ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR M1

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR (M1), SUKU BUNGA SBI
(Sertifikat Bank Indonesia), NILAI TUKAR (KURS) TERHADAP TINGKAT
INFLASI PADA BANK UMUM.

Siti Nurul Zahra

Universitas Trilogi

1. Latar Belakang
Negara dengan sistem keuangan yang kuat dan modern, telah memiliki perubahan
paradigma tentang uang dan cara pengalokasiannya. Hal ini sangat diperlukan guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Sektor yang memiliki peranan aktif
dalam pembangunan ekonomi pada suatu negara adalah sektor perbankan. Sektor ini
diharapkan dapat berkembang dengan pesat guna menghadapi era persaingan global serta
perkembangan investasi pada pasar keuangan Indonesia. (Aditya, 2013:421-435).
Masyarakat mengenal uang sebagai uang tunai yang terdiri atas uang kertas dan uang
giral uang yang berada di tangan masyarakat dan siap dibelanjakan setiap saat biasanya dalam
jumlah uang terlalu besar. Uang tunai disebut uang kartal atau currency. Uang kartal adalah
uang kertas dengan uang logam yang beredar dimasyarakat yang dikeluarkan dan diedarkan
oleh otoritas moneter. Pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya terbatas
dengan menggunakan uang tunai. Dalam melakukan pembayaran dalam jumlah besar,

masyarakat dapat menggunakan cek. Pembayaran menggunakan cek, harus memiliki rekening
giro pada bank umum atau demand deposit. Uang beredar adalah kewajiban sistem moneter
(Bank Sentral, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta
domestik (tidak termasuk pemerintah pusat dan bukan penduduk). Tujuan pembagunan
ekonomi adalah ntuk menciptakan kondisi kesejateraan masyarakat dalam mecapai
perkeekonomian yang positif. Untuk mecapai pembangunan ekonomi yang positif pemerintah
mengeluarkan berbagai kebijakan seperti kebijakan moneter dan kebijakan viskal. Salah satu

peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua negara adalah inflasi. Dampak
terhadap inflasi yang selalu meningkat akan terhambat pertumbuhan perekonomian negara.
Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga barang secara umum dan terusmenerus.
Kenaikan yang bersifat dua atau tiga jenis barang tidak dapat dikatakan inflasi. Mungkin dapat
terjadi kenaikan harga selama priode tertentu dan kenaikan yang terjadi hanya sekali saja
meskipun dalam presentase yang cukup besar, kecuali bila mengalami kenaikan yang meluas.
Tahun 1997 tanda-tanda dimana awal terjadinya krisis perekonomian, saat itulah pertumbuhan
ekonomian Indonesia bekisar pada 4,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya 7,8%. Pada
tahun 1998 Indonesia mengalami inflasi yang sangat parah. Penyebab terjadinya inflasi di
Indonesia pada saat itu terjadi krisis moneter dan nilai rupiah turun drastis dan pada saat itu
juga Dollar naik lebih dari 100%. Akibatnya Indonesia gulung tikar dan tingkat pengangguran
tinggi.(Goole Chrome). Jika suatu negara ingin mempertahankan laju inflasi yang rendah,

tentunya pemerintah tersebut harus menekan kenaikan harga. Usaha untuk menekan harga ini
dapat dilakukan dengan menekan laju kenaikan jumlah uang beredar misalnya dengan
pembatasan pemberian kredit atau dengan menaikkan suku bunga pinjaman (tight money
policy). Tetapi dampak yang ditimbulkan adalah akan terjadi kelesuan investasi, dan
meningkatnya pengangguran yang pada akhirnya akan menurunkan Pendapatan Nasional.
Salah satu kebijakan dalam pengendalian inflasi adalah kebijakan moneter. Kebijakan moneter
adalah kebijakan yang di ambil oleh bank Indonesia untuk memelihara dan mencapai stabilitas
nilai mata uang yang beredar dan penetapan suku bunga. Kebijakan moneter yang dilakukan
pemerintah yaitu menggunakan pendekan uang primer (base money). Strategi kebijakan
moneter base money meliputi pendekatan dengan penargetan besaran nilai tukar untuk
menekan krisis ekonomi yaitu dengan melakukan kebijakan intervesi (spread) dan intervesi
pasar valuta asing. Kebijakan moneter yang harus dilakukan di negara berkembang pada
umumnya lebih berat dan sulit jika dibandingkan dengan negara-negara maju.
Faktor pertama yang menjadi penyebabnya bahwa tugas untuk menciptakan penawaran
uang yang cukup sehingga pertambahannya dapat selalu selaras dengan jalannya pembangunan
yang memerlukan disiplin yang kuat di kalangan otoritas moneter dan pemerintah. Kekurangan
modal dan terbatasnya pendapatan pemerintah menimbulkan dorongan yang kuat kepada
pemerintah untuk meminjam secara berlebihan kepada Bank Sentral. Kalau ini dilakukan, maka
laju pertambahan jumlah uang beredar akan menjadi lebih cepat, akibatnya terjadi inflasi.
Faktor yang kedua yaitu, bank Indonesia di negara-negara berkembang harus secara lebih teliti

dan berhati-hati mengawasi perkembangan penerimaan valuta asing dan mengawasi kegiatan

dalam ekspor dan impor. Kegiatan ini sangat mudah menimbulkan inflasi karena
berfluktuasinya harga-harga bahan mentah yang diekspor, sehingga penerimaan dari kegiatan
ekspor mengalami perubahan yang tidak teratur, adakalanya kenaikannya besar sekali dan
adakalanya menjadi sangat merosot.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Tujuan bank
Indonesia adalah mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Dalam hal ini, kestabilan nilai
rupiah mempunyai dua dimensi, yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain
(disebut dengan nilai tukar atau kurs rupiah). Dalam sistem ini nilai mata uang rupiah
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Karna bank Indonesia tidak
menargetkan untuk mengarahkan perkembangan pada tingkat tertentu sasaran akhir bank
Indonesia lebih diarahkan pada pencapaian laju inflasi sesuai kondisi perekonomian nasional.
Dalam sistem nilai tukar mengambang yang dianut saat ini, nilai tukar rupiah ditentukan
oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing, dan karenanya Bank Indonesia
tidak menargetkan atau berupaya untuk mengarahkan per-kembangan nilai rupiah pada tingkat
tertentu. Untuk itu sasaran akhir Bank Indonesia lebih diarahkan pada pencapaian laju inflasi
yang rendah sesuai dengan kondisi perekonomian nasional. Berdasarkan uraian tersebut, maka
peneliti ingin mengetahui pengaruh dari JUB (M1), SBI, Nilai Tukar, Suku Bunga Deposito,
terhadap inflasi di Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh dari “ANALISIS
PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR (M1), SUKU BUNGA (SBI), NILAI
TUKAR (KURS) TERHADAP TINGKAT INFLASI”.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam
studi ini adalah :
1.

Bagaimana pengaruh JUB (M1) terhadap tingkat Inflasi di Indonesia?

2.

Bagaimana pengaruh Suku Bunga (SBI) terhadap tingkat Inflasi di Indonesia?

3.

Bagaimana pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar yang berpengaruh terhadap
tingkat inflasi di Indonesia?


3. Tujuan Peneliatian
Tujuan dilakukannya penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap tingkat inflasi di
Indonesia.
2.

Untuk mengetahui pengaruh Suku Bunga (SBI) terhadap tingkat inflasi di indonesia?

3.

Untuk mengetahui pengaruh Nilai Tukar (KURS) Rupiah terhadap Dollar yang
berpengaruh terhadap tingkat inflassi di Indonesia.

4. Manfaat Penelitian
Sebagaimana layaknya karya ilmiah ini, hasil yang diperoleh diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan berhubungan dengan obyek
penelitian antara lain :
1.

Bagi Peneliti

Peneliti ini merupakan implementasi dari ilmu ekonomi khususnya manajemen keuangan
yang telah didapat dari proses belajar penulis sehingga menambah wawasan penulis
mengenai bagaimana penerapan teori dengan praktek yang sebenarnya.

2.

Bagi Universitas
Memberikan sumbangan informasi pihak lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan
dapat menambah kepustakaan sebagai informasi bahan pembanding bagi penelitian lain
serta sebagai wujud Darma Bakti kepada perguruan tinggi pada umumnya dan Fakultas
Ekonomi pada khususnya jurusan Manajemen Keuangan.

3.

Bagi Ilmu Pengetahuan
Dapat dipergunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan atau perluasan pandangan
tentang pelajaran yang didapat dari bangku kuliah dan memperdalam pengetahuan
terutama dalam bidang yang dikaji serta sebagai referensi ilmiah bagi para peneliti
berikutnya.


4.

Bagi investor
Adanya informasi tentang metode pengaruhnya jumlah uang beredar dan suku bunga, nilai
tukar suku bunga depositi terhadap inflasi di Bank Indonesia diharapkan dapat
memberikan informasi kepada investor dalam mengambil keputuan ketika akan
berinvestasi, agar investor tidak mengalami kerugian.

5.

Landasan Teori

a. Teori Inflasi
Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga barang secara umum dan terus-menerus
yang berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh berbagai faktor, antaranya
konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas yang memicu konsumsi bahkan
spekulasi termasuk akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Inflasi juga merupakan
proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi merupakan variable makro ekonomi
yang dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan masyarakat secara umum serta
perusahaan pada khususnya. Inflasi pada level tertentu dibutuhkan untuk merangsang investasi.

Inflasi mengakibatkan pendapatan marjinal lebih tinggi daripada biaya marjinal, maka
perusahaan memperoleh peningkatan keuntungan. Sebaliknya, apabila biaya marjinal akibat
inflasi lebih tinggi daripada pendapatan marjinal, maka perusahaan akan mengalami kerugian.
(Rahardja & Manurung, 2005). Sementara menurut Mankiw (2003) inflasi adalah
kecenderungan harga untuk naik secara umum dan terus menerus dan merupakan sebuah
fenomena moneter.
Ada cukup banyak definisi mengenai inflasi. Sejak awal 1970-an para ahli ekonomi
mengartikannya sebagai naiknya tingkat harga umum secara terus menerus. Venieris dan
Sebold dalam Anton Hermanto Gunawan (1991), mendefinisikan inflasi sebagai
kecenderungan yang terus menerus dari tingkat harga umum untuk meningkat setiap waktu.
Kenaikan harga umum yang terjadi sekali waktu saja, menurut definisi ini, tidak dapat
dikatakan sebagai inflasi. Sedangkan menurut Ackley dalam Iswardono (1993), inflasi adalah
suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang-barang dan jasa secara umum (bukan satu
macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini kenaikan harga yang sporadis bukan
dikatakan sebagai inflasi.
Sehingga menurut Venieris dan Sebold dalam Anton Hermanto Gunawan (1991) di dalam
definisi inflasi tersebut tercakup tiga aspek, yaitu:
1.

Adanya “kecenderungan” (tendency) harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin

saja tingkat harga yang terjadi aktual pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan
dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

2.

Peningkatan harga tersebut berlangsung “terus menerus” (sustained) yang berarti bukan
terjadi pada suatu waktu saja, yakni akibat adanya kenaikan harga bahan baker minyak
pada awal tahun saja misalnya.

3.

Mencakup pengertian “tingkat harga umum” (general level of prices), yang berarti tingkat
harga yang meningkat bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.
Menurut Nopirin (1992), Jenis inflasi menurut sifatnya dibagi menjadi 3, yaitu

Inflasi merayap (creeping inflation), Inflasi menengah (galloping inflation) dan Inflasi tinggi
(hyper inflation). Sedangkan, jenis inflasi menurut sebab terjadinya dibagi menjadi 2, yaitu
Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation (Dernburg, 1994).
Jenis inflasi menurut asal dari inflasi dibagi menjadi (Boediono, 1995):
a.


Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation).
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaranbelanja yang
dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan gagal dansebagainya.

b.

Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini dapat mudah terjadi
padanegaranegara yang perekonomi annya terbuka. Penularan inflasi ini dapat terjadi
melalui kenaikan hargaharga baik itu impor maupun ekspor baik secara demand inflation
maupun cost inflation.

b. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Uang beredar adalah kewajiban sistem moneter (Bank Sentral, Bank Umum, dan Bank
Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta domestik (tidak termasuk pemerintah pusat
dan bukan penduduk). Kuantitas uang sebagai jumlah dolar yang dipegang publik dan kita
mengasumsikan Bank Sentral AS mengendalikan jumlah uang beredar dengan meningkatkan
atau menurunkan jumlah uang dollar dalam sirkulasi melaui operasi pasar terbuka. Jumlah
Uang Beredar tidak hanya ditentukan oleh kebijakan bank Sentral, tetapi juga oleh pelaku

rumah tangga (yang memegang uang) dan bank (di mana uang disimpan).
Dengan menginget jumlah uang beredar meliputi mata uang asing di tangan publik dan
deposito di bank-bank yang bisa digunakan rumah tangga untuk bertransaksi. Dalam
melakukan pembayaran dalam jumlah besar, masyarakat dapat menggunakan cek. Pembayaran
menggunakan cek, harus memiliki rekening giro pada bank umum atau demand deposit.

Rekening giro adalah rekening simpanan bank umum yang penarikannya dapat dilakukan
sewaktu – waktu.
Simpanan uang tunai dikatakan dalam bentuk tabungan atau saving deposit atau deposit
berjangka atau time deposit pada bank penarikannya tidak dapat dilakukan sewaktu –waktu.
Penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai perjanjian seperti satu bulan atau tiga bulan. Dalam
melakukan pembayaran tidak dapat dilakukan langsung seperti uang kartal dan uang giro.
Dalam melakukan pembayaran harus menunggu rekening tabungan atau deposito berjangka
saat jatuh tempo.
Dengan demikian uang yang telah disimpan dalam rekening tabungan atau deposito
berjangka adalah uang Kuasi. Bank Indonesia mendefinisikan uang beredar dapat didevinisikan
dalam arti Sempit (M1) dan dalam arti Luas (M2).
1.

(M1) merupakan uang beredar dalam arti Sempit, meliputi uang kartal yang di pegang
masyarakat dan uang giro (berdenominasi Rupiah).

2.

(M2) merupakan uang beredar dalam arti Luas. Terdiri dari uang kartal, uang giral dan
uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro
dalam valuta asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki
sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun.
Kita mulai dengan mengingat bahwa jumlah uang beredar meliputi mata uang asing di

tangan publik dan deposito di bank-bank yang bisa digunakan rumah tangga untuk bertransaksi,
seperti rekening koran. Dapat ditulis :
M= C+D

Yaitu, dengan M menyatakan jumlah uang beredar, C mata uang asing, dan D rekening
giro (demand deposit).
c. Hubungan Jumlah Uang Beredar (M1) dan Pengaruh Terhadap Inflasi.
Nilai uang ditentukan oleh supply dan demand terhadap uang. Jumlah uang beredar
ditentukan oleh Bank Sentral, sementara jumlah uang yang diminta (money demand) ditentukan
oleh beberapa faktor, antara lain tingkat harga rata-rata dalam perekonomian. Jumlah uang yang
diminta oleh masyarakat untuk melakukan transaksi, bergantung pada tingkat harga barang dan
jasa yang tersedia. Semakin tinggi tingkat harga, semakin besar jumlah uang yang diminta.
Peningkatan harga kemudian mendorong naiknya jumlah uang yang diminta masyarakat.
Akhirnya, perekonomian akan mencapai equilibrium baru, saat jumlah uang yang diminta

kembali seimbang dengan jumlah uang yang diedarkan. Penjelasan yang menggambarkan
bagaimana tingkat harga ditentukan dan berubah seiring dengan perubahan jumlah uang
beredar disebut teori Kuantitas Uang (quantity theory of money).
Berdasarkan teori ini, jumlah uang yang beredar dalam suatu perekonomian menentukan
nilai uang, sementara pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan sebab utama terjadinya
inflasi. Secara umum, teori kuantitas uang menggambarkan pengaruh jumlah uang beredar
terhadap perekonomian, dikaitkan dengan variabel harga dan output. Hubungan antara jumlah
uang beredar, output, dan harga dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut:

MxV=PxY

Dimana P adalah tingkat harga, Y adalah jumlah output, M adalah jumlah uang beredar,
P x Y adalah nominal, dan V adalah Velocity of Money (perputaran uang). Persamaan ini
disebut sebagai persamaan kuantitas (quantity equation). Velocity of money (perputaran
uang) mengukur tingkat dimana uang bersirkulasi dalam perekonomian atau dapat
dikatakan mengukur kecepatan perpindahan uang dari satu orang ke orang lainnya.
d. Suku Bunga SBI
Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka
waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan system
diskonto. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless), dan seluruh kepemilikan maupun
transaksinya dicatat dalam sarana Bank Indonesia BI. Metode lelang penerbitan SBI dilakukan
dengan menggunakan 2 (dua) cara yaitu melalui Variable Rate Tender (peserta lelang
mengajukan penawaran kuantitas dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia) dan dengan Fixed Rate Tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas
dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia). Pihak-pihak yang dapat
memiliki SBI adalah Bank Umum dan masyarakat. Bank dapat membeli SBI di pasar perdana
sementara masyarakat hanya diperbolehkan membeli di pasar sekunder (Heru, 2010).
SBI diterbitkan dengan jangka waktu (tenor) 1 bulan sampai dengan 12 bulan dengan
satuan unit terkecil sebesar Rp1 juta. Saat ini Bank Indonesia menerbitkan SBI dengan
tenor 1 bulan dan 3 bulan. Penerbitan SBI tenor 1 bulan dilakukan secara mingguan sedangkan
SBI tenor 3 bulan dilakukan secara triwulanan. Peserta lelang SBI terdiri dari bank umum
dan pasar uang Rupiah dan Valas (www.bi.go.id).

Metode lelang penerbitan SBI dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) cara yaitu
melalui Variable Rate Tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan tingkat
diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia) dan dengan Fixed Rate Tender (peserta
lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia).
Sejak awal Juli 2005, Bank Indonesia menggunakan mekanisme BI rate (sukubunga BI),
yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan olehBank Indonesia untuk
pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudianyang digunakan sebagai acuan para
pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Definisi BI rate sendiri menurut Bank Indonesia
adalah suku bunga instrumentsinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada Rapat Dewan
Gubernur triwulanan untuk berlaku selama triwulan berjalan, kecuali ditetapkan berbeda oleh
RapatDewan Gubernur bulanan dalam triwulan yang sama (www.bi.go.id).
BI rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalianmoneter untuk
mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1 bulan hasillelang operasi pasar
terbuka berada di sekitar BI rate, Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan
mempengaruhi suku bunga pasar uang antar bank dan suku bungajangka yang lebih panjang.
Perubahan BI rate (SBI tenor 1 bulan) ditetapkan secarakonsisten dan bertahap dalam kelipatan
25 basis poin (bps). Saat ini Bank Indonesia menggunakan tingkat suku bunga SBI sebagai
salah satu instrumen untuk mengedalikan inflasi. Apabila inflasi dirasakan cukup tinggi maka
Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga SBI untuk meredam kenaikan inflasi.
Perubahan tingkat suku bunga SBI akan memberikan pengaruhbagi pasar modal dan pasar
keuangan. Apabila tingkat suku bunga naik maka secara langsung akan meningkatkan beban
bunga. Perusahaan yang mempunyai leverageyang tinggi akan mendapatkan dampak yang
sangat berat terhadap kenaikan tingkat bunga. Kenaikan tingkat bunga ini dapat mengurangi
profitabilitas perusahaan sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap harga saham
perusahaan yang bersangkutan.

e. Hubungan Suku Bunga SBI Dan Pengaruh Terhadap Inflasi
Hubungan suku bunga SBI dan inflasi dijelaskan dengan menggunakan hipotesa, Zulverdi
(1998), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi
yang diperkirakan tingkat suku bunga SBI juga dipengaruhi inflasi atau dengan kata lain tingkat
inflasi mempunyai pengaruh atau efek terhadap tingkat suku bunga SBI sebagai sasaran.
Tingkat suku bunga SBI cenderung akan meningkat pada saat inflasi yang diperkirakan
meningkat. Kegiatan transaksi ekonomi lebih banyak di sektor keuangan ini dibandingkan
dengan sektor riil.Selanjutnya diketahui pula bahwa, tingkat suku bunga SBI mempunyai
hubungan dengan tingkat inflasi.
f. Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Hamdy (2008) nilai tukar adalah harga mata uang lokal terhadapmata uang
asing. Jadi, nilai tukar merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata
uang negara lain. Nilai Tukar (Kurs) adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar
mata uang terhadap pembayaran saat ini atau di kemudian hari antara mata uang dua negara
atau wilayah. Kurs sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasarsaham
maupun di pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi.
Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang Asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh
negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
g. Hubungan Nilai Tukar (Kurs) terhadap Inflasi
Perubahan nilai tukar ini perlu dicermati lebih seksama bagaimana kejutan nilai tukar
akan mempengaruhi perekonomian dan inflasi. Perubahan nilai tukar ini tentunya akan
berimplikasi terhadap karakteristik fluktuasi nilai tukar dan pengaruhnya terhadap
perekonomian terbuka. Rupiah mendapatkan tekanan-tekanan depresiatif yang sangat besar
diawali dengan krisis nilai tukar. Nilai tukar rupiah secara simultan mendapat tekanan yang
cukup berat karena besarnya capital outflow akibat hilangnya kepercayaan investor asing
terhadap prospek perekonomian Indonesia. Tekanan terhadap nilai tukar tersebut diperberat
lagi dengan semakin maraknya kegiatan. sehingga sejak krisis berlangsung nilai tukar
mengalami depresiasi hingga mencapai 75 persen.

6. Metode Penelitian
a. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan
variabel independen. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Sedangkan variabel independen (bebas) adalah
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen.
1.

Tingkat Inflasi ( INF) dilambangkan sebagai variabel tidak bebas (dependent variable).

2.
3.

Jumlah Uang Beredar (M1) dilambangkan sebagai variabel bebas (independent variable).
Suku Bunga SBI (SBI Rate) dilambangkan sebagai variabel bebas (independent
variable).

4.

Nilai Tukar Rp/US$ (KURS) dilambangkan sebagai variabel bebas (independent
variable).

b. Difinisi Operasional
Definisi operasional dari masingmasing variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Jumlah Uang Beredar (M1) Variabel ini merupakan jumlah uang beredar di masyarakat
dalam arti sempit (M1) meliputi uang kartal dan uang giral. Variabel ini dinyatakan dengan
satuan milyar.
2. Suku Bunga SBI
Variabel

ini dalam kebijakan moneter merupakan instrument

moneter

dalam

pengendalian tingkat inflasi. Suku Bunga SBI tersebut akan menyerap kelebihan uang
primer yang ada di masyarakat. Variabel ini dinyatakan dalam persen.
3. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Variabel ini merupakan nilai tukar rupiah terhadap
dollar karena mekanisme penukaran valas tersebut. Variabel ini dinyatakan dengan satuan
Rupiah per Dollar.
4. Tingkat Inflasi Variabel ini merupakan hasil dari tingkat harga barang jasa. Variabel
ini dinyatakan dengan satuan persen.

c. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif untuk
menganalisa pengaruh jumlah uang beredar, suku bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap
dollar terhadap tingkat inflasi. Data-data yang diperoleh terdiri dari data sekunder. Data
sekunder bersumber dari Bank Indonesia (BI). Data tersebut memiliki fungsi sebagai ukuran
dari masing-masing variabel.
7. Populasi dan Sampel a. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengaruhnya jumlah uang beredar,
suku bunga dan nilai tukar rupiah yang berpengaruh terhadap tingkat inflasi pada Bank
Indonesia (BI).
b. Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan non-parametrik
menggunakan model Regresi Linier Berganda sehingga dapat dianalisis mengenai pengaruh
jumlah uang beredar, suku bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap dollar terhadap tingkat
inflasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Bank Indonesia
periode 2006-2011. Data diambil dari situs resmi Bank Indonesia.
c. Metode Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Regresi Linier Berganda. ini
terdapat beberapa tahap pengujian yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu uji normalitas,
uji heteroskedastisitas, autokorelasi dan uji multikolinearitas.
8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah data yang
bersifat normal (Modul Ekonometrika I, 2005). Dapat dilihat dari nilai probabilita nilai
JarqueBerra dengan kriteria sebagai berikut:


Jika hasil dari probabilita Jarque-Berra < 5% (0.05) maka, Ha diterima (signifikan),
artinya data bersifat tidak normal (residual berdistribusi tidak normal).



Jika hasil dari probabilita Jarque-Berra > 5% (0.05) maka, Ha ditolak (tidak signifikan),
artinya data bersifat normal (residual berdistribusi normal).

b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas artinya terdapat korelasi yang signifikan diantara dua atau lebih variabel
independent dalam model regresi. Multikolinearitas dibedakan atas dua yaitu:
a. Multikolinearitas Sempurna Suatu Multikolinearitas dikatakan sempurna apabila nilai
Multiko-linearitas lebih kecil dari

angka 0,8, sehingga hal tersebut tidak terdapat

Multikolinearitas.
b. Multikolinearitas Tidak SempurnaSuatu Multikolinearitas dikatakan tidak sempurna
apabila nilai Multiko-linearitas lebih besar dari angka 0,8, sehingga hal tersebut terdapat
Multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi yaitu suatu keadaan dimana kesalahan pengangguan dari periode tertentu
(ut) berkorelasi dengan kesalahan penganggu dari periode sebelumnya (fit-1). Pada kondisi ini
kesalahan penganggu tidak bebas tetapi satu sama lain berhubungan. Bila kesalahan penganggu
periode t dengan t-1 berkorelasi maka terjadi kasus korefasi serial sederhana tingkat pertama
(first order autocorrelation).
Dengan adanya autokorelasi akan mengakibatkan uji statistik menjadi tidak tepat, dan
untuk mendeteksinya dapat dilakukandengan dua cara yaitu uji Durbin Watson / DW Test dan
Lagrange Multiplier / LM Test, dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk mendeteksi
autokorelasi adalah dengan menggunakan uji LM. Ada beberapa kriteria dalam mengambil
keputusan terdapat autokarelasi atau tidak dalam suatu model, yakni:
• Obs* R-squared < 0,05, maka dikatakan terdapat autokorelasi.
• Obs* R-squared > 0,05, maka dikatakan tidak terdapat autokorelasi.

9. Pengujian Hipotesis
a. Uji-T (Uji Individu)
Uji-T digunakan untuk mengetahui apakah suatu variabel independent signifikan atau
tidak terhadap variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan cara membandingkan T-hitung /
Tstatistik dengan T-tabel pada taraf signifikan a = 0,05.


Jika t-statistik > t-tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. (artinya variabel independen
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Disamping itu, uji-T ini
dapat juga dihitung dengan melihat probabilita masing-masing variabel)



Jika probabilita > a = 0,05, maka variabel independen tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependent.



Dan apabila probabilita < a = 0,05 maka variabel independent memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependent.

b. Uji F (Uji Serentak)
Uji F adalah uji yang digunakan untuk membuktikan keberadaan pengaruh yang berarti
dari variabel-variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikatnya dalamsebuah
analisa regresi (Gujarati, 1993: 81).Kriteria yang digunakan dalam uji F adalah sebagai berikut:
1. Jika F statistik < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak (tidak signifikan), artinya secara
bersamasama tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen.
2. Jika F statistik > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima (signifikan), artinya secara
bersama-sama ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi bertujuan untuk menjelaskan apakah variabel independent yang
ada dalam model cukup mampu menjelaskan perubahan dari variabel dependen. Koefisien
determinasi dinotasikan dengan R² yang mendekati satu artinya variabel independent yang ada
dalam model mampu menjelaskan perubahan variabel dependen, tetapi jika nilai R² mendekati
nol maka variabel independent yang ada dalam model tidak mampu menjelaskan perubahan
nilai variabel dependen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai R², maka
semakin bagus/goodness of fit penelitian tersebut.