TINJAUAN PUSTAKA Menentukan Tinggi Badan Dari Tinggi Sternum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Identifikasi Untuk kepentingan visum et repertum VeR ketika dokter memeriksa jenazah, identifikasi tetap dilakukan sekalipun korban tersebut sudah dikenal. Dokter haruslah mencatat jenis kelamin, umur, suku bangsa, panjang badan, berat badan, kebangsaan, warna kulit, perawakan, keadaan otot, keadaan gizi, rambut, mata, gigi, bekas – bekas luka, tahi lalat, tato rajah, pakaian, perhiasan, barang – barang yang ada pada korban jenazah, ada tidaknya kumis jenggot pada laki – laki, cacat tubuh bawaan atau didapat dan tanda – tanda khas lainnya yang bila perlu menggunakan pemeriksaan DNA, gigi atau sidik jari. Identifikasi adalah upaya pengenalan kembali diri seseorang manusia baik yang mati maupun yang hidup, hewan, benda, melalui metode identifikasi dan ilmu – ilmu forensik. 6 Identifikasi adalah hal yang utama dari setiap penyelidikan forensik, apakah itu yang dicurigai sebagai barang bukti di TKP ataukah korban yang dipotong –potong dan hangus. Pengidentifikasian sisa jasad manusia yang dipotong – potong telah menjadi suatu tantangan bagi ahli forensik. Masalah ini ditemukan pada kasus bencana massal, ledakan dan kasus pembunuhan dimana tubuh dipotong –potong untuk menyembunyikan identitas korban. 1 7 Relatif lebih mudah menentukan identitas atau jati diri seorang korban kejahatan korban tindak pidana, bila dibandingkan dengan mencari jati diri tersangka pelaku kejahatan. Hal tersebut oleh karena pada penentuan jati diri tersangka pelaku kejahatan semata – mata didasarkan pada penentuan secara visual, yang sudah tentu banyak faktor – faktor yang mempengaruhinya sehingga hasil yang dicapai tidak memenuhi yang diharapkan. 8 Universitas Sumatera Utara Interpol menentukan metode identifikasi terdiri dari Identifikasi Primer Primary Identifiers yaitu, sidik jari Fingerprints, rekam gigi Dental Records dan DNA serta Identifikasi Sekunder Secondary Identifiers yaitu, data medis Medical, kepemilikan Property dan dokumentasi photography, dll. Prinsip dari identifikasi ini adalah dengan membandingkan data ante mortem dengan post mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik. Primary Identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan secondary identifiers. Di dalam menentukan identifikasi seseorang secara positif, Identification Board DVI Indonesia mempunyai aturan – aturan, yaitu minimal apabila salah satu dari primary identifiers dan atau didukung dengan minimal 2 dari secondary identifiers. 9 Sedangkan, identifikasi terhadap orang tidak dikenal pada korban yang masih hidup meliputi : 1. Penampilan umum general appearance yaitu, tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur, warna kulit, rambut dan mata. 1 2. Pakaian. 3. Sidik jari. 4. Jaringan parut. 5. Tato. 6. Kondisi mental. 7. Antropometri. 2.2. Antropologi Forensik Antropologi forensik adalah aplikasi dan cabang spesifik antropologi biologi. Antropologi biologi mempelajari variasi biologi dan budaya manusia dalam rentang waktu dan ruang, berikut sebab – sebab, mekanisme dan akibat variasi tersebut. Dengan demikian, antropologi biologi berbasis pada studi populasi untuk mendapat data biologi variasi normal. Antropologi forensik yang berbasis pada osteologi dan anatomi manusia merupakan terapan menuju identifikasi individu dari data populasi yang dipelajari dalam antropologi biologi. Universitas Sumatera Utara Bidang – bidang interdisipliner yang berhubungan dengan antropologi forensik meliputi bioarkeologi, arkeologi, antropologi anatomi, paleopatologi, tafonomi, geologi, kedokteran, kedokteran gigi dan berbagai disiplin ilmu lain yang berkaitan dengan biologi manusia. Antropologi forensik dapat didefenisikan sebagai identifikasi sisa hayat manusia yang jaringan lunaknya telah hilang sebahagian atau seluruhnya sehingga tinggal kerangka, dalam kontek hukum. Lingkup dalam konteks hukum memposisikan antropolog forensik untuk bekerja sebegai konsultan akademis yang bekerja sama dengan penyidik dikepolisian, dokter forensik di kedokteran kehakiman, maupun organisasi internasional yang mengidentifikasi korban perang atau pelanggaran hak asasi manusia. Dalam kasus kriminal, kematian massal karena kecelakaan lalu lintas darat udara laut maupun bencana alam, polisi penyidik biasanya meminta pemeriksaan rangka kepada antropolog forensik. Berbagai studi kasus antropologi forensik telah dipublikasi dan diterbitkan dalam buku teks ilmiah Rathburn and Buikstra, 1984 ; Reich, 1986 ; dan Steadman, 2003. Buku pegangan umum bagi polisi untuk kasus pembunuhan ditulis seorang polisi di Florida dan suatu waktu penulis pernah bekerja bersama Eliopulos, 1993. Dalam kasus pembunuhan yang diduga melibatkan pelanggaran hak asasi manusia, pemeriksaan melibatkan perintah jaksa agung yang menunjuk jaksa wilayah kepada polisi dengan bekerja sama dengan dokter forensik dan antropolog forensik untuk eksumasi rangka korban yang biasanya dilakukan atas permintaan yayasan yang menangani kasus orang hilang, penculikan, dan pembunuhan. Di Amerika Serikat, pendidikan antropologi mencakup pedekatan empat bidang yang dikenal sebagai four – field approach, meliputi bidang bioantropologi, antropologi, etnologi, dan arkeologi. Dengan demikian, mahasiswa program master dan doktoral wajib mengambil semua mata kuliah di keempat bidang itu sebelum menjalani ujian kualifikasi. Secara umum, antropologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari variasi biologi manusia dan produk budayanya dalam suatu rentang ruang dan waktu. Rentang ruang menyebabkan antropologi mempelajari manusia dari berbagai asal tempat, Universitas Sumatera Utara sedangkan rentang waktu mencakup masa lampau fosil – paleoantropologi, manusia prasejaraharkeologi dan masa kini manusia hidup. Variasi biologi manusia mengandung pengertian populasi dan kisaran normal maupun tidak normal. Produk budaya mengandung pengertian studi artifak, perilaku dan bahkan ideologinya. Studi variasi menyiratkan penekanan bioantropologi pada populasi, meskipun data tentu saja bermula dari individu – individu. Antopologi mempunyai banyak cabang antara lain: paleoantropologi, antropologi forensik, antropologi gizi, antropologi teknik, antropologi olahraga, antropologi gigi, antropologi genetika molekuler, antropologi penyakit, paleopatologi, bioarkeologi, bioantropologi dalam keperawatan, dan antropologi pertumbuhan. Antropologi forensic bermanfaat untuk membantu penyidik dan penegak hukum untuk mengidentifikasi temuan rangka tak dikenal. Temuan rangka biasanya terdapat pada daerah terpencil, di atas permukaan tanah, dikubur pada lubang yang dangkal karena pelaku kejahatan terburu – buru menguburkannya, di sungai, di rawa atau di hutan. Korban yang tidak dikubur secara layak ini biasanya menjadi salah satu indikasi adanya tindak pidana terhadap korban kejahatan. Pada kasus forensik seperti ini, antropologi forensik berguna dalam menentukan identifikasi temuaan. Dalam identifikasi pada antropologi forensik meliputi sejumlah pertanyaaan seperti : 1. Apakah temuan berupa rangka manusia atau hewan? 2. Berapa jumlah individu? 3. Apa rasnya? 4. Apa jenis kelaminnya? 5. Berapa umur dan tinggi badannya? 6. Apakah ada bekas trauma perimortemnya? Di Indonesia, jumlah ahli antropolog biologi masih terbatas dan hal ini terdapat pada antropologi forensik. Pemanfaatan keahliaan mereka pun dipandang belum begitu meluas. Padahal kasus – kasus pembunuhan dan penggalian rangka yang cukup banyak terjadi di Aceh, misalnya, menunjukkan pentingnya pemanfaatan antropologi forensik di Indonesia. Pentingnya antropologi forensik Universitas Sumatera Utara di Indonesia sebenarnya telah diutarakan oleh Jacob 2000 dengan mengatakan “Bidang ini sangat menarik, mengundang banyak kemungkinan dan perlu dikembangkan di Indonesia serta pasti akan banyak diperlukan di masa yang akan datang”. Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti orang dan metron yang berarti ukuran. Jadi ilmu yang mempelajari tentang ukuran – ukuran tubuh manusia dikenal dalam bidang ilmu Anthropometri. 10 Johan Sigismund Elsholtz 1654 adalah orang yang pertama memperkenalkan ilmu antropometri. Beliau menciptakan alat ukur dan kini dikenal sebagai cikal bakal alat ukur antropometer. Perhitungan di bidang antropometri ini berkembang dengan menggunakan perhitungan yang lebih rumit, untuk mengurangi angka ketidakakuratan. Tidak adanya standarisasi membuat para ahli tidak bisa membandingkan hasil penelitiannya karena standard pengukuran, titik pengukuran serta indeks yang berbeda – beda. Standarisasi mulai dilakukan berdasarkan studi Paul Broca 1870 yang disempurnakan melalui kongres antrropologi Jerman pada tahun 1882 yang dikenal sebagai ”Kesepakatan Frankfurt”. Hasil kesepakatan kongres adalah garis dasar posisi kepala atau kranium yang dikenal sebagai garis ”Frankfurt Horizontal Plane” atau dataran frankfurt. 11 Pada tahun berikutnya perkembangan antropometri berpusat di Jerman dan Prancis. Usaha – usaha untk menggabungkan cara yang dikembangkan oleh kedua negara telah dilakukan yang kemudian direalisasikan dalam kongres di Moscow tahun 1982. 12 Kemudian dikembangkan oleh Rudolf Martin pada tahun 1914 yang menerbitkan buku yang berjudul ”Lehrbuch der Anthropologie”, yang kemudian buku tersebut diperbaharui oleh Martin dan Knussmann pada tahun 1981. 13 Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Dataran garis Frankfurt Dikutip dari buku Metode Pengukuran Manusia. Glinka J. Artaria MD. Koesbardiati T Pada awal tahun 1930 – an, penggunaan antropometri sebagai alat untuk mencari tipe ideal mulai ditinggalkan dan diganti dengan penelitian pada masalah – masalah nutrisi, olah raga, pertumbuhan dan perkembangan, serta beberapa studi di bidang kedokteran. 12 Kaliper geser sliding caliper, terdiri dari sebatang mistar yang berskala milimeter, serta dua batang jarum, dimana yang satu tetap pada titik skala 0 dan yang lain dapat digeser. Kedua jarum ini pada satu ujung agak tajam dipakai untuk pengukuran pada tulang, dan pada ujung yang lain lagi agak tumpul untuk mengukur manusia hidup. Panjangnya mistar umumnya 25 cm. Alat ini dipakai pada ukuran jarak lurus yang tidak terlalu besar. Alat – alat antropometri 12 Gambar 2. Kaliper geser sliding caliper Dikutip dari buku Metode Pengukuran Manusia. Glinka J. Artaria MD. Koesbardiati T. Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Papan Osteometri Dikutip dari buku Glinka J,Artaria M.D,Koesbardiati T. A. Papan Osteometri. B. Antropometer menurut Martin. 2.3. Perkiraan Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran bagi seseorang pada saat masih hidup, sedangkan panjang badan merupakan ukuran seseorang pada saat setelah meninggal dunia. Panjang badan atau tinggi badan sangatlah penting untuk penentuan identifikasi seseorang. Sehingga dalam proses identifikasi tersebut, memperkirakan tinggi badan atau panjang badan seseorang merupakan suatu keharusan sebagai syarat mutlak dalam suatu identifikasi. Mengukur tinggi badan pada korban hidup adalah lebih mudah dilakukan jika dibandingkan mengukur panjang badan pada korban jenazah, dan semakin sulit bila korban jenazah dalam keadaan sudah tidak utuh lagi atau mengalami kerusakan yang sangat hebat. 3 Tinggi badan diukur pada saat berdiri secara tegak lurus dalam sikap anatomi. Kepala berada dalam posisi sejajar dengan dataran Frankfurt. Tinggi badan adalah hasil pengukuran maksimum panjang tulang-tulang secara paralel yang membentuk poros tubuh The Body Axix, yaitu diukur dari titik tertinggi di kepala cranium yang disebut Vertex, ke titik terendah dari tulang kalkaneus the calcanear tuberosity yang disebut heel. Gambar 1.1. 14 Universitas Sumatera Utara Gambar 3: dikutip dari buku Glinka J,Artaria M.D,Koesbardiati T. Gambar pengukuran tinggi badan dan pengukuran tinggi titik anatomis lainnya. Tinggi badan seseorang secara anatomi seutuhnya meliputi kaki, pelvis, tulang vertebra dan tengkorak dan kontribusi dari masing – masing ini terhadap keanekaragaman pada individu – individu yang berbeda dan juga pada populasi yang berbeda. Oleh karena itu pada penelitian terhadap sisa jasad manusia, para ahli antropologi forensik harus memiliki pengetahuan tentang variasi manusia khususnya pada daerah dan populasi tertentu agar dapat mengidentikasi individu yang belum dikenal. Populasi didasarkan pada perbedaan yang tampak pada pengukuran dan bentuk morfologi dari tulang, dan ini telah mengalami perubahan sepanjang waktu. Oleh karena itu sangat penting bagi ahli antropologi biologi untuk melakukan penelitian terbaru mengenai kelompok – kelompok populasi yang beragam pada daerah geografik yang berbeda. Estimasi tinggi badan melalui ukuran dari berbagai tulang panjang telah diupayakan oleh beberapa peneliti dengan tingkat keberhasilan yang berbeda – beda. Setiap peneliti telah memperoleh formulanya sendiri untuk memperkirakan tinggi badan seseorang dari tulang – tulang panjang. 15 Perkiraan tinggi badan akan mudah dikerjakan bila yang diperiksa adalah tulang – tulang panjang, yaitu dengan mengukur panjang tulang – tulang kering dry bone. 16 14 Universitas Sumatera Utara Penentukan tinggi badan, tidak perlu melalui pengukuran badan secara utuh. Pengukuran dari bagian tubuh masih dapat menentukan tinggi seseorang secara kasar dengan pengukuran : a. Jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan sama dengan tinggi badan. 1 b. Panjang lengan dikali 2, ditambah 34 cm 2 kali panjang clavicula ditambah lagi 4 cm lebar sterum. c. Panjang dari puncak kepala vertex sampai symphisis pubis dikali 2. d. Panjang dari lekuk di atas sternum sampai symphisis pubis dikali 3,3. e. Panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon dikali 3,7. f. Panjang femur dikali 4. g. Panjang humerus dikali 6. Dan bila pegukuran dilakukan pada tulang – tulang saja, pada angka di atas harus ditambah 2 – 4 cm, yaitu sebagai tambahan dari adanya jarak sambungan sendi. Trotter dan Glesser’s 1952, 1958 berhasil menemukan formula yang lebih dapat dipercaya untuk penentuan perkiraan tinggi badan seseorang, bagi pria dan wanita kulit putih dan Negro. 12 Berdasarkan penelitian Trotter dan Glesser’s 1952, 1958 yang ditemukan pada 855 mayat ada pengurangan panjang tinggi badan sekitar 1,2 cm untuk setiap 2 dekade pada usia di atas 30 tahun, pengurangan tinggi badan yang setara dengan 0,6 mm pertahun setelah dekade ke – 4. Dan pada tahun 1882, menurut M. Alphonse Bertillon, seorang dokter berkebangsaan Prancis yang memperkenalkan Bertillon system yaitu cara pengukuran bagian tubuh dalam usaha mengidentifikasi para penjahat. Mengatakan bahwa penilaian pengukuran tulang dalam penentuan tinggi badan manusia ini hanya dapat digunakan pada orang dewasa, karena didasarkan pada prinsip bahwa usia setelah dua puluh satu tahun ukuran – ukuran tubuh manusia tidak berbeda proses pertumbuhan tulang sudah maksimal. 3 17 Universitas Sumatera Utara Gambar 4. Pengukuran tinggi badan. Dikutip dari Stature Estimation Based on Hand Lenght and Foot Lenght. Journal clinical anatomy 18: 589- 596 2005 2.4. Beberapa Formula Yang Sering Digunakan : 1. Formula Karl Pearson´s 1899 Tabel 1a. Untuk Tulang yang segar pada Laki – laki 3 Femur = Panjang cm – 7 cm x 1.880 + 81,231 cm Tibia = Panjang cm – 5 cm x 2.376 + 78,807 cm Humerus = Panjang cm – 5 cm x 2,894 + 70,714 cm Radius = Panjang cm – 3 cm x 3,271 + 86,465 cm Tabel 1b. Untuk Tulang yang segar pada Wanita Femur = Panjang cm x 1,945 + 73,163 cm Tibia = Panjang cm x 2,352 + 75,369 cm Humerus = Panjang cm x 2,754 + 72,046 cm Radius = Panjang cm x 3,343 + 82,169 cm Universitas Sumatera Utara Tabel 1c. Untuk Tulang yang lama pada Pria Femur = Panjang cm x 1,880 + 81,306 cm Tibia = Panjang cm x 2,376 + 78,664 cm Humerus = Panjang cm x 2,894 + 70,641 cm Radius = Panjang cm x 2,271 + 89,925 cm Tabel 1d. Untuk Tulang yang lama pada Wanita Femur = Panjang cm x 1,945 + 72,884 cm Tibia = Panjang cm x 2,352 + 74,774 cm Humerus = Panjang cm x 2,754 + 71,475 cm Radius = Panjang cm x 3,343 + 81,224 cm 2. Formula Stevenson 8 Tabel 2. Formula Stevenson TB = 61,7207 + 2,4378 x F ± 2,1756 TB = 81,5115 + 2,8131 x H ± 2,8903 TB = 59,2256 + 3,0263 x T ± 1,8916 TB = 80,0276 + 3,7384 x R ± 2,6791 3. Fomula Trotter dan Glesser’s 1952, 1958 Tabel 3. Formula Trotter dan Glesser’s 3 TB = 70,73 + 1,22 F + T ± 3,24 Keterangan : TB = tinggi badan dalam sentimeter T = Tibia tulang kering F = Femur tulang paha R = Radius tulang hasta. H = Humerus tulang lengan atas Universitas Sumatera Utara 4. Formula Antropologi Ragawi UGM Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, menggunakan rumus yang dibuat oleh beberapa ahli. Tabel 6. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa Jawa Tinggi badan = 897 + 1,74 y femur kanan Tinggi badan = 822 + 1,90 y femur kiri Tinggi badan = 879 + 2,12 y tibia kanan Tinggi badan = 847 + 2,22 y tibia kiri Tinggi badan = 867 + 2,19 y fibula kanan Tinggi badan = 883 + 2,14 y fibula kiri Tinggi badan = 847 + 2,60 y humerus kanan Tinggi badan = 805 + 2,74 y humerus kiri Tinggi badan = 842 + 3,45 y radius kanan Tinggi badan = 862 + 3,40 y radus kiri Tinggi badan = 819 + 3,15 y ulna kanan Tinggi badan = 847 + 3,06 y ulna kiri Catatan : Semua ukuran dalam satuan mm. 5. Formula Djaja Surya Atmadja Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia : 4 Tabel 7a. Rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia Pria TB = 72,9912 + 1,7227 tib + 0,7545 fib ± 4,2961 cm TB = 75,9800 + 2,3922 tib ± 4,3572 cm TB = 80,8078 + 2,2788 fib ± 4,6186 cm Tabel 7b. Rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia Wanita TB = 71,2617 + 1,3346 tib + 1,0459 fib ± 4,8684 cm TB = 77,4717 + 2,1869 tib ± 4,9526 cm TB = 76, 2772 + 2,2522 fib ± 5,0226 cm Universitas Sumatera Utara Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 mm dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tinggi badan perlu diperhatikan. 6. Menurut hasil penelitian Ahmad Yudianto tahun 2006, Berdasarkan uji statisitik dengan Analisys of tabel ANOVA satu jalur 5 anova tunggal anova satu arahone way anova pada SPSS 11.05 hubungan regresi antara tinggi badan dan panjang sternum adalah : TB = 136,488 + 1,542 X SE = 8,04913 ; r = 0,525 . 2.5. Anatomi Tulang Sternum Atau Tulang Dada Os sternum merupakan tulang pipih yang terdapat pada bagian tengah dinding depan tórax. Sternum terdiri dari tiga bagian, berturut turut dan atas ke bawah yaitu manubrium sterni, corpus sterni dan processus xiphoideus. Corpus sterni mempunyai substantia compacta yang relatif tipis sehingga sering dipilih untuk tempat pengambilan susum tulang. Manubrium sterni merupakan bagian yang paling tebal dan lebar dengan permukaan atas cekung yang disebut incisura jugularis. Incisura ini mudah diraba dari luar dan letaknya setinggi vertebra thoracicae kedua dan ketiga. Pada tiap bagian lateral dari incisura jugularis terdapat incisura clavicularis yang bersendian dengan bagian medial clavicula, membentuk articulatio sternoclavicularis. Costa pertama melekat pada bagian lateral manubrium sterni, sedangkan costa II melekat pada sisi lateral pada daerah peralihan antara manubrium sterni dengan corpus sterni yang membentuk articulatio manubriocostalis. Persendian bagian bawah manubrium sterni dan bagian atas corpus sterni menyebabkan terbentuknya angulus sterni yang merupakan tanda yang penting dalam menentukan atau menghitung costa. Letaknya setinggi vertebra thoracicae keempat dan kelima atau costa kedua. Universitas Sumatera Utara Corpus sterni lebih panjang dan lebih tipis dibandingkan dengan manibrium sterni dan merupakan persatuan dari empat buah sternebrae dengan garis persatuan yang kadang – kadang dapat dilihat pada permukaan depan. Permukaan posterior agak cekung dan lebih licin. Pada kedua sisi corpus sterni melekat costae ketiga sampai ketujuh kiri dan kanan. Kadang – kadang ditemukan foramen sternalis, suatu lubang pada bagian tengah corpus sterni yang merupakan kelainan karena gangguan osifikasi. Corpus sterni pada perempuan lebih pendek dari pada laki-laki dan pada umumnya panjang corpus sterni kurang dari dua kali panjang manibrium sterni. Corpus sterni sensitif terhadap rangsangan sehingga tekanan yang cukup kuat dengan buku jari dapat membangunkan penderita yang kesadarannya menurun. Processus xiphoideus merupakan bagian yang kecil, tipis dan bentuk bervariasi pada bagian bawah sternum. Ujungnya berbentuk tajam, tumpul, atau terbelah, dan kadang-kadang berlubang. Articulatio Xiphisternalis terdapat pada puncak angulus infrasternalis dan terletak setinggi vertebra thoracicae kesembilan dan sepuluh. Pada sebahagian orang, corpus sterni menonjol ke belakang dan bawah sehingga dapat menekan jantung. Keadaan ini disebut pectus excavatum. Thorax yang lebih datar dengan sternum menonjol kedepan dikenal sebagai pectus carinatum. .18 Universitas Sumatera Utara Gambar 5. Persendian tulang dada dengan tulang calavikula dan costae kiri dan kanan Dikutip dari: Wibowo. SD, Paryana. W. Thorax, Bag. IV, dalam : Anatomi Tubuh Manusia, Ed. Ist, Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta; 2009, Hal. 182-206. Gambar 6. Tulang dada sternum Dikutip dari: Wibowo. SD, Paryana. W. Thorax, Bag. IV, dalam : Anatomi Tubuh Manusia, Ed. Ist, Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta; 2009, Hal. 182-206. Universitas Sumatera Utara Tulang dada os sternum merupakan tulang berbentuk datar flat bone yang terletak dibagian ventral tórax. Dalam perkembangan embriologi, sternum timbul berasal dari sepasang tulang rawan yang menjadi satu secara convergen ke ventral midline ventral body arah craniocaudal. Tulang dada secara anatomi terdiri dari 3 bagian: manubrium, body corpus dan xiphoid processus. Pada usia muda, sternum menjadi 6 segmen: - Segmen ke 1 : merupakan bagian yang akan membentuk manubrium. - Segmen ke 2 – 5 : bergabung membentuk corpus body. - Segmen ke 6 : merupakan ujung sternum. Proses penyatuan epiphyseal epiphyseal unión secara komplet pada tulang dada usia 23 – 28 tahun. 2.6. Titik Anatomis Panjang Tulang Sternum 5 Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau dikenal dengan “Epifise Line” akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang, penutupan dari garis epifise line tersebut rata-rata sampai dengan umur 21 tahun. Sedangkan proses penyatuan epifiseal epifiseal union secara komplek pada tulang dada usia 23 – 28 tahun. Hal inilah yang menjadi dasar peneliti menetapkan titik anatomis tulang sternum yaitu dari tulang hulu manubrium Incisura jugularis jugular notch, tepat di garis tengah tubuh mid sternalis sampai tulang taju pedang processus xiphoideus. 5 Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN