Interferensi Bahasa Angkola Mandailing terhadap Tuturan Bahasa Indonesia di Kota Padangsidimpuan Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Padangsidimpuan, Provinsi Sumatera
Utara. Penggunaan bahasa Indonesia di daerah ini sangat khas dengan perpaduan
budaya setempat.

Secara geografis, Kota Padangsidimpuan dikelilingi oleh

Kabupaten Tapanuli Selatan yang dulunya merupakan kabupaten induknya. Kota
ini berbatasan dengan Tapanuli Utara yang sekaligus merupakan persimpangan
jalur darat untuk menuju kota Medan, Sibolga, dan Padang (Sumatera Barat)
melalui jalur lintas barat Sumatera. Topografi wilayahnya yang berupa lembah
yang dikelilingi oleh Bukit Barisan Padangsidimpuan juga terdapat banyak sungai
yang melintasi kota ini, antara lain sungai Batang Ayumi, Aek Sangkumpal
Bonang (yang sekarang menjadi nama pusat perbelanjaan di tengah kota ini), Aek
Rukkare yang bergabung dengan Aek Sibontar, dan Aek Batangbahal.


Gambar 3.1 Peta Kota Padangsidimpuan
Sumber : http://www.google.com//padangsisimpua.peta.

42
Universitas Sumatera Utara

3.2 Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kalimat BI yang
terinterferensi BAM di Kota Padangsidimpuan. Sumber data dalam penelitian ini
adalah berupa tuturan lisan yang diperoleh dari percakapan yang terjadi di
lingkungan masyarakat Kota Padangsdidimpuan dari berbagai ranah (ranah pasar,
ranah keluarga, ranah lingkungan sosial masyarakat, dsb). Informan dalam
penelitian ini tidak terbatas, karena pengumpulan data ini dilakukan terhadap
penutur BI di Kota Padangsidimpuan yang melakukan percakapan sehari-hari.
Untuk menemukan faktor interferensi pada permasalahan (2), akan
dilakukan pembagian kuisioner dan wawancara terhadap tiga orang informan
perempuan. Informan perempuan dipilih karena peneliti melihat bahwa
perempuan cenderung lebih banyak menggunakan tuturan lisan dibandingakan
dengan laki-laki. Informan diwawancara untuk menemukan faktor terjadinya
interferensi sekaligus menguji data yang peneliti temukan di lapangan. Tiga orang

informan tersebut ditetapkan memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Berjenis kelamin wanita.
2. Berusia antara 17-55 tahun.
3. Lahir, tinggal, dan dibesarkan di Kota Padangsidimpuan serta jarang atau
tidak pernah meninggalkan Kota Padangsidimpuan.
4. Menguasai dua yaitu BAM dan BI.
5.

Sehat jasmani dan rohani (Mahsun, 2011:141)

43
Universitas Sumatera Utara

3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran fenomenafenomena kebahasaan yang ditemui dalam BI di Kota Padangsidimpuan. Untuk
itu, diterapkan metode deskriptif kualitatif. Metode ini bertujuan untuk
menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai fenomena
realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan
berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat,
model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu

(Bungin, 2011:68-69).
Terdapat tiga jenis metode yang digunakan dalam menggambarkan
interferensi BAM terhadap BI secara menyeluruh. Ketiga metode tersebut adalah:
(1) metode dan teknik pengumpulan data, (2) metode dan teknik analisis data, dan
(3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data.
3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode simak dan metode cakap sebagaimana dikemukakan oleh Sudaryanto
(2015: 203-208).
Metode simak digunakan untuk memperoeh data yang peneliti butuhkan
dengan menggunakan teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik
catat (Sudaryanto, 2015: 203). Pada teknik (dasar) sadap peneliti melakukan
penyimakan yang diwujudkan dengan penyadapan agar didapat data yang natural
dan yang sebenarnya dengan melakukan perekaman secara tersembunyi. Teknik
ini didukung dengan teknik (lanjutan) simak bebas libat cakap.

44
Universitas Sumatera Utara

Pada teknik simak bebas libat cakap ini, peneliti hanya menyimak dan

memperhatikan apa yang dikatakan oleh penutur dalam percakapan, tanpa ikut
serta dalam proses percakapan orang-orang yang saling beriteraksi tersebut.
Informan dalam penelitian ini tidak terbatas, karena pengumpulan data ini
dilakukan terhadap penutur BI di Kota Padangsidimpuan yang melakukan
percakapan sehari-hari. Misalnya, percakapan sehari-hari pada ranah pasar dalam
situasi jual beli, pada ranah lingkungan masyarakat dalam situasi arisan, rapat,
percakapan antar tetangga, percakapan dalam pergaulan di masyarakat, dan pada
ranah keluarga dalam situasi perkumpulan keluarga, dan percakapan antar anggota
keluarga. Teknik ini didukung oleh teknik catat, yang dilakukan apabila
ditemukan tuturan yang mengandung data.
Metode selanjutnya yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah
metode cakap dengan teknik (dasar) pancing didukung teknik (lanjutan) cakap
semuka, teknik cakap tansemuka, teknik rekam, dan teknik catat. (Sudaryanto,
2015: 208).
Teknik cakap semuka dilakukan melalui wawancara dengan informan
pada waktu yang telah ditentukan. Metode ini digunakan untuk menemukan
faktor-faktor terjadinya interferensi dengan cara, peneliti melakukan percakapan
secara lansung dan memancing informan untuk memunculkan data yang
diinginkan. Peneliti mengarahkan pada topik yang membahas tentang bagaimana
penggunaan bahasa informan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu peneliti juga

mengarahkan pertanyaan yang berhubungan dengan data yang peneliti temukan,
untuk mengungkap makna yang terkandung dalam kalimat yang telah
terinterferensi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang diharapakan sambil

45
Universitas Sumatera Utara

merekam dialog tersebut. Disamping perekaman dapat pula dilakukan pencatatan
pada kartu data jika data muncul, yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi.
Sementara itu, teknik cakap tan semuka dilakukan untuk mengumpulkan
data dengan menyediakan kuisioner yang mengandung pertanyaan tentang
penggunaan bahasa penutur dalam kehidupan sehari-hari, yang peneliti bagikan
kepada informan. Melalui daftar tanyaan yang peneliti berikan diharapkan dapat
menunjukkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya interferensi di
Kota Padangsidimpuan.
3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Miles dan Hubermen (1984) menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis
meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta
penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing / verification). Langkah
pertama setelah memperoleh data dari lapangan adalah mereduksi data, dengan

cara memilah-milah data dan menghilangkan data yang tidak berhubungan dengan
interferensi,

kemudian

dilanjutkan

dengan

mengelompokkan

data

yang

terinterferensi BAM. Penyajian data adalah hasil dari penelitian yang dilakukan
sehingga menemukan suatu kesimpulan.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk
mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi dan faktor terjadinya interferensi

BAM dalam tuturan BI yang ada di Kota Padangsidimpuan.
Pada penelitian ini, data dianalisis menggunakan metode padan dengan
teknik baca markah dan teknik traslasional dengan teknik lanjutan teknik hubung
banding menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB).

46
Universitas Sumatera Utara

Metode padan digunakan untuk menganalisis interferensi BAM terhadap tuturan
BI, sedangkan untuk menemukan faktor terjadinya interferensi diklasifikasikan
berdasarkan faktor interefensi yang dikemukan oleh Weinrich.
Untuk menganalisis masalah (1) yaitu interferensi BAM terhadap tuturan
BI digunakan metode padan. Metode padan adalah metode analisis data yang alat
penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue)
yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015: 15). Alat penentu yang dimaksud adalah
kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referen bahasa yang berasal dari luar
bahasa yang digunakan dapat berupa hubungan sosial, budaya, konteks terjadinya
peristiwa, dan sebagainya. Metode padan berguna untuk mengidentifikasi
interferensi BAM yang terjadi dalam tuturan BI dengan teknik (dasar) pilah unsur
penentu (PUP), alatnya ialah daya pilah bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti

(Sudaryanto, 2014:27).
Setelah menentukan bentuk interferensi maka dilanjutkan dengan analisis
menggunakan teknik baca markah. Teknik baca markah adalah teknik yang
digunakan untuk dapat menemukan kejatian satuan lingual melalui pemarkah
yang dimiliki. Pemarkahan menunjukkan kejatian satuan lingual atau identitas
konstituen tertentu. Kemampuan membaca peranan pemarkah itu berarti
kemampuan menentukan kejatian yang dimaksud (Sudaryanto, 2015: 129).
Pemarkah di sini adalah penanda atau alat seperti imbuhan, kata penghubung, kata
depan, artikel dan partikel yang menyatakan ciri ketatabahasaan atau fungsi kata
atau konstruksi (Kridalaksana, 2007: 161). Teknik ini dilakukan dengan melihat
pemarkah dalam suatu satuan lingual. Pemarkah itu sebagai tanda pengenal satuan
lingual yang diamati. Tenik ini didukung dengan teknik hubung banding

47
Universitas Sumatera Utara

menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Berikut
ini adalah contoh penerapan teknik baca markah.
(7)


Si Andro sama si Yola marsiejekan nama bapaknya.
ber V an
„Andro dan Yola saling bergejekan nama bapaknya masing-masing‟
Dari data di atas, terlihat kata marsiejekan merupakan bentuk interferensi

BAM. Bentuk marsiejekan dipilah menjadi dua unsur yaitu, ejek dan marsi-/-an.
Konfiks marsi-/-an dalam BAM dilekatkan pada kata ejek yang merupakan
leksikal BI, sehingga jika diamati bentuk marsiejekan pada kalimat di atas
menunjukkan bahwa pemarkah marsi-/-an sebagai pemarkah yang berkaitan
dengan resiprokal. Teknik baca markah sangat penting untuk mengetahui kejatian
makna leksikal „ejek‟ yang diacu oleh konfiks marsi-/-an yang memarkahi makna
„saling‟ (resiprokal), sehingga marsiejekan dapat dimaknai sebagai „saling ejek‟.
Bentuk ini merupakan interferensi morfologi konfiks marsi-/-an pada kata
„marsiejekan‟ yang menyatakan makna „saling mengejek‟ pada tuturan BI.
Teknik lain yang digunakan ialah dengan teknik traslasional. Metode
padan dengan teknik translasional adalah metode analisis bahasa dengan
menggunakan alat penentu bahasa atau lingual lain lewat penerjemahan.
Penerapan metode ini mampu menerjemahkan makna satuan lingual yang di
sahkan keberadaannya, artinya makna (lingual) yang berbeda dengan informasi
(ekstra lingual) dapat diakui identitasnya sebagai makna karena ada pengesahan

lewat penerjemahan. Tenik ini didukung dengan teknik hubung banding
menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB).
(Surdaryanto, 2015: 137-138). Berikut ini adalah contoh penerapan teknik
traslasional.

48
Universitas Sumatera Utara

(8)

Perginya bapak ke pesta itu.
part
„Ayah pergi ke pesta itu‟
Dari data di atas terlihat bahwa partikel do dalam BAM diterjemahkan

menjadi nya dalam BI. Bentuk do dari segi lingual dalam BAM berbeda dengan
bentuk nya dalam BI. Partikel do berfungsi sebagai penegas kata yang berada di
depannya, sementara klitik –nya memarkahi ketermilikan, tetapi karena terjadi
interferensi BAM terhadap tuturan BI sehingga nya di terjemahkan sama
maknanya dengan do. Fungsi -nya dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan

telah berubah dan mengikuti sistem BAM yaitu sebagai penegasan unsur tertentu
sehingga dalam tuturan kata nya telah sama fungsinya dengan partikel do yaitu
sebagai pemarkah topik.
Contoh lain penggunaan teknik traslasional yang digunakan pada analisis
interferensi leksikal BAM terhadap tuturan BI adalah sebagai berikut:
(9)

Balanga „wajan‟
Pake balanga kalau mau menggoreng.
wajan
„Kalau menggoreng pakai wajan‟
Dari data (9) ditemukan data berbentuk nomina balanga yang

diterjemahkan dengan kata „wajan‟ dalam BI. Kata balanga terinterferensi dari
BAM. Seharusnya leksikal balanga tidak perlu digunakan karena dalam BI ada
padanannya yaitu wajan. Kata wajan jarang digunakan karena jarang digunakan
sehingga penutur pemindahkan leksikal balanga BAM ke dalam tuturan BI yang
merupakan terjemahan dari wajan.

49
Universitas Sumatera Utara

3.3.3

Metode Teknik Penyajian Hasil Analisis
Penyajian hasil analisis data ini dirangkum dalam dua metode, yakni

metode formal dan metode informal. Metode informal berarti metode penyajian
hasil data yang disajikan dalam bentuk paparan menggunakan kata-kata biasa
(verbal).
Metode formal adalah metode penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan tanda, lambang-lambang tertentu, seperti tanda panah, tanda
bintang, tanda kurung kurawal, lambang huruf sebagai singkatan, dan atau bentukbentuk diagram yang dikenal dalam linguistik (Sudaryanto, 1993:241). Dengan
menggunakan dua metode penyajian hasil analisis data tersebut diharapkan hasil
penelitian yang disajikan dapat dipahami dengan lebih mudah oleh pembaca.

50
Universitas Sumatera Utara

3.4 Kerangka Berfikir Peneliti
Masalah 1
Interferensi BAM terhadap BI di Kota Padangsidimpuan

Teknik Pengumpulan Data

Data

Metode Simak
(Teknik)

(dasar) Sadap

Reduction

Bebas Libat Cakap

Catat

Data

Teknik Analisis Data
(Metode Padan)

Baca Markah

Traslational

Data Display

Teknik

HBS

HBB

Conclusion drawing

51
Universitas Sumatera Utara

Masalah 2
Faktor Interferensi BAM terhadap BI di Kota Padangsidimpuan

Teknik Pengumpulan Data

Reduction Data

Metode Cakap

Teknik

(dasar) pancing

cakap semuka

cakap tan semuka

rekam

Data
Data Display
Analisis Deskriptif
Conclusion Drawing

Gambar 3.5 Kerangka Berfikir Peneliti

52
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
INTERFERENSI BAHASA ANGKOLA MANDAILING DALAM
TUTURAN BAHASA INDONESIA

4.1 Bentuk-Bentuk Interferensi BAM terhadap Tuturan Bahasa Indonesia
Pada bab 4 ini dideskripsikan interferensi yang terjadi dalam sistem BI
pada bidang Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Leksikal serta faktor-faktor yang
menyebabkannya di Kota Padangsidimpuan. Bab ini sekaligus sebagai jawaban
terhadap masalah dalam penelitian ini.
Masyarakat penutur bahasa di Kota Padangsidimpuan menguasai lebih
dari satu bahasa yaitu BAM dan BI. Penguasaan dua bahasa atau lebih ini
berdampak pada

penggunaannya secara bergantian dan akhirnya berdampak

terjadinya bentuk interferensi dalam tuturan BI yang selalu digunakan di daerah
itu. Dari data yang ditemukan, unsur-unsur BAM di Kota Padangsidimpuan yang
masuk ke dalam bahasa BI meliputi aspek fonologi, gramatikal dan leksikal. Hal
ini menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan terhadap kaidah BI.
Berikut adalah pemaparannya.
4.1.1 Interferensi Fonologi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa interferensi bunyi terjadi
bilamana seseorang dwibahasawan mengartikan dan menghasilkan kembali bunyi
sistem bahasa kedua pada bunyi sistem bahasa pertama. Dengan kata lain,
interferensi bunyi terjadi apabila seorang dwibahasawan memperlakukan –
mengidentifikasi dan memproduksi – bunyi bahasa yang satu seperti ketika ia
memperlakukan bunyi bahasa lainnya (Weinreich 1979:14).

53
Universitas Sumatera Utara

Interferensi fonologi terjadi apabila lafal bahasa yang digunakan dalam
suatu

bahasa

menyerap

fonem

dan

lafal

dari

bahasa

lain.

Verhaar

mengelompokkan jenis kedua bunyi tersebut menjadi bunyi segmental dan
suprasegmental (Verhaar, 1996:55). Interferensi fonologi dalam penelitian ini
meliputi interferensi suprasegmental yaitu bunyi pengucapan/intonasi BI
dipengaruhi oleh bunyi BAM dan interferensi segmental meliputi asimilasi,
penambahan fonem, perubahan fonem, dan penghilangan fonem yang dipengaruhi
oleh BAM. Berikut adalah pemaparannya.
A. Interferensi Suprasegmental
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bunyi suprasegmental adalah
sesuatu yang menyertai fonem tersebut yang itu dapat berupa tekanan suara,
panjang-pendek suara, dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu.
Semua yang tercakup ke dalam istilah suprasegmenal itu tidak dapat dipisahkan
dari suatu fonem. Verhaar (1996:55) mengatakan unsur suprasegmental terdiri
atas intonsi, nada, dan tekanan (aksen).
Interferensi suprasegmental yang terjadi pada tuturan bahasa Indonesia di
Kota Padangsidimpuan hanya ditemukan intonasi saja yang dipengaruhi oleh
intonasi BAM. Intonasi adalah perubahan tinggi-rendahnya nada pada kalimat.
Intonasi merupakan salah satu unsur suprasegmental dalam fonologi yang dimiliki
oleh setiap bahasa yang yang digunakan ketika bertutur.
Di Indonesia setiap bahasa daerah memiliki intonasinya masing-masing
dan menjadi ciri khas bahasa daerah tersebut, sehingga orang yang mendengar
akan mengetahui daerah asalnya hanya dengan mendengar intonasi kalimat tanpa
mengerti bahasa yang diucapkannya, hal ini secara umum sering disebut sebagai
54
Universitas Sumatera Utara

logat. Di setiap daerah di Indonesia dalam berkomunikasi kebanyakan telah
terinterferensi intonasi bahasa daerah ketika berbahasa Indonesia. Hal ini tidak
dapat dihindari karena pengaruh kebiasaan penutur berbahasa dan berintonsi
bahasa daerah sehingga ketika bertutur dalam BI akan terbawa secara tidak
sengaja yang menyebabkan adanya sebutan lafal Jawa, lafal Sunda, lafal Medan,
dsb. Hal yang sama juga terjadi di Kota Padangsidimpuan.
Tuturan/pengucapan

BI

di

Kota

Padangsidimpuan

menjadi

berintonasi/berirama/berlagu BAM akibat interferensi fonologi BAM. Intonasi
BAM sama dengan tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang telah menjadi ciri
khas dan penutur BAM. Berikut merupakan gambaran intonasi dari data yang
peneliti temukan.
Gambaran intonasi kalimat tanya BAM
(10)
5
4
3
2
1
Na giot tu dia do hamu?
Gambaran intonasi kalimat tanya BI
(10a)
5
4
3
2
1
Kalian mau kemana?
Gambaran intonasi kalimat tanya BI yang terinterferensi BAM

55
Universitas Sumatera Utara

(10b)
5
4
3
2
1
Yang mau kemananya kalian?
Dari gambaran grafik di atas terlihat bahwa perbedaan intonasi BAM pada
data (10) dan intonasi BI pada data (10a). Akibat inteferensi bunyi pengucapan
BAM terhadap tuturan BI di Kota Padangsidimpuan menjadi sama seperti
pengucapan BAM (data 10b). Dari gambar di atas terlihat intonasi BAM
mengalami naik turun yang lebih banyak dibandingkan BI, hal ini disebabkan
karena memang pada dasarnya BAM memiliki lagu bahasanya sendiri yang
membedakan dengan bahasa daerah lain. Intonasi naik turun yang terjadi pada
BAM tersebut menghasilkan bunyi intonasi yang khusus pada BAM dan hal ini
merupakan suatu ciri khas bahasa tersebut. Interferensi yang terjadi pada bahasa
BI di Kota Padangsidimpuan karena penutur yang telah terbiasa menggunakan
BAM terbawa menggunakan intonasi yang sama pada saat bertutur/berbicara
dalam BI.
B. Interferensi Segmental
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bunyi segmental
mengacu pada pengertian bunyi-bunyi yang dapat disegmentasi/dipilah-pilah dan
dapat dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan “Bahasa”, maka nomina yang
dibunyikan tersebut (baca: fonem), dapat dibagi menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa
atau dibagi menjadi lebih kecil lagi sehingga menjadi: b-a-h-a-s-a. Jelas bunyibunyi tersebut menunjukkan adanya fonem. Dengan demikian, sebenarnya bunyi-

56
Universitas Sumatera Utara

bunyi bahasa yang telah diuraikan sebelumnya adalah bunyi segmental. Bunyi
yang termasuk kedalam bunyi segmental ini adalah bunyi vokal, konsonan,
diftong, dsb. Interferensi segmental meliputi asimilasi, penambahan fonem,
perubahan fonem, dan penghilangan fonem. Berikut adalah data yang ditemukan.
a. Asimilasi
Asimilasi adalah proses perubahan bunyi sebagian atau keseluruhan yang
mengakibatkannya identik atau sama dengan bunyi lain di dekatnya. Terdapat 3
jenis asimilasi yaitu progresif (proses perubahan bunyi ke depan menjadi sama
dengan bunyi yang mendahuluimya), regresif (proses perubahan bunyi ke
belakang menjadi sama dengan bunyi yang mendahuluimya), dan resiprokal
(perubahan bunyi pada keduanya), (Sibarani, 1997:5). Berikut adalah data yang
ditemukan.
(11)

[banduŋ]  [badduŋ]
Bapak dinas ke [badduŋ]
[Bandung]
„Ayah dinas ke Bandung.‟
Dari data di atas terlihat pengucapan kata Bandung mengalami interferensi

dari pengucapan BAM yaitu [badduŋ] yang seharusnya dalam BI di ucapkan
dengan [banduŋ]. Asimilasi fonem (n) mempengaruhi pengucapan fonem (d)
selanjutnya ( /n+d//dd/ : /Bandung/  /Baddung/ ) yang diakibatkan oleh
terjadinya interferensi, dengan adanya asimilasi fonem [n] pada bunyi [banduŋ].
menjadi [badduŋ], asimilasi ini termasuk asimilasi regresif.
b. Perubahan fonem
(12)

[naik]  [naзk]
Uda [naek] harga bakso itu.
[naik]
„Harga bakso itu naik‟
57
Universitas Sumatera Utara

Dari data di atas terlihat pengucapan kata naek mengalami interferensi dari
pengucapan BAM yaitu [naзk] yang seharusnya dalam BI di ucapkan dengan
[naik]. Interferensi ini mengakibatkan perubahan bunyi [naik] menjadi [naзk],
fonem /i/ menjadi /з/ ( /i/  /з/ : /naik/  /naзk/ ). Penutur BI di Kota
Padangsidimpuan mengubah pengucapan [naik] menjadi [naзk] ke dalam tuturan
BI. Hal ini dipengaruhi kebiasaan penutur menggunakan BAM.
c. Penghilangan fonem
(13)

Gak ada yang mau mengaku, marsitudu-tuduan mereka.
[tuduh]
„Tidak ada yang mengaku, mereka saling tuduh-menuduh‟
Dari data di atas terlihat pengucapan kata tuduh mengalami interferensi

dari pengucapan BAM yaitu [tudu] yang seharusnya dalam BI di ucapkan dengan
[tuduh]. Penghilangan fonem /h/ pada akhir kata [tuduh] menjadi [tuduh] (/h/  // : /tuduh/  /tudu/). Hal ini dipengaruhi oleh bentuk marsi-/-an yang merupakan
konfiks BAM yang berlanjut pada pengucapan kata tuduh yang diucapkan dengan
pengucapan BAM.
4.1.2 Interferensi Morfologi
Interferensi

bidang

gramatikal

(tata

bahasa)

terjadi

bilamana

dwibahasawan mengidentifikasikan morfem, kelas morfem, atau hubungan
ketatabahasaan pada sistem bahasa kedua (B1) dipindahkan, dimasukkan,
dipadankan dengan morfem, kelas morfem, atau hubungan ketatabahasaan pada
sistem bahasa pertama (B2), dan menggunakannya dalam tuturannya pada bahasa
kedua, serta demikian pula sebaliknya. Berdasarkan data tuturan yang diperoleh
dari

hasil

perekaman

dan

pencacatan

terhadap

penutur

BI

di

Kota

Padangsidimpuan, terdapat beberapa serpihan unsur gramatikal BAM yang masuk

58
Universitas Sumatera Utara

ke dalam BI ketika penutur BI bertutur. Serpihan-serpihan BI tersebut berupa
aspek morfologis dan sintaksis.
Proses pembentukan kata pada aspek morfologis yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah berupa proses pembentukan kata yang menyimpang dari
sistem BI disebabkan masuknya unsur afiks BAM. Interferensi morfologis BAM
yang teridentifikasi terdapat dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan adalah
prefiks par-, mar-, sufiks -an, dan konfiks marsi-/an, na-/-an. Proses
pembentukan kata tersebut dirumuskan dengan Morfem Terikat BAM+ Morfem
Bebas BI.
4.1.2.1. Interferensi prefiks parAfiks

par-

dalam

BAM

digunakan

untuk

menyatakan

makna

„bagian‟,„orang (yang berhubungan dengan)‟ suatu pekerjaan, instansi, golongan,
atau suatu hal yang berhubungan dengan yang dilakukannya dan tidak memiliki
prefiks padanan dalam BI. Pembentukan kata ini pada umumnya dalam sistem
BAM memiliki Morfem Terikat + Morfem Bebas, misalnya: parlopo „orang yang
memiliki warung‟. Kata ini dibentuk dari prefiks BAM {par} + Morfem bebas
{lopo}. Pembentukan kata BI dengan demikian dikatakan sebagai penyimpangan
sebab dalam sistem BI tidak terdapat demikian, tetapi diterapkan dalam tuturan BI
di Kota Padangsidimpuan. Penyimpangan seperti ini dapat dilihat dalam tuturan
berikut:
(14)

Ikutnya

marga Silitonga parBulog sama parPLN.
pref N
pref N
„Marga Silitonga yang bekerja di Bulog dan PLN juga ikut‟

(15)

Panggil dulu parbecak itu.
pref N
„Panggilkan tukang becak itu‟

59
Universitas Sumatera Utara

(16)

Paranggkot ini yang kencangan bawa motor.
pref N
„Tukang angkot sangat kencang membawa mobil‟
Pada contoh di atas mengalami interferensi prefiks par- dalam BAM yang

umumnya menyatakan makna „bagian‟,„orang (yang berhubungan dengan)‟ dan
tidak memiliki prefiks padanan dalam BI. Pada contoh (14) prefiks par- pada kata
parBulog dan parPLN, dibentuk dari prefiks par- + bulog = parbulog dan prefiks
par- + PLN = parPLN, kedua bentuk tersebut merujuk pada bagian dari atau orang
yang bekerja di instansi Bulog dan instansi PLN. Sama halnya dengan contoh (15)
prefiks par- pada kata parbecak dibentuk dari prefiks par- + becak = parbeccak,
merujuk pada bagian atau orang yang berhubungan dengan becak atau singkatnya
pekerjaan sebagai tukang becak. Pada contoh (16) kata parangkot merujuk pada
orang/bagian yang berhubungan angkot atau dengan pekerjaan sebagai supir
angkot, yang dibentuk dari prefiks par- + angkot = parangkot.
Penggunaan prefiks par- ini dinilai penutur lebih efektif dari pada
menggunakan BI, karena jika disebutkan dalam BI akan sangat panjang
penjelasannya. Misalnya pada contoh (14) jika tidak menggunakan prefiks parmaka kalimatnya akan menjadi Ikutnya marga Silitonga yang bekerja di instasi
Bulog sama marga Silitonga yang bekerja di instansi PLN. Hal ini di nilai penutur
kurang efektif dalam penyampaian informasi oleh sebab itu penutur memindahkan
prefiks BAM sehingga informasi yang ingin disampaikan itu lebih singkat dan
tepat maknanya.
Prefiks ini melekat pada nomina untuk menyatakan „bagian/orang yang
berhubungan (dengan) atau bekerja (dari)‟, seperti data yang terlihat dari data di
bawah ini:

60
Universitas Sumatera Utara

konter
baju
sepatu
tas
par + N

jam
boneka
hape
ikan teri

Interferensi ini terjadi karena (1) prefiks par- tidak memiliki padanan
prefiks yang sama dalam BI sehingga penutur memasukkan dan menggunakan
prefiks ini ke dalam tuturan BI untuk menyatakan „bagian‟,„orang (berhubungan
dengan)‟ dalam tuturan sehari-hari. Faktor lain karena (2) penutur telah terbiasa
dan dinilai lebih efektif menggunakan prefiks par- untuk menyatakan pekerjaan
atau orang yang berhubungan dengan sesuatu tersebut, sehingga terbawa dalam
penuturan BI di Kota Padangsidimpuan.
4.1.2.2 Interferensi prefiks marPrefiks mar- dalam BAM sama dengan prefiks ber- dalam BI. Interferensi
mar- dalam tuturan BI jarang terjadi karena kebanyakan penutur telah dapat
menggunakan prefiks ini tepat pada penggunaannya pada masing-masing bahasa.
Berikut interferensi mar- dalam tuturan BI yang peneliti temukan karena memiliki
kemiripan kata dalam BAM yaitu lappu ‟lampu‟, kareta ‟kereta‟(merujuk pada
sepeda motor), dan kata numeralia juta sehingga penutur keliru menggunakan
prefiks mar- pada BI. Berikut adalah analisisnya pada kelas kata nomina :
(17)

Siang-siang pun kau marlampu.
ber- N
„Siang hari pun kau menggunakan lampu‟
Bentuk kata marlampu merupakan wujud interferensi BAM pada
61
Universitas Sumatera Utara

tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang menyatakan makna ‟menggunakan‟.
Menurut pembentukannya, marlampu terbentuk dari prefiks mar- + KD lampu =
marlampu. pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan prefiks mardalam BAM.
Menurut BI baku, pembentukan untuk menyatakan makna ‟menggunakan
/memakai‟ ini seharusnya menggunakan penambahan prefiks ber- sehingga
pembentukan kata yang benar adalah ber- + lampu = berlampu. Jadi berdasarkan
BI baku, penggunaan pembentukan yang benar pada penggalan kalimt tersebut
adalah : “Siang hari pun kau berlampu”.
(18)

Markereta jemput dia.
ber- N
„Jemput dia dengan menggunakan kereta‟
mar- + kereta = markereta „menggunakan sepeda motor‟
Bentuk markereta merupakan wujud interferensi BAM pada

tuturan BI yang menyatakan makna ‟menggunakan‟. Menurut pembentukannya,
markereta terbentuk dari prefiks mar- + kereta = markereta. Pembentukan ini
dipengaruhi oleh sistem pembentukan BAM dengan penggunaan prefiks {mar-},
serta pembentukannya. Menurut BI baku, pembentukan untuk menyatakan
makna‟menggunakan /memakai‟ ini seharusnya menggunakan penambahan
prefiks {ber} yakni ber- + kereta = berkereta. Jadi berdasarkan BI baku,
penggunaan pembentukan yang benar pada klausa tersebut adalah : “Berkereta
jemput dia”
Berikut interferensi mar- dalam tuturan BI yang peneliti temukan karena
memiliki kesamaan penyebutan numeralia dalam BAM yaitu; juta sehingga

62
Universitas Sumatera Utara

penutur keliru menggunakan prefiks mar- pada BI yang seharusnya digunakan
pada BAM. Berikut adalah analisisnya :
a. Interferensi mar- pada Numeralia
Interferensi mar- pada numeralia dalam tuturan BI yang peneliti temukan
karena memiliki kesamaan dalam BAM sehingga penutur menggunakan prefiks
mar- dalam BAM. Interferensi mar- melekat pada numeralia yang menyatakan
„ber (numeralia)‟ yaitu: mar- + juta+ reduplikasi = marjuta-juta
(19)

Marjuta-jutalah habis uangnya yang berobat itu.
ber Num
„Berjuta-juta habis uangnya berobat‟
Pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan BAM dengan

penggunaan prefiks {mar-}. Pembentukan itu menggunakan KD juta  marjuta.
Bentuk kata marjuta merupakan wujud interferensi BAM pada tuturan BI di Kota
Padangsidimpuan

yang

menyatakan

makna

‟beberapa

juta‟.

Menurut

pembentukannya adalah prefiks mar- + KD juta + R = marjuta-juta. Menurut BI
baku, pembentukan untuk menyatakan makna ‟beberapa (numeralia)‟ ini
seharusnya menggunakan penambahan prefiks {ber} yaitu ber- + juta + R =
berjuta-juta. Jadi berdasarkan BI baku, penggunaan pembentukan yang benar pada
penggalan klausa tersebut adalah : “Berjuta-juta habis uangnya berobat”
b. Interferensi mar- pada Kata Sapaan.
Selain pada nomina dan numeralia, interferensi mar- juga melekat pada
kata sapaan. Interferensi prefiks mar- melekat pada kata sapaan menyatakan
„tingkatan kekerabatan‟ atau „panggilan kekerabatan‟. Interferensi ini tidak

63
Universitas Sumatera Utara

memiliki padanan dalam bahasa Indonesia dengan makna yang sama dengan mardalam BAM yaitu:
(20)

Markakaknya kau sama si Gloria.
ber K.sapaan
„Panggil kakak kau pada si Gloria‟

(21)

Maradek kau sama si Eni.
ber K.Sapaan
„Panggil adik kau pada si Eni‟
Pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan BAM dengan

penggunaan prefiks {mar-}. Pembentukan itu menggunakan KD

/kakak/ 

/markakak/ dan KD /adek/  /maradek/. Bentuk kata markakak dan maradek
merupakan wujud interferensi BAM pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan
yang menyatakan makna ‟tingkatan kekerabatan/ panggilan kekerabatan‟.
Prefiks ini tidak memiliki padanan dalam BI sehingga penutur
menggunakan prefiks ini untuk mengatakan „panggilan/tingkatan kekerabatan‟
karena dinilai lebih efektif dalam penyampaian pesan. Jika, tidak menggunakan
prefiks mar- kalimat yang digunakan akan lebih panjang seperti berikut: (20)
Memanggil panggilan kakak kau pada si Gloria” dan (21) “Memanggil panggilan
adik kau pada si Eni”.
4.1.2.3 Interferensi Sufiks –an
Sufiks –an dalam BAM membentuk makna „lebih (dari)‟ jika dilekatkan
pada adjektiva, KD (adjektiva) + {-an} = „lebih (KD)‟. Misalnya: lomloman „lebih
hitam‟, bagasan „lebih dalam‟ (Irwan, 2006:30).
Sementara dalam BI, Chaer (2006:204) sufiks –an menyatakan, hasil
pekerjaan (contoh: tulisan, lukisan); alat (contoh: pikulan, jebakan); hal atau
benda yang dikenai perbuatan (contoh: makanan, bacaan); makna tempat (contoh:

64
Universitas Sumatera Utara

kubangan,pangkalan);

menyatakan

tiap-tiap

(contoh:

bulanan,

meteran);

mengandung banyak ha yang disebut kata dasarnya (contoh :ubanan, jemuran);
himpunan bilangan atau jumlah (contoh: belasan, ribuan) dan bersifat yang
disebut kata dasar (manisan, murahan). Akibat terjadinya interferensi sufiks –an
dalam BI telah berubah fungsinya sesuai dengan struktur morfologi BAM menjadi
menyatakan makna „lebih‟. Interferensi sufiks -an hanya melekat pada adjektiva
yang membentuk makna „lebih (adjektiva)‟ seperti yang terlihat pada data berikut:
(22)

cantik  KD (cantik) + sufiks -an = cantikan „lebih cantik‟
Cantikan lagi baju yang di pasar dari pada online ini.
Adj -an
„Lebih cantik baju yang di pasar dari pada baju online‟

(23)

pendek  KD (pendek) + sufiks -an = pendekan „lebih pendek‟
Pendekan lagi dia dari pada aku.
Adj
-an
„Lebih pendek dia dari pada aku.

(24)

mahal  KD (mahal) + sufiks -an = mahalan „lebih mahal‟
Mahalan pulsa di lopo etek itu.
Adj -an
„Lebih mahal pulsa di lopo tante itu.‟
Penutur menggunakan sufiks ini karena sufiks -an dalam BI tidak

menyatakan makna „lebih‟ seperti yang penutur ingin ungkapkan. Sehingga
penutur memindahkan dan menggunakan prefiks ini ke dalam tuturan BI untuk
menyatakan perbandingan dalam tuturannya. Faktor lain karena, penutur telah
terbiasa menggunakan sufiks -an untuk mengungkapkan makna „lebih‟ sehingga
terbawa dalam penuturan BI di Kota Padangsidimpuan.

65
Universitas Sumatera Utara

4.1.2.4. Interferensi Konfiks marsi-/-an
Pembentukan kata dengan konfiks {marsi-/-an} merupakan peristiwa
interferensi morfologi yang menyatakan makna „„resiprokatif atau resiprokal‟.
Pembentukan kata ini pada umumnya dalam sistem BAM memiliki Morfem
Terikat + Morfem Bebas+ (Morfem terikat), misalnya: marsijalangan „saling
menyalam‟. Kata ini dibentuk dari prefiks BAM {marsi-} + Morfem bebas
{jalang} + sufiks {-an} atau dengan penambahan reduplikasi yaitu: marsijalangjalangan dibentuk dari {marsi-} + KD + R + sufiks {-an}. Interferensi marsi-/-an
ini dapat melekat pada verba dan adjektiva untuk menyatakan „saling (verba)‟ dan
„saling (adjektiva)‟.
Pembentukan kata BI dengan demikian dikatakan sebagai penyimpangan
sebab dalam sistem BI memiliki padanan konfiks untuk menyatakan „saling‟ yaitu
{ber-an} misalnya: bersentuhan (Chaer, 2006:217). Penyimpangan ini dapat
dilihat dalam data tuturan berikut:
(25)

Gak ada

yang mau mengaku, marsitudu-tuduan mereka.
ber
V
-an
„Tidak ada yang mengaku, mereka saling tuduh-menuduh‟
Data ini telah muncul pada data (13). Bentuk marsitudu-tuduan pada

penggalan kalimat di atas merupakan interferensi yang terjadi pada BI dari (KD +
R)+ marsi-/-an). Bentuk ini berasal dari verba tuduh, kemudian interferensi yang
terjadi adalah marsitudu-tuduan, tetapi dalam BI telah terdapat bentukan untuk
makna „saling‟ ini yaitu bertuduh-tuduhan. Bentuk ini merupakan wujud
interferensi BAM terhadap tuturan BI karena pada pembentukannya dipengaruhi
oleh sistem morfologi BAM dari kata dasar tuduh mendapat konfiks {marsi-/-an}.
Berikut pembentukannya: KD (tuduh)  konfiks {marsi-/an} + tuduh + R =

66
Universitas Sumatera Utara

marsitudu-tuduan „saling tuduh‟. Menurut BI baku, untuk menyatakan saling
tuduh menuduh dapat menggunakan prefiks ber-/-an dengan : prefiks {ber-}+
KD tuduh + R+ sufiks{-an}menjadi bertudu-tuduan. Maka bentuk marsitudutuduan (BAM) berpadanan dengan bertudu-tuduan (BI). Jadi kalimat yang
seharusnya muncul untuk penggalan kalimat tersebut adalah : ”Tidak ada yang
mengaku, mereka bertuduh-tuduhan”
(26)

Kita harus

marsitolongan yang bersaudara ini.
ber V an
„Sesama saudara kita harus saling tolong-menolong‟
Bentuk kata marsitolongan merupakan interferensi berasal dari verba

tolong mendapat konfiks {marsi-/-an}. Pembentukan ini dipengaruhi sistem BAM
dalam

penggunaan

konfiks

{marsi-/an}

untuk

membentuk

makna

‟resiprokal/saling‟ yaitu: KD tolong  {marsi-} + tolong + {-an} =
marsitolongan „saling menolong‟. Kemudian mempengaruhi penutur BI di Kota
Padangsidimpuan, sehingga digunakan kata marsitolongan dalam tuturan seharihari yang merupakan interferensi BAM. Padahal penggunaan bentuk tersebut
salah atau tidak berterima dalam BI. Menurut kaidah BI, seharusnya KD tolong +
konfiks {ber-an} bertolongan. Penggunaan konfiks ber-/-an dalam BI pada kata
tolong sangat jarang digunakan bahkan dalam BI sendiri, kata tolong yang
menyatakan „saling tolong‟ lebih sering menggunakan kata „saling tolong
menolong‟ dari pada bertolongan. Jadi kalimat yang seharusnya muncul adalah :
“Sesama saudara kita harus saling tolong menolong.”
(27)

Si Rani sama si Muti marsijauhan duduk karena berantam.
ber- Adj –an
„Rani dan Muti duduk berjauhan karena bertengkar‟
Bentuk marsijauhan

pada penggalan kalimat di atas merupakan

interferensi yang terjadi pada BI dari (KD + marsi-/-an). Bentuk ini berasal dari
67
Universitas Sumatera Utara

adjektiva jauh, kemudian interferensi yang terjadi adalah marsijauhan, tetapi
dalam BI telah terdapat bentukan untuk makna „saling‟ ini yaitu berjauhan.
Bentuk ini merupakan wujud interferensi BAM terhadap tuturan BI karena pada
pembentukannya dipengaruhi oleh sistem morfologi BAM dari KD jauh
mendapat konfiks {marsi-/-an}

dengan : KD (jauh)  jauh+{marsi-/-am}=

marsijauhan „saling berjauhan‟
Menurut BI baku, untuk menyatakan „saling berjauhan‟ maka prefiks
{ber}+ KD jauh + sufiks{-an}menjadi berjauhan. Maka bentuk marsijauhan
(BAM) berpadanan dengan berjauhan (BI). Jadi kalimat yang benar untuk
penggalan kalimat tersebut adalah : ” Rani dan Muti duduk berjauhan karena
bertengkar”
Dari penggunaan konfiks ini dapat terlihat kemampuan penutur yang
kurang seimbang pada kedua bahasa (BI-BAM) karena kurang tepat meletakkan
imbuhan tersebut. Beberapa kata BI dari data yang ditemukan diberi konfiks
{marsi-/an} adalah sebagai berikut:
pukul
maki
cubit
marsi- + KD cakar

+-an  saling (KD)

gendong
ejek
pinjam
Interferensi ini terjadi karena (1) proses konfiks {ber-/-an} jarang
digunakan dalam tuturan BI sehari-hari sehingga penutur memasukkan dan
menggunakan prefiks {marsi-/-an} ke dalam tuturan BI untuk menyatakan makna
68
Universitas Sumatera Utara

„saling‟. Faktor lain karena (2) penutur telah terbiasa menggunakan konfiks
{marsi-/-an} untuk menyatakan saling sehingga terbawa dalam penuturan BI di
Kota Padangsidimpuan. Faktor ke (3) kemampuan berbahasa penutur yang kurang
baik sehingga tidak tepat menggunakan bahasa tersebut.
4.1.2.5 Interferensi na +Adjektiva + -an : menyatakan ‘sangat’
Dalam BAM konstruksi na+Adjektiva+-an menyatakan makna „sangat‟.
Misalnya: na jegesan (sangat cantik), na godangan (sangat besar). Untuk
membentuk makna „sangat‟ ini penggunaan partikel na dan sufiks –an yang
melekat pada adjektiva tidak dapat di pisahkan. Sufiks –an dalam BAM salah
satunya berfungsi menyatakan makna „lebih‟ ,misalnya: lomloman „lebih hitam‟,
bagasan „lebih dalam‟ (Irwan, 2006:36) sedangkan partikel na digunakan untuk
memperkuat unsur yang mengikutinya (Sibarani 1997:220). Partikel na
diterjemahkan dengan kata penghubung yang dalam BI misalnya: Adaboru na
jeges (gadis yang cantik), bagas na godang (rumah yang besar). Lebih lanjut
Chaer (2006:159) menyebutkan kata penghubung yang berfungsi sebagai berikut:
1.

Menggabungkan hal yang „menyatakan ketentuan atau kejelasan‟
digunakan di antara nomina atau frase nomina. Misalnya: Anak yang baik
banyak mempunyai teman.

2. Menggabungkan hal yang „menyatakan ketentuan atau kejelasan‟
digunakan di antara kata kerja atau frase kerja. Misalnya: Rumah yang
baru dibangun sudah hancur lagi.
3. Secara terbatas dalam tuturan digunakan bentuk: Nomina+yang+Nomina.
Misalnya Suwiryo yang jendral

69
Universitas Sumatera Utara

Akibat terjadinya interferensi konstruksi BAM na+Adjektiva+an=
„sangat‟, morfem yang dalam BI berubah fungsinya menjadi pemerkuat kata yang
berada

di

depannya.

Hasil

interferensi

tersebut

terdapat

konstruksi

yang+Adjektiva+-an = „sangat‟ dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan.
Berikut adalah data yang peneliti temukan.
(28)

Paranggkot ini yang kencangan bawa motor.
part Ajd -an
„Tukang angkot sangat kencang mengendarai mobil‟

(29)

Yang besaran rumahnya si Rani.
part Adj -an bagas ni si Rani.
„rumah Rani sangat besar‟

(30)

Yang mahalan harga baju di plaja itu.
part Adj -an
„Harga baju di Plaza sangat mahal‟

(31)

Yang jokoan tulisanmu.
part Adj -an
„Tulisanmu sangat jelek.

(32)

Yang kikitan puang si Lina.
part Adj -an
„Lina sangat pelit‟

(33)

Yang jokoan puang pacar si Nigi.
part Adj -an
„Pacar Nigi sangat jelek.‟

(34)

Yang hacitan yang kau cubit itu da.
part Adj -an
„Cubitanmu sangat sakit‟

(35)

Yang parbadaan mamak si Tika ini.
part Adj
-an umak si Tika on.
„Ibu Tika orang yang sangat suka bertengkar‟
Data 28 telah muncul pada data (16). Data di atas menunjukkan terjadinya

interferensi konstruksi yang+Adjektiva+-an=„sangat‟ pada tuturan BI di Kota
Padangsidimpuan. Pada data 28 sampai 30 digunakan adjektiva yang
menggunakan leksikal BI, sedangkan pada data 31 sampai 35 digunakan adjektiva
70
Universitas Sumatera Utara

BAM. Pada data 30 sampai 34 terjadi interferensi leksikal BAM yang akan
dibahas pada pembahasan interferensi leksikal. Gambaran konstruksi interferensi
partikel na+Adj+-an adalah sebagai berikut:
kencang
besar
mahal
joko („jelek‟)

yang + (KD) Adj

+an  „ sangat (KD)‟

kikit („pelit‟)
hacit („sakit‟)
parbada („sifat suka bertengkar‟)
Bentuk ini digunakan untuk menyatakan „sangat‟ dalam tuturan BI di Kota
Padangsidimpuan, penutur jarang menggunakan kata „sangat‟ dan lebih memilih
menggunakan konstruksi yang+adj+an karena penutur menilai penggunaan
konstruksi tersebut memiliki nilai rasa yang lebih kuat untuk menyatakan makna
„sangat‟ dibandingkan dengan kata sangat itu sendiri yang dianggap memiliki
makna yang biasa saja.
4.1.2.6 Reduplikasi
Menurut M.Ramlan (2001:63) Proses pengulangan atau reduplikasi ialah
pengulangan satuan gramatikal,baik seluruhnya maupun sebagian nya, baik
dengan variasi fonem maupun tidak. Contoh: rumah-rumah, berjalan-jalan, bolakbalik dsb. Ramlan menyebutkan macam-macam reduplikasi sebagai berikut:
1. Penggulangan seluruh, misalnya: buku-buku, rumah-rumah, dsb.
2. Pengulangan sebagian, misalnya: membaca-baca, ditarik-tarik, berjalanjalan, dsb.

71
Universitas Sumatera Utara

3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks,
misalnya: anak-anakan, setinggi-tingginya, dsb.
4. Pengulangan dengan perubahan fonem, misalnya: gerak-gerik, serba-serbi,
lauk pauk, dsb.
Interferensi

reduplikasi

yang terjadi

pada

tuturan

BI

di

Kota

Padangsidimpuan meliputi interferensi afiks BAM pada kata dasar BI dan
interferensi leksikal BAM pada tuturan BI. Berikut adalah data yang peneliti
temukan:
(36)

((D+R)+ mar-) menyatakan makna „banyak/tak tunggal‟
Marjuta-juta lah habis uangnya yang berobat itu.
ber- Num R
„Berjuta-juta habis uangnya berobat‟
Data ini telah di tampilkan pada data (19). Reduplikasi ini termasuk ke

dalam „pengulangan sebagian‟ pada kata dasar numeralia. Reduplikasi marjutajuta menyatakan makna „jutaan‟ dengan pembentukan (D (juta)+ R(juta)) + mar-)
 marjuta-juta.
(37)

((D+R)+ marsi-/an) menyatakan makna „saling‟
Gak ada

yang mau mengaku, marsitudu-tuduan mereka.
berV
-an halaki.
„Tidak ada yang mengaku, mereka saling tuduh-menuduh‟
Data ini telah di tampilkan pada data (13dan 25). Reduplikasi ini termasuk
ke dalam „pengulangan kombinasi‟. Reduplikasi marsitudu-tuduan menyatakan
makna „saling tuduh-menuduh‟ dengan pembentukan (D (tuduh)+ R(tuduh)) +
marsi-/an)  marsitudu-tuduan.
(37)

((D+R) menyatakan makna „terus menerus tersenyum‟
Mikim-mikim kau kayak orang
gila.
N(senyum) R
„Kau senyum-senyum seperti orang gila‟
72
Universitas Sumatera Utara

Reduplikasi ini termasuk ke dalam „pengulangan seluruh‟. Kata mikim
merupakan leksikal BAM yang berarti senyum/tersenyum. Reduplikasi mikimmikim terinterferensi dari BAM yang digunakan pada tuturan BI untuk
menyatakan makna „terus menerus tersenyum‟ dengan

pembentukan (D

(mikim)+ R(mikim))  mikim-mikim.
Intereferensi morfologis ini terjadi kerena kebiasaan penutur yang
mengunakan afiks-afiks BAM yang secara tidak sengaja digunakan pada tuturan
BI. Faktor lainnya karena kemampuan dwibahasawan yang tidak seimbang.
Penutur lebih cenderung menguasai BAM sehingga ketika bertutur dalam BI
banyak menggunakan afiks BAM.
4.1.3 Interferensi dalam Sintaksis
Interferensi aspek sintaksis yang ditemukan dalam tuturan BI di Kota
Padangsidimpuan adalah penggunaan partikel penegas dan klitik BAM ke dalam
BI sesuai dengan konstruksi BAM.
4.1.3.1 Interferensi Partikel do
Pemarkah kalimat do mengandung makna ekslusif yang menegaskan
bahwa topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain. Selain itu, pemarkah
tersebut posisinya tetap sesudah topik meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam
kalimat itu dipertukarkan (lihat Sibarani, 1997:215).
Interferensi partikel do dalam BAM sebagai pemarkah topik yang
memiliki arti yang sama dengan morfem -nya dalam tuturan BI. Chaer (2006:208)
mengatakan salah satu fungsi morfem –nya dalam BI memiliki fungsi yaitu
„memberikan penekanan pada bagian kalimat, untuk fungsi ini morfem -nya harus
diimbuhkan pada nomina‟, misalnya: Saya ingin mandi, airnya tidak ada. Hal ini
73
Universitas Sumatera Utara

memiliki fungsi yang mirip dengan partikel do dalam BAM sehingga penggunaan
–nya (BI) mengalami interferensi partikel do yang mengakibatkan perubahan
fungsi dan kategori pada tuturan mengikuti sistem BAM.
Penggunaan –nya dalam BI hanya dapat melekat pada nomina dalam
kalimat berita, sementara partikel do dapat melekat pada nomina, verba, adjektiva,
adverbia, dan numeralia dalam kalimat berita dan kalimat tanya . Berikut adalah
pemaparan interferensi partikel do pada kalimat berita.
A. Interferensi partikel do pada kalimat berita.
Pada kalimat berita, partikel do(nya) berfungsi sebagai pemarkah unsur
nomina, verba, adjektiva, adverba dan numeralia yang ingin diberi penegasan
unsur yang menjadi topik kalimat. Topik kalimat dengan pemarkah nya ini
posisinya tetap sesudah topik meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat itu
dipertukarkan. Berikut adalah penyimpangan yang terjadi dalam sistem BI akibat
interferensi partikel do(nya) pada kalimat berita.
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)

Mau belanja uangnya tidak ada. (BI)
N part
Kuncinya bawa bukan gembok. (Interferensi BAM)
N part
Semalam masaknya kami. (Interferensi BAM)
V
part
Luasnya kebun orang itu. (Interferensi BAM)
Adj part
Semalamnya aku mandappol. (Interferensi BAM)
Adv
part
Seratusnya ku beli baju ini. (Interferensi BAM)
Num part

Dari data di atas terlihat bahwa morfem –nya dalam BI hanya dapat
melekat pada kategori sintaksis nomina, tetapi pada tuturan BI di Kota
Padangsidimpuan partikel nya dapat melekat pada kategori nomina, verba,
adjektiva, adverbia, dan numeralia. Hal ini disebabkan oleh adanya interferensi

74
Universitas Sumatera Utara

partikel do BAM. Partikel do dalam BAM dapat melekat pada ketegori nomina,
verba, adjektiva, adverbial, dan numeralia.
Interferensi partikel do(nya) kategori nomina pada data (39) Kuncinya
bawa bukan gembok, partikel do(nya) berfungsi sebagai pemarkah yang
membentuk makna penegasan bahwa nomina tersebut merupakan topik yang
utama dan hal yang penting dalam kalimat tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda
dengan fungsi –nya dalam bahasa BI pada data (38) Mau belanja uangnya tidak
ada, fungsi -nya pada kalimat ini memberikan penekanan pada nomina „uang‟
yang dianggap bagian penting dalam kalimat. Pada BI morfem -nya hanya dapat
melekat pada nomina saja, sedangkan penggunaan partikel nya pada kategori
verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia adalah merupakan hasil dari interferensi
BAM.
Interferensi partikel do(nya) kategori nomina pada data (40) Semalam
masaknya kami, diletakkan setelah verba dan berfungsi sebagai pemarkah yang
membentuk makna penegasan bahwa verba tersebut merupakan topik yang utama
dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi BAM yaitu
„Natuari mangaloppa do hami‟. Kalimat dalam BAM tersebut diterjemahkan ke
dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan fungsi dan kategori
sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI
yang digunakan adalah „Kami memasak semalam‟.
Interferensi partikel do(nya) kategori adjektiva pada data (41) Luasnya
kebun orang itu, diletakkan setelah adjektiva dan berfungsi sebagai pemarkah
yang membentuk makna penegasan bahwa adjektiva tersebut merupakan topik
yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi

75
Universitas Sumatera Utara

BAM yaitu „Bolak do hauma halak i‟. Kalimat dalam BAM tersebut
diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan
fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM.
Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Kebun mereka luas‟.
Interferensi

partikel

do(nya)

kategori

adverbia

pada

data

(42)

Semalamnya aku mandappol, diletakkan setelah adverbia dan berfungsi sebagai
pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa adverbia tersebut
merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini
merupakan interferensi BAM yaitu „Natuari do au mandappol‟. Kalimat dalam
BAM tersebut diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya
mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori
partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Kemarin
aku berkusuk‟.
Interferensi partikel do(nya) kategori numeralia pada data (43) Seratusnya
ku beli baju ini, diletakkan setelah numeralian dan berfungsi sebagai pemarkah
yang membentuk makna penegasan bahwa numeralia tersebut merupakan topik
yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi
BAM yaitu „Saratus do hu tabusi abit on‟. Kalimat dalam BAM tersebut
diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan
fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM.
Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Baju ini ku beli dengan harga
seratus‟.
Selain pada kalimat berita, interferensi partikel do (nya) juga terjadi pada
kalimat tanya. Pada BI morfem nya tidak dapat digunakan dalam kalimat tanya,

76
Universitas Sumatera Utara

tuturan ini merupakan interferensi BAM yang diterjemahkan ke dalam BI. Berikut
adalah pemaparannya.
B. Interferensi Partikel do pada Kalimat Tanya
Penggunaan intonasi dalam tuturan kalimat tanya memegang peranan
penting, baik kalimat tanya yang menggunakan kata tanya maupun tidak. Karen