatakan solusi dalam bentuk aljabar secara tertulis (mathematical expression)

b. Menyatakan masalah matematika dan masalah dalam peristiwa sehari-hari dengan menggunakan bahasa dan simbol matematika dengan tepat (written texts)

G. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru sebagai sumber informasi dan menyajikan materi dalam bentuk jadi, hal ini seperti hanya menuangkan apa yang guru ketahui ke dalam botol kosong yang siap menerimanya. Dalam pembelajaran konvensional siswa hanya menerima materi pelajaran dan menghafalnya tanpa ikut aktif mengkontruksi pengalaman dan pengatahuan yang dimilikinya.

Pembelajaran konvensional atau konservatif saat ini adalah pembelajaran yang paling disukai oleh para guru. Pembelajaran dilakukan sebagaimana umumnya guru mengajar materi kepada siswanya, guru mentransfer ilmu pengetahuan


(42)

23

kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima. Pembelajaran konvensional juga sering disebut “pengajaran tradisional”. Dijelaskan bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah saat ini. Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Salah satu ciri kelas dengan pembelajaran secara biasa yaitu para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu. Sumber belajar dalam pembelajaran konvensional lebih banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku dan penjelasan guru. Sumber-sumber inilah yang sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Oleh karena itu, sumber belajar (informasi) harus tersusun secara sistematis mengikuti urutan dari komponen-komponen yang kecil ke keseluruhan dan biasanya bersifat deduktif.

Pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari pendekatan konvensional adalah waktu yang diperlukan cukup singkat dalam proses pembelajaran yang cenderung pasif akan mempercepat proses pembelajaran. Sedangkan kelemahan dari pendekatan konvensional adalah aktivitas pembelajaran terikat pada buku pegangan, guru bertindak sebagai pusat informasi, pemberian tes hasil belajar terpisah dari proses pembelajaran dan siswa banyak bekerja secara individual.


(43)

24

H. Kerangka Pikir

Penelitian tentang pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS (X). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa (Y).

Pembelajaran kooperatif mencakup siswa yang bekerja dalam sebuah kelompok kecil untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya, para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir untuk menyelesaikan sebuah masalah dalam proses pembelajaran. Kegiatan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses mem-baca (think), selanjutnya mendiskusikan ide dengan pasangannya (pair), kemudian membagi ide dengan teman sekelasnya (share).

Pada tahapthinksiswa membangun pemahamannya secara mandiri, menggunakan pemahaman yang telah ia miliki sebelumnya. Pada tahap ini siswa sudah menguasai konsep dasar tentang permasalahan yang akan di selesaikan dalam kelompoknya nanti, sehingga diharapkan siswa dapat lebih maksimal dalam penyelesaian masalah yang diberikan. Pada tahappair, siswa mendiskusikan hasil


(44)

25

pemikirannya di tahapthink. Setiap siswa diharapkan aktif dalam menyampaikan pendapat agar tidak ada siswa yang hanya berperan sebagai penonton diskusi. Tahap pair, membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Proses ini dapat melaju satu langkah dengan meminta satu pasang siswa lain untuk membentuk kelompok berempat dengan tujuan untuk memperkaya pemikiran mereka sebelum berbagi dengan kelompok lain yang lebih besar (kelas). Secara bersama-sama, setiap pasang siswa yang telah bergabung dapat mengemukakan jawaban mereka dari permasalahan yang sudah mereka diskusikan. Tahapan terakhir adalah share, siswa saling berbagi ide dari hasil diskusi kelompoknya. Tahap akhir dari pembelajaran kooperatif tipe TPS ini dapat membuat siswa melihat kesamaan konsep yang diungkapkan dengan cara yang berbeda. Pada tahapan ini akan terlihat jelas bahwa peningkatan komunikasi matematis siswa akan menjadi lebih baik. Karena pada pembelajaran kooperatif model TPS ini, siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang kurang baik dalam penyelesaian suatu masalah bisa berdiskusi dengan temannya yang memiliki kemampuan komunikasi matematis baik. Jadi dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TPS semua siswa bisa mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya dengan baik.

Kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran matematika menjadi sesuatu yang penting untuk dikembangkan oleh seorang guru dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran konvensional juga memiliki keunggulan dan kelemahan, hanya saja pada pembelajaran konvensional lebih banyak membuat siswa untuk belajar sendiri tanpa kelompok-kepompok kecil dalam proses pembelajaran. Sementara itu yang lebih dibutuhkan oleh siswa


(45)

26

adalah pembelajaran yang menuntut mereka untuk bekerja dalam sebuah kelompok kecil, hal tersebut karena siswa akan lebih bersemangat dalam proses pembelajaran saat seorang siswa tidak dapat mengerjakan soal secara mandiri. Pada saat siswa mengerjakan soal dengan berkelompok siswa lebih merasa ringan dalam menyelesaikan suatu masalah sehingga proses pembelajaranpun akan lebih nyaman.

Pada pembelajaran konvensional siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi dapat terlihat kemampuan komunikasi matematisnya dengan baik, tapi bagi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi yang kurang baik pada saat menyelesaikan suatu masalah kemampuan komunikasi matematisnya kurang baik. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran ini memungkinkan menghasil-kan kemampuan komunikasi matematis yang baik pada siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi, tapi pada siswa yang memiliki kemampuan akademik yang kurang baik belum tentu bisa membuat kemampuan komunikasi matematisnya baik.

Dari beberapa penjelasan di atas terlihat bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis dari pada pembelajaran konvensional. Terlihat bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih banyak faktor yang mendukung para siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam mengkomunakasikan matematika berupa penyelesaiaan dalam bentuk aljabar dan menyajikannya dalam bentuk grafik. Karena dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa dituntun untuk menyelesaikan masalah yang ada secara berkelompok. Sedangkan dalam


(46)

27

pembelajaran konvensional siswa hanya bisa menyelesaikan masalah yang ada secara mandiri. Hal itu yang terlihat jelas bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi lebih baik.

I. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Semua siswa kelas X semester ganjil SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun pelajaran 2012-2013 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa selain model pembelajaran tidak diperhatikan.

J. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Umum

Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Hipotesis Khusus

Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.


(47)

28

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung. Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas Bank terdiri dari 15 siswa, kelas Teknik Komputer Jaringan yang terdiri dari 23 siswa dan kelas Akutansi yang terdiri dari 28 siswa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa perbedaan jumlah siswa pada kedua kelas tersebut tidak jauh berbeda. Maka terpilihlah kelas X Akutansi sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe TPS dan kelas X TKJ sebagai kelas kontrol yaitu kelas yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

B. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan quasi eksperimen. Desain yang digunakan adalah pretest-posttest control design yang dipilih berdasarkan pedoman dari Ruseffendi (2005: 52). Gambar desainnya adalah sebagai berikut:


(48)

29 Tabel 3.1 Pretest – PosttestControl Design

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

E O1 TPS O2

K O3 Konvensional O4

Keterangan :

E = Kelas eksperimen K = Kelas kontrol

O1 = Pretest pada kelas ekperimen O3 = Pretest pada kelas kontrol O2 = Posttest pada kelas ekperimen O4 = Posttest pada kelas kontrol

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya 1. Instrumen Test

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes komunikasi matematis. Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis dengan bentuk uraian yang terdiri atas lima soal.

Tes komunikasi matematis ini disusun berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu ekspresi matematika (Mathematical Exspression),

Menyatakan solusi dalam bentuk aljabar secara tertulis dan menuliskannya (Written Texts), Menyatakan peristiwa sehari-hari dengan menggunakan bahasa dan simbol matematika secara tepat. Seperti yang terlihat pada Tabel 3.2.


(49)

30

Sebelum digunakan dalam penelitian, soal tes tersebut dikonsultasikan terlebih dahulu kepada guru mitra. Selanjutnya soal tes tersebut diujicobakan pada siswa kelas X SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013. Data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian diolah dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel untuk mengetahui reliabilitas tes, indeks daya pembeda, dan indeks kesukaran butir soal.

Tabel 3.2 Pemberian Skor Soal Kemampuan Komunikasi Matematis Skor Ekspresi Matematika (Mathematical

Expression)

Menulis (Written Texts) 0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak

memiliki arti.

1 Hanya sedikit dari pendekatan matematika yang benar

Hanya sedikit dari penjelasan yang benar

2 Membuat pendekatan matematika dengan benar, namun salah dalam

mendapatkan solusi

Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian yang lengkap dan benar

3 Membuat pendekatan matematika dengan benar, kemudian melakukan

perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar

Penjelasan secara matematis tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa

4 - Penjelasan secara matematis

masuk akal dan jelas serta tersusun secara sistematis Skor

Maksimal 3 4


(50)

31 2. Analisis Perangkat Tes

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar instrumen penelitian yang digunakan mendapatkan data yang akurat, yaitu validitas dan reliabilitas. Kedua kriteria itu dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Validitas Butir Soal

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi dari tes komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes komunikasi matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas X. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas X SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung mengetahui dengan benar kurikulum SMK, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang butir-butir tesnya telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra.

Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar check list oleh guru.


(51)

32 b. Reliabilitas Tes

Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) digunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:

r11 = (1 − ) Keterangan:

r 11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi = Banyaknya butir soal

= Jumlah varians skor tiap soal = Varians skor total

Menurut Guilford dalam Suherman (1990: 177) koefisien reliabilitas diinter-pretasikan seperti yang terlihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas

Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11= 0,684. Berdasarkan pendapat Guilford di atas, nilai r11 memenuhi kriteria tinggi.

c. Indeks Daya Pembeda

Untuk menghitung daya pembeda, data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai terendah. Karena banyak siswa dalam penelitian ini kurang dari 100 siswa, maka menurut Arikunto (2009: 212) diambil

Koefisien relibilitas (r11) Kriteria

r11≤ 0,20 sangat rendah

0,20 < r11 ≤ 0,40 rendah

0,40 < r11≤ 0,60 sedang

0,60 < r11≤ 0,80 tinggi


(52)

33

50% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 50% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).

To dalam Noer (2010: 22) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus :

DP =

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah).

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam tabel berikut :

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

10 . 0

 DP

Negatif Sangat Buruk

19 . 0 10

.

0  DP  Buruk

29 . 0 20

.

0  DP  Agak baik, perlu revisi

49 . 0 30

.

0  DP  Baik

50 . 0 

DP Sangat Baik

To dalam Noer (2010: 22) Setelah menghitung daya beda butir soal, diperoleh hasil bahwa soal nomor 1 me-miliki interpretasi daya beda 0,37, soal nomor 2 meme-miliki interpretasi daya beda 0,35, soal nomor 3 memiliki interpretasi daya beda 0,34, soal nomor 4 memiliki interpretasi daya beda 0,30, soal nomor 5 memiliki interpretasi daya beda 0,32. Dari 5 soal tersebut terdapat semua termasuk kategori daya pembeda yang baik.


(53)

34 d. Indeks Kesukaran

Sudijono (2008: 372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut.

=

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) sebagai berikut :

Tabel 3.5Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

0.00 ≤ ≤ 0.15 Sangat Sukar

0.16 ≤ ≤ 0.30 Sukar

0.31 ≤ ≤ 0.70 Sedang

0.71 ≤ ≤ 0.85 Mudah

0.86 ≤ ≤ 1.00 Sangat Mudah

Setelah menghitung tingkat kesukaran soal diperoleh hasil bahwa soal nomor 1 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,76 sehingga termasuk kategori soal yang mudah, soal nomor 2 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,79 sehingga termasuk soal dengan tingkat kesukaran mudah, soal nomor 3 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,63 sehingga termasuk soal dengan kategori sedang, soal nomor 4 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,68 sehingga termasuk soal dengan tingkat kesukaran sedang, soal nomor 5 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,35 sehingga


(54)

35

termasuk soal dengan tingkat kesukaran sedang. Dari 5 soal tersebut, terdapat 2 soal termasuk kategori mudah dan 3 soal termasuk kategori sedang.

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba No

Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran 1 Valid

0,684 (Reliabilitas

tinggi)

0.37 (baik) 0.76 (mudah)

2 Valid 0.35 (baik) 0.79 (mudah)

3 Valid 0.34 (baik) 0.63 (sedang)

4 Valid 0,30 (baik) 0.68 (sedang)

5 Valid 0,32 (baik) 0,35 (sedang)

Dari tabel rekapitulasi hasil tes uji coba di atas, terlihat bahwa semua soal memenuhi kriteria daya pembeda dan tingkat kesukaran yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, semua soal tersebut dapat digunakan sehingga dalam penelitian ini instrument test komunikasi matematis yang digunakan terdiri dari lima soal dengan koefisien realibilitas 0,684 dengan kriteria indeks reliabilitas sangat tinggi.

D. Langkah-Langkah Penelitian

Adapun langkah – langkah dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran matematika di Provinsi Lampung. Identifikasi masalah dilakukan dengan mewawancarai beberapa guru matematika SMK di Provinsi Lampung. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa SMK belum memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik.


(55)

36

2. Pemilihan sampel penelitian yang dapat mewakili kondisi kemampuan komunikasi matematis siswa SMK di Provinsi Lampung, yaitu seluruh siswa kelas X SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013. Kemudian terpilihlah 2 kelas yaitu kelas X AK yang terdiri dari 28 siswa, kelas ini sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe TPS. Kelas X TKJ yang terdiri dari 23 siswa, kelas ini sebagai kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

3. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) untuk delapan kali pertemuan. RPP yang dibuat dalam penelitian ini ada 2, yaitu RPP untuk kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS dan RPP untuk kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Siswa yang diberikan LKS adalah siswa yang berada di kelas eksperimen, LKS diberikan kepada masing-masing siswa di kelas X ketika pembelajaran memasuki tahap thinking, dan setelah siswa mengerjakan LKS secara individu lalu mereka bergabung dengan pasangannya untuk melakukan diskusi untuk menyelesaikan soal yang mereka anggap sulit saat mereka mengerjakannya secara mandiri, tahap ini merupakan tahap pairing, setelah semua siswa selesai mengerjakan LKS mereka ada beberapa kelompok yang menjelaskan didepan kelas tentang materi dan soal-soal yang mereka bahas sebelumnya bersama pasangannya, tahap ini disebut tahap share. 4. Membuat instrumen penelitian yang terlebih dahulu dibuat kisi-kisi yang sesuai dengan indikator pembelajaran dan indikator komunikasi matematis beserta penyelesaian dan aturan penskorannya. Kemudian soal tersebut diujikan terlebih dahulu ke kelas yang sebelumnya sudah pernah mendapatkan materi


(56)

37

yang ada pada soal-soal tersebut. Setelah itu menghitung validitas tes untuk mengetahui apakah soal tersebut layak digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis pada siswa yang baru akan mendapat pembelajaran tentang materi sistem persamaan dan pertidaksamaan linier dan kuadrat.

5. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran terlebih dahulu diadakan pretest di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada pertemuan selanjutnya proses pembelajaran pada kedua kelas tersebut sudah dilaksanakan, dimana kelas X AK mendapat pembelajaran tipe TPS dan kelas X TKJ mendapat pembelajarn konvensional. Setelah kedua kelas tersebut diberi perlakuan yang berbeda dan materi pelajaran yang di bahas dalam penelitian ini sudah selesai lalu diadakan

post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

6. Setelah semua tahapan selesai didapat data nilai pretest dan post-test. Data dari nilai para siswa tersebut yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian dan selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis.

7. Pada saat semua perhitungan yang dibutuhkan dalam penelitian ini kemudian menyusun hasil penelitian

E. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Sebelum sampel diberi perlakuan terlebih dahulu diadakan pretest, kemudian didapat hasil pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest, dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan ke-mampuan belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Melzer


(57)

38 dalam Noer (2010: 105) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi ( normalized gain) = g, yaitu :

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasi-fikasi dari Hake dalam Noer (105: 2010 ) seperti terdapat pada tabel berikut Tabel 3.7Kriteria Indeks Gain

Indeks Gain (g) Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

Sumber : Meltzer dalam Noer (2010: 105) 1. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang sudah dihitung dengan gain sebelumnya berdistribusi normal atau tidak.

Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah. 1) Hipotesis Uji:

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal 2) Taraf Signifikansi: α = 5%

3) Statistik uji:

Uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273): = ( − ) score pretes score possible imum score pretest score posttest g    max


(58)

39 Keterangan:

X2 = harga Chi-kuadrat Oi = frekuensi observasi Ei = frekuensi harapan k = banyaknya kelas interval 4) Keputusan uji:

Tolak H0 jika x2  x1k3 dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian. Dalam hal lainnya H0 diterima.

Karena sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal kemudian data diolah dengan menggunakan uji non-parametrik (uji Mann-Whitney U). 2. Uji Hipotesis

Adapun hipotesis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam uji Mann-Whitney U menurut Djarwanto (1985: 40) sebagai berikut.

H0 : Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sama dengan Peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

H1 : Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.


(59)

40 Untuk menghitung nilai statistik uji Mann-Whitney U, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

U = 1 2 1 21 1

) 1

(n R

n n

n   

U = n1n2 n2(n22 1)R2 

 Keterangan:

U = Nilai Uji Mann-Whitney U

n1 = banyaknya subyek kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

n2 = banyaknya subyek kelas dengan pembelajaran konvensional R1 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1. R2 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2. Adapun kriterianya adalah:

1. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima 2. Jika probabilitas < 0,05 maka H1 diterima

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan SPSS untuk melakukan Uji Mann-Whitney U.


(60)

53

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan diperoleh simpulan bahwa tidak terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis karena nilai rata-rata yang diperoleh pada indeks gain tidak berbeda secara signifikan pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung. Banyak kelemahan pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada saat pembelajaran berlangsung, sehingga data yang diperoleh tidak dapat menjadi jawaban dari hipotesis yang ada. Namun dilihat dari persentasi pencapaian indikator komunikasi matematis yang diberikan, siswa yang menggunakan model pembelajaran koopertif tipe TPS menunjukkan hasil yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut.

1. Kepada guru, khususnya dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan membentuk karakter siswa, disarankan untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran matematika di


(61)

54

kelas. Kepada guru matematika SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung disarankan untuk melanjutkan pembelajaran menggunakan model pembe-lajaran kooperatif tipe TPS agar terjadi pembepembe-lajaran yang optimal sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa SMK Muhammadiyah 2 Bandar-lampung dapat meningkat lebih baik dari sebelumnya.

2. Kepada peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama, karena jika di terapkan dengan waktu yang cukup model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih maksimal. Sebelum melakukan penelitian agar dapat mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapan membuat penelitian ini tidak maksimal yang akhirnya menyebabkan penelitian ini bukan menjadi jawaban dari masalah yang kita miliki, agar dapat memikirkan solusinya sebelum penelitian dilakukan. Hal ini bertujuan agar kondisi kelas kondusif saat dilakukan pengambilan data, sehingga data dapat menggambarkan kemampuan siswa secara optimal.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. 2004.Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMU Melalui StrategiThink-Talk-Write. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.

Arends, Richard I. 2004. Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill Companies.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arni, Fajar. 2002. Portopolio Dalam Pelajaran IPS. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Dahar, Ratna Willis. 1989.Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Undang- Undang SISDIKNAS ( Sistem Pendidikan Nasional )UU RI No. 20 tahun 2003 dan Undang- Undang Guru dan Dosen UU RI Nomor 14 tahun 2005. Jakarta.

Djarwanto. 1985.Statistika nonparametrik.Yogyakarta : BPFE Ersah. 2009.Kemampuan Komunikasi matematis. [on line]. Tersedia:

http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/komunikasi-matematika.html. (2 Oktober 2012)

Hamalik, Oemar. 2001.Proses belajar mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Horsley, S. L. 1990. Elementary School Science for the 90S. Virginia:

Association Supervision and Curriculum Development.

Jacob, C. 2002. Matematika Sebagai Komunikasi. Jurnal Matematika atau Pembelajaran. Tahun VIII, Edisi Khusus, Juli 2002. Prosiding Konferensi Matematika XI UM Malang. Bagian I, Tahun VIII, Edisi khususs, 378-387. Tidak Diterbitkan

Latuheru, J. D. 1988.Media Pembelajaran dalam Proses pembelajaran Masa Kini.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


(63)

Lie, Anita. 2004. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.. 90 hlm.

Mulyana, D. 2005.Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.

National Council of Teacher Mathematics. 2000.Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Reston, Va: NCTM.

Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Bandar Lampung: Unila. Tidak diterbitkan.

Nurhadi. 2004.Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia

Slavin, Robert. 2000.Educational Psycology: Theory and Practice.Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

____________. 2005. Educational Psycology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Soedjadi, R. 2000.Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sriudin. 2011.Model Pembelajaran Think Pair and Share.[on line]. Tersedia: http://www.sriudin.com/2011/07/model-pembelajaran-think-pair-share.html. (20 November 2011).

Sudijono, Anas. 2008.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 2005.Metode Statistika. Bandung: PT Tasito.Edisikeenam.

Suherman, E. 1990.Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

__________. 2003.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Edisi Revisi. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI

__________. 2008.Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Suriasumantri. 2012.Komunikasi Matematika. [on line].Tersedia:http//mellyrizal. blogspot.com/2007/12/komunikasi-matematika.html(26 September 2012) Wahyudin. 2001. Belajar Tuntas dalam Pembelajaran Matematika Perlu


(1)

39

Keterangan:

X2 = harga Chi-kuadrat Oi = frekuensi observasi Ei = frekuensi harapan k = banyaknya kelas interval

4) Keputusan uji:

Tolak H0 jika x2  x1k3 dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian. Dalam hal lainnya H0 diterima.

Karena sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal kemudian data diolah dengan menggunakan uji non-parametrik (uji Mann-Whitney U).

2. Uji Hipotesis

Adapun hipotesis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam uji Mann-Whitney U menurut Djarwanto (1985: 40) sebagai berikut.

H0 : Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sama dengan Peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

H1 : Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.


(2)

40

Untuk menghitung nilai statistik uji Mann-Whitney U, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

U = 1 2 1 21 1 ) 1

(n R

n n

n   

U = n1n2 n2(n22 1)R2

 

Keterangan:

U = Nilai Uji Mann-Whitney U

n1 = banyaknya subyek kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

n2 = banyaknya subyek kelas dengan pembelajaran konvensional R1 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1. R2 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2.

Adapun kriterianya adalah:

1. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima 2. Jika probabilitas < 0,05 maka H1 diterima

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan SPSS untuk melakukan Uji Mann-Whitney U.


(3)

53

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan diperoleh simpulan bahwa tidak terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis karena nilai rata-rata yang diperoleh pada indeks gain tidak berbeda secara signifikan pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung. Banyak kelemahan pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada saat pembelajaran berlangsung, sehingga data yang diperoleh tidak dapat menjadi jawaban dari hipotesis yang ada. Namun dilihat dari persentasi pencapaian indikator komunikasi matematis yang diberikan, siswa yang menggunakan model pembelajaran koopertif tipe TPS menunjukkan hasil yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut.

1. Kepada guru, khususnya dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan membentuk karakter siswa, disarankan untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran matematika di


(4)

54

kelas. Kepada guru matematika SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung disarankan untuk melanjutkan pembelajaran menggunakan model pembe-lajaran kooperatif tipe TPS agar terjadi pembepembe-lajaran yang optimal sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa SMK Muhammadiyah 2 Bandar-lampung dapat meningkat lebih baik dari sebelumnya.

2. Kepada peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama, karena jika di terapkan dengan waktu yang cukup model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih maksimal. Sebelum melakukan penelitian agar dapat mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapan membuat penelitian ini tidak maksimal yang akhirnya menyebabkan penelitian ini bukan menjadi jawaban dari masalah yang kita miliki, agar dapat memikirkan solusinya sebelum penelitian dilakukan. Hal ini bertujuan agar kondisi kelas kondusif saat dilakukan pengambilan data, sehingga data dapat menggambarkan kemampuan siswa secara optimal.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. 2004.Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematis Siswa SMU Melalui StrategiThink-Talk-Write.

Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.

Arends, Richard I. 2004. Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill Companies.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arni, Fajar. 2002. Portopolio Dalam Pelajaran IPS. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Dahar, Ratna Willis. 1989.Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Undang- Undang SISDIKNAS ( Sistem Pendidikan Nasional )UU RI No. 20 tahun 2003 dan Undang- Undang Guru dan Dosen UU RI Nomor 14 tahun 2005. Jakarta.

Djarwanto. 1985.Statistika nonparametrik.Yogyakarta : BPFE Ersah. 2009.Kemampuan Komunikasi matematis. [on line]. Tersedia:

http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/komunikasi-matematika.html. (2 Oktober 2012)

Hamalik, Oemar. 2001.Proses belajar mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Horsley, S. L. 1990. Elementary School Science for the 90S. Virginia: Association Supervision and Curriculum Development.

Jacob, C. 2002. Matematika Sebagai Komunikasi. Jurnal Matematika atau Pembelajaran. Tahun VIII, Edisi Khusus, Juli 2002. Prosiding Konferensi Matematika XI UM Malang. Bagian I, Tahun VIII, Edisi khususs, 378-387. Tidak Diterbitkan

Latuheru, J. D. 1988.Media Pembelajaran dalam Proses pembelajaran Masa Kini.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


(6)

Lie, Anita. 2004. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.. 90 hlm.

Mulyana, D. 2005.Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.

National Council of Teacher Mathematics. 2000.Curriculum and Evaluation

Standars for School Mathematics. Reston, Va: NCTM.

Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Bandar Lampung: Unila. Tidak diterbitkan.

Nurhadi. 2004.Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia

Slavin, Robert. 2000.Educational Psycology: Theory and Practice.Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

____________. 2005. Educational Psycology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Soedjadi, R. 2000.Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sriudin. 2011.Model Pembelajaran Think Pair and Share.[on line]. Tersedia: http://www.sriudin.com/2011/07/model-pembelajaran-think-pair-share.html. (20 November 2011).

Sudijono, Anas. 2008.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 2005.Metode Statistika. Bandung: PT Tasito.Edisikeenam.

Suherman, E. 1990.Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan

Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

__________. 2003.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Edisi Revisi. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI

__________. 2008.Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Suriasumantri. 2012.Komunikasi Matematika. [on line].Tersedia:http//mellyrizal.

blogspot.com/2007/12/komunikasi-matematika.html(26 September 2012)

Wahyudin. 2001. Belajar Tuntas dalam Pembelajaran Matematika Perlu


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 6 60

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Pagelaran Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 54

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Pagelaran Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 10 52

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARA KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PENINGKTAKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Ganijl SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 9 61

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMK Muhammadiyah 2 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 63

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

1 25 62

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 13 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 8 47

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Baradatu Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 10 50

PEGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 20 203

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Pringsewu Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 54