Penyelesaian dengan litigasi. Akibat Hukum Wanprestasi Pada Bank Sumut

2. Penyelesaian dengan litigasi.

Penyelesaian kredit bermasalah dengan litigasi ini dilakukan baik terhadap debitur yang usahanya masih berjalan maupun terhadap debitur yang usahanya tidak lagi berjalan. Terhadap debitur yang usahanya masih berjalan dilakukan apabila yang bersangkutan tidak mau melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutangnya, baik pokok maupun bunganya. Sedangkan terhadap debitur yang usahanya sudah tidak berjalan lagi dilakukan apabila yang bersangkutan tidak dapat bekerjasama. Pada prakteknya, penyelesaian kredit macet dengan litigasi ini dilakukan dengan pengajuan gugataneksekusi kepada lembaga Panitia Urusan Piutang Negara PUPN karena Bank adalah bank milik pemerintah. Panitia Urusan Piutang Negara PUPN bertugas dengan dasar UU No. 49 Prp Tahun 1960. PUPN bertugas menyelesaikan piutang negara yang telah diserahkan kepadanya oleh instansi Pemerintah atau badan-badan negara. Dengan demikian bagi bank milik Negara termasuk Bank penyelesaian kredit macetnya harus dilakukan melalui PUPN, dimana dengan adanya penyerahan piutang macet kepada badan tersebut secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dialihkan kepadanya. Penyerahan piutang macet ini di dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 293KMK.091993 tanggal 27 Pebruari 1993 tentang Pengurusan Piutang Negara disebut Pengalihan Pengurusan Piutang Negara. Universitas Sumatera Utara Dengan diterbitkannya Surat Pengalihan Pengurusan Piutang Negara SP3N, pengurusan piutang negara beralih kepada PUPN dan penyelenggaraan pelaksanaan piutang negara dimaksud dilakukan oleh BUPLN. Penyerahan piutang wajib menyerahkan semua dokumen asli kepemilikan barang jaminan dan pengikatannya kepada BUPLN. Untuk penetapan piutang negara perbankan, hal-hal yang perlu diketahui yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut adalah : a. Bank wajib memberikan data dan informasi secara lengkap mengenai piutang yang diserahkan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut : - Hutang pokok, bunga denda dan beban lainnya. - Cara penyelesaian kredit dengan angsuran atau tanpa angsuran - Jumlah angsuran hutang pokok, bunga, denda dan beban lainnya yang telah dibayar. - Rincian penyelesaian kredit. b. Penetapan besarnya piutang negara perbankan didasarkan atas peraturan kolektibilitas kredit perbankan yang berlaku, dengan ketentuan bahwa jangka waktu yang dapat diperhitungkan untuk pembebanan bunga, denda dan beban lainnya paling lama 21 bulan sejak piutang tersebut dikategorikan diragukan. c. Perhitungan penetapan besarnya piutang negara perbankan dilakukan sebagai berikut : - Angsuran yang dilakukan oleh penanggung hutang setelah piutang Universitas Sumatera Utara dinyatakan macet diperhitungkan sebagai pengurangan. - Biaya pengamanan barang jaminan berupa polis asuransi, pemasangan Hak tanggungan, perpanjangan hak atas tanah yang masa berlakunya telah habis, pengukuhan hak atas tanah dan biaya pemeliharaan barang jaminan berupa sewa gudang diperhitungkan sebagai penambahan. Selain beberapa cara penyelesaian kredit macet tersebut di atas, dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1991 dan keputusan Presiden No. 55 Tahun 1991 Tentang Penyelesaian Piutang Negara, pihak bank bank milik negara dapat meminta bantuan dengan kuasa pihak Kejaksaan guna penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1991 dan Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1991 tersebut, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Oleh karena itu peranan Kejaksaan dalam bidang hukum perdata tersebut dapat disejajarkan dengan Government’s Law Office atau advokatpengacara negara. Dengan demikian kejaksaan dapat mewakili bank-bank milik negara dalam penyelesaian kredit bermasalah, termasuk masalah hukum yang timbul dari hubungan pemberian kredit antara bank dengan debitur, bilamana debitur tidak memenuhi kewajibannya wanprestasi kepada bank. Perjanjian kredit perbankan di Indonesia mempunyai arti yang khusus dalam rangka pembangunan, tidak merupakan perjanjian pinjam meminjam uang Universitas Sumatera Utara biasa. Perjanjian kredit menyangkut kepentingan nasional. Hal ini dapat dibaca dari penjelasan Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang antara lain menyatakan sebagai berikut : Perbankan memiliki peranan yang strategis di dalam trilogi pembangunan, karena perbankan adalah suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan nasional dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi menghimpun dan menyalurkan dana itu berkaitan erat dengan kepentingan umum, sehingga perbankan wajib menjaga dengan baik dana yang dititipkan masyarakat tersebut. Perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Menghimpun dan menyalurkan dana tersebut merupakan salah satu usaha dari perbankan. Untuk melaksanakan peran tersebut, perbankan harus memiliki perangkat hukum yang ampuh solid baik yang menjadi dasar hukumnya maupun perangkat hukum operasionalnya. Istilah kredit macet dipergunakan dalam lingkungan perbankan berdasarkan Surat edaran Bank Indonesia No. 264BPPP tanggal 29 Mei 1998, dimana kredit bank dibagi dalam empat kategori, yaitu : 1. Kredit lancar 2. Kredit dalam perhatian khusus 3. Kredit kurang lancar Universitas Sumatera Utara 4. Kredit diragukan 5. Kredit macet. 25 Istilah kredit dipergunakan UU Perbankan dengan mengambil alih dari Undang-undang Perbankan No 10 Tahun 1998. Istilah ini menurut sejarahnya berasal dari Hukum Romawi, credere, artinya percaya. Ditinjau dari KUH Perdata, maka yang dimaksud dengan macet adalah tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjin, dalam hal ini perjanjian kredit. Apa yang menjadi motif dari ingkar janji wanprestasi itu tidak dipersoalkan. Untuk perjanjian timbal balik, maka hak kreditur terhadap debitur adalah menuntut agar pinjaman itu dikembalikan dengan seluruh persyaratan yang terdapat di dalam perjanjian kredit itu Pasal 1243 KUH Perdata dan seterusnya. Jika kita meninjau perjanjian kredit perbankan dalam kaitannya dengan ingkar janji, acuannya adalah ketentuan pinjam-meminjam uang. Pendekatan demikian belum dapat memecahkan seluruh masalah yang terkait dengan kredit macet, karena pengertian kredit tidak hanya terbatas dalam perjanjian kredit yang terdapat di dalam Pasal 1 angka 12 UU Perbankan saja. Perjanjian kredit mempunyai arti yang luas, karena ada sejumlah perjanjian yang diatur di dalam UU Perbankan yang namanya bukan perjanjian kredit, akan tetapi karakternya menunjukkan perjanjian kredit. Misalnya, perjanjian anjak piutang, perjanjian 25 S. Mantayborbir, et.al., Pengurusan Piutang Macet Pada PUPNBUPLN Kajian Teori dan Praktik, Pustaka Bangsa, Jakarta, 2001, hal. 27. Universitas Sumatera Utara sewa guna usaha, perjanjian kartu kredit perjanjian kuasi kredit. Di dalam perjanjian tersebut terdapat juga kemacetan, hanya belum diangkat ke permukaan. Dilihat dari perangkat aturan yang sudah ada mengenai kredit perbankan hingga saat ini seyogianya kemacetan itu tidak akan terjadi karena UU Perbankan telah memberikan pengawasan yang ketat terhadap perjanjian kredit dan juga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan yang jika pengawasan ini tidak diperhatikan. Bank Indonesia dan Menteri keuangan berwenang memberikan sanksi administratif. Namun kenyataan yang menunjukkan keadaan kredit macet itu sedemikian rupa, sehingga dapat mengakibatkan hal yang fatal bagi pembangunan, maka harus dicarikan penyelesaian yang bersifat menyeluruh. Dalam rangka menanggulangi kemacetan dalam perjanjian kredit tersebut, perlu diteliti perangkat aturan yang berkaitan dengan perjanjian kredit, perjanjian jaminan, dan persepsi tentang implementasi dari aturan hukum tersebut. Ada berbagai persoalan yang melatar belakangi sehingga timbulnya kredit macet. S. Mantayborbir et.al. membagi penyebab terjadinya kredit macet adalah “faktor internal dan faktor eksternal”. 26 Faktor internal adalah sangat berkaitan dengan analisa kredit yang kurang tajam, sistem pengawasan dan administrasi kredit yang kurang baik atau tidak 26 Ibid, hal. 42. Universitas Sumatera Utara dimilikinya sistem pengawasan yang tertib. Keadaan tersebut dapat menyebabkan management kurang dapat memantau usaha debitur serta portofolio perkreditan secara keseluruhan. Sebagai akibat kurangnya management, dapat dilakukan tindakan koreksi dengan segera, apabila diketemukan penyimpangan- penyimpangan. Sedangkan faktor eksternal adalah yang dapat mempengaruhi kualitas kredit antara lain adalah kondisi perekonomian yang tidak mendukung pengembangan usaha debitur, dan on will dari debitur sendiri. 27 Secara umum ada tiga hal kelompok faktor yang menyebabkan kredit bermasalah yaitu : 1. Kondisi ekonomi makso 2. Kondisi dan alokasi sumber dana 3. Kondisi internal perbankan. 28 Kondisi ekonomi makro adalah pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga dan stabilitas ekonomi makro, serta tingkat distorsi dalam perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencerminkan pula tingginya tingkat pengembalian investasi rate of return of invesment. Dilihat secara umum, sejak dilakukannya deregulasi, tingkat pengembalian investasi di Indonesia cukup 27 Basuki Rahmat, 1998, Tekad dan Semangat Terpadu Antara MA-RI, Bank Indonesia, BPN dan PUPN Dalam Mengoptimalkan Penagihan Piutang Negara, Kumpulan Makalah dan Hasil Diskusi Panel I Sampai IV Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, Jakarta, Dep. Keuangan RI dan BUPLN, hal. 196-197. 28 S. Mantayborbir, et. al., Op.Cit., hal. 42. Universitas Sumatera Utara tinggi, yaitu sekitar 22-29. Hal ini menunjukkan dengan tingkat bunga yang berlaku sekarang, investasi di Indonesia sangat menguntungkan sehingga tidak ada alasan bagi perusahaan mengalami kesulitan membayar kembali hutangnya. Begitu pula dengan tingkat inflasi, walaupun dalam beberapa tahun terakhir sedikit lonjakan, praktis tingkat inflasi di Indonesia masih dapat terkendali, sehingga dapat menjaga kestabilan daya beli masyarakat. Kestabilan daya beli ini tercermin dari relatif tinggi dan stabilnya tingkat pertumbuhan konsumsi masyarakat, sekitar 4-6 per tahun. Yang menjadi masalah dalam kondisi ekonomi makro ini adalah fluktuasi yang tajam dari suku bunga Tahun 1986, tampaknya telah terjadi penurunan kredibilitas kebijakan pemerintah yang tercermin dari dua hal, yaitu besarnya selisih tingkat bunga di dalam dan luar negeri dan makin pendeknya waktu jatuh tempo penempatan dana deposito. Penggunaan kredit yang menyimpang dari tujuan yang telah diperjanjikan, akan dapat mengakibatkan kemacetan kredit. Kredit untuk modal kerja apabila dipakai oleh debitur untuk investasi adalah contoh dari penyimpangan penggunaan kredit. Terlambatnya pembayaran bunga dan atau tersendatnya angsuran pokok merupakan indikator bahwa kredit menjurus macet. Apabila kredit menjadi macet sama sekali, maka dapat ditetapkan suatu kriteria untuk menentukan suatu kredit itu macet. Pada PT. Bank Sumut maka antisipasi yang dilakukan agar kredit yang diberikan kepada UKM tidak mendapat halangan macet maka PT. Bank Sumut Universitas Sumatera Utara biasanya terus melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit yang diberikan. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN