Zota PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAF

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
FILSAFAT ILMU
21/05/2013 AFID BURHANUDDIN 1 COMMENT

Keingintahuan seseorang mengenai suatu kebenaran menimbulkan adanya
gagasan. Ketika gagasan diolah untuk menjelajah pemahaman yang lebih
luas tetapi mendasar maka akan menghasilkan suatu ilmu yang disebut
dengan filsafat. Berkaitan dengan ilmu pengetahuan filsafat ditujukan untuk
pengembangan dan inovasi pengertian baru yang dapat dijadikan landasan
di dalam suatu masalah yang berhubungan. Dari hal tersebut memberi
pandangan bahwa berbagai ilmu lahir dari filsafat, sehingga pengajaran
mengenai filsafat sangat diperlukan.

Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan,
antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda. Pengertian
filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi.
1.
Arti secara etimologi
Kata filsafat berasal dari kata bahasa Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani: Philosophia, yang terdiri atas dua kata yang berarti philos = cinta,

suka (loving) dan Sophia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.
Maksudnya, setiap orang yang berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang
yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa Arab
disebut failasuf. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian
filsafat itu diperjelas seperti halnya yang banyak dipakai sekarang ini oleh
kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399 SM).
1.
Arti secara terminologi
Arti terminologi yaitu istilah yang menggambarkan apa itu filsafat, di
antaranya:
1.

Plato

Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran yang asli.
1.
Aristoteles
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung

di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik,
dan estetika.
1.
Al Farabi
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maupun bagaimana hakikat
yang sebenarnya.
1.
Rene Descartes
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan
manusia menjadi pokok penyelidikan.
1.
Langeveld
Filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang
menentukan yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan Tuhan,
keabadian, dan kebebasan.
Dari beberapa pengertian filsafat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada
secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya.
Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang
dicari adalah hakikat dari suatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang

menyatakan sesuatu adalah sesuatu itu. Filsafat adalah usaha untuk
mengetahui segala sesuatu. Jadi, filsafat membahas lapisan yang terakhir
dari segala sesuatu.
Ada beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof
yaitu :
1.

Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta
lengkap tentang seluruh realitas.
2.
Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataanpernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
3.
Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang
Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat.
Dengan demikian filsafat adalah ilmu yang mencintai dan mencari
kebijaksanaan, atau pengetahuan mengenai semua hal melalui sebabasebab terakhir yang didapati melalui penalaran atau akal budi. Ia mencari
dan menjelaskan hakekat dari segala sesuatu.
Oleh karena itu Filsafat pada perisipnya adalah induk semua ilmu, demikian
kata kaum filosof. Pada awalnya, Cakupan obyek filsafat memang jauh lebih


luas dibandingkan dengan ilmu. Keterbatasan ilmu hanya pada obyek kajian
yang bersifat empiris saja, sementara obyek kajian filsafat mencakupi
seluruhnya yaitu baik yang bersifat empiris maupun yang bersifat nonempiris.
Dalam perjalanan selanjutnya, ilmu semakin berkembang dengan pesatnya
sehingga ilmu itu sudah terlepas dari induknya dan menyebabkan tindakan
ilmu semakin liar, arogan dan kompartementalisasi antara satu bidang ilmu
dengan bidang ilmu lainnya. Dengan kondisi seperti itu, diperlukan
pemersatu visi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu. Filsafat sebagai induk
ilmu pengetahuan diharapkan dapat berperan kembali sebagaimana
fungsinya untuk mengayomi semua bidang ilmu agar dapat berjalan pada
jalurnya yaitu ilmu untuk kemaslahatan manusia.
Pengertian Ilmu.
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab : ‘Alima, ya’lamu, ilman, yang berarti :
mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science
(pengetahuan).
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1988), ilmu memiliki
pengertian, yaitu: Ilmu adalah suatu pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang
(pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi

dan sebagainya.
Dengan mempelajari filsafat ilmu, maka kita akan mengetahui dan sekaligus
akan menyadari bahwa pada hakekatnya ilmu itu tidak bersifat statis (tetap)
namun dinamis seirama dengan perkembangan akal dan budi. Sesuatu yang
dulunya dianggap sebagai ilmu yang dianutnya tetapi pada masa tertentu
akan basi dan ditinggalkan karena sudah tidak sesuai dengan zaman.
Disinilah perlunya kita selalu berusaha untuk mengembangkan dan sekaligus
memperbaharui ilmu. Kita menyadari bahwa untuk memahami hakekat suatu
kejadian atau hukum-hukum kausalitas itu tidak cukup hanya mengandal
sumber daya indrawi semata (seperti dengan mata, pendengaran,
penciuman, dan perasa) saja akan tetapi perlu perenungan yang sangat
mendalam dengan menggunakan akal, budi dan hati (jiwa). Banyak
pengertian tentang filsafat ilmu yang telah dikemukakan oleh para filsuf, di
antaranya:
1.

Robert Ackermann: Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan
pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.


2.

Lewis White Beck: Filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai
metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3.
Cornelius Benjamin: filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan
filsafat ilmui yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu,
metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan,
serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan
intelektual.
4.
May Brodbeck: filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis
dan filsafat ilmui, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan
ilmu.
Dari uraian di atas akan diperoleh suatu gambaran bahwa filsafat ilmu
merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai
hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat

ilmu, seperti obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki
dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya
tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis).

Objek Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan secara umum, ini
dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan
karakteristik khusus, namun demikian untuk memahami secara lebih khusus
apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan yang
dapat menggambarkan dan memberi makna khusus dalam mempelajari
objek-objek yang ada dan terkait dengan filsafat ilmu, untuk itu didalam
mempelajari filsafat ilmu terdapat dua objek, yaitu objek material dan objek
formal filsafat ilmu.
A. Objek Material Filsafat Ilmu
Objek Material adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian
atau pembentukan pengetahuan, yaitu pengetahuan yang telah disusun
secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan
akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang

alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan
dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata

Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah,
saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak
dapat dilepaskan dari yang lain. Menurut Drs. H. A. Dardiri bahwa objek
material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada
dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang
ada itu di bagi dua, yaitu :
1.

Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki
tentang hal yang ada pada umumnya.
2.
Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak
(theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi
metafisik) dan alam (kosmologi).
Sedangkan persoalan-persoalan dalam kefilsafatan mengandung ciri-ciri
seperti yang dikemukakan Ali Mudhofir (1996), yaitu sebagai berikut:
1.


Bersifat sangat umum. Masalah kefilsafatan berkaitan ide-ide besar.
Misalnya, filsafat tidak menanyakan “berapa penghasilan Anda selama
satu tahun?” akan tetapi, filsafat menanyakan “apa keadilan itu?”
2.
Tidak menyangkut fakta. Filsafat lebih bersifat spekulatif, persoalan
yang dihadapi dapat melampaui pengetahuan ilmiah.
3.
Bersangkutan dengan nilai-nilai, artinya persoalan kefilsafatan
bertalian dengan penilaian baik nilai moral, estetis, agama, dan social.
4.
Bersifat kritis. Filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap
konsep-konsep dan arti-arti yang biasanya diterima dengan begitu saja
oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis.
5.
Bersifat sinoptik. Persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan
secara keseluruhan.
6.
Bersifat implikatif. Jika persoalan filsafat sudah dijawab, maka dari
jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling

berhubungan.
B. Objek Formal Filsafat Ilmu

Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek
menelaah objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu
pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem
mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan,
bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fingsi ilmu itu bagi
manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan
ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang ditujukan pada
bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari
mana objek material itu di sorot.

Perbedaan objek material dan objek formal filsafat ilmu
Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di
pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik
hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak. Sedangkan objek formal filsafat
ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh

hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
Obyek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala
sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek formal filsafat ilmu
(pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. objek material
mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil
dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi praktis yang
sebenarnya. Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu menyelidiki segala
sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material
itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to
know the nature of everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang
membedakan watak filsafat dengan pengetahuan. Karena filsafat berusaha
mengerti sesuatu sedalam dalamnya.
Objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam berfikir.
Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah
segala sesuatu yang berwujud, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas
tiga persoalan pokok yaitu :
1.
Hakekat Tuhan
2.
Hakekat Alam
3.
Hakekat manusia
Obyek material filsafat ilmu yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada,
baik materi konkret, fisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk
pula pengertian abstrak logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan
demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan
yang mungkin ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala
yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek
material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. ada yang tampak
adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam
metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian,
yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada
dalam kemungkinan.

Dari beberapa perbedaan pengertian diatas pada dasarnya kedua objek
filsafat ilmu tersebut menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian
filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain
filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu
(Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya,
ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak
terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam bidang ontoiogi,
epistemologi, dan aksiologi dengan berbagai pengembangan dan
pendalaman yang dilakukan oleh para ahli.
Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu
yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh
pemahaman yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah
menjadi objek ilmu itu sendiri. Pada dasarnya filsafat atau berfilsafat
bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas dari kehidupan sehari-hari, karena
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin serta dapat difikirkan bisa
menjadi objek filsafat apabila selalu dipertanyakan, difikirkan secara radikal
guna mencapai kebenaran.
Tiap-tiap manusia yang mulai berfikir tentang diri sendiri dan tentang
tempat-tempatnya dalam dunia akan menghadapi beberapa persoalan yang
begitu penting, sehingga persoalan-persoalan itu boleh diberi nama
persoalan-persoalan pokok yaitu apa dan siapakah manusia, dan apakah
hakekat dari segala realitas, apakah maknanya, dan apakah intisarinya.
Sehingga menggambarkan objek filsafat itu adalah antara lain : Truth
(kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and mind
(hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu),
Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba
tunggal lawan serba jamak), God (Tuhan).
Dapat dibayangkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat baik dilihat
dari substansi masalah maupun sudut pandangnya terhadap masalah,
sehingga dapat disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang
terwujud dalam sudut pandang dan kajian yang mendalam (radikal). Dan
untuk memudahkan mempelajarinya para ahli membagi objek-objek filsafat
ilmu tersebut kedalam objek material dan objek formal filsafat ilmu.
Imam Raghib al-Ashfahani mengatakan bahwa ilmu adalah mengetahui
sesuatu sesuai dengan hakekatnya. Ia terbagi dua, pertama mengetahui inti
sesuatu itu, kedua menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada atau
menafikan sesuatu yang tidak ada, maksudnya mengatahui hubungan
sesuatu dengan sesuatu.

Louis Kattsoff mengatakan bahasa yang dipakai dalam filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa
yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk berbicarakan mengenai ilmu
pengetahuan dan bukannya dalam ilmu pengetahuan. Namun apa yang
harus dikatakan oleh seorang ilmuan mungkin penting pula bagi seorang
filsuf.
Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya
memiliki dua obyek substantif dan dua obyek instrumentatif, yaitu:

2. Obyek substantif yang terdiri dari dua hal:

1.
Fakta (Kenyataan)
Yaitu empiris yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta
(kenyataan ini ada beberapa aliran filsafat yang meberikan pengertian yang
berbeda-beda, diantaranya adalah positivisme, –ia hanya mengakui
penghayatan yang empirik dan sensual. Sesuatu sebagai fakta apabila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan yang sensual lainnya. Data
empirik sensual tersebut harus obyektif tidak boleh masuk subyektifitas
peneliti–. Fakta itu yang faktual ada phenomenology.
Fakta bukan sekedar data empirik sensual, tetapi data yang sudah dimaknai
atau diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti. Tetapi
subyektifitas di sini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektif disini dalam
arti tetap selektif sejak dari pengumpulan data, analisis sampai pada
kesimpulan. Data selektifnya mungkin berupa ide , moral dan lain-lain. Orang
mengamati terkait langsung dengan perhatiannya dan juga terkait pada
konsep-konsep yang dimiliki. Kenyataan itu terkonstruk dalam moral realism,
sesuatu itu sebagai nyata apabila ada korespondensi dan koherensi antara
empiri dengan skema rasional.
Mataphisik sesuatu sebagai nyata apabila ada koherensi antara empiri
dengan yang obyektif universal. Yang nyata itu yang riil exsist dan
terkonstruk dalam kebenaran obyektif. Empiri bukan sekedar empiri sensual
yang mungkin palsu, yang mungkin memiliki makna lebih dalam yang
beragam. Empiri dalam realisme memang mengenai hal yang riil dan
memang secara substantif ada. Dalam realisme metaphisik skema rasional
dan paradigma rasional penting. Empiri yang substantif riil baru dinyatakan
ada apabila ada koherensi yang obyektif universal. Pragmatis, yang ada itu
yang berfungsi, sehingga sesuatu itu dianggap ada apabila berfungsi.

b.

Kebenaran

Positivisme, benar substantif menjadi identik dengan benar faktual sesuatu
dengan empiri sensual. Kebenaran pisitivistik didasarkan pada
diketemukannya frekwensi tinggi atau variansi besar. Bagi positivisme
sesuatu itu benar apabila ada korespondensi antara fakta yang satu dengan
fakta yang lain phenomenology, kebenaran dibuktikan berdasarkan
diketemukannya yang esensial, pilah dari yang non esensial atau eksemplar
dan sesuai dengan skema moral tertentu.
Secara esensial dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran
korespondensi dan teori kebenaran koherensi. Bagi phenomenologi,
phenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji korespondensinya
dengan yang dipercaya. Realisme Metaphisik, ia mengakui kebenaran bila
yang faktual itu koheren dengan kebenaran obyektif universal. Realisme,
sesuatu itu benar apabila didukung teori dan ada faktanya. Realisme baru
menuntut adanya konstruk teori (yang disusun deduktif probabilisti) dan
adanya empiri terkonstruk pula. Islam, sesuatu itu benar apabila yang
empirik faktual koheren dengan kebenaran transenden berupa wahyu.
Pragamatisme, mengakui kebenaran apabila faktual berfungsi.
Rumusan substantif tentang kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael
Williams ada lima teori kebenaran, yaitu,
1.

Kebenaran Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada
kebenaran proposisinya baik proposisi formal maupun proposisi
materialnya.
2.
Kebenaran Korespondensi, teori kebenaran yang mendasarkan suatu
kebenaran pada adanya korespondensi antara pernyataan dengan
kenyataan (fakta yang satu dengan fakta yang lain). Selanjutnya teori ini
kemudian berkembang menjadi teori Kebenaran Struktural Paradigmatik,
yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada upaya
mengkonstruk beragam konsep dalam tatanan struktur teori (struktur
ilmu/structure of science) tertentu yang kokoh untuk menyederhanakan
yang kompleks atau sering.
3.
Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang
medasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan
dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu
diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
4.
Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa
sesuatu itu dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.

5.

Kebenaran Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa
sesuatu itu benar apabila mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata lain
sesuatu itu dianggap benar apabila mendatangkan manfaat dan salah
apabila tidak mendatangkan manfaat.
2. Obyek Instrumentatif yang terdiri dari dua hal:
a. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang
akan datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat
ditampilkan sebagai konfirmasi absolut dengan menggunakan landasan:
asumsi, postulat atau axioma yang sudah dipastikan benar. Pemaknaan juga
dapat ditampilkan sebagai konfirmi probabilistik dengan menggunakan
metode induktif, deduktif, reflektif.
Dalam ontologi dikenal pembuktian a priori dan a posteriori. Untuk
memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi para ahli
mendasarkan pada dua aspek:
(1) Aspek Kuantitatif;
(2) Aspek Kualitatif.
Dalam hal konfirmasi, sampai saat ini dikenal ada tiga teori konfirmasi, yaitu:
a. Decision Theory, menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah
hubungan antar hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual.
b. Estimation Theory, menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar
– salah dengan menggunakan konsep probabilitas.
c. Reliability Analysis, menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas
evidensi (yang mungkin berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain)
terhadap hipotesis.

1.
Logika Inferensi
Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya logika
dibangun oleh Aristoteles (384-322 SM) dengan mengetengahkan tiga
prinsip atau hukum pemikiran, yaitu : Principium Identitatis (Qanun
Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah), dan Principium
Exclutii Tertii ((Qanun Imtina’). Logika ini sering juga disebut dengan logika
Inferensi karena kontribusi utama logika Aristoteles tersebut adalah untuk

membuat dan menguji inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika
Aristoteles juga sering disebut dengan logika tradisional.
Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerapkan ilmu pengetahuan mengisi
filsafat dengan sejumlah besar materi aktual dan deskriptif yang sangat
perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga filsuf. Para
filosof terlatih dalam metode ilmiah dan sering pula menuntut minat khusus
dalam beberapa disiplin ilmu.
Will Durant mengibaratkan filsafat bagaikan pasukan mariner yang merebut
pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pada bagian lain dikatakan
bahwa filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaanpertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahnya menemukan rahasia alam
kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai alam kodrat
tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu
pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu
pengetahuan. Karena itu filsafat oleh para filosofi disebut sebagai induk ilmu.
Sebab,dari filsafat lah, ilmu-ilmu moderen dan kontemporer berkembang,
sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu
teknologi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup
keseluruhan,tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya, filsafat agama,
filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat
yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Di sisi
lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu
semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong munculnay arogansi dan
bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu
dengan yang lain.
Tugas filsafat di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar
tidak terjadi bentrokan antara berbagi kepentingan. Falsafat sepatutnya
mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan
radikal, menyeluruh dan rasional dan begitu juga sifat pendekatan spekulatif
dalm filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu. Mendalami unsurunsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memeahami
sumber, hakikat dan tujuan ilmu. Memahami sejarah pertumbuhan,
perkembangan,dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,sehingga kita
mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di
perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan
non-ilmiah. Ilmu pada perinsipnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense, suatu
pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari.

Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objective
thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap
dunia faktual.pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari
pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat
lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang
cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan
vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia,yang sering juga
disebut dengan hubungan horizontal. Dari sisi lain Raghib al-Asfahani juga
membagi ilmu sebagai ilmu teoritis dan aplikatif. Ilmu teoritis berarti ilmu
yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya. Jika telah diketahui
berarti telah sempurna, seperti ilmu tentang keberadaan dunia. Sedangkan
ilmu aplikatif adalah ilmu yang tidak sempurna tanpa dipraktikkan.
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas
manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang
mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Dia memikirkan
hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup,
namun lebih dari itu.manusia mengembangkan kebudayaan, manusia
memberi makna kepada kehidupan, manusia” memanusiakan diri dalam
hidupnaya” dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini, semua itu pada
hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai
tujuan tertentu.
Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran.
Kesulitan tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap
kejadian dapat diketahui hanya benar segi subjektif. Dengan jalan memberi
pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut Rasjidi, umumnya orang
beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab. Contohnya apa
yang menyebabkan Ahmad menjadi sakit.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya
karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam
metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik.
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk
mencapai kebenaran namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja.
Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya
espistemologi.

Tujuan Belajar Filsafat Ilmu

Beberapa tujuan dari mempelajari filsafat ilmu yang dapat diambil, antara
lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita
dapat memeahami sumber, hakikat dan tujuan filsafat ilmu.
Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami
studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang
ilmiah dan nonilmiah.
Mendorong pada calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam
mendalami ilmu dan mengembangkannya.
Untuk meningkatkan penalaran ilmiah, sehingga menjadi kritis
terhadap kegiatan ilmiah
Mengetahui pendasaran logis terhadap metode keilmuan.

Fungsi dan Arah Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu diharapkan dapat mensistematiskan, meletakkan dasar, dan
memberi arah kepada perkembangan sesuatu ilmu maupun usaha penelitian
ilmuan untuk mengembangkan ilmu. Dengan filsafat ilmu, proses pendidikan,
pengajaran, dan penelitian dalam suatu bidang ilmu menjadi lebih mantap
dan tidak kehilangan arah.
Secara umum, fungsi filsafat ilmu adalah untuk :
1.
2.

Alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral
terhadap pandangan filsafat lainnya.
3.
Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan
pandangan dunia.
4.
Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam
kehidupan.
5.
Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam
berbagai aspek kehidupan.

Hubungan antara Filsafat dan Ilmu
Pada dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk
minimal memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai
membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara substantif
fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu
masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif. Selanjutnya secara
teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat

mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari
disiplin ilmu masing-masing.
Sedangkan kajiaan yang dibahas dalam filsafat ilmu adalah meliputi hakekat
(esensi) pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap
problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti; ontologi ilmu,
epistimologi ilmu dan aksiologi ilmu. Dari ketiga landasan tersebut bila
dikaitkan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan maka letak filsafat ilmu itu
terletak pada ontologi dan epistimologinya. Ontologi disini titik tolaknya
pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan
pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu
pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap
realitas.
Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada
ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh,
maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria. Sedangkan epistimologi titik
tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan
prosedur dalam memperoleh kebenaran.

Kesimpulan
Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada [realita]
sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan
empiris. Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian
dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar.
Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik dan intensif.
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat.
Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari
pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut
membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukumhukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahanperubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun
mikrokosmos.
Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang
menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus
semakin aplikatif dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala
ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama,
yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi. Maka Filsafat Ilmu merupakan

bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik
mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Tujuan filsafat ilmu adalah: Filsafat ilmu adalah tinjauan kritis tentang
pendapat ilmiah dengan menilai metode-metode pemikirannya secara netral
dalam kerangka umum cabang pengetahuan intelektual
Ruang lingkup filsafat ilmu melingkupi ontologi ilmu yang mengupas hakikat
dari ilmu itu sendiri, epistemologi ilmu yang membahas tatacara dan
landasan untuk mencapai pengetahuan ilmiah tersebut dan terakhir
aksiologi ilmu yang meliputi nilai-nilai normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan.
Objek dari filsafat ilmu adalah obyek material dan obyek formal. Obyek
materinya adalah segala yang ada baik yang tampak (dunia empirik)
maupun yang tidak tampak (alam metafisik). Sementara Ilmu juga memiliki
dua obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek materialnya adalah
alam nyata misalnya tubuh manusia untuk ilmu kedokteran, planet untuk
ilmu astronomi dan lain sebagainya. Sedangkan obyek formalnya adalah
metoda untuk memahami obyek material misalnya pendekatan induktif dan
deduktif.
Filsafat adalah ilmu yang tidak terbatas karena tidak hanya menyelidiki suatu
bidang tertentu dari realitas yang tertentu saja. Filsafat senantiasa
mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang ada. Filsafat selalu
mempersoalkan hakikat, prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas yang
ada, bahkan apa saja yang dapat dipertanyakan termasuk filsafat itu sendiri.
Ketidakterbatasan filsafat yang demikian itulah yang amat berguna bagi ilmu
pengetahuan karena tidak hanya bergunanya selaku penghubung
antardisiplin ilmu pengetahuan. Akan tetapi, dengan ketidakterbatasannya
itu filsafat sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi, dan lebih
menyempurnakan prinsip-prinsip dan asas-asas yang melandasi berbagai
ilmu pengetahuan.
Filsafat memang abstrak, namun tidak berarti filsafat sama sekali tidak
bersangkut dengan kehidupan sehari-hari yang konkret. Kendati tidak
memberi petunjuk praktis tentang bagaimana bangunan yang artistik dan
elok, filsafat sanggup membantu manusia dengan member pemahaman
tentang apa itu artistik dan elok dalam kearsitekturan sehingga nilai
keindahan yang diperoleh lewat pemahaman itu akan menjadi patokan
utama bagi pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut. Filsafat
menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.

Kemudian, filsafat juga menuntun manusia ke tindakan dan perbuatan yang
konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.