Interferensi Bahasa Angkola Mandailing terhadap Tuturan Bahasa Indonesia di Kota Padangsidimpuan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau
lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan
perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya kontak bahasa dengan
unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh masyarakat tutur bilingual.
Masyarakat

tutur

di

Indonesia

pada

umumnya

memiliki


keterampilan

menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
bahasa daerah sebagai bahasa ibu.
Bilingualisme

dalam

pandangan

sosiolinguistik,

diartikan sebagai

penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang
lain secara bergantian. Akibat kemampuan penutur menggunakan dua bahasa,
proses saling mempengaruhi antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain sulit
untuk dihindari, baik pengunaan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah,
sehingga menimbulkan terjadinya interferensi bahasa. Lebih lanjut Alwi (2014:8)

mengatakan bahwa interferensi adalah sebuah penyimpangan, berupa penyusupan
unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang berbeda. Interferensi dianggap
sebagai kekeliruan dalam berbahasa karena dapat mengganggu keefektifan
penyampaian informasi.
Menurut Weinrich interferensi terjadi pada bidang fonologi, gramatikal
(sintaksis dan morfologi), dan leksikal (Weinreich, 1979:2). Masing-masing jenis
interferensi memiliki fokus pada tataran tertentu, seperti interferensi fonologi pada

1
Universitas Sumatera Utara

tataran bunyi, gramatikal pada tataran sintaksis (struktur tata bahasa) dan
morfologi (afiksasi, reduplikasi) serta interferensi leksikal pada tataran leksikon.
Beberapa penelitian mengenai interferensi ini telah dilakukan dalam
berbagai bahasa. Penelitian- penelitian tersebut dilakukan oleh Pujiono mengenai
interferensi Bahasa Indonesia terhadap Jepang, Sinambela dan Marice membahas
interferensi yang terjadi dalam bahasa Batak Toba, Rochwati mengkaji
interferensi yang terjadi dalam bahasa Jawa, Anni Rahimah dkk, mengkaji
interferensi bahasa Angkola Mandailing (selanjutnya disebut BAM).
Beberapa contoh penelitian di atas menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia

rentan mengalami interferensi dari bahasa daerah. Terjadinya interferensi pada
masyarakat Indonesia sering terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaankebiasaan ujaran bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan
penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai
interferensi BAM terhadap Bahasa Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya ialah penelitian sebelumnya membatasi kajian penelitian
hanya dalam bidang gramtikal saja, atau hanya dalam bidang leksikal saja
sedangkan penelitian ini tidak membatasi hanya pada kajian tertentu. Penelitian
ini berangkat dari dari fenomena interferensi yang ada di lapangan kemudian, dari
data yang ditemukan akan dilihat bentuk-bentuk interferensi apa saja yang terjadi
di Kota Padangsidimpuan dengan data lisan berupa tuturan sehari-hari yang ada di
masyarakat. Peneliti berusaha mengungkapkan bentuk-bentuk interferensi yang
terjadi pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan dan faktor-faktor terjadinya
interferensi.

2
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, di Kota Padangsidimpuan
dijumpai beraneka ragam suku dan etnis antara lain Batak Toba, Batak Karo,
Jawa, Minangkabau, Nias, dan etnis Cina, tetapi suku asli yang menempati Kota

Padangsidimpuan adalah suku BAM. Tiap-tiap suku bangsa tersebut mempunyai
kebudayaan dan bahasa daerah yang berbeda-beda, dengan demikian bahasa yang
digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari adalah Bahasa Indonesia yang
merupakan bahasa nasional.
Masyarakat Kota Padangsidimpuan termasuk masyarakat bilingual karena
menguasai dua bahasa yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia digunakan di kantor, di pasar, di sekolah, di tempat-tempat umum, dan
sering juga dipakai di lingkungan rumah atau pada ranah keluarga, sedangkan
bahasa daerah digunakan bila berkomunikasi dengan orang yang berasal dari satu
sukunya. Bahasa daerah yang paling sering digunakan di Kota ini adalah BAM,
selain karena penduduk asli adalah suku Angkola Mandailing, suku Angkola
Mandailing juga mendominasi Kota Padangsidimpuan.
BAM memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri dibandingkan dengan
bahasa Batak lainnya misalnya dengan bahasa Batak Toba. Bahasa Batak Toba
dan BAM memiliki hubungan yang dekat dari segi wilayah dan memiliki
kemiripan dari segi kebahasaan, tetapi kedua bahasa tetap memiliki karakter dan
ciri khas masing-masing.
Salah satunya adalah karakter dan tempramen penutur keduanya berbeda,
penutur BAM dikenal sebagai orang yang lembut dan berbicara dengan intonasi
yang berirama (berlagu) sementara penutur bahasa Batak Toba cenderung berterus

terang dan intonasi keras. Karakter dan temperamen dari penutur suku batak ini

3
Universitas Sumatera Utara

telah mempengaruhi penggunaan dan sikap mereka terhadap penggunaan bahasa
mereka. Perbedaan lainnya, dari cara bicara orang Batak Toba dikenal berbicara
apa adanya, sementara orang BAM cenderung menyembunyikan suatu makna di
balik ucapannya yang halus. (Rosmawati, 2013 : 193).
Salah satu karakter penutur BAM yang lembut dan cenderung
menyembunyikan suatu makna dibalik kalimat yang diucapakan, dapat terlihat
dari banyaknya partikel yang digunakan pada BAM. Partikel dalam BAM
berfungsi untuk memberikan makna yang lebih halus dan nilai rasa terhadap
kalimat. Partikel BAM memiliki fungsi yang bermacam-macam, sesuai dengan
„kesan‟ apa yang ingin penutur ungkapkan kepada lawan bicaranya.

Misalnya:

Tutup ma kele pintu i! („Tutuplah pintu itu!‟). Kalimat ini merupakan kalimat
perintah, partikel kele memberikan nilai rasa atau kesan yang lembut pada kalimat

perintah tersebut. Partikel kele pada kalimat berfungsi memberikan makna
bujukan, permohonan atau meminta secara halus. Partikel ini hanya terdapat
dalam BAM, hal inilah yang membuat BAM menjadi khas dan memiliki karakter
tersendiri yang berbeda dengan bahasa lain.
Kebiasaan dan karakter penutur BAM yang lembut, mengakibatkan
partikel tersebut dipindahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan tujuan agar
„kesan‟ atau makna dibalik tuturan tersebut dapat tersampaikan dengan tepat pada
lawan bicaranya.

Hal ini menyebabkan terjadinya interferensi BAM dalam

tuturan bahasa Indonesia, Berikut contoh interferensi BAM terhadap bahasa
Indonesia dalam penggunaan partikel. Contoh:
(1) Makanlah dabo kue itu!
part
„Makanlah kue itu!‟

4
Universitas Sumatera Utara


Partikel “dabo” ini digunakan pada kalimat perintah bahasa Indonesia
yang berfungsi sebagai penghalus kalimat sesuai dengan sistem tata BAM yang
menyatakan maksud mempengaruhi lawan bicara agar mengikuti permintaan
penutur. Interferensi ini termasuk ke dalam interferensi sintaksis karena
berhubungan dengan sistem tata bahasa. Partikel di atas sering dijumpai pada
tuturan BI di Kota Padangsidimpuan karena tidak memiliki padanan dalam
Bahasa Indonesia sehingga partikel ini digunakan dalam tuturan BI untuk
memperhalus dan agar pesan yang disampaikan itu tepat maknanya.
Interferensi BAM sebagai bahasa daerah ditemukan dalam tuturan BI
terjadi karena adanya pengabaian kaidah kedua bahasa, terutama pada dua bahasa
yang secara sekilas terlihat serupa dan kebiasaan-kebiasaan penutur, sehingga
menjadi sulit membedakan BAM dan bahasa Indonesia. Berikut juga ditemukan
interferensi dalam bentuk leksikal yang terjadi di Kota Padangsidimpuan yaitu
leksikal BAM yang digunakan pada tuturan bahasa IndonesiaI misalnya:
(2) Ambilkan dulu sakkalan itu!
Kata sakkalan pada contoh (2) merujuk pada benda yang digunakan untuk
mengiris bawang atau cabai, padanan kata dalam bahasa Indonesia adalah talenan.
Masyarakat Kota Padangsidimpuan lebih sering menggunakan kata sakkalan yang
terinterferensi dari leksikal BAM.
Fenomena interferensi di atas merupakan fenomena yang menarik dan

penting untuk diteliti. Penelitian interferensi ini dilakukan untuk melihat bentukbentuk interferensi apa saja yang mempengaruhi bahasa Indonesia dan apa faktorfaktor yang menyebabkannya. Hal ini penting dilakukan karena, meskipun jumlah
penutur dan penggunaan bahasa Indonesia di Kota Padangsidimpuan semakin

5
Universitas Sumatera Utara

banyak, tetapi kompetensi berbahasa Indonesia yang baik dan benar belum merata
dimiliki oleh masyarakat Kota Padangsidimpuan sehingga interferensi bahasa
daerah terhadap BI tidak terhindarkan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk interferensi BAM terhadap tuturan bahasa
Indonesia di Kota Padangsidimpuan?
2. Apa faktor yang menyebabkan interferensi BAM terjadi pada tuturan
bahasa Indonesia di Kota Padangsidimpuan?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi BAM terhadap tuturan bahasa
Indonesia di Kota Padangsidimpuan.
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interferensi
bahasa Indonesia di Kota Padangsidimpuan.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak,
yaitu:
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Secara teoretis hasil peneitian ini dapat digunakan sebagai studi
perbandingan, seberapa jauh pengaruh BAM di Kota Padangsidimpuan
terhadap penggunaan bahasa Indonesia.
2. Bagi ilmu linguistik, kajian ini bermanfaat untuk memperkaya kajian
kebahasaan di Indonesia sementara bagi ilmu Sosiolinguistik, kajian ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan tentang interferensi.

6
Universitas Sumatera Utara

1.4.2

Manfaat Praktis

1. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi dan bahan
pembanding bagi para peneliti yang tertarik meneliti tentang interferensi.

2. Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam
pembinaan penggunaan bahasa baku dan tidak baku pada masyarakat Kota
Padangsidimpuan. Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan BI dalam
kehidupan sehari-hari tidak dapat terhindarkan dari pengaruh bahasa daerah
termasuk BAM.

7
Universitas Sumatera Utara