stadium pupa 6 hari. Kepala ngengat berwarna hitam. Sayap depan bersisik, bagian tengah keperakan. Sayap belakang kuning muda dengan panjang 10-13
mm. siklus hidup berlangsung selama 26-61 hari. Tanaman inang penggerek batang padi berkepala hitam adalah padi, padi liar, jagung, tebu, sorgum, dan
beberapa jenis rumput Hendarsih Usyati, 2009.
2.1.6 Penggerek Batang Padi Berkilat C.
auricilius
Penggerek batang padi berkilap
Chilo auricilius
Dudgeon termasuk kedalam kelas Insecta, ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae Kalshoven, 1981.
memiliki tanaman inang tebu, sorgum, dan rumput-rumputan. Larva biasanya terdiri atas lima instar, bergantung pada kondisi musim setempat, di daerah musim
dingin dapat mencapai delapan instar. Lama stadia larva berkisar antara 16-51 hari dan stadia pupa 6-10 hari. Ekologi dan biologi spesies ini pada tanaman padi
menyerupai penggerek batang padi bergaris Hendarsih Usyati, 2009.
2.2 Gejala Serangan Penggerek Batang Padi
Penggerek batang padi menyerang tanaman padi sejak di persemaian hingga tanaman pada stadium matang. Gejala serangan yang disebabkan oleh
semua spesies penggerek batang sama pada tanaman padi. Pada tanaman stadia vegetatif, larva memotong bagian tengah anakan sehingga aliran hara ke bagian
atas tanaman terganggu yang menyebabkan daun bagian tengah menggulung, pucuk layu, dan kemudian mati. Gejala serangan pada tanaman stadia vegetatif
disebut sundep Gambar 2.2. Kehilangan hasil padi akibat serangan penggerek batang pada stadia vegetatif tidak terlalu besar karena tanaman masih dapat
membentuk anakan baru. Namun tetap ada pengurangan hasil karena anakan yang
baru lebih kecil yang menghasilkan malai yang kecil pula. Tanaman padi masih sanggup mengkompensasi kehilangan hasil akibat serangan penggerek batang
sampai 30 Rubia
et al
., 1990.
Gambar 2.2 Gejala Serangan Penggerek Batang Padi A : Fase vegetatif, B : Fase generatif
Pada stadia generatif, larva menggerek tanaman yang akan bermalai, sehingga aliran hasil asimilasi tidak sampai ke dalam bulir padi. Gejala serangan
pada tanaman stadia generatif disebut beluk Gambar 2.2. Pada tingkat serangan yang tinggi, jumlah malai berkurang, penurunan hasil pada stadia ini disebabkan
oleh adanya pengurangan jumlah malai akibat gejala beluk. Kerugian hasil yang disebabkan oleh setiap persen gejala beluk berkisar antara 1-3 Pathak dan
Khan, 1994.
A B
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Populasi Penggerek Batang Padi
Di alam populasi suatu spesies serangga hama di pengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dibedakan atas faktor abiotik dan biotik.
2.3.1 Faktor Abiotik
Iklim merupakan faktor abiotik yang sangat mempunyai peran penting dalam mengatur distribusi dan siklus hidup serangga. Serangga merupakan
makhluk berdarah dingin yang pertumbuhannya secara langsung berada di bawah kendali suhu. Karena mereka memiliki perbandingan luas permukaan tubuh
dengan volume yang besar serangga sangat rentan terhadap pengeringan dikarenakan kelembaban. Bagi serangga, cahaya mempengaruhi ritme hidup
harian dan juga merupakan jam musim yang mengatur siklus hidupnya. Angin berperan penting sebagai agen pembawa imigran tahunan. Kecepatan angin yang
tinggi, terutama di atas 8 kmjam mengganggu aktivitas terbang ngengat Dale 1994.
Suhu minimum untuk perkembangan larva penggerek adalah 16 C,
apabila suhu 12 C larva instar kedua dan ketiga tidak dapat berubah bentuk dan
akhirnya akan mati. Kecepatan perkembangan larva berkorelasi positif dengan suhu antara 17
C – 35
C Pathak, 1968. Gomez Clemente 1940 dalam Raka 1987 menyatakan bahwa pada suhu 26
C larva penggerek dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Menurut Khan
et al
. 1991 siklus hidup larva instar IV penggerek batang padi pada suhu tinggi 29-35
C dapat dengan cepat berubah menjadi larva stadia
lima pada kondisi lingkungan dan makanan yang cukup. Laju perkembangan pupa
Chilo suppressalis
meningkat secara linear dari kisaran suhu 15-30 C, tetapi akan
menurun jika suhu melebihi 35 C. Pada kondisi tersebut pupa akan mengalami
kematian atau menghasilkan ngengat yang bentuk fisiknya berubah. Dale 1994 menyebutkan panjang stadium pupa adalah 6-10 hari, suhu minimum untuk
perkembangan pupa adalah 15-16
o
C.
2.3.2 Faktor Biotik
Meningkatnya populasi penggerek batang padi di suatu daerah disebabkan oleh tersedianya tanaman padi secara terus menerus. Tanaman padi merupakan
tanaman inang utama bagi penggerek batang padi Htun, 1976. Menurut Soemartono
et al
. 1981, bahwa adanya tanaman padi terus menerus sepanjang tahun memberikan peluang bagi hama penggerek batang padi kuning untuk terus
menurunkan generasinya. Selanjutnya Manwan 1983 menyatakan bahwa hama ini menjadi lebih dominan di daerah-daerah yang menanam tanaman padi lebih
dari satu kali dalam setahun. Di samping makanan yang selalu tersedia kualitas makanan juga dapat
mempengaruhi populasi hama penggerek batang padi. Hasil penelitian Soejitno 1978 menyatakan bahwa tanaman padi yang di pupuk dengan pupuk N buatan
mempengaruhi pertumbuhan larva penggerek batang padi. Semakin tinggi dosis pupuk N yang diberikan, semakin baik pertumbuhan larva dan kematian larva
semakin rendah. Pemupukan N juga dapat berperan ganda, selain perkembangan penggerek batang yang lebih cepat, namun pemupukan N juga dapat membantu
pemulihan tanaman setelah terserang penggerek batang padi.
Musuh alami merupakan faktor mortalitas penting bagi perkembangan populasi penggerek batang padi di lapangan Sosromarsono,
et al
., 1988. Musuh alami penggerek batang padi adalah predator, parasitoid telur dan parasitoid larva.
Stadia penggerek batang yang rentan terhadap predator adalah ngengat, larva instar-1, dan telur. Predator spesifik telur penggerek batang adalah belalang
Conocephalus longipennis
CABI, 2001. Predator pada ngengat adalah laba-laba capung, dan burung. Larva dan pupa terdapat di dalam batang padi dan terhindar
dari musuh alami Hendarsih Usyati, 2009. Parasitoid telur paling banyak dikembangkan untuk mengendalikan hama
sebelum merusak tanaman. Parasitoid telur penggerek batang padi adalah
Trichogramma japonicum
Ashmead Hymenoptera : Trichogrammatidae,
Telenomus rowani
Gahan Hymenoptera : Scelionidae, dan
Tetrastichus schoenobii
Ferriere Hymenoptera : Eulopidae Soejitno, 1991; Rauf 2000. Parasitasi ketiga parasit tersebut sekitar 37 Untung, 1983. Sedangkan menurut
Soehardjan 1976 berkisar antara 23 - 57. Beberapa parasitoid larva dan pupa yang diketahui adalah
Apanteles chilonis
,
Bracon chinensis
,
Tropobracon schoenobii
, dan
Temelucha bigutella
Soejitno, 1988.
2.4 Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi
Menurut Supartha 2001, musuh alami yang sering dijumpai berasosiasi dengan hama penggerek batang padi kuning adalah dari golongan parasitoid telur
yaitu,
Trichogramma japonicum
Ashm Hymenoptera: Trichogrammatidae,
Telenomus rowani
Gahan Hymenoptera: Scelionidae dan
Tetrastichus schoenobii
Ferr Hymenoptera: Eulophidae.
2.4.1
Trichogramma japonicum
Ashm
2.4.1.1 Kasifikasi dan penyebaran Menurut Kalshoven 1981 parasitoid telur
T. japonicum
diklasifikasikan ke dalam kingdom Animal, filum Arthropoda, klas Insecta, ordo Hymenoptera,
famili Trichogrammatidae, genus
Trichogramma
dan spesies
T. japonicum
Ashm. Nickel 1964 menyatakan bahwa
T. japonicum
dijumpai di Jepang, India, Madagaskar, Filipina, Thailand, Cina, Amerika Tengah, Amerika Serikat,
Malaysia dan Indonesia. 2.2.1.2 Siklus hidup
Parasitoid
T. japonicum
mengalami metamorfosis sempurna dan merupakan parasitoid dengan ukuran imago terkecil dari ketiga spesies parasitoid
telur penggerek batang padi kuning Gambar 2.3. Panjang tubuhnya kurang lebih satu mm, berwarna coklat kehitaman kecuali pada bagian antena dan koksa dari
tungkai yang berwarna coklat muda. Sayap bening transparan yang dikelilingi oleh bulu-bulu halus. Sayap depan lebih besar daripada sayap belakang. Antena
parasitoid imago jantan ditumbuhi bulu-bulu oleh yang agak panjang, sedangkan yang betina bulu-bulu tersebut pendek dan sedikit.
T. japonicum
mampu mendeteksi peletakan telur penggerek dengan radius 10 meter Trichoplus, 2000.
Telur diletakkan kira-kira 24-48 jam setelah imago parasitoid muncul. Seekor parasitoid betina
Trichogramma
sp. meletakkan telur berkisar antara 10-60 butir Agus, 1991.
Masa peneluran memerlukan waktu singkat yakni 1,53 hari. Clausen 1940 dan Budana 1996 menyatakan bahwa satu hari setelah telur diletakkan,
telur akan menetas menjadi larva. Larva berkembang melalui beberapa instar yang diketahui karena adanya perubahan bentuk, ukuran dan pergantian kulit. Menurut
Agus 1991 khusus untuk parasitoid
Trichogramma
sp. larvanya terdiri dari tiga instar. Stadium larva berlangsung selama 4 hari kemudian berubah menjadi pupa.
Hagen 1973 menyatakan bahwa pada stadium pupa struktur serangga dewasa sudah lengkap dan tampak jelas. Pupa berukuran antara 0,44-0,62 mm, berwarna
kuning muda yang secara berangsur-angsur berubah menjadi coklat kehitaman. Parasitoid dewasa keluar dengan cara membuat lubang pada korion telur inang.
Pada umumnya parasitoid jantan keluar lebih dahulu daripada parasitoid betina. Ukuran tubuh parasitoid betina relatif lebih besar di banding dengan yang jantan.
Jika parasitoid jantan dan betina sudah muncul bersama-sama, maka akan terjadi kopulasi. Siklus hidup parasitoid
T. japonicum
berkisar antara 7-9 hari Agus, 1991.
Gambar 2.3
T. japonicum
jantan A dan betina B A
B
2.4.2
Telenomus rowani
Gahan 2.4.2.1 Kasifikasi dan penyebaran
Kalshoven 1981 mengklasifikasikan
T. rowani
ke dalam kingdom Animal, filum Arthropoda, klas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Scelionidae,
genus
Telenomus
, spesies
Telenomus rowani
Gahan. Penyebarannya meliputi negara Cina, India, Jepang, Malaysia, Thailand, Filipina, Pakistan, Kamboja dan
Indonesia Nickel,1964. 2.4.2.2 Siklus hidup
T. rowani
berwarna hitam kecoklatan dengan panjang tubuh kurang lebih dua mm. Sayap datar sepanjang 0,28 mm terletak pada toraks. Antena berbentuk
menyiku, pada ujung antena betina membesar sedangkan pada imago jantan ujungnya simetris Gambar 2.4. Parasitoid ini tergolong dalam parasitoid solitaria
yaitu parasitoid yang hanya meletakkan satu telur pada inang dan berkembang sampai dewasa Kalshoven, 1981. Hasil penelitian Yasumatsu dan Torii 1968
menunjukkan bahwa seekor imago betina parasitoid
Telenomus
sp. meletakkan telur berkisar antara 10-150 butir. Stadium telur kurang lebih 9 jam Budana,
1996. Telur
T. rowani
diletakkan pada inang yang berumur 1-2 hari. Larva berwarna putih susu, berukuran panjang antara 0,69-0,76 mm. Stadium larva
berlangsung selama 6-7 hari. Pupa berwarna kehitaman, berukuran 0,65-0,76 mm dengan caput, toraks, abdomen dan tungkai yang sudah tampak.
Gambar 2.4
T. rowani
jantan A dan betina B
Stadium pupa berlangsung selama 3-4 hari, kemudian dilanjutkan dengan stadium imago. Imago jantan muncul terlebih dahulu daripada betina. Umur
imago jantan berkisar antara 1-3 hari dan betina 3-5 hari Agus, 1991.
2.4.3
Tetrastichus schoenobii
Ferr
2.4.3.1 Kasifikasi dan penyebaran Kalshoven 1981 mengklasifikasi
T. schoenobii
ke dalam kingdom Animal, Filum Arthropoda, klas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Eulophidae, genus
Tetrastichus
dan spesies
T. schoenobii
Ferr.
T. schoenobii
dijumpai di Cina, Bangladesh, Filipina, India, Jepang, Malaysia, Pakistan, Seilangka, Taiwan,
Thailand dan Indonesia Nickel, 1964. A
B
2.4.2.2 Siklus hidup Parasitoid telur
T. schoenobii
berwarna biru, hijau metalik kehitaman. Antena berwarna coklat kehitaman memiliki delapan segmen dan ditumbuhi
rambut-rambut halus Gambar 2.5. Sayap berpembuluh dan berambut halus. Sayap depan lebih besar dari sayap belakang dan Imago jantan lebih kecil dari
imago betina Kalshoven, 1981. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor imago betina
T. schoenobii
tidak banyak diketahui. Informasi yang ada umumnya mengungkapkan keturunan yang dihasilkan oleh imago betina Kartohardjono,
1995. Imago betina akan meletakkan telur di dalam telur inang. Telur bertipe
hymenopteriform
yakni berbentuk memanjang dan meruncing pada ujung kutub. Telur
–telur tersebut akan menetas setelah berumur 1-2 hari Clausen, 1940. Larva hidup di dalam dan di luar telur inang Kartohardjono, 1995. Larva yang
hidup di dalam telur inang dikenal sebagai larva endoparasit dan yang hidup di luar telur inang sebagai larva ektoparasit Clausen, 1940. Larva memangsa dua
sampai empat telur inang dan rata-rata tiga butir selama perkembangannya.
Gambar 2.5
T. schoenobii
jantan A dan betina B
A B
Larva ektoparasit dapat memangsa larva inang yang baru berumur satu atau dua hari yang berada di dalam kelompok telur inang Kim dan Heinrichs,
1985. Larva ektoparasit tersebutlah yang berperan sebagai predator Pagden, 1932. Stadium larva berlangsung selama 4-6 hari, kemudian membentuk pupa.
Pupa tidak berkokon dan terdapat dalam kelompok inang yang diparasit Clausen, 1940. Pupa
T. schoenobii
mula-mula berwarna putih kemudian menjadi coklat sampai hitam. Stadium pupa berlangsung selama 6 hari. Perkembangan hidupnya
berlangsung selama kurang lebih 10-14 hari di Indonesia dan di Filipina berkisar antara 12-13 hari Soejitno, 1984.
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai dengan bulan bulan Agustus 2015 pada pertanaman padi milik petani di Subak Sidakarya
Denpasar Selatan dan Subak Buaji, Denpasar Timur, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Subak Sidakarya merupakan persawahan dengan penanaman serentak
Kerta masa
, sedangkan di Subak Buaji penanaman padi dilakukan tidak serentak
Tulak sumur
. Identifikasi larva penggerek batang padi dan parasitoid telurnya dilakuakn
di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian dan Laboratorium Sumber Daya Genetik Universitas Udayana.Laboratorium Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Udayana untuk merekam perkembangan parasitoid telur penggerek batang padi.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah altimeter, mikroskop binokuler, botol berukuran
diameter 2 cm tinggi 4 cm, ajir dengan ukuran panjang 100 cm, pisau, kaca pembesar, kertas label, dan tabung pengamatan. Tabung
pengamatan dibuat menggunakan plastik transparan dengan ketebalan 15 mm yang dipotong dan dilem sehingga berbentuk tabung. Kedua ujung tabung ditutup
dengan kapas yang dibalut kain kasa. Bahan yang digunakan adalah tanaman padi, hama penggerek batang padi dan alkohol 90.