Analisis Finansial Pemanfaatan Cassapro dengan Mensubstitusi Jagung Dalam Ransum Terhadap Ternak Ayam Kampung di Kota Medan

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usaha
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan sangat penting karena dalam hal
ini akan dinilai apakah pantas atau layak dilaksanakan didasarkan kepada
beberapa kriteria tertentu yang ada.

Layak bagi suatu usaha

artinya

menguntungkan dari berbagai aspek. Analisis usaha adalah upaya untuk
mengetahui tingkat kelayakan atau kepantasan untuk dikerjakan dari suatu jenis
usaha dengan melihat beberapa parameter atau kriteria kelayakan tertentu. Dengan
demikian, suatu usaha dikatakan layak kalau keuntungan yang diperoleh dapat
menutup seluruh biaya yang dikeluarkan, baik biaya yang langsung maupun yang
tidak langsung (Arto, 2013).
Analisis usaha dilakukan untuk mengukur atau menghitung apakah usaha
tersebut menguntungkan atau merugikan. Analisis usaha memberikan gambaran
kepada peternak untuk melakukan perencanaan usaha. Dalam analisis usaha
diperlukan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan

perkembangan waktu (Supriyadi, 2009).
Menurut Suharno danNazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha
ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis
dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan,
penggunaan

modal,

besar

biaya

untuk

bibit

(bakalan),

ransum


dan

kandang,lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Universitas Sumatera Utara

Biaya Produksi
Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh
faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang
produksi oleh perusahaan tersebut (Harih, 2010).
Menurut (Lipseyet et al., 1995), biaya produksi terbagi atas biaya tetap
dan biaya tidak tetap.Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk
menghasilkan jumlah output tertentu, sedangkan biaya yang berkaitan langsung
dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan
berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap. Semakin
banyak ayam semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam
produksi peternakan secara total. Pada pemeliharaan ayam pedaging, biaya pakan
mencapai 60% - 70% dari total biaya produksi (Rasyaf, 1996) dan Prawirokusumo
(1991) menyatakan bahwa besarnya biaya pakan berkisar antara 60% - 80% dari
total biaya produksi.

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi, karena biaya
produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harga. Maka dapat
dikatakan bahwa biaya produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban
yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang
atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).
Hasil Produksi
Menurut (Soekartawi, 2003), total pendapatan diperoleh dari total
penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Faktorfaktor yang mempengaruhi pendapatan adalah volume penjualan produk danharga

Universitas Sumatera Utara

jual. Pada umumnya, tujuan utama yang ingin dicapai suatu perusahaan yaitu
untuk memperoleh pendapatan. Volume penjualan merupakan faktor yang sangat
pentingmempengaruhi besar kecilnya pedapatan yang akan didapatkan oleh
peternak atasusahanya dalam melakukan pemeliharaan ayam tipe pedaging.
Sehingga untukmendapatkan keuntungan penjualan yang besar, peternak harus
menjaga agar kematianternaknya sekecil mungkin. Kemudian untuk harga jual
produk merupakan nilai yangberupa uang untuk menghargai setiap produk yang
dihasilkan dari usaha, seperti usahaternak ayam pedaging yang produknya berupa
ayam hidup yang dihargai dengan sejumlahuang setiap kilogramnya.

Penerimaan merupakan total nilai produk usaha tani dalam jangka waktu
tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual (Soekartawi et al., 1986).
Sedangkan Kadarsan (1995) menyatakan bahwa penerimaan yang diperhitungkan
ialah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang dihadiahkan. Penerimaan
perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha, seperti panen
tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya.
Menurut (Rohani, 2011), pendapatan merupakan nilai maksimum yang
dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan
keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian
tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi
selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan
awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode,
bukan hanya yang dikonsumsi.
Total penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual atau penerimaan dapat dimaksudkan sebagai pendapatan kotor

Universitas Sumatera Utara

usaha, sebab belum dikurangi dengan keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama
proses produksi berlangsung (Soekartawi, 2003).

Analisis Laba/Rugi
Keuntungan (laba) atau rugi suatu usaha akan diketahui setelah
penerimaan hasil penjualan produk dikurangi dengan harga pokok, biaya
pemasaran, dan biaya umum. Laba ini masih disebut laba kotor. Laba bersih baru
didapat setelah ditambahkan pendapatan di luar usaha (misalnya penjualan
limbah) dikurangi biaya di luar usaha (misalnya sumbangan ke pemda) dan pajak
(Rohani, 2011).
Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan
masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.
Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif,
perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan
mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang
akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen danMowen, 2001).
Laba suatu usaha peternakan secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
K = TR - TC
dimana :
K

= Keuntungan


TR (Total Revenue)

= Total Penerimaan

TC (Total Cost)

= Total Pengeluaran

Menurut (Kasmir dan Jakfar, 2005), laporan laba/rugi menggambarkan
besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

Kemudian juga akan tergambar jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut
jumlahnya dalam periode yang sama.
R/C Ratio
R/C ratio adalah singkatan dari Return Cost ratio, atau dikenal sebagai
perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis, dengan R/C
ratio = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi (Soekartawi, 2002).

Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:
R/C ratio = Total Penerimaan (R) : Total Biaya Produksi (C)
Kriteria penilaian R/C ratio sebagai berikut:
1.

R/C ratio> 1, usaha peternakan layak dikembangkan.

2.

R/C ratio = 1, usaha peternakan tidak untung dan tidak rugi (impas).

3.

R/C ratio< 1, usaha peternakan tidak layak dikembangkan
Pendapatan

dan

keuntungan


usahatani

yang

besar

tidak

selalu

mencerminkan tingkat efisiensi usaha yang tinggi. Guna mengetahui efisiensi
usahatani dapat digunakan analisis R/C ratio. R/C ratio merupakan singkatan dari
Return Cost ratio, atau dikenal dengan perbandingan antara penerimaan dan biaya
(Ucokaren, 2011).
Income Over Feed Cost (IOFC)
Menurut Siregar (2002), Income Over Feed Cost (IOFC)adalah selisih
pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan
perkalian antara hasil produksi peternakan berupa daging dan harga jual.Jumlah
ransum yang dihabiskan dikali dengan harga selama masa pembesaran hingga saat
dijual. Nilai yang diperoleh dibandingkan antara pendapatan dengan biaya ransum

tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Income Over Feed Cost (IOFC)adalah selisih dari total pendapatan dengan
total biaya ransum digunakan selama usaha pemeliharaan. Income Over Feed Cost
ini merupakan barometer yang bermanfaat untuk melihat seberapa besar biaya
ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan. IOFC diperoleh
dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum.
Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan akibat perlakuan
dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).
Perhitungan IOFC ini terlepas dari biaya lain yang belum diperhitungkan
seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang, bibit dan lain sebagainya yang tidak
termasuk ke dalam kriteria yang diamati dalam biaya variabel.
IOFC = (bobot badan akhir – bobot badan awal x harga jual/kg) – (total konsumsi
pakan x harga pakan perlakuan/kg).
Ayam Kampung
Ayam kampung merupakan hasil domestikasi dari jenis ayam hutan
merah. Martojo (1992) menyatakan bahwa nenek moyang ayam kampung yang
ada di Indonesia berasal dari ayam hutan merah (Gallus gallus). Pendapat tersebut

diperkuat oleh Crawford (1990) yang menyatakan bahwa ayam hutan merah
(Gallus gallus) merupakan nenek moyang dari ayam domestikasi (Gallus gallus
domestikus) saat ini. Pendapat tersebut didasarkan pada hasil penelusuran bahwa
ayam kampung Indonesia memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan ayam
hutan merah (Gallus gallus) dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gallus
varius). Namun demikian, adanya impor berbagai jenis bangsa ayam ke Indonesia
sejak zaman Hindia Belanda mengakibatkan keaslian genetik ayam lokal tercemar
sehingga diperkirakan ayam kampung yang ada sekarang hanya memiliki gen asli

Universitas Sumatera Utara

sebanyak 50%. Ayam hutan merah di Indonesia ada dua macam yaitu ayam hutan
merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus
javanicus) (Mansjoer, 2003).
Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam.
Warna bulu, ukuran tubuh, dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan
cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu, badan ayam kampung kecil
mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1989).
Ayam kampung dari sudut perkembangannya, merupakan hasil produksi
dan seleksi alam lingkungan. Oleh sebab itu, interaksi antara ayam kampung

dengan alam dan lingkungan sudah ada keterpaduan yang sangat dominan dan
tidak dapat terpisahkan. Apabila salah satu dari kedua unsur tersebut diubah,
maka akan menyebabkan ketidakseimbangan (Murtidjo, 1994).
Ayam kampung memiliki arti penting bagi pembangunan peternakan di
Indonesia. Ayam kampung merupakan bahan pangan sumber protein hewani guna
memenuhi kebutuhan masyarakat dan sebagai ternak yang dapat dijadikan usaha
sambilan bagi mayarakat, terutama yang tinggal di pedesaan (Suprijatna, 2005).
Kondisi yang ada terkait dengan masalah utama dalam pengembangan
ayam kampung adalah rendahnya produktivitas. Salah satu faktor penyebabnya
adalah sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, jumlah pakan yang
diberikan belum mencukupi dan pemberian pakan yang belum mengacu kepada
kaidah

ilmu

nutrisi

terutama

sekali

pemberian

pakan

yang

belummemperhitungkan kebutuhan zat - zat makanan untuk berbagai tingkat
produksi (Gunawan, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Candrawati (1999) mendapatkan kebutuhan hidup pokok ayam kampung
dari 0 sampai 8 minggu adalah 103.96 kkaldan kebutuhan protein untuk hidup
adalah 4.28g/ hari. Sutama (1991) menyatakan bahwa ayam kampung pada masa
pertumbuhan dapat diberikan pakan yang mengandung energi termetabolis
sebanyak 2700 - 2900 kkal dengan protein lebih besar atau sama dengan 18%.
Ayam kampung sebagai ayam potong biasanya dipotong pada umur 4 - 6 bulan.
Ayam kampung yang dipelihara secara tradisional di pedesaan mencapai dewasa
kelamin pada umur 6 - 7 bulan dengan bobot badan antara 1.4 dan 1.6 kg
(Supraptini, 1985).
Margawati (1989) melaporkan bahwa berat badan ayam kampung umur 8
minggu yang dipelihara secara tradisional dan intensif pada umur yang sama 5
mencapai 1.435,5 g. Aisyah dan Rahmat (1989) menyatakan pertambahan bobot
badan anak ayam buras yang dipelihara intensif rata rata 373,4 g/hari dan yang
dipelihara secara ekstensif adalah 270,67 g/hari. Rendahnya pertambahan bobot
badan pada anak ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif dikarenakan
kurang terpenuhinya kebutuhan gizi sehingga menghambat laju pertumbuhan.
Karena harganya yang mahal menyebabkan ayam kampung dan telurnya
dikonsumsi secara terbatas oleh beberapa kalangan. Di zaman modern,
masyarakat lebih banyak mengkonsumsi daging ayam potong dan telur ayam
petelur secara massal. Dengan kondisi seperti itu, maka kita sangat layak untuk
mengembangbiakkan ayam kampung secara lebih baik dan intensif. Hal ini layak
untuk dilakukan karena daging ayam kampung jauh lebih enak, gurih, lezat, dan
menyehatkan dibandingkan ayam - ayam jenis lainnya khususnya ayam potong
(Suhaeni, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Populasi ayam kampung dan selera konsumen terhadap ayam kampung
sangat tinggi. Hal ini terlihat dari pertumbuhan populasi dan permintaan ayam
kampung yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dimana dari tahun 2001
sampai 2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5 % dan dari tahun 2005 sampai
2009 konsumsi ayam kampung dari 1,49 juta ton meningkat menjadi 1,52 juta ton
(Aman, 2011).
Tabel 1. Kebutuhan gizi ayam kampungumur 0-22 minggu
Minggu
0-12
12-22
Energi (%)
2600
2400
Protein (%)
17-20
14
Kalsium (%)
0,9
1,00
Phospor (%)
0,45
0,45
Methionin (%)
0,37
0,21
Lisin(%)
0,87
0,45

22 keatas
2400-2600
14
3,4
0,34
0,22-0,30
0,68

Sumber : Nawawi dan Norrohmah (2002)

Ubi Kayu
Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang
berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi
kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke
seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu
berkembang di negara - negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya
(Purwono, 2009).
Penyebaran tanaman ubi kayu di Nusantara terjadi sekitar tahun 1914 1918, yaitu saat terjadi kekurangan atau sulit pangan. Tanaman ubi kayu dapat
tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian sampai dengan 2.500
m dari permukaan laut. Demikian pesatnya tanaman ubi kayu berkembang di
daerah tropis sehingga ubi kayu dijadikan sebagai bahan makanan pokok ketiga
setelah padi dan jagung. Pada daerah yang kekurangan pangan tanaman ini

Universitas Sumatera Utara

merupakan makanan pengganti (subtitusi) serta dapat pula dijadikan sebagai
sumber kabohidrat utama. Adapun sentra produksi ubi kayu di Nusantara adalah
Jawa, Lampung, dan NTT (Sunarto, 2002:7).
Umumnya tanaman ini dibudidayakan oleh manusia terutama adalah untuk
diambil umbinya sehingga segala upaya yang selama ini dilakukan adalah untuk
mempertinggi hasil umbinya. Ubi kayu mempunyai banyak nama, yaitu ketela,
keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (Minangkabau), ubi singkung (Jakarta),
batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), huwi dangdeur (Sunda), tela pohung
(Jawa), tela balandha (Madura), sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorontalo), lame
kayu (Makassar), lame aju (Bugis), kasibi (Ternate dan Tidore) (Purwono, 2009).
Pada umumnya penggunaan ubi kayu dalam pakan ternak tidak begitu
mendapat perhatian. Hal ini disebabkan adanya pandangan negatif terhadap
kandungan

HCN

ubi

kayu

dan

rendahnya

nilai

gizi

ubi

kayu

(Kompiang et al., 1994).
Ubi kayu merupakan produk pertanian yang mudah rusak dan akan cepat
membusuk dalam waktu dua hingga lima hari apabila disimpan dalam bentuk
segar dan tidak mendapat perlakuan pasca panen yang cukup memadai. Salah satu
upaya untuk mengatasi kerusakan, memperpanjang daya simpan dan untuk
meningkatkan

nilai

tambah

diperlukan

suatu

cara

pengolahan

(Kompiang et al., 1995).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Kandungan gizi dalam tiap 100 g ubi kayu
Unsur Gizi

Ubi Kayu
Kalori (kal)
146
Protein (g)
1,2
Lemak (g)
0,3
Karbohidrat (g)
34,7
Kalsium (mg)
33
Fosfor (mg)
40
Zat Besi (mg)
0,7
Vitamin A (SI)
0,38
Vitamin B1 (mg)
0,06
Vitamin C (mg)
30
Air (g)
62,5
Bagian dapat dimakan (%)
75
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes R.I., 1981 ( Sunarto, 2002:8 )

Aspergillus Niger
Aspergillus niger termasuk ke dalam jamur jenis kapang. Aspergillus niger
mempunyai ciri - ciri yang khas, yaitu tubuh terdiri dari benang yang bercabang
disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, tidak mempunyai klorofil dan hidup
heterotrof (Fardiaz, 1989).
Aspergillus niger memiliki bulu dasar bewarna putih atau kuning dengan
lapisan konidiospora tebal bewarna coklat gelap sampai hitam. Kepala
konidiospora bewarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian
yang lebih longgar dengan bertambahnya umur.
Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin juga bewarna coklat.
Aspergillus niger berkembang biak secara vegetatif dan generatif melalui
pembelahan sel dan spora - spora yang dibentuk didalam askus atau kotak spora
(Raper dan Fennel, 1977).
Aspergillus niger mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya yang
berseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memanjang diatas stigma,
mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen

Universitas Sumatera Utara

dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35o C 37o C (optimum), 6o C - 8o C (minimum), 45o C - 47o C (maksimum).
Kisaran pH yang dibutuhkan adalah 2,8 - 8,8 dengan kelembaban 80% 90%. Habitat aspergillus niger kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, mudah
didapatkan dan diisolasi dari udara, tanah dan air (Fardiaz, 1989).
Substrat

merupakan

sumber

nutrien

utama

bagi

jamur.

Dalam

pertumbuhannya, Aspergillus niger berhubungan langsung dengan makanan yang
terdapat dalam substrat. Molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat
langsung diserap, sedangkan molekul yang lebih kompleks seperti selulosa,
protein, pati dan protein harus dipecah atau dipisah terlebih dahulu sebelum
diserap kedalam sel dengan menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler. Bahan
organik didalam substrat digunakan oleh jamur Aspergillus niger untuk aktivitas
transport,

pemeliharaan

struktur

sel

dan

mobilitas

(pergerakan)

sel

(Hardjo et.al., 1989).
Kualitas produk fermentasi tergantung pada jenis mikroba serta medium
padat yang digunakan. Kadar protein produk fermentasi umbi singkong
menggunakan Aspergillus niger lebih baik dibandingkan dengan Rhizopus
oligosporus (Kompiang et al., 1994).
Cassapro
Cassapro adalah pakan ternak yang merupakan hasil fermentasi antara
kapang/jamur Aspergillus niger dengan limbah pertanian yang mengandung
karbohidrat (seperti onggok, dedak padi, ampas sagu, dan sebagainya) dan
mengandung protein yang cukup tinggi sehingga berfungsi sebagai pengganti
sebagian pemberian konsentrat ternak.

Universitas Sumatera Utara

Kompiang (1997) melaporkan bahwa kandungan protein sejati dari
cassapro adalah bervariasi (tergantung pada bahan baku yang digunakan), yaitu
antara 14,3% (berbahan serat kelapa sawit) dan 25,1% (berbahan bungkil inti
sawit); untuk bahan onggok (limbah pabrik tapioka) adalah 18%. Sekitar 50% dari
kandungan protein sejati cassapro tersebut, diketahui adalah berupa asam amino.
Selain mampu meningkatkan kandungan protein kasar ransum ternak,
pemanfaatan cassapro juga mampu meningkatkan nilai kecernaan sekaligus
meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Selama fermentasi berlangsung,
kapang Aspergillus niger mampu membentuk berbagai enzim yang membantu
proses pencernaan (Kompiang et al., 1995). Enzim yang dimaksud adalah
cellulase,beta-gluco sidase, pectinase dan protease (Berovic dan Ostroversnik,
1997).
Seperti jenis kapang lainnya, kehidupan Aspergillus niger mempunyai 7
tahapan pertumbuhan, yaitu mulai fase adaptasi sampai fase kematian
(Dwijosaputro, 1989). Adanya beberapa tahapan pertumbuhan aspergillus tersebut
akan berkorelasi positif terhadap kualitas cassapro yang akan dihasilkannya. Oleh
karena itu, penting diketahui pada lama fermentasi berapa hari yang terbaik untuk
menghasilkan kualitas cassapro yang maksimal.
Cassapro adalah nama populer dari akronim Cassava yang berprotein
tinggi. Dalam skala laboratorium, kandungan protein ubi kayu yang asal mulanya
hanya berkisar 2% - 3% dapat ditingkatkan menjadi 36%. Namun, pada skala
lapangan hasilnya berkisar 18%. Masalahnya karena kondisi suhu/temperatur dan
kelembabannya masih sulit disesuaikan selama proses fermentasi tersebut
berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

Teknik pengolahan seperti proses pembuatan cassapro ini juga dapat
diproses dari bahan - bahan lain, seperti kulit kupasan ubi kayu, onggok singkong,
daunnya, dari bahan sagu (empelur, elod, ampas), bungkil kelapa, bungkil inti
sawit, lumpur sawit, bungkil coklat, limbah kopi, dan buah jambu mete. Proses
pembuatan cassapro adalah dengan cara bahan-bahan tersebut difermentasikan
dengan menggunakan inokulum Aspergilus niger ditambah Urea/Za sebagai
sumber nitrogen anorganik. (Kompiang et al., 1994 ).Tujuan dan pembuatan
cassapro ini adalah merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai gizi
bahan baku pakan yaitu meningkatkan kandungan proteinnya.
Tabel 3. Kandungan nutrisi dalam cassapro
Komponen
Protein Kasar
Asam Amino
Kadar Air
Lemak Kasar
Serat Kasar
Abu

Kadar
36,7
18,0
8,9
5,7
6,3
6,3

Sumber : Purwadaria, 1999

Universitas Sumatera Utara

Skema Pembuatan Cassapro

Bahan baku ubi kayu yang sudah dikupas sebanyak 100 kg

Dicacah berbentuk dadu, kira-kira 2cm

Di ovenkan selama 12 jam

Ditambahkan spora Aspergillus Niger yang aktif sebanyak 50 liter

Dicampur Urea/NPK sebanyak 4,5 kg

Diaduk sampai merata

Ditaruh dalam tampah dengan ketebalan 5 cm

Difermentasi selama 3-5 hari

Dipanen

Dikeringkan selama kurang lebih 2 hari

Digiling atau dihaluskan menjadi berbentuk tepung

Cassapro sebanyak 80-85 kg siap dipakai

Universitas Sumatera Utara