Bahasa Devayan di Pulau Simeulue: Kajian Vitalitas Bahasa Chapter III VIII

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pengantar
Penelitian sosiolinguistik ini memerlukan metodologi yang sesuai dengan
karakteristik penelitian.Seperti kita ketahui bahwa kajian sosiolinguistik terbagi
menjadi

2,

yaitu

Mikrososiolinguistik

mikrososiolinguistik
mengkaji

masalah

dan

linguistik


makrososiolinguistik.
antar

personal

dan

makrososiolinguistik mengkaji linguistik lebih luas, yaitu pada tingkat komunitas.
Menurut Gunarwan dalam Mahsun (2011)analogi yang tepat tentang keduanya
adalah dengan membandingkan dua karya Fasold: The Sociolinguistic of
Language (1990) untuk mikrososiolinguitik dan The Sociolinguistic of Society

(1984) untuk makrososiolinguistik. Jadi dalam buku yang pertama, pembahasan
berkisar mengenai bentuk dan struktur bahasa

dalam kaitannya dengan

komunikasi antar personal, sedangkan pada buku kedua pembahasan mengenai
masyarakat dan hubungannya dengan bahasa. Pembahasan pada buku kedua lebih

ke arah diglosik, kedwibahasaan, sikap bahasa, vitalitas bahasa, dan perencanaan
bahasa.Dapat disimpulkan bahwa penelitian yang sedang dilakukan peneliti
termasuk dalam kelompok kajian makrososiolinguistik.
Hal yang akan dieksplorasi dalam penelitian ini sebagian besar adalah
pada pemakaian bahasa. Sejalan dengan pendapat Mahsun (2011) bahwa bidang
linguistik yang disebut bidang studi pemakaian bahasa merupakan bagian terbesar
dari pembahasan dalam bidang studi antar disiplin yang disebut sosiolinguistik.
Dengan kata lain, bidang linguistik yang berhubungan dengan pengkajian
pemakaian bahasa merupakan salah satu bagian dari bidang sosiolinguistik,

88

Universitas Sumatera Utara

89

terutama jika yang dikaji adalah pemakaian bahasa menurut konteks sosial
penggunaannya.
Menurut Halliday (1978), berdasarkan pemakaian bahasa, varietas bahasa
dibedakan berdasarkan pamakaiannya dan berdasarkan pemakainya. Jika

berdasarkan pemakaiannya, varietas bahasa dibagi menjadi 3, yaitu (1) bidang
(field) yaitu berhubungan dengan apa bahasa itu dipakai, (2) cara (mode) yaitu
media apa yang digunakan dalam berbahasa (lisan atau tulisan), dan (3) hubungan
peran (tenor) yaitu hubungan peran para partisipan yang terlibat dalam peristiwa
bahasa. Namun secara lebih luas, pemakaian bahasa dapat dimaknai sebagai
penggunaan bahasa. Jika ditelaah penggunaan bahasa, yang akan menjadi obyek
kajian utama adalah masyarakat tuturnya. Masyarakat tutur tidak pernah homogen
karena di dalam masyarakat pasti terpolarisasi atas kelompok-kelompok sosial
yang mempunyai profil berbahasa yang berbeda-beda antar kelompok, namun
mempunyai kesamaan profil dalam tiap kelompoknya.Walaupun ada muncul
kekhasan seseorang dalam berbahasa (idiolek), namun pembahasan dalam
sosiolinguistik tidak mengkaji perilaku berbahasa perseorangan, namun perilaku
bahasa dalam kelompok.Dan dalam pemakaian bahasa, jika dikaitkan dengan
konsep performance dan competence, kajian sosiolingistik ini berhubungan
dengan masalah performance atau parole dan bukan pada tataran competence atau
langue.

Dengan memahami karakteristik penggunaan bahasa dalam masyarakat
seperti dipaparkan di atas, sangat membantu peneliti dalam menentukan metode,
strategi, dan teknik dalam menjaring data.


Universitas Sumatera Utara

90

Berdasarkan tujuan penelitian, secara garis besar, penelitian ini dapat
diklasifikasikan ke dalam kelompok penelitian terapan.Penelitian jenis ini lebih
memfokuskan pada penggunaan suatu teori dalam memecahkan masalah atau
penggunaan teori dalam pelaksanaan suatu program (Suprapto:2013). Dalam hal
ini, peneliti menggunakan teori pengukuran vitalitas bahasa dan sikap bahasa
untuk melakukan investigasi pada kriteria vitalitas bahasa dan sikap bahasa. Dan
bila ditinjau dari metode penelitian (Gay, L.R: 1987), penelitian ini termasuk
penelitian

deskriptif,

yaitu

penelitian


terhadap

status,

sikap,

pendapatkelompok/individu, perangkat kondisi dan prosedur, atau suatu sistem
pemikiran atau peristiwa dalam rangka membuat deskripsi atau gambaran secara
sistematik dan analitik yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah aktuil
pada masa kini.
Fenomena kebahasaan pada kajian sosiolinguistik adalah memadukan
antara kajian bahasa pada aspek linguistik dan aspek penuturnya. Pada penelitian
ini kajian difokuskan pada aspek penggunaan bahasa oleh penutur, sehingga
sebagian besar data yang diperoleh adalah data kuantitatif yang dijaring melalui
pengakuan diri (self-report) melalui kuesioner dan tes listening comprehension,
serta melalui tes kompetensi leksikal dan berbicara. Keseluruhan data tersebut
merupakan data primer dari penelitian ini.Sedangkan data kualitatif yang berupa
rekaman dan catatan wawancara dan observasi digunakan untuk mendukung data
primer. Data kualitatif juga diperoleh pada kegiatan pra-penelitian melalui Focus
Grup Discussion (FGD) untuk menentukan lokasi, populasi dan sampel, serta

gambaran lingual bahasa Devayan, mengingat bahasa ini dan masyarakat tuturnya
belum dikenal sama sekali oleh peneliti.

Universitas Sumatera Utara

91

3.2Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini mengikuti prosedur yang diawali dengan studi
pendahuluan.Dengan adanya langkah awal ini, peneliti mengetahui apa yang akan
diteliti, dimana dan kepada siapa informasi dapat diperoleh, mengetahui
bagaimana cara memperoleh data, menentukan cara yang tepat untuk
menganalisis data, dan bagaimana harus mengambil
memanfaatkan

hasil.Studi

pendahuluan,

peneliti


kesimpulan serta

lakukan

dengan

studi

kepustakaan pada buku-buku ataupun informasi daring mengenai bahasa Devayan
dan juga beberapa tulisan ilmiah yang dipublikasikan.Selain itu peneliti juga
berkonsultasi dengan sumber yang dapat memberikan informasi tambahan
mengenai pulau Simeulue dan bahasa Devayan, dan yang terakhir adalah
mengenal lokasi penelitian. Dua langkah pertama, peneliti lakukan sebelum
seminar kolokium, dan langkah ketiga, yaitu mendatangi lokasi dilakukan setelah
mendapat surat ijin penelitian dari Universitas. Pra-penelitian ini dilakukan
selama 3 hari yaitu pada tanggal 19-21 Juni 2014. Kegiatan ini diawali dengan
kunjungan peneliti menghadap Bupati di kantor kabupaten Simeulue di kota
Sinabang, yang diterima dengan baik oleh Wakil Bupati, Hasrul Edyar, S.Sos,
M.AP, karena bupati sedang di luar kota. Pada kesempatan itu peneliti

menyampaikan maksud dan tujuan penelitian dengan menyerahkan surat ijin
melakukan penelitian dari pihak Paska Sarjana, Universitas Sumatera Utara. Dan
pada hari berikutnya diadakan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan
peserta sebagai berikut, wakil bupati, sekda, kabid kesra, kabid humas, kepala
sekolah SMA, kepala sekolah SMP, Kepala sekolah SD, Ketua Majelis Adat
Simeulue, dan pemerhati bahasa Devayan. Adapun perincian kegiatan pada

Universitas Sumatera Utara

92

kunjungan lokasi sebagai alah satu langkah studi pendahuluan adalah sebagai
berikut:

NO
1.
2.
3.

Tabel 3.1

Jadwal kegiatan Studi Pendahuluan Kunjungan Lokasi
TANGGAL
KEGIATAN
19 Juni
20 Juni
21 Juni

Perijinan ke kantor Bupati
Focus Grup Discussion (FGD)
Mencari informasi wilayah dan kependudukan ke BPS

Setelah melakukan studi pendahuluan, peneliti memperbaiki perumusan
masalah dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari penguji pada seminar
kolokium, studi literatur, dan kunjungan ke lokasi. Dari studi literature diperoleh
kesimpulan bahwa penelitian pada bahasa Devayan difokuskan pada penelitian
vitalitas bahasa sesuai dengan amanah dari Unesco kepada para pemerhati bahasa
dunia untuk ikut berpartisipasi dalam pemetaan, pendokumentasian, dan
pelestarian bahasa etnis. Menurut Lewis (2015) dari SIL International mengatakan
bahwa penyelesaian permasalahan kepunahan bahasa bukan terletak pada
rekonstruksi ataupun reklamasi pada bahasa itu namun lebih kepada kepedulian

komunitas menggunakan bahasa tersebut.Dari kunjungan ke lokasi, peneliti
mendapat gambaran tentang lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian,
serta informasi untuk menyusun instrumen penelitian.
Kemudian pada tanggal 25 Agustus – 4 September 2014 pelaksanaan
penelitian melalui penjaringan data melalui kuesioner, tes, wawancara, dan
observasi, dengan perincian kegiatan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

93

Tabel 3.2
Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian
NO

TANGGAL

KEGIATAN

25 Agustus

1.

Pilot Test Kuesioner di SMA Negeri 2 Sinabang (36
responden)
26-27 Agustus Survey dan pelaksanaan tes di kecamatan Simeulue Timur.

2.
28 Agustus

Survey dan pelaksanaan tes di kecamatan Teupah Selatan.

29 Agustus

Survey dan pelaksanaan tes di kecamatan Teupah Barat.

30 Agustus

Survey dan pelaksanaan tes di kecamatan Teupah Tengah.

10 Agustus
1 September

Survey dan pelaksanaan tes di kecamatan Simeulue
Tengah.
Survey dan pelaksanaan tes di kecamatan Simeulue Cut.

2 September

Survey dan pelaksanaan tes di kecamatan Teluk Dalam.

3 September

Wawancara dengan Ketua Majelis Adat Simeulue, dan
mantan Kadis Pariwisata Simeulue
Wawancara dengan pemerhati bahasa Devayan di Lasikin.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
4 September
10
Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan data dan
analisis temuan, serta ditarik kesimpulan.

3.3Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) dari sepuluh (10) kecamatan di
kabupaten Simeulue. Ketujuh kecamatan tersebut adalah : (1) Simeulue Timur, (2)
Teupah Selatan, (3) Teupah Barat, (4) Teupah Tengah, (5) Simeulue Tengah, (6)
Simeulue Cut, dan (7) Teluk Dalam. Alasan penentuan lokasi ini berdasarkan
tempat masyarakat tutur bahasa Devayan, karena 3 lokasi lainnya menggunakan
bahasa Sigulai dan Leukon. Di kecamatan Simeulue Timur, terletak ibukota
kabupaten, yaitu Sinabang, sebagai pusat kota di kabupaten Simeulue. Seluruh
ibukota kecamatan dihubungkan dengan jalan aspal yang lumayan bagus yaitu

Universitas Sumatera Utara

94

jalan lingkar pulau, yang saling menyambung dan jika diikuti akan kembali ke
asal, kecual daerah Teupah Selatan yang mempunyai satu jalur tersendiri ke pusat
kabupaten. Seluruh ibukota kecamatan terletak di pantai karena di tengah pulau
adalah pegunungan dan perbukitan.
Penelitian ini melibatkan variabel independen jenis kelamin, usia, dan
jarak ke pusat kota, dalam hal ini Sinabang. Jadi Simuelue Timur dijadikan pusat
dengan jarak 0 km, kemudian Teupah Selatan 46 km, Teupah Barat 24 km,
Teupah Tengah 11 km, Simeulue Tengah 64 km, Simeulue Cut 68 km, dan Teluk
Dalam 57 km. Dengan jarak yang cukup berjauhan peneliti melakukan penelitian
selama 11 hari.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
Penentuan populasi dan sampel penelitian didasarkan pada komposisi
penduduk yang menjadi masyarakat tutur bahasa Devayan.Peneliti tidak
mendapatkan informasi tepat jumlah penutur bahasa Devayan karena informasi
yang di dapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten Simeulue, bahasa tidak
dimasukkan dalam variabel sensus.Jadi populasi masyarakat tutur diputuskan
dengan komposisi jumlah penduduk di wilayah tutur tersebut.

3.4.1 Populasi Penelitian
Responden yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah penutur asli
bahasa Devayan atau salah satu dari orang tuanya adalah penutur bahasa Devayan,
berusia di atas 5 tahun, dan tinggal di wilayah tutur bahasa Devayan. Seperti
sudah disebutkan di atas bahwa jumlah penduduk di 7 kecamatan wilayah tutur
bahasa Devayan menjadi populasi dari penelitian ini. Berdasarkan Statistik

Universitas Sumatera Utara

95

Kependudukan Kabupaten Simeulue tahun 2014 jumlah penduduk seluruh
kabupaten adalah 87.598 jiwa, yang tersebar di seluruh kecamatan, dengan
perincian 138 desa dan 20.884 KK. Namun yang menjadi wilayah tutur bahasa
Devayan hanya 7 kecamatan dengan perincian komposisi penduduk yang terlihat
pada tabel 3.3 sebagai berikut:
Tabel 3.3
Komposisi Penduduk Wilayah Tutur
Kecamatan

Desa

KK

Total

Teupah Selatan

19

2 142

8 983

Simeulue Timur

17

6 286

26 365

Teupah Barat

18

1 817

7 620

Teupah Tengah

12

1 445

6 063

Simeulue Tengah

16

1 592

6 679

Teluk Dalam

10

1 232

5 169

Simeulue Cut

8

745

3 126

TOTAL

100

15259

60005

Dalam data statistik tidak disebutkan adanya komposisi etnis lainnya, walaupun
pada kenyataannya khususnya di kecamatan Simeulue Timur komposisi
pendatang cukup besar dibandingkan 6 kecamatan yang lainnya, terutama di kota
Sinabang, jadi peneliti mengambil populasi total seluruh penduduk di 7
kecamatan dikurangi usia dibawah lima tahun karena populasi penelitian ini
dimulai pada usia sekolah yaitu umur 6 atau 7 tahun. Tabel berikut adalah
komposisi penduduk di seluruh kabupaten menurut umur dan jenis kelamin:

Universitas Sumatera Utara

96

Jadi jumlah populasi penelitian adalah 65.005 dikurang jumlah penduduk dibawah
5 tahun 5101 sehingga pupolasi berjumlah 59.904.
3.4.2 Sampel Penelitian
Menurut Mahsun (2011) dalam penelitian bahasa sampel yang besar tidak
diperlukan dikarenakan perilaku perilaku linguistik itu cenderung lebih homogen
dibandingkan dengan perilaku-perilaku yang lain(Milroy 1987 dalam Mahsun
2011).Dalam beberapa penelitian sosiolinguistik yang pernah diterbitkan banyak
yang menggunakan sampel dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Sebagai contoh
Labov (1966) menggunakan 122 orang sampel untuk mewakili penduduk kota
New York, kemudian Wolfram dalam Mahsun (2011) menggunakan 48 orang
untuk mewakili populasi kota Detroit pada penelitian Bahasa Inggris Hitam.
Namun yang paling penting adalah kelompok sosial yang dijadikan variabel
terwakili di dalam sampel yang dijadikan sumber data. Dalam penelitian ini
variabel jenis kelamin, kelompok usia, dan jarak dengan pusat kabupaten terwakili
dalam sampel.
Mengingat pertimbangan di atas dan juga mempertimbangkan bahwa
penelitian ini buka survey murni, maka peneliti menggunakan teknik pengambilan
sampel sampel acak berstrata (Stratified Random Sampling)yaitu pemilihan
sekelompok subyek didasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Hadi:1993). Jadi dalam penelitian ini dilakukan dengan
mempertimbangkan ciri sosial jenis kelamin, kelompok umur, dan lokasi (jarak
dengan pusat kabupaten). Penarikan sampel dengan metode ini dilakukan dengan
cara menstratifikasi populasi survey berdasarkan ciri sosial.

Universitas Sumatera Utara

97

Penelitian ini membagi sampel variabel jenis kelamin ke dalam 2
kelompok yaitu Pria dan Wanita; kemudain kelompok usia terbagi menjadi 4
kelompok yaitu G1 (>50 tahun) G2 (21-50 tahun) G3 (13-20 tahun) G4 (6-12),
dan kelompok jarak ke pusat kabupaten (lokasi) dalam 7 kelompok STim
(Simeulue Timur) yang berjarak 0 km dianggap sebagai pusat kota, Tsel(Teupah
Selatan) dengan jarak 46 km, TBar(Teupah Barat)24 km, Tteng(Teupah Tengah)
berjarak 11 km, STeng (Simeulue Tengah)64 km,SCut (Simeulue Cut)68 km, dan
TDal (Teluk Dalam)57km. Berdasarkan pengelompokan tersebut, jumlah penutur
bahasa Devayan yang akan dijadikan responden penelitian adalah (2 jenis kelamin
x 4 kelompok usia x 7 wilayah). Jumlah perkalian di atas di gandakan sebanyak 4
kali dengan pertimbangan bahwa berbagai variasi sosial yang lain dapat terwakili
meskipun variasi sosial lain tersebut tidak disertakan dalam penelitian. Teknik
penetapan sampel seperti ini telah dilakukan oleh Sugiyono (2007), Syarfina
(2008), dan Marice (2010).Contoh tabel pengambilan sampel menggunakan cara
sampel acak berstrata adalah sebagai berikut pada tabel 3.4 (l
Tabel 3.4
Contoh Tabel Pengambilan Sampel
NO

KELOMPOK
USIA
G1

LOKASI

1.

JENIS
KELAMIN
1

2.

1

G2

STeng

3.

1

G3

SCut

4.

2

G4

STim

5.

2

G1

TBar

6.

2

G1

TSel

NAMA RESPONDEN

STim

Dst.
220.

Universitas Sumatera Utara

98

Dengan demikian jumlah responden yang diharapkan adalah (2 x 4 x 7) x 4 = 224
orang.Kemudian persebaran setiap kecamatan dibagi sesuai dengan rasio
penduduk dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Teupahselatan : 8.983 x 224 = 30,95
65.005
2. Simeuluetimur
: 26.365 x 224 = 90,85
65.005
3. Teupahbarat
: 7.620 x 224 = 26,25
65.005
4. TeupahTeungoh
: 6.003 x 224 = 20,89
65.005
5. SimeulueTeungoh : 6679 x 224 = 23,01
65.005
6. TeupahDalam
: 5.164 x 224 = 17,81
65.005
7. Simeulue CUT
: 3126 x 224 = 10,77
65.005
Setelah angka dibulatkan dan jumlah tersebut di sesuaikan untuk penentuan
komposisi laki-laki dan perempuan, kelompok usia, dan lokasi, sehingga menjadi
220 orang. Adapun komposisi jumlah sampel dapat dilihat di tabel 3.5.
Tabel 3.5 Komposisi Sampel

1.

Simeulue Timur

G1
(>50 th)
L
P
9
7

2.

Teupah Selatan

3

3

4

4

4

5

4

4

31

3.

Teupah Barat

2

2

3

3

4

4

3

3

26

4.

Teupah Tengah

2

2

4

4

4

4

2

3

21

5.

Simeulue Tengah

3

2

3

3

3

3

3

3

22

6.

Simeulue Cut

1

1

1

2

2

1

1

2

11

7.

Teluk Dalam

2

2

2

2

3

2

3

2

18

TOTAL

21

21

30

31

36

36

26

25

220

NO

LOKASI

G2
(21-50 th)
L
P
14
15

G3
(13-20 th)
L
P
15
15

G4
(6-12 th)
L
P
8
8

TOTAL
91

Universitas Sumatera Utara

99

3.4.3 Informan dan Teknisi/Transkriptor
Dalam penelitian ini digunakan 5 orang informan yang bertugas
memvalidasi data kemampuan bahasa melalui tes dan juga sebagai informan
tetntang penggunaan bahasa dan sikap bahasa melalui wawancara terstruktur
therhadap kelima informan tersebut.. 4 orang informan berasal dari kabupaten
Simeulue, yaitu Drs. Azharudin Agur, Anggota DPRK Simeulue dan pemerhati
budaya dan bahasa; Yenny Anita Hasana, S.Pd, M. Pd guru bahasa Inggris di
SMP Negeri 1 Sinabang bertempat tinggal di Sinabang; Azruzam, guru bahasa
Inggris SMP Negeri 1 Teupah Tengah, berdomisili di Lasikin, Teupah
Tengah;serta Drs. Chairil Anwar, M.Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Sinabang.
Serta 1 orang Hendra Heriansyah, M.Pd, M.Tesol, dosen bahasa Inggris
Universitas Syiah Kuala, berdomisili di Banda Aceh.sertaDrs. Chairil Anwar,
M.Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Sinabang. Kelimanya adalah penutur asli
bahasa Devayan.
Peneliti juga melibatkan teknisi dan transkriptor dalam penelitian ini,
mengingat peneliti bukan penutur asli bahasa Devayan, yaitu Sdri.Deni Mustika
asal Lasikin, kemudian Sdr. Gusti Hasruna, dan Sdri.Ratna Mulyani keduanya
penduduk Sinabang.Teknisi membantu peneliti dalam perekaman dan juga kadang
membantu menjadi penanya dalam tes bicara, ketika sedang beada di pedalaman
dan kehabisan batere untuk menghidupkan rekaman.
3.5 Instrumen Penelitian
Untuk menjaring data penggunaan kuesioner didistribusikan kepada
responden di 7 kecamatan yang ada di kabupaten Simeulue.Ada 2 jenis kuesioner
yang di bagikan kepada responden yaitu: (1) Kuesioner (KPBS) dirancang untuk

Universitas Sumatera Utara

100

mendapatkan data mengenai pola penggunaan bahasa dan sikap bahasa, dan
kuesioner jenis ini juga dibedakan butir pertanyaan untuk kelompok G1 sama
dengan G2 dan G3 sama dengan G4. Data yang diperoleh dianalisis untuk
mengetahui pola penggunaan bahasa yang akan dipaparkan pada bab ini, dan juga
lebih lanjut di hitung angka indeks penggunaan bahasa untuk mengukur vitalitas
bahasa yang akan dibahas pada bab selanjutnya yaitu bab VII. (2) Kuesioner
mengetes Kemampuan Bahasa Penutur Bahasa Devayan. Kuesioner ini untuk
mengetes kemampuan reseptif dan produktif , namun mengingat bahasa Devayan
hanya berfungsi sebagai bahasa lisan, tes ini mengukur kemampuan dalam
lingkup performance bukancompetence. Namun untuk pembahasan sikap bahasa
dan kemampuan bahasa dipaparkan pada bab VI serata pembahasan mengenai
level vitalitas bahasa akan dipaparkan pada bab VII.
Selain menggunakan kuesioner, penelitian ini juga mengaplikasikan
wawancara terstrutur dan tak terstruktur, serta FGD, untuk menggali informasi
untuk menjawab dan mendeskripsikan Bab IV, serta mendukung pada
pembahasan temuan pada bab V sampai VII.
3.5.1 Kuesioner Penggunaan dan Sikap Bahasa. (KPBS)
Kuesioner KPSB ini ada dua macam, untuk Remaja dan Anak-anak (G3
dan G4) dan untuk Orang Tua dan Dewasa (G1 dan G2),.Kuesioner ini untuk
mendapatkan data tentang pola penggunaan bahasa dan sikap bahasa.Pada
pertanyaan kelompok A, responden diminta informasi mengenai profil
kedwibahaan responden, diantaranya informasi mengenai suku-suku yang hidup
berdampingan dengan mereka, serta informasi apakah bahasa Devayan merupakan

Universitas Sumatera Utara

101

bahasa ibu/bahasa pertama mereka., dan juga informasi sejak kapan mereka
menguasai bahasa Devayan.

3.5.1.1 Kuesioner Penggunaan Bahasa
Untuk mendapatkan data tentang pola penggunaan bahasa dirancang
sebuah instrumen yang menggali informasi untuk mengetahui pada ranah mana
yang mengalami kemajuan atau kemunduran.Jawaban terdiri dari 6 opsi, yaitu (a)
selalu Berbahasa Indonesia, (b) Lebih banyak bahasa Indonesiai, (c) sama
banyaknya BI dan BDev, (d) Lebih banyak bahasa Devayan, (e) selalu bahasa
Devayan, (f) bahasa lainnya. Pensekoran jawaban yang diberikan oleh responden
yaitu bila menjawab selalu Berbahasa Indonesia = 1, Lebih banyak bahasa
Indonesia = 2, sama banyaknya BI dan BDev = 3, Lebih banyak bahasa Devayan
= 4 , selalu bahasa Devayan (5), bahasa lainnya (6).Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada kisi-kisi pada tabel 3.6berikut ini:
Tabel 3.6
Kisi-kisi Kuesioner KPSB
Indikator
1. Penggunaan Pada
Ranah
Kekeluargaan

2. Penggunaan Pada
Ranah
Ketetanggaan

Sub-Indikator

No Soal

Jumlah

Interlokutor:
1.1 Kakek/Nenek
1.2 Ayah Ibu
1.3 Abang/Adik
1.4 Pakwa/Miwa
1.5 Sepupu
Event:
1.6 seluruh jenis
percakapan sehari-hari
di rumah
Interlokutor:
2.1 Teman sebaya sesuku
2.2 Teman sebaya tak
sesuku
2.3 Tetangga sesuku
2.4 Tetangga Tak sesuku

8a, 8b.
8c,8d,8e, 8f,
8g
9a, 9b, 9c,
9d, 9e, 9f,
9g,

14

10a, 10b,
10c, 10d

4

Universitas Sumatera Utara

102

2.5 Sepupu
2.6 Event: seluruh jenis
percakapan sehari-hari
dalam pergaulan
3. Penggunaan Pada
Ranah Pendidikan

Interlokutor:
3.1 Guru Sesuku
3.2 Guru tak sesuku
3.3 Kepsek sesuku
3.4 Kepsek tak sesuku
3.5 Penjaga Sekolah
Event:
3.6 Event:seluruh jenis
percakapan di
lingkungan sekolah,
3.7 khusus untuk anak dan
remaja : bahasa
pengantar di kelas

11a, 11b,
11c, 11d,
11e, 11f

6

4. Penggunaan Pada
Ranah
Pemerintahan

Interlokutor:
4.1 Kolega sesuku
4.2 Kolega tak sesuku
4.3 Atasan sesuku
4.4 Atasan tak sesuku
Event:
4.5 Rapat
4.6 Mengurus KTP
4.7 Mengurus SIM?STNK
4.8 Transaksi di Bank
4.9 Mengajukan proposal
di dinas Sosial
4.10 Berurusan di
kantor pos
4.11 Dokter sesuku
4.12 Dokter tak sesuku
4.13 Perawat sesuku
4.14 Perawat tak sesuku
4.15 Apoteker sesuku
4.16 Apoteker tak
sesuku

12a, 12b,
12c, 12d,
12e, 12f

18

5. Penggunaan Pada
Interlokutor:
Ranah Keagamaan 5.1 Teman pengajian
5.2 Ustadz/ustadzah
Event:
5.3 Khotbah Jumat
5.4 Ceramah Maulid

13a, 13b,
13c, 13d,
13e,13f
17a, 17b,
17c, 17d,
17e, 17f,

14. 1 14a,
14b

5

14.b. 14a,
14b, 14c

Universitas Sumatera Utara

103

5.5 Pengajian Rutin
6. Penggunaan Pada
Ranah Adat

Interlokutor:
6.1 Peserta acara adat
6.2 Ketua adat

16a,16b,16c,
16d, 16e, 16
f

6

5

Event:
6.3 Perkawinan
6.4 Sunatan
6.5 Pemakaman
6.6 Kenduri blang
6.7 Kenduri laot
6.8 Tepung tawar
7. Penggunaan Pada
Media Sosial

Event:
7.1 Telpon/SMS
7.2 BBM/WA
7.3 Facebook

181, 18b,
18c, 18d, 18d

8. Penggunaan Pada
Media Informasi
Publik

Event:
8.1 Radio
8.2 TV
8.3 Speaker Masjid
8.4 Poster kampanye
8.5 Baliho iklan

191, 19b,
19c, 19d, 19d

9. Penggunaan Pada
Media baca dan
tulis.

Event:
9.1 Surat Resmi
9.2 Surat Tak Resmi
9.3 Buletin/Majalah/Koran
9.4 Buku Cerita Rakyat
9.5 Buku Puisi/Pantun
9.6 Buku Agama

201, 20b,
20c, 20d,
20d, 20 f,.

TOTAL

6

54

3.5.1.2 Kuesioner Sikap Bahasa
Kuesioner sikap bahasa dyang digunakan dalam penelitian ini terbagi
menjadi 2 karena dipandang dari dua sisi (1) sikap terhadap bahasanya, dan (2)
sikap terhadap penuturnya. Sikap terhadap bahasanya akan mengungkapkan
seperti bagaimana dia bersikap terhadap bahasanya negatif apa positif melaului

Universitas Sumatera Utara

104

serangkaian pertanyaan untuk menggali sikap responden terhadap bahasanya.
Selain sikap positif dan negatif pada situasi sekarang, juga digali sikap responden
terhadap keinginan dan masa depan bahasanya.
Kuesioner untuk mengukur sikap terhadap bahasanya berisikan 18
pernyataan

yang

terdiri

dari

7

pernyataan

positif

(pertanyaan

no

1,2,6,7,9,11,12,13) , 6 pertanyaan negatif (pertanyaan no 3, 4, 5, 8, 10, 12) , dan 5
pertanyaan sikap visioner, yaitu sikap menginginkan bahasa di masa yang akan
datang (14, 15.16.17.18). Pensekoran jawaban yang dibetikan oleh responden
yaitu bila menjawab sangat setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, netral (N) = 3, Tidak
Setuju (TS) = 4 , Sangat Tidak Setuju (STS) = (5)
Kuesioner untuk mengukur sikap bahasa terhadap penuturnya digunakan
teknik Matched Guise.Teknik ini menggunakan rekaman suara untuk mengukur
sikap bahasa terhadap penuturnya.Dalam pengukuran ini dibuat perekaman dalam
3 jenis bahasa yang diucapkan oleh 1 pembicara.Pembicara pada pengukuran ini
hanya menggunakan 1 jenis saja yaitu pembicara laki-laki karena keterbatasan
waktu dan fasilitas, disamping juga penelitian ini titik beratnya tidak hanya pada
sikap bahasa.Untuk penelitian lain yang lebih intensif penggunaan metode ini
untuk melihat sikap bahasa terhadap peuturnya dapat dilakukan dengan
perekaman yang berdasarkan pada jenis kelamin, usia, dan dialek pembicara yang
direkam.
Ketiga jenis wacana yang direkam membicarakan topik yang sama hanya
dalam bahasa yang berbeda. Pembicara pertama berbicara dengan menggunakan
bahasa Devayan penuh, pembicara ke dua menggunakan bahasa Indonesia

Universitas Sumatera Utara

105

bercampur dengan bahasa Devayan. Dan pembicara ke 3 berbicara menggunakan
bahasa Indonesia penuh.
Pembicara ke-1:
Isin Simeulue sereng disabui anak ulau karano laher da n diaklofo ek ulau.
Jama’i masarek, matu’a mangura, silafae silae dai lumangoe. Desa ma’i
indah nikelelengi samodra singa kayo nae alek lahik. Senang ami tantaren ek
ulau, walopun sereng ami ni iyor linon. Tetap ami mancintoi Simeulue,
jama’i mampunyoi puisi semong warisan de nenkta. Puisi nasehat jika
besang tsunami.

Pembicara ke-2:
Orang Simeulue sering disebut anak ulau karena lahir dan dibesarkan ek
ulao. Kami semua, matu’a mangura, silafae silae bisa lumangoe. Kampung
kami indah nikelilingi samudera yang kaya ikan dan lobster. Kami senang
tinggal ek ulao, walaupun kami sering diayun gempa. Kami tetap mancintoi
Simeulue, karena kami punya puisi smong warisan nenek moyang. Puisi
nasehat jika besang tsunami.

Pembicara ke-3:
Orang Simeulue sering disebut anak pulau karena lahir dan dibesarkan di
pulau. Kami semua, tua-muda, laki perempuanbisa berenang. Kampung kami
indah dikelilingi samudera yang kata ikan dan lobster. Kami senang tinggal di
pulau, walaupun kami sering diayun gempa. Kami tetap mencintai Simeulue,
karena kami punya pusi smong warisan nenek moyang. Puisi nasehat bila
datang tsunami.

Responden disini bertindak sebagai juri terhadap ke tiga jenis pembicaran
di atas dengan menilai tingkat keramahan, kepercayaan diri, kemoderenan,
berpangkat, berpendidikan, dan kemenarikan seseorang. Dan satu pertanyaan
akhir untuk menguatkan penilaian yaitu dengan menyakanan gaya berbicara yang
paling disukai diantara ketiga pembicara tersebut.
Untuk pengukuran vitalitas bahasa juga digunakan data dari kuesioner
KPSB ini. Setelah dicari rata- rata (mean) dari setiap variabelsehingga di dapat
singkatan (1) Ikel untuk indeks keluarga, (2) Itangga untuk Indeks Ketettanggaan,

Universitas Sumatera Utara

106

(3)

Ipend

untuk

indeks

Pendidikan,

(4)

IPem

indeks

untuk

ranah

pemerintahan/perkantoran, (5) IGama untuk indeks Keagamaan, (6) ITran indeks
untuk ranah Transaksi, (7) IAdat indeks untuk ranah Adat. Untuk memberikan
perbandingan pengukuran ditambah 3 variabel independen yaitu (8) Imedsos
indeks untuk sosial media, dan (9)IRasa indeks untuk Perasaan. Setelah itu di
cari indeks nilai indeks dengan rumus :

I=

I

�=

� –� �
� �� – � �

= Indeks

Xmin = Nilai Minimal

Nilai rata-rata

Xmax = Nilai Maksimal

3.5.2 Kuesioner Kemampuan Bahasa Bahasa ( KKB)
Untuk pengukuran kemampuan bahasa digunakan kuesioner KKB yang
mengadopsi model pengukuran vitalitas bahasa yang di kemukakan oleh
Margareth Florey (2011) yang mengukur (1) lexical recognition , (2) Translation
Task, dan (3) Discourse Test. Namun dalam penelitian ini disesuaikan dengan

keadaan bahasa Devayan, selain lexical recoqnition dalam bentuk kosa kata kata
benda dan kata kerja diberikan juga pengetesan pada kata sapaan dalam keluarga
dan kata bilangan. Lexical recognition ini berkisar pada kata benda dan kata
kerja.Untuk Trasnlation Task diberikan kalimat yang harus diterjemahkan
kedalam bahasa Devayan secara tertulis.Pada kuesioner dilengkapi dengan
gambar untuk memudahkan pemahaman dan persamaan persepsi.Untuk lebih jelas
dapat dilihat kuesioner lengkap pada lampiran.

Universitas Sumatera Utara

107

Berikut adalah kisi-kisi kuesioner Kemampuan Bahasa (KKB):
Tabel 3.7
Kisi-kisi Kuesioner KPSB
Indikator
1. Panggilan
kekerabatan

2. Bilangan

Sub-indikator
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Jumlah

Kakek (dari pihak ayah)
Kakek (dari pihak ibu)
Nenek (dari pihak ayah)
Nenek (dari pihak ibu)
Abang Ayah
Adik laki-laki Ayah
Kakak Ayah
Adik perempuan ayah
Abang Ibu
Adik laki-laki Ibu
Kakak Ibu
Adik perempuan Ibu
Anak laki-laki pertama
Anak laki-laki kedua
Anak laki-laki ketiga
Anak Perempuan pertama
Anak Perempuan kedua
Anak Perempuan ketiga
Cucu laki-laki
Cucu perempuan

a. Angka 1 -20

3. Lexical recognition

20

20
45

Contoh:

Pohon Cengkeh

Universitas Sumatera Utara

108

4. Translation task

Contoh:

6

5. Listening
Comprehension

Adik sedang mencuci piring
Diperdengarkan cerita dengan bahasa
Devayan asli berjudul lamborek

3

6. Speaking

Menjawab secara Lisan cari cerita
Lamborek

3

Pengisian soal langsung di kuesioner di kolom yang sudah disediakan
(terlampir) dan untuk listening responden diminta mendengarkan rekaman dan
mengisikan

kemampuan

responden

dalam

memahami

pada

pensekoran

pemahaman dari sangat paham, paham, kurang paham, tidak paham, dan sangat
tidak paham. Berikut adalah transkrip rekaman listening:

Tabel 3.8
Transkripsi Listening
NO. BAHASA DEVAYAN

BAHASA INDONESIA

1.

Curito soere curito lamborek,
lamborek ere ata sebel, mot sebal.

Cerita ini cerita lamborek, lamborek
ini orang besar, setan besar.

2.

Jadi, aya berado ekulau semolol.

Jadi dia berada di pulau simeulue.

Jadi cito, citone sa’a
maidayamanggakkanan ulau siumat
niakkanan meelek ulau semolol.
Eben sa’a akalne niabek sa’a neng
ijoknioyot, nioyot ijot ia aito oro.
Orofalne ijok ia sampai daiya sampai
daiya lentok mek ulau siumat ia.

jadi cita-citanya mau mendekatkan
pulau siumat, didekatkannya
kedekat pulau simeulue.
Bagaimana caranya, dibawahnya
ijuk diputarnya,
diputar ijuk itu sampai bisa kepulau
siumat.

3.
4.
5.

Universitas Sumatera Utara

109

6.

7.

8.
9.
10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

Nila’ot ijok ia mek ulau si umat ia
niba riak tiolong diak delok sibao,
kan delog sibao diak ulau semolol
ere delog sibao se’tay ne.

Diikutnya ijuktu kepulau siumat.
lalu digunung sibau karena gunung
sibau di simeulue ini adalah gunung
yang paling tinggi.
Lalu dibawahnya batang jati
Niabek sa’a awak tauhan niabek sa’a
dibawahnya diikat digunungtu
nihaok ek delog ia ek puncak delog
dipuncak gunung sibau itu,
sibau ia, nila’otan ek iye sa’a ijok
diikatnya disitu ijuk yang
singa nilaotan ia rencananemaidang
diputarnya tadi rencananya mau
ni elak mek ulau siumat.
ditariknya kepulau siumat.
Jadi berahat sa’a berahat nielak mek Jadi pas ditariknya kepulau siumat
ulau siumat ia nielak mero’iya.
putus ijuk itu.
Mahepong ijok ia,(mahepong
(putus dibuatnya lagi) 2x sehingga
niadeen ay endo)2x sahinggo ulau
pulau siumat belum jadi lagi
siumat ia ado manjadi hay nielak.
ditariknya.
Tetap manepong ijok ia, Niadeen
Tetap putus ijuk tersebut,
hay balek.
Dibuatnya kembali.
Karena jauh pulau simeulu dari
Ia arao, jadi adoyan sa’a menjadi
pulau siumat tersebut. Jadi, belum
nielak ia. Ngahae ia becito-cito niak
ditariknya. Dia masih bercita-cita
kanan ai mek ulau semolol ere ulau
didekatkannya ke pulau simeulue
siumat ia.
ini pulau siumat tersebut.
Jadi rojo soiye sa’a. Lamborek
Jadi raja tersebut, lamborek itu
iarayangkahanne anga atta senga riak kalau orang simeulue ini paling
ulau semolol ere paleng ia rafa’ahen membenci dia, karena peraturannya
edok akel peratoranne tot, peratoran peraturan iblis, peraturan setan.
ebles, leng mot, ada cocok ek sira.
Tidak cocok sama mereka.
Jadi ang dan-dan sa’a ado radda
Jadi lama kemudian, mereka tidak
manolong ek ise mangakkenari ulau mau membantu dia mendekatkan
siumat ra.
pulau siumat tersebut.
Edok Lengda ado natuana guno
Karena kata mereka tidak berguna
Leng masyarakat ulau semolol ia
masyarakat pulau simeulue
diakkenan meria. Anerne pindaya
didekatkan kemari. Akhirnya
tak mengelak ulau siumat iamek ulau
diapindah dari menarik pulau
semolol ia. Ninau sa’a mek ulau
siumat tersebut.
teupah
Kemudian dia kepulau teupah.
Lentok ek pulau teupah ya sa’a nga
Sampai di pulau teupah tersebut ada
endo sa’a riaya, mancibuna sia endo
pula disini dia bertamu dengan
aleklasenga.
lasenga.
Danau sa’a berantam alek lasenga
Kemudian mereka bertengkar
ya, mot sebbal ia samo-samo sia
dengan lasenga tersebut, setan besar
ebles
itu, mereka sama-sama iblis,
samo-samo sia mot sebbal.
mereka sama-sama setan besar.
Jadi sudane sa’a kalah ia lamborek ia Sesudah itu kalah dia lamborek
nitare tek ulau semolol ere, keluar ia tersebut, ditinggalkannya pulau
meisek daerah daratan. Ngang matot simeulue ini, keluar dia kedaratan.
sa’a curito singa mauselak ulau
Sudah habis cerita yang menarik

Universitas Sumatera Utara

110

siumat ia mek elek ulau semolol ia.

Selanjutnya

untuk

pengetesan

pulau siumat ke pulau simeulue
tersebut.

discourse/Speaking

sekaligus

pada

pengetesan kemampuan listening dengan 3 pertanyaan, yaitu:
1. Itayakah Lamborek Ede?
Siapakah lamborek itu?
2. Arayakah gera o curito nansiuk ia?
Apakah kamu suka cerita tadi?
3. Arayakah mengerti o curito singa diengelan nansiuk ia?
Apakah kamu memahami cerita tadi?

3.6 Prosedur Penjaringan Data
Pada peneltian ini terkumpul data dari 4 sumber, yaitu (1) FGD sebagai
data kualitatif yang dilakukan pada kegiatan pra-penelitian, Kemudian (2) data
penggunaan dan sikap bahasa melaui kuesioner yang dilakukan secara kuantitatif,
dan (3) data hasil tes kemampuan bahasa yang juga diolah secara kuantitatif, dan
(4) data kualitatif dari wawancara dan observasi. Berikut penjabaran kegiatan
dalam pengolahan data yang dikumpulkan lewat 4 sumber di atas.
Prosedur penjaringan data digunakan sebelum (pra-penelitian) dan juga
sewaktu masa penelitian.Pra-penelitian dimaksudkan untuk menggali informasi
sebelum pelaksanaan pengambilan data. Sebagai masukan buat peneliti untuk
menentukan lokasi, responden, dan juga penjabaran bab IV mengenai BahasaBahasa di pulau Simeulue termasuk informasi mengenai wilayah tutur yang
menggunakan bahasa Devayan, mengingat tidak semua kecamatan di pulau ini
berbahasa Devayan. Kegiatan pra-penelitian ini dilakukan selama 3 hari yaitu
pada tanggal 19-21 Juni 2014. Kegiatan ini diawali dengan kunjungan peneliti

Universitas Sumatera Utara

111

menghadap Bupati di kantor kabupaten Simeulue di kota Sinabang, yang diterima
dengan baik oleh Wakil Bupati, Hasrul Edyar, S.Sos, M.AP, karena bupati sedang
di luar kota. Pada kesempatan itu peneliti menyampaikan maksud dan tujuan
penelitian dengan menyerahkan surat ijin melakukan penelitian dari pihak Paska
Sarjana, Universitas Sumatera Utara. Dan pada hari berikutnya diadakan Focus
Group Discussion (FGD) yang melibatkan peserta sebagai berikut, wakil bupati,

sekda, kabid kesra, kabid humas, kepala sekolah SMA, kepala sekolah SMP,
Kepala sekolah SD, Ketua Majelis Adat. Penjaringan Data pada saat penelitian
adalah menggunakan kuesioner. Ada 3 macam kuesioner seperti yang sudah
dijelaskan pada sub.Bab 3.5 mengenai Instrumen Penelitian.
3.6.1 Penjaringan Data Pra-Penelitian
Ada 3 macam teknik penjaringan data yang dilakukan pada pra-penelitian
ini, yaitu (1) wawancara tak terstruktur dengan masyarakat, (3) wawancara
terstruktur dengan narasumber, dan (3) FGD.

3.6.1.1 Wawancara Semi Terstruktur

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak merefleksikan
teori, ide atau dilakukan tanpa ada pengorganisasian. Wawancara ini dilakukan
spontan oleh peneliti dari manapun di wilayah penelitian untuk memperoleh
informasi secara langsung. Pada penetilian ini jenis wawancara ini dilakukan
untuk memperoleh informasi mengenai eksistensi bahasa Devayan di mata
masyarakat, diantaranya adalah ketika peneliti berada di pertokoan mewawancarai
secara informal menenai bahasa Devayan, apakah mereka mengenal dan
menggunakan bahasa Devayan. Dari beberapa nformasi bahwa penduduk di

Universitas Sumatera Utara

112

daerah Sinabang tidak mengenal sebutan Devayan namun menyebutnya sebagai
bahasa Kampung.

3.6.1.2 Wawancara Terstruktur
Wawancara jenis ini terdiri dari beberapa pertanyaan kunci yang
membantu untuk mengidentifikasi beberapa area yang ingin di eksplor, tetapi juga
memperbolehkan interviewer atau interviewee untuk memberikan ide atau respon
yang lebih detail. Sebelum wawancara dilakukan, narasumber diberi informasi
tentang apa yang akan digali secara detail dan memberikan jaminan tentang etika
wawancara. Tujuan dilakukan wawancara jenis ini adalah untuk mencari
pandangan, pengalaman, kepercayaan atau motivasi dari individu.

Dalam penelitian ini, wawancara terstruktur di lakukan kepada beberapa
narasumber yang terpercaya untuk mendapatkan data asal usul dan sejarah
pembentukan kabupaten Simeulue, bahasa-bahasa di pulau Simeulue, kebudayaan
Simeulue, dan juga mengenai wilayah tutur bahasa Devayan.

3.6.1.3 Focus Group Discussion (FGD)

Focus group discussion yang lebih terkenal dengan singkatannya FGD
merupakan salah satu metode riset kualitatif yang paling terkenal selain teknik
wawancara. FGD adalah diskusi terfokus dari suatu group untuk membahas suatu
masalah tertentu, dalam suasana informal dan santai. Jumlah pesertanya bervariasi
antara 8-12 orang, dilaksanakan dengan panduan seorang moderator. Berbeda
dengan riset kuantitatif yang metodologinya memiliki sifat pasti( exact), metode

Universitas Sumatera Utara

113

FGD yang bersifat kualitatif memiliki sifat tidak pasti, berupa eksploratori atau
pendalaman terhadap suatu masalah dan tidak dapat digeneralisasi.
Menurut Koentjoro (2005: 7), kegunaan FGD di samping sebagai alat
pengumpul data adalah sebagai alat untuk meyakinkan pengumpul data (peneliti)
sekaligus alat re-check terhadap berbagai keterangan/informasi yang didapat
melalui berbagai metode penelitian yang digunakan atau keterangan yang
diperoleh sebelumnya, baik keterangan yang sejenis maupun yang bertentangan.
Dalam penelitian ini FGD untuk memperoleh data kualitatif yang berguna untuk:
a)

Memperoleh informasi tentang bahasa Devayan sebagai pengetahuan
awal, dan juga eksistensinya saat ini dalam bentuk kualitatif.

b)

Mengidentifikasi dan menggali informasi mengenai sikap dan perilaku
kelompok penutur bahasa Devayan saat in

c)

Menghasilkan ide-ide untuk menjadi acuan sebelum melakukan
penelitian diantaranya pemilihan lokasi penelitian dan pandangan
masyarakat saat ini terhadap potensi keberlangsungan bahasa ini ke
generasi berikut, khususnya setalah 25 tahun dari waktu FGD. Peserta
FGD terlampir.

3.6.2 Penjaringan Data Penelitian
Pada saat pelaksanaan penelitian, penjaringan data menggunakan
pendekatan

kuantitatif

menggunakan

kuesioner

KPSB,

serta

kuesioner

Kemampuan Bahasa. Keterangan lebih lengkap mengenai ketiga macam
kuesioner tersebut dapat dilihat pada sub bab 3.5 serta 3.5.1 dan 3.5.2 mengenai
Instrumen Penelitian. Kuesioner dibagikan ke lokasi yang respondennya
merupakan penutur Bahasa Devayan, yaitu di tujuh (7) kecamatan, keterangan

Universitas Sumatera Utara

114

lebih lengkap mengenai kecamatan sebagai sampel dapat dilihat pada sub bab 3.4
mengenai Populasi dan Sampel.

3.7 Pengolahan Data
Hasil dari penjaringan data menggunakan kuesioner KPSB adalah
penjaringan data kuantitatif untuk mendapatkan data mengenai :

a. Keberadaan etnis lain pada masyarakat tutur bahasa Devayan
b. Bahasa apa yang dikuasai responden.
c. Informasi pemerolehan bahasa ibu.
d. Pola penggunaan bahasa Devayan.
e. Sikap bahasa terhadap bahasanya dan penuturnya.
Data yang diperoleh dari kuesioner ini di analisis secara kuantitatif. Untuk
setiap ciri karakteristik dihitung angka rata-rata nilai (mean) penggunaan bahasa
dan sikap bahasa, dengan menggunakan skala Likert atau teknik Likert, yaitu
dengan cara meminta responden menandai satu posisi pada skala penilaian ( rating
scale). Pendeskripsian secara statistik untuk mengetahui frekuensi dan mean

dilakukan menggunakan alat uji statistik SPSS 23, kemudian diprosentasikan
untuk melihat tingkat penggunaan bahasa pada berbagai ranah penggunaan. Hasil
dari penghitungannya dipaparkan pada bab V (Penggunaan Bahasa Devayan) dan
Bab VI (Sikap dan Kemampuan Bahasa).Untuk untuk pengolahan data sikap
bahasa digunakan skala sikap untuk mengetahui sikap mereka terhadap bahasa
yang ada dalam masyarakat tutur mereka. Dan teknik Matched Guise digunakan
untuk memeperoleh data tentang sikap terhadap penutur bahasa.

Universitas Sumatera Utara

115

Selanjutnya untuk menjawab bab VII mengenai Vitalitas Bahasa Devayan
digunakan data dari penggunaan Bahasa Devayan, yaitu dengan mengambil data
mean dari setiap penggunaan bahasa Devayan menurut ranah, kemudian dihitung
nilai indeksnya. Untuk mengukur nilai indeks dari tiap-tiap variabel dilakukan
dengan penghitungan rumus menggunakan data rata-rata yaitu rumus:
I=

�–� �

� �� – � �

I

= Indeks
� = Nilai rata-rata

Xmin = Nilai Minimal
Xmax = Nilai Maksimal

Dan setelah diperoleh nilai indeks pada setiap variabel dan hubungkan dengan
tabel tingkat vitalitas bahasa sebagai berikut:

Tabel 3.9
Kriteria Vitalitas Bahasa
NO
1.
2.
3.
4.
5.

Kriteria Vitalitas Bahasa
(Grimes 2000)
Terancam Sangat Kritis
Terancam
Mengalami kemunduran
Stabil, tetapi berpotensi mengalami
kemunduran.
Aman

Angka Indeks Jaring
Laba-Laba
0,00 – 0,20
0,21 - 0,40
0,41 - 0,60
0,61 - 0,80
0,81 – 1,00

Kemudian nilai indeks tersebut dihubungkan dengan karakteristik
responden, yaitu Jenis Kelamin, dalam hal ini responden Laki-laki dan
Perempuan, usia, dan lokasi untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat indeks
vitalitas bahasa diantara beberapa karakteristik tersebut.
Pengujian dilakukan dengan uji statistik menggunakan Chi-Square dan Uji
Cruscall Wallis. Tingkat perbedaan dapat dilihat jika P-Value pada ketiga

Universitas Sumatera Utara

116

kelompok karakteristik tersebut dengan alpha > 0,05 berarti tidak ada perbedaan
tingkat indeks vitalitas pada kedua karakteristik gender tersebut.
Rancangan pengujian tingkat keterkaitan diantara variable yang diteliti di
dalam analisis data adalah dengan analisis dengan menggunakan nilai-nilai yang
diperoleh dari skala penggunaan bahasa.Selanjutnya Level vitalitas bahasa juga
diukur secara kualitatif menggunakan skala EGIDS.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
BAHASA-BAHASA DI PULAU SIMEULUE

4.1 Diversitas Bahasa di Pulau Simeulue
Diversitas atau keberagaman bahasa pada pulau ini sangat menarik untuk
dikaji, mengingat keberadaan pulau Simeulue yang relatif kecil di propinsi Aceh,
masih memiliki setidaknya 2 bahasa asli yang sangat berbeda dengan bahasa
daerah resmi di propinsi Aceh, tidak seperti Pulau Weh yang hanya mempunyai
satu bahasa yang sama dengan bahasa mayoritas di propinsi Aceh daratan.
Pendokumentasian bahasa-bahasa di pulau Simeulue pun belum terkoordinir
dengan baik; terbukti adanya berbagai pendapat baik mengenai jumlah bahasa
ataupun nama bahasa. Pusat Bahasa, dalam buku yang berjudul Inilah BahasaBahasa Aceh (2008) menyatakan bahwa di Propinsi Aceh terdapat 7 bahasa, yaitu
bahasa Aceh, Batak, Devayan, Gayo, Jawa, Minangkabau (Aneuk Jamee), dan
Sigulai. Disebutkan bahwa bahasa Devayan dan bahasa Sigulai berada di wilayah
pulau Simeulue. Namun pada penelitian sebelumnya oleh Wildan (2000:2)
dinyatakan hanya ada 1 bahasa di pulau Simeulue yaitu bahasa Simeulue.
Pembagian wilayah Simeulue pada masa lalu, ketika masih tunduk pada
kesultanan Aceh di Kuta Raja. Pemerintahan bersifat kerajaan yang terbagi
menjadi 5 kerajaan, yaitu kerajaan Tapah, Kerajaan Simulul, Kerajaan Sigulai,
Kerajaan Alang, dan Kerajaan Leukon. 1Pembagian ini sangat menentukan peta
penyebaran wilayah tutur bahasa asli di pulau Simeulue.Kerajaan Tapah yang
pada wilayah sekarang meliputi daerah Teupah Selatan, Teupah Barata, Teupah
Tengah, dan Simeulue Timur.Kerajaan Simulul yang meliputi daerah Simeulue
1

Makalah Simeulue Dalam Lintas Sejarah dan Budaya (H. Azharuddin Agur, S.Pd:2007). Penulis
saat ini sebagai anggota DPRD kabupaten Simeulue, periode 2014-2019.

117

Universitas Sumatera Utara

118

Tengah, Simeulue Cut, dan Teluk Dalam.Kerajaan Sigulai yang meliputi
Simeulue Barat.Kerajaan Alang meliputi daerah Salang, dan kerajaan Leukon
yang meliputi daerah Alafan pada masa kini.
Selama ini masyarakat Aceh hanya mengenal bahasa Simeulue, sementara
Pusat Bahasa Propinsi Aceh menyebutkan sebagai bahasa Devayan. Dari
wawancara yang dilakukan dengan pemuka adat, dalam hal ini Drs. Samsul Rizal,
Ketua Majelis Adat Simelue, Bpk Azharuddin Agur, S.Pd, Anggota DPRD
Simeulue, Bpk Chairil Anwar, S.Pd M.Pd Kepala Sekolah SMA Negeri 2
Sinabang, teruraikan bahwa Bahasa Simeulue dan Bahasa Devayan secara
linguistik adalah bahasa yang sama, hanya berbeda dalam beberapa kosa kata dan
irama pengucapannya. Uniknya penyebut bahasa Simeulue yang berdomisili di
wilayah

Simeulue

Tengah

tidak

mengenal

bahasa

Devayan.Namun

sebaliknyapenduduk yang berdomisili di Simeulue Timur mengatakan bahasa
Simeulue adalah bahasa Devayan. Kedua wilayah ini berjarak tidak lebih dari 30
km namun jarang berkomunikasi satu dengan lainnya dikarenakan dibatasi bukit
yang menghalangi transportasi sehingga penduduk yang akan menuju wilayah
yang lain harus memutar mengikuti jalur pantai, sehingga berdasarkan jarak
menjadilebih jauh.
Dalam wawancara yang dilakukan pada pra-penelitian dengan seorang
pemerhati bahasa Devayan sekaligus sebagai salah satu anggota DPRD kabupaten
Simeulue (saat wawancara) dan juga Ketua Majelis Adat Simeulue, peneliti
mendapat informasi mengenai gambaran bahasa-bahasa asli yang ada di pulau
Simeulue. Secara garis besar pulau Simeulue jika dibagi ke dalam pemetaan
bahasa dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

119

Tabel 4.1
Mapping Penggunaan Bahasa Menurut Wilayah
NO

KECAMATAN

NAMA BAHASA TUTUR

1.

Simeulue Timur

Devayan

2.

Teupah Selatan

Devayan

3.

Teupah Tengah

Devayan

4.

Teupah Barat

Devayan

5.

Simeulue Tengah

Simalul/Simalur/Simeulue

6.

Teluk Dalam

Simalul/Simalur/Simeulue

7.

Simeulue Cut

Simalul/Simalur/Simeulue

8.

Simeulue Barat

Sigulai/Sibigo/Lamamek

9.

Alafan

Sigulai dan Leukon (2 desa)

10.

Salang

Sigulai/Sibigo/Lamamek

Sumber: wawancara dengan Azharuddin, S.Pd dan Ketua Mahkamah Adat Simeuleu,
dan beberapa masyarakat yang tersebar di 10 kecamatan di pulau.

Balai Bahasa Banda Aceh (2008) pernah melakukan penelitian pada
pengelompokan Variasi Bahasa di Pulau Simeulue dengan analisis geografi
dialek, dengan 200 kata Swadesh, dengan 5 daerah pengamatan, yaitu Desa Langi
di kecamatan Alafan untk bahasa Leukon, Desa Malasin di kecamatan Salang
untuk bahasa Sigulai, desa Ujung Salang di kecamatan Salang untuk bahasa
Salang, Desa Kampung Ai di kecamatan Simeulue Tengah untuk bahasa Devayan,
dan Desa Lugu kecamatan Simeulue Timur juga untuk bahasa Devayan.
Berdasarkan kajian dialektologi diatas, diversitas bahasa-bahasa di
Simeulue menunjukkan kedekatan dan perbedaan satu sama lain. Hasil analisis
perbedaan bunyi pada tataran fonologi antar bahasa menunjukkan adanya
korespondensi bunyi sebanyak 27 kaidah dengan persentasi bunyi antara ketiga
bahasa tersebut antara 55%-57%. Sementara perbedaan yang dicapai melalui

Universitas Sumatera Utara

120

perhitungan dielektometri antara bahasa Leukon dan Sigulai sebesar 65%, bahasa
Leukon dan Salang sebesar 65%, sera bahasa Leukon dan Devayan 25,5%.
Kemudian antara Sigulai dan Devayan sebesar 67%.

4.1 Bahasa Devayan
Penelitian ini terfokus pada bahasa Devayan sebagai object penelitian
utama dengan alasan bahwa sebagian besar pulau menggunakan bahasa Devayan.
Namun perlu diperjelas bahwa yang dimaksud dengan bahasa Devayan pada
penelitian ini adalah mencakup juga bahasa Simalur atau juga sebagian
masyarakat menyebutnya bahasa Simulul atau Simeulue.Bahkan dalam keseharian
sebagian penutur di Simeulue Timur menyebutnya sebagai bahasa Kampung.
Seperti yang dapat diamati pada gambar 4.1 tentang peta bahasa di pulau
Simeulue, sehingga penentuan cakupan wilayah penelitian meliputi kecamatan
Simeulue Timur, Teupah Barat, Teupah Tengah, Teupah Selatan, Simeulue
Tengah, Simeulue Cut, dan Teluk Dalam. Untuk 2 bahasa lainnya akan dilakukan
pada penelitian selanjutnya.
Saat ini bahasa Devayan atau bahasa Simeulue dapat dikatakan hanya
sebagai bahasa lisan karena dalam kehidupan sehari-hari bahasa ini hanya dipakai
untuk berkomunikasi lisan. Belum nampak adanya upaya menggunakannya dalam
bahasa tulis, misal pengumuman tertulis di kantor-kantor atau pelayanan publik,
nama toko, iklan, majalah atau koran lokal, dan dalam surat-menyurat.

Universitas Sumatera Utara

121

Gambar 4.1 Peta Bahasa Di Pulau Simeulue

Beberapa sumber, misalnya sumber tertua mengenai bahasa Devayan
adalah penelitian sederhana yang dilakukan oleh peneliti Belanda L.C. Westenenk
(1904) yang mengemukakan bahwa bahasa ini lebih banyak mirip dengan bahasa
Minangkabau dan Aceh, namun dalam tulisannya juga disebutkan bahwa menurut
Van Langen bahwa bahasa Devayan mirip bahasa Nias, dia juga menyebutkan
bahwa ada 2 kantong wilayah bahasa di pulau tersebut yaitu Sigulai dan Simalur.
Namun tidak banyak penjelasan dari Langen tentang kedua bahasa tersebut.
Menurutnya Sigulai berada di desa Salang dan Simalur di Simeulue Tengah.

Universitas Sumatera Utara

122

4.1.1 Ragam Bahasa Devayan
Dari observasi dan wawancara langsung di daerah penelitian dapat
disimpulkan bahwa perbedaan secara fonologis dan leksikal tidak mencolok
antara bahasa Dev