ASAS LEGALITAS DALAM DOKTRIN HUKUM INDON

ASAS LEGALITAS DALAM DOKTRIN HUKUM INDONESIA:
PRINSIP DAN PENERAPAN
Oleh: Dwi Afrimeti Timoera*

ABSTRACT

The principle of legality is a principle which determines that no act which is
prohibited and punishable by criminal if not determined in advance in legislation. This
principle is usually known as nullum delictum nulla poena sine praevia lege (no offense, no
crime without law first. There are four principles of legality that is, the lex scripta (written
law), lex chert (which includes criminal law), nonretroaktif (rule not retroactive) and
analogy.
Key Words: Law, principle of legality, criminal.

dari hukum kolonial berubah menjadi

Pendahuluan
Asas umum dalam semua hukum

hukum


nasional.

Perubahan

ini

juga

menyatakan bahwa undang-undang hanya

ditandai dengan diundangkannya Undang-

mengikat apa yang terjadi dan tidak

Undang Dasar Negara Republik Indonesia

mempunyai kekuatan surut. Hal ini sesuai

Tahun 1945 pada 18 Agustus 1945, yang


dengan

selanjutnya akan dijadikan pijakan dalam

ketentuan

Pasal

6

Algemene

Bepalingen van wetgeving voor Nederlands

penyusunan undang-undang di bawahnya.

Indie (AB) Staatsblad 1847 Nomor 23.

Selain akan dibentuk aturan-atauran


Ketentuan yang bisa menyatakan suatu

hukum baru, dalam undang-undang dasar

undang-undang/aturan

surut

ini juga berlaku ketentuan peralihan, Pasal

hanyalah ketentuan yang secara hirarki

II Aturan Peralihan UUD 1945 (sebelum

tingkatannya lebih tinggi dari undang-

amandemen) menyatakan, “Segala badan

undang


negara dan peraturan yang ada masih

itu

berlaku

sendiri

(undang-undang

langsung berlaku, selama belum diadakan

dasar/konstitusi).
Artinya suatu undang-undang tidak

yang baru menurut Undang-Undang Dasar

bisa menyimpangi ketentuan non retroaktif,

ini.” Ini berarti peraturan perundang-


apabila

undangan yang ada pada masa kolonial

konstitusi

kewenangan

untuk

tidak

memberikan

penyimpangan

itu.

masih


akan

tetap

berlaku,

sebelum

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945,

dikeluarnya ketentuan baru menurut UUD

Indonesia mengalami perubahan hukum,

1945. Termasuk di dalamnya ketentuan

Dosen Program Studi PPKn Jurusan Ilmu Sosial Politik, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

van


konsep baru di luar UUD 1945, seperti

Stafrecht), yang menegaskan berlakuanya

halnya MANIPOL USDEK, NASAKOM,

asas legalitas dan non retroaktif.

dan beberapa gagasan baru, yang boleh

Pasal

1

KUHPidana

Aturan-aturan
Undang-Undang


(Wetboek

yang

Dasar

ada

1945

dalam

(sebelum

dikatakan

menyimpang

undang-undang


dasar.

ketentuan

Pada

akhirnya

amandeman), tidak ada satu pasal pun yang

kekuasaan

menyatakan secara tegas dan eksplisit

digantikan oleh rezim Orde Baru pimpinan

tentang berlakunya asas legalitas dan

Suharto. Belajar dari pengalaman masa


nonretroaktif. Berarti, secara teoritis UUD

sebelumnya

1945

memberi

penyimpangan terhadap konstitusi, maka

melakukan

tema besar pemerintahan Orde Baru adalah

penyimpangan terhadap ketentuan asas

menjalankan Pancasila dan UUD 1945

legalitas, karena tidak ada pasal-pasalnya


secara murni dan konsekuen.

(sebelum

kesempatan

amandemen)
untuk

Akan

yang merumuskan ketentuan asas legalitas
murni

(Purnomo 1994: 71).

dan

Sukarno

dari

yang

tumbang,

banyak

tetapi

melakukan

terminologi

konsekuen

dan

yang

secara
terlalu

dipaksakan, akibatnya malah membuat
undang-undang dasar terkesan kaku, UUD

Landasan Argumen
Seiring dengan berlakunya UUD

1945 dianggap sebagai sesuatu yang sakral

1945, maka berarti pula ketentuan yang

dan

mengatur tentang berlakunya asas legalitas

Perkembanganya

dalam hukum Indonesia tidak ada lagi.

dijadikan dalih dalam melegalkan tindakan

Meskipun pada kenyataannya ketentuan

represifitas

peraturan perundang-undangan yang berada

wenang. Akibatnya memungkinkan rezim

di bawah Undang-Undang Dasar 1945,

untuk mengabaikan hak-hak politik rakyat

tidak ada yang menyimpangi ketentuan asas

dan Hak Asasi Manusia.

legalitas dan non retroaktif. Hal

tidak

Di

ini

boleh

diganggu

UUD

penguasa

tingkat

1945

yang

gugat.
malah

sewenang-

global,

wacana

dikarenakan UUD 1945 tidak secara tegas

globalisasi mulai diusung sejak pertengahan

juga menyebutkan adanya ketentuan yang

80-an.

memperbolehkan penyimpangan terhadap

kelompok kanan baru (new right) ini ialah,

asas legalitas dan non retroaktif.

ditempatkannya isu demokratisasi pada

Konsekuensi

dari

kemenangan

Masa Orde Lama di bawah rezim

bagian penting, dalam pergerakan modal

Sukarno, banyak menawarkan konsep-

internasional. Di beberapa belahan negara

Dunia Ketiga, inilah awal dimulainya

terhadap

asas

legalitas

proyek redemokratisasi, yang ditandai oleh

nonretroaktif

kejatuhan rezim-rezim otoriter. Akhirnya,

Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28 I ayat

pada 21 Mei 1998 rezim neo-fasis militer

(1). Dengan masuknya ketentuan ini dalam

Orde Baru runtuh, diganti dengan Orde

Undang-Undang Dasar 1945, berarti UUD

Reformasi.

1945 tidak memberikan peluang lagi untuk

diatur

dan

dalam

prinsip

BAB

XA

Tidak ingin mengulangi pengalaman

melakukan penyimpangan terhadap asas

pahit dimasa yang lampau, yaitu munculnya

legalitas dan prinsip non retroaktif, karena

penguasa

sudah dengan jelas tersurat dalam pasal

despotis,

yang

melegitimasi
suci

tersebut menyatakan “…, hak untuk diakui

konstitusi, segeralah muncul suara-suara

sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak

untuk melakukan amandemen terhadap

untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

Undang-Undang

Sidang

berlaku surut adalah hak asasi manusia

amandemen pertama berhasil diputuskan

yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat pada

apapun.”

Kata-kata

tanggal 19 Oktober 1999. Selanjutnya

dikurangi

dalam

berlangsung hingga empat kali proses

memberikan penegasan bagi ketentuan

amandemen.

Majelis

pasal tersebut, bahwa konstitusi tidak lagi

guna

memberikan peluang bagi berlakunya suatu

memutuskan perubahan ke empat UUD

aturan yang menganut prinsip berlaku surut

1945 berlangsung pada 10 Agustus 2002.

(retroaktif).

dirinya

dengan

naskah-naskah

Dasar

Rapat

1945.

paripurna

Permusyawaratan

Rakyat

Empat kali proses amandemen UUD 1945

Bambang

yang

keadaaan

Purnomo

membuat ketentuan pasal-pasal yang ada

mengatakan,

menjadi

penyimpangan

asas

memperlakukan

suatu

lebih

rinci

dan

memberikan

kepastian hukum.

tidak

untuk

dapat
apapun

(1994:

71)

melakukan
legalitas

dan

undang-undang

asas

berlaku surut harus dibuat suatu peraturan

legalitas dan prinsip non retroaktif, untuk

khusus yang mengatur hal tersebut, dan

lebih menjamin adanya kepastian hukum

undang-undang dasar membolehkan untuk

bagi warga negara, UUD 1945 pasca

itu. Hal itu boleh dilakukan pun apabila

amandemen

memasukkan

keadaan kepentingan umum dibahayakan

ketentuan tersebut dalam pasal-pasalnya.

dan hanya terhadap perbuatan-perbuatan

Mengenai

Ketentuan

pencantuman

kembali

yang

mengatur

pengakuan

yang menurut

sifatnya

membahayakan

Ini menjadi kelemahan mendasar dari

kepentingan umum.
Asas legalitas yang dikenal dalam
hukum pidana modern muncul dari lingkup
sosiologis

Abad

mengikuti perkembangan pesat kejahatan.

Pencerahan

yang

pemberlakuan asas legalitas.
Ernest Utrecht mengatakan, asas
legalitas kurang melindungi kepentingan-

mengagungkan doktrin perlindungan rakyat

kepentingan

kolektif

dari

belangen),

karena

perlakuan

kekuasaan.

sewenang-wenang

Sebelum

datang

Abad

dibebaskannya

pelaku

(collectieve
memungkinkan
perbuatan

yang

Pencerahan, kekuasaan dapat menghukum

sejatinya merupakan kejahatan tapi tidak

orang meski tanpa ada peraturan terlebih

tercantum dalam peraturan perundang-

dulu. Saat itu, selera kekuasaanlah yang

undangan. Jadi, paradigma yang dianut asas

paling

ini adalah konsep mala in prohibita (suatu

berhak

menentukan

apakah

perbuatan dapat dihukum atau tidak. Untuk

perbuatan

dianggap

menangkalnya, hadirlah asas legalitas yang

adanya peraturan), bukan mala in se (suatu

merupakan instrumen penting perlindungan

perbuatan

kemerdekaan individu saat berhadapan

tercela) (Utrecht 1960: 194).

dianggap

kejahatan

kejahatan

karena

karena

dengan negara. Dengan demikian, apa yang
disebut dengan perbuatan yang dapat
dihukum menjadi otoritas peraturan, bukan
kekuasaan.

1. Pengertian Asas Legalitas
Telah dijelaskan bahwa dasar pokok
dalam menjatuhi pidana pada orang yang

Tujuan yang ingin dicapai dari asas

telah melakukan perbuatan pidana adalah

legalitas itu sendiri adalah memperkuat

norma yang tidak tertulis yakni tidak

kepastian hukum, menciptakan keadilan

dipidana jika ada kesalahan. Dasar ini

dan

terdakwa,

mengenai

dipertanggungjawabankannnya

mengefektifkan fungsi penjeraan dalam

seseorang

atas

sanksi pidana, mencegah penyalahgunaan

dilakukannya

kekuasaan, dan memperkokoh rule of law.

Criminal liability). Namun sebelum itu,

Di satu sisi asas ini memang dirasa sangat

mengenai dilarang dan diancamnya suatu

efektif dalam melindungi hak-hak rakyat

perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidana

dari

penguasa.

itu sendiri, mengenai criminal act juga ada

Namun, efek dari pemberlakuan ketentuan

dasar yang pokok yaitu asas legalitas, yaitu

asas legalitas adalah hukum kurang bisa

asas yang menentukan bahwa tidak ada

kejujuran

bagi

kesewang-wenangan

perbuatan
(Criminal

yang

telah

Responbility/

perbuatan yang dilarang dan diancam

hukum tertulis yang terlebih dahulu, itu

dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih

dengan jelas tampak dalam Pasal 1 KUHP

dahulu dalam perundang-undangan.

dimana dalam teks Belanda disebutkan

Biasanya asas ini dikenal dengan

wettijke straf bepaling yaitu aturan pidana

nullum delictum uulla poena sine praevia

dalam perundangan. Tetapi dengan adanya

lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa

kekuatan ini konsekuensinya adalah bahwa

peraturan lebih dahulu). Dalam sejarahnya

perbuatan-perbuatan

tidak

hukum

hukum adat tidak dapat dipidana, sebab di

pidana pada abad ke-18 dulu bahwa

situ tidak ditentukan dengan aturan yang

keseluruhan masalah hukum pidana harus

tertulis. Padahal di atas telah diajukan

ditegaskan dengan suatu undang-undang.

bahwa hukum pidana adat masih berlaku,

Ucapan nullum delictum uulla poena sine

walaupun untuk orang-orang tertentu dan

praevia lege ini berasal dari Von Feurbach,

sementara saja.

menunjukkan

perubahan

yang

pepatah

latin

dalam

istilah aturan hukum, maka dapat meliputi

bukunya:

aturan-aturan yang tertulis maupun tidak

merumuskannya
tadi

dalam

menurut

Karena yang dipakai disini adalah

sarjana hukum pidana Jerman (1775-1833).
Dialah

pidana

tertulis. Bahwa dalam menentukan atau

lehrbnuch des pein leichen recht.

Biasanya asas-asas ini mengandung

adanya atau tidaknya perbuatan pidana

tiga pengertian, yaitu:

tidak

a. Tidak ada perbuatan yang dilarang

umumnya masih dipakai dalam kebanyakan

dan diancam dengan pidana kalau

negara. Sifat melawan hukum yang materiil

hal

harus dilengkapi dengan sifat melawan

itu

terlebih

boleh

digunakan

dahulu

belum

dinyatakan dalam suatu

aturan-

hukum yang formil.

adanya

2. Dasar Asas Legalitas

analogi

pada

aturan undang-undang.
b. Untuk
perbuatan

menentukan
pidana

tidak

boleh

digunakan analogi.
c. Aturan-aturan hukum pidana tidak
berlaku surut.

Asas legalitas tercantum didalam
Pasal 1, ayat 1, KUHP yang berbunyi:
Tiada suatu perbuatan dapat dipidana
kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan

yang

telah

ada,

Pengertian pertama, bahwa harus

sebelum perbuatan dilakukan. Adapun yang

aturan-aturan undang-undang jadi aturan

dimaksud dengan asas legalitas yaitu tak

ada pelanggaran dan tak ada hukuman

menyebabkan timbulnya kritikan-kritikan

sebelum

yang

terhadapnya. Pada mulanya hukum pidana

mengaturnya. Sedangkan asas legalitas

positif memakai cara pertama (dalam

pada hukum pidana Islam ada tiga cara

hukum

dalam menerapkannya, yaitu:

perbuatan

adanya

undang-undang

a) Pada hukuman-hukuman yang sangat
gawat

dan sangat

keamanan

dan

masyarakat
dilaksanakan
sehingga

mempengaruhi

dan

ketentraman

asas

legalitas

dengan

teliti

tiap-tiap

dicantumkan

pidana

Islam)

pidana,

menyebabkan
menjatuhkan

para

untuk

namun
hakim

hukuman

semua
hal

ini

tidak

mau

berat

terhadap

perbuatan yang tidak gawat setelah mereka
mengingat

aturan-aturan

pidana

yang

sekali

termasuk kejahatan dan yang termasuk

hukuman

pelanggaran. Dengan demikian, hukum

hukumannya

satu

persatu.

pidana positif mengambil cara yang kedua
(dalam hukum pidana Islam) yaitu dengan

b) Pada hukuman-hukuman yang tidak

mempersempit kekuasaan hakim dalam

begitu berbahaya, syara’ memberikan

memilih hukuman dan dalam menentukan

memberikan

tinggi rendahnya hukuman yang diterapkan

kelonggaran

dalam

penerapan asas legalitas dari segi

secara umum.

hukuman,. Syara’ hanya menyediakan
sejumlah hukuman untuk dipilih oleh

3. Makna Asas Legalitas dalam Hukum

hakim, yaitu dengan hukuman yang

Memahami makna asas legalitas,

sesuai bagi peristiwa pidana yang

tergambar di situ sebuah supremasi hukum

dihadapinya.

bagi masyarakat yang hidup dalam sebuah

c) Pada

hukuman-hukuman

diancamkan

hukuman

yang
untuk

negara, karena dengan adanya asas ini
pemerintah

tidak

dapat

melakukan

kemaslahatan umum, syara’ memberi

kesewenang-wenangan

kelonggaran dalam penerapan asas

Seperti yang pernah terjadi pada masa-masa

legalitas

sebelum revolusi Perancis. Seiring dengan

dari

segi

penentuan

macamnya hukuman.

terhadap

rakyat.

perkembangan zaman, bentuk kejahatanpun
berkembang dan semakin bervariasi jenis

Adapun pada hukum pidana positif

operandinya. Hal ini menuntut kita semua

cara penerapan asas legalitas untuk semua

khususnya bagi para ahli hukum untuk

hukuman adalah sama yaitu suatu hal yang

menemukan

hukum-hukum

baru

yang

disesuaikan dengan tuntutan masyarakat.

Hal ini tentu akan melukai perasaan

Pembaharuan sangat diperlukan karena

hukum yang ada dalam masyarakat kita.

untuk mengganti bentuk-bentuk hukum

Maka dari itu dengan melalui seminar-

yang dianggap usang dan tidak sesuai

seminar

dengan kondisi masyarakat kita.

pidana kita atau melaui forum-forum

pembaharuan

hukum

yang

jelas

dan

tidak

lainnya diharapkan sedikit banyak bisa

manusia

dan

masyarakat

dijadikan bahan pertimbangan untuk KUHP

Namun
diragukan,

tentang

pendukung hukum merasa tidak puas

kita.

tentang hukum yang berlaku, karena adanya

rancangan KUHP baru kita bahwa adanya

tuntutan

halnya

perluasan konsep perumusan asas legalitas

dengan kitab undang-undang hukum kita

yaitu dengan mengakui eksistensi hukum

khususnya kitab Undang-undang Hukum

yang hidup (hukum adat atau hukum tidak

Pidana kita (KUHP). Dalam KUHP kita

tertulis) sebagai dasar patut dipidananya

perlu diadakan pembaharuan-pembaharuan

suatu

lebih lanjut, karena pada dasarnya KUHP

tersebut tidak ada persamaannya atau tidak

kita

diatur dalam undang-undang.

pembaharuan,

merupakan

seperti

peninggalan

kolonial,

Mengenai

perbuatan

asas

legalitas

sepanjang

dalam

perbuatan

meskipun KUHP peninggalan kolonial ini

Perluasan perumusan ini tentunya

sudah banyak dirubah akan tetapi masih

diharapkan bisa mewujudkan keseimbangan

saja

antara

kurang

sesuai

dengan

kondisi

kepentingan

individu

masyarakat Indonesia yang masih banyak

kepentingan

berpegang teguh pada adat.

kepastian hukum dengan keadilan. Berbeda

para

dan

antara

Dalam pandangan masyarakat dan

lagi dengan asas legalitas yang ada dalam

ahli

syari’ah Islam. Dalam syari’ah Islam asas

hukum

menginginkan
hukum

masyarakat,

dan

banyak

pembaharuan

pidana

memasukan

kita

kita,

unsur-unsur

yang

terhadap

yaitu
hukum

dengan
adat.

Karena banyak peristiwa yang terjadi,

legalitas

sudah

ada

sejalan

dengan

perkembangan Islam itu sendiri yaitu mulai
diturunkan

ayat-ayat

al-Qur’an

yang

berkaitan dengan masalah hukum.

dalam KUHP tidak diatur tetapi menurut

Apabila sebuah perbuatan tidak

pandangan masyarakat sebuah perbuatan

sanksinya tidak begitu dijelaskan dalam al-

tersebut bisa dikenai sanksi hukum, tidak

Qur’an kita bisa melihat pada al-Hadits,

bisa dilakukan dengan alasan KUHP tidak

bila dalam al-Haditspun tidak dijelaskan

mengaturnya.

kita bisa melihat Ijma’ para ulama, dan

seterusnya pada Qiyas. Hal ini merupakan

praktisi hukum. Di dalam KUHP telah jelas

acuan

dalam

diterangkan bahwa seseorang tidak dapat

memutuskan suatu perkara. Maka di sini

dipidana kalau belum ada undang-undang

kita dapat melihat perbedaan-perbedaan

yang mengaturnya. Sama halnya dengan

yang terjadi antara syari’ah Islam dengan

kasus yang menimpa Amrozi dan kawan

hukum pidana kita terutama mengenai

kawan.

keberadaan asas legalitas dan konsep-

dengan KUHP. Bagaimana tidak, undang-

konsepnya (untuk konsep dijelaskan lebih

undang terorisme keluar setelah peristiwa

lanjut pada bab-bab berikutnya). Kita

pemboman di Bali terjadi. Inilah yang

semua

menjadi kerumitan dari kasus tersebut,

bagi

syari’ah

berharap

pembaharuan
merupakan

Islam

agar

KUHP
sebuah

rancangan

bukan
konsep

segera

terwujud

sangat

bertentangan

ditambah lagi dengan penolakan Judicial

semata

Review yang diajukan oleh tim pengacara

Amrozi cs di Mahkamah Konstitusi.

apa yang menjadi harapan masyarakat
ini

tentu

hanya

melainkan ada bentuk nyatanya, Sehingga

selama

Ini

untuk

menegakkan keadilan.

Di dalam konstitusi negara kita telah
di sebutkan bahwa, setiap warga negara
bersamaan kedudukannya dalam hokum.
Apakah dengan adanya berbagai tanggapan

4. Fungsi Asas Legalitas Dalam KUHP

dari luar negeri membuat kita untuk

Asas legalitas merupakan salah satu

berbesar kepala dan merasa bangga bahwa

asas yang mengatakan bahwa seseorang

bangsa Indonesia tidak main-main dengan

tidak dapat dipidana kalau tidak ada undang

pelaku

undang yang mengaturnya. kalaupun ada

mengabaikan sistem hukum kita yang sudah

kejahatan yang tidak atau belum diatur

lama kita jalankan dan kita patuhi. Kiranya

dalam

ini

undang

undang

maka

pelaku

terorisme,

merupakan

dan

tindakan

lantas

yang

kita

sangat

kejahatan tersebut dikenakan sanksi atau

gegabah menurut saya. dan bisa jadi ke

hukuman yang dapat meringankan atau

depannya, para penegak hukum kita akan

menguntungkan si pelaku tersebut.

sewenang wenang mengambil keputusan

Kita tentu masih ingat pelaku bom
Bali yang dulu dieksekusi mati sesuai
dengan

putusan

majelis

hakim

yang

terhormat. Tetapi di balik semua itu
menimbulkan tanda tanya besar di kalangan

yang sangat tidak berdasarkan keadilan
yang sesungguhnya.

5. Penerapan Asas Legalitas Materiil Di

secara umum dicantumkan di dalamnya

Indonesia
Lahirnya

merupakan landasan bagi tujuan hukum

kodifikasi

Undang-

guna memberikan rasa keadilan bagi warga

Undang Hukum Pidana (KUHP) Tahun

negara, antara lain, yaitu asas legalitas

1918 menjadi jawaban penting bagi bangsa

(nullum delictum nulla poena sine lege

Indonesia

Poenalle)

sabagai

dasar

terhadap

yang

sudah

secara

tegas

penghapusan konsep “dualisme” hukum

dirumuskan dalam ketentuan Pasal 1 (1)

pidana yang dapat “memperkosa” nilai-nilai

KUHP sebagai pandangan bagi hukum

kebudayaan bangsa Indonesia. Pada tahun

pidana yang mengandung makna :

1946 melalui Undang-Undang Nomor 1

Pertama, “Tidak ada perbuatan

Tahun 1946 wetboek Van Strafrecht Voor

yang dilarang dan diancam dengan pidana

Nederlandsch-Indie mengalami perubahan

apabila hal itu terlebih dahulu belum

menjadi Wetboek Van Srtafrecht Voor

dinyatakan dalam suatu aturan Undang-

yang dinyatakan berlaku di

Undang”. Artinya bahwa untuk mengatakan

Indonesie

Indonesia sebagai salah satu bentuk yang

bahwa

menjadi bukti perjuangan bangsa menuju

tidaknya dikatakan perbuatan melawan

kemerdekaan Indonesia.

hukum apabila telah diatur undang-undang

Pentingnya hukum pidana sebagai
pedoman

dalam

mengatur

hidup

perbuatan

tersebut

patut

atau

tersebut.
Kedua, “Untuk

menentukan

ada

kemasyarakatan maupun menyelenggarakan

tidaknya perbuatan pidana tidak boleh

tata aturan dalam masyarakat menjadi suatu

digunakan analogi (qiyas)”. Artinya bahwa

hal yang sangat urgen, sehingga fungsi

salah satu konsekuensi dianutnya asas

hukum pidana secara khusus dalam hal

legalitas formal dalam pasal 1 (1) KUHP

melindungi kepentingan hukum (nyawa,

adalah larangan untuk tidak menggunakan

badan, kehormatan, harta, kemerdekaan)

analogi dalam menentukan ada tidaknya

dari perbuatan yang hendak merusaknya

suatu perbuatan melawan hukum.

dengan memberikan sanksi berupa pidana

Ketiga, “Larangan berlaku surutnya

menjadi tujuan utama lahirnya hukum

aturan pidana

(asas

non retro-aktif)”.

pidana.

Larangan berlaku surutnya aturan pidana
yang

menjadi

hakikatnya sangat logis tertera dalam asas

keberlakuan

Undang-

legalitas, berhubungan adanya ketentuan,

undang Hukum Pidana (KUHP) yang juga

bahwa tidak seorang pun dapat dijatuhi

Beberapa
landasan

hukum

asas

pidana kecuali atas kekuatan aturan pidana

merusak nilai-nilai yang hidup dalam

yang

masyarakat Indonesia.

sudah

dilakukan.

ada

sebelum

Jadi

prinsip

perbuatan
ini

Salah

juga

satu

contoh

yang

mengandung pengertian, bahwa undang-

menggambarkan

undang itu hanya berlaku untuk hal-hal

yang bertentangan terhadap nilai-nilai yang

yang

Dominasi

hidup dalam masyarakat Indonesia tertera

pidana

pada asas legalitas formal. Asas tersebut

Indonesia merupakan alasan negara dalam

berpandangan bahwa untuk menentukan

hal memberikan kepastian hukum serta rasa

patut tidaknya suatu perbuatan dianggap

keadilan bagi setiap warga negara.

bersifat melawan hukum atau sebagai

terjadi

positivisme

kemudian.
dalam

hukum

prinsip-prinsip/asas-asas

Sadar terhadap kenyataan, bahwa di

perbuatan pidana, harus didasarkan pada

tengah konsep ideal yang ditawarkan

undang-undang atau peraturan tertulis saja,

dengan lahirnya produk hukum (undang-

sehingga jika perbuatan tersebut tidak

undang) dan segala aspek yang melandasi

diatur dalam undang-undang tertulis, maka

lahirnya undang-undang tersebut, ternyata

perbuatan tersebut tidak dapat dinggap

juga memberikan berbagai permasalahan

sebagai

hukum yang disebabkan kekurang pahaman

perasaan hukum atau nilai-nilai hukum

konsep hukum tersebut terhadap prinsip-

masyarakat

prinsip yang hidup pada tatanan budaya

perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang

bangsa Indonesia. Dominasi positivisme

tidak

dalam hukum pidana Indonesia sebagai

bertentangan/melawan

akibat di-marginal-kannya hukum (pidana)

(nilai-nilai) masyarakat Indonesia.

“tidak tertulis” (living law) menjadi salah

perbuatan

pidana,

Indonesia

patut,

Dalam

meskipun

memandang

tercela

ataupun

perasaan

konteks

hukum

masyarakat

satu hal yang menyebabkan nilai-nilai

Indonesia, pandangan yang hanya semata-

kebudayaan

mata

dari

bangsa

Indonesia

menititikberatkan

“normatif”

asas/prinsip-prinsip yang termuat dalam

mengedepankan

Kitab

Pidana

kurang sesuai dengan nilai-nilai yang hidup

(KUHP) masih saja menampilkan “wajah”

dalam masyarakat, sebab dalam masyarakat

lamanya sebagai hukum pidana

yang

Indonesia juga mengakui hukum tidak

bersumber dari nilai-nilai budaya Barat

tertulis sebagai dasar untuk menentukan

yang

patut tidaknya suatu perbuatan, apakah

seringkali

Hukum

bertentangan,

bahkan

asas

dasar

legalistis

terabaikan. Sebab, dalam banyak hal, asas-

Undang-Undang

sebagai

pada

kepastian

untuk
hukum

bersifat

harus dijadikan alasan hukum untuk tidak

melawan hukum atau tidak. Dengan kata

mengkualifikasikan perbuatan perzinahan

lain, aturan tidak tertulis juga menjadi

tersebut

“ukuran” untuk menentukan apakah suatu

hukum.

perbuatan

tersebut

dianggap

kedalam

perbuatan

melawan

perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai

Pada berbagai putusan Mahkamah

perbuatan/tindakan pidana atau tidak. Hal

Agung juga telah menyatakan bahwa

inilah yang dimaksud dengan asas legalitas

perbuatan melawan hukum tidak hanya

meteriil

bertolak pada hukum secara legalistis

Delik perzinahan yang dilakukan di

(fomal)

yang

bertumpuk

pada

rasa

luar nikah menjadi salah satu contoh

kepastian hukum semata, akan tetapi,

perbuatan yang di kualifikasikan oleh nilai-

Mahkamah Agung juga telah memperluas

nilai yang hidup pada masyarakat Indonesia

pengertian asas legalitas, di mana asas

sebagai perbuatan melawan hukum, yang

legalitas tersebut tidak hanya mencakup

mana dalam Pasal 284 KUHP membatasi

perbuatan melawan hukum pada asas

pandangan delik perzinahan hanyalah pada

legalitas formil, tetapi juga berdasar pada

persetubuhan yang dilakukan oleh pasangan

asas legalitas meteriil (Mahkamah Agung

yang telah terikat perkawinan. Kualifikasi

Republik

delik perzinahan

yang dilakukan oleh

666K/pid/1984).

pasangan

belum

yang

terikat

Indonesia

Nomor

:

tali

perkawinan sebagai perbuatan melawan

Kesimpulan

hukum pada masyarakat Indonesia adalah

Telah

dijelaskan

bahwa,

dasar

pokok dalam menjatuhi hukuman pada

hal yang bersifat mutlak.
Apabila melihat deskripsi di atas

seseorang yang telah melakukan perbuatan

yang tidak hanya selalu mengedepankan

pidana adalah norma yang tidak tertulis,

peraturan

yakni tidak dipidana jika ada kesalahan.

perundang-undangan

tertulis,

akan tetapi juga menjadikan landasan

Dasar

hukum tidak tertulis sebagai dasar untuk

jawabkannya seseorang atas perbuatan yang

mengukur

hukum,

telah dilakukannya (criminal responsibility/

akanlah menjadi hal yang diharapkan oleh

criminal liability). Namun sebelum itu,

prinsip-prinsip yang tumbuh dari budaya

mengenai dilarang dan diancamnya suatu

Indonesia.

ini,

perbuatan, yaitu mengenai perbuatan pidana

kekosongan dalam hukum tertulis tidak

itu sendiri, mengenai criminal act juga ada

perbuatan

Melalui

melawan

jalan

pikir

ini

mengenai

dipertanggung-

dasar yang pokok, yaitu, asas legalitas,

Padahal diatas telah diajukan bahwa hukum

yang merupakan asas yang menentukan

pidana adat masih berlaku, walaupun untuk

bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang

orang-orang tertentu dan sementara saja.

dan diancam dengan pidana, jika tidak

Tidak ada seorang ataupun individu dituntut

ditentukan

dalam

untuk dihukum atau dijatuhi hukuman,

perundang-undangan. Biasanya asas ini

kecuali karena aturan hukum yang sudah

dikenal dengan nullum delictum nulla

ada dan berlaku terhadapnya. Karena yang

poena sine praevia lege (tidak ada delik,

dipakai disini adalah istilah aturan hukum,

tidak ada pidana, tanpa peraturan lebih

maka dapat meliputi aturan-aturan yang

dahulu).

tertulis maupun tidak tertulis. Bahwa dalam

terlebih

dahulu

Biasanya asas-asas ini mengandung
tiga pengertian, yaitu: Pertama, tidak ada
perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu
belum dinyatakan dalam suatu aturan
undang-undang. Kedua, untuk menentukan
adanya

perbuatan

pidana

tidak

boleh

digunakan analogi. Ketiga, aturan-aturan
hukum pidana tidak berlaku surut.

menentukan ada atau tidaknya perbuatan
pidana tidak boleh digunakan analogi pada
umumnya

yang masih

dipakai

dalam

kebanyakan negara. Sesungguhnya jika
digunakan analogi, yang dibuat untuk
menjadikan perbuatan pidana pada satu
perbuatan yang tertentu, bukan lagi aturan
yang ada, tapi ratio, maksud, inti dari aturan
yang ada.

Pengertian pertama, bahwa harus ada aturan
undang-undang. Jadi aturan hukum tertulis

DAFTAR PUSTAKA

yang terlebih dahulu harus ada, itu dengan
jelas tampak dalam Pasal 1 KUHP dimana
dalam teks Belanda disebutkan wettijke
strafbepaling yaitu aturan pidana dalam

Tetapi dengan adanya kekuatan ini
konsekuensinya adalah bahwa perbuatanperbuatan pidana menurut hukum adat tidak
dipidana,

Hukum, Jakarta: Erlangga, 1980.

Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana ,
Jakarta: Yarsif Watampone, 2005.

perundangan.

dapat

Adji, Oemar Seno, Peradilan Bebas Negara

sebab

di

situ

tidak

ditentukan dengan aturan yang tertulis.

Lamintang, P.A.F., dan Samosir, Djisman,
Hukum

Pidana

Indonesia ,

Bandung: Sinar Baru, 1990.

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana , Jakarta: PT Bumi Aksara,

2001.
Purnomo, Bambang, Asas-Asas Hukum
Pidana , Jakarta: Ghalia Indonesia,

1994.
Utrecht, Ernest, Hukum Pidana I, Bandung:
Universitas, 1960.