Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

(1)

2.1 Tinjauan Pustaka

Cabai merupakan tanaman perdu dari family terung-terungan (Sola na cea e). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000spesies yang terdiri dari tumbuhan herba, semak dan tumbuhan kerdil lainnya. Dari banyaknya spesies tersebut, hampir dapat dikatakan sebagian besar merupakan tumbuhan negeri tropis. Namun, secara ekonomis yang dapat atau sudah dimanfaatkan baru beberapa spesies saja (Setiadi, 2004).

Umumnya daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya. Bentuk buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan bias mencapai ukuran seperti ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil tapi pedas, cabai paprika yang berbentuk seperti buah apel, dan bentuk-bentuk cabai hias lain yang banyak ragamnya (Agromedia, 2008).

Ada beberapa jenis cabai (Ca psicum Annuum) yang banyak dicari di pasaran, yaitu cabai besar dan cabai kecil. Jenis cabai besar di antaranya cabai merah, paprika, dan cabai bulat atau cabai udel atau cabai domba. Sementara itu, yang termasuk dalam golongan cabai kecil adalah cabai rawit, cabai cengek, dan cabai hias (Setyaningrum dan Cahyo, 2014).


(2)

Cabai Merah

Tanaman cabai merah dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-1.200 m dpl. Tanah berstruktur ringan sampai berat dapat dijadikan tempat tumbuh tanaman cabai. Namun, tanah yang remah atau gembur paling baik untuk menghasilkan produksi cabai yang optimal (Setyaningrum dan Cahyo, 2014).

Penampilan fisik tanamannya tegak, ukuran daunnya lebih lebar dibanding cabai pada umumnya.Daun cabai ini berwarna hijau tua bertabur putih di atasnya sehinggamemberikan kesan sebagai daun keriting yang dibedaki.Dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai merah lebih tahan terhadap serangan penyakit (Setiadi, 2004).

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Buah Cabai Merah Segar (per 100 gr) Kandungan

Kalori (kal) 31

Protein (g) 1

Lemak (g) 0.3

Karbohidrat (g) 7.3

Kalsium (mg) 29

Fosfor (mg) 24

Besi (mg) 0.5

Vit. A (SI) 470

Vit. B1 (mg) 0.05

Vit. C (mg) 18

Air (g) 90.9

Bagian yang dapat dimakan 85

Sumber: Depa rtemen Kesehata n tahun 1989 dala m Setia di, 2004

Cabai merah dan cabai rawit memiliki beberapa perbedaan dari segi penanaman, pemeliharaan hingga jumlah produksi (panen). Cabai merah biasanya ditanam dibedengan yang permukaannya ditutupi dengan mulsa plastik, sehingga tidak memerlukan penyiangan hingga akhir masa tanam. Pemupukan pada tanaman cabai merah biasanya 5-7 kali per


(3)

masa tanam. Hama dan penyakit tanaman cabai yang paling sering mengganggu antara lain: hama tungau merah, thrips, peridroma sa ucia , heliotis sp., spodoptera sp., lalat buah, penyakit busuk buah, penyakit kering buah/patek dan busuk daun. Untuk menanggulangi hama dan penyakit tersebut, cabai merah harus disemprot dengan insektisida dan fungisida. Biasanya untuk 100 m2 membutuhkan masing-masing 20 ml fungisida dan insektisida. Cabai merah dapat dipanen setelah 3 bulan ditanam hingga 15 kali atau lebih dengan jangka waktu 1 minggu 1 kali panen selama 6 bulan. Dengan luas tanam seluas 100 m2biasanya cabai merah dapat memproduksi hingga 2 kali lipat produksi tanaman cabai rawit untuk luas lahan yang sama, yaitu 250 kg (Setyaningrum dan Cahyo, 2014).

Cabai Rawit

Tanaman cabai rawit dapat ditanam baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian tempat sampai 1.500 m dpl. Namun, daerah yang paling cocok untuk pertumbuhan tanaman cabai rawit adalah pada ketinggian 0-500 m dpl. Agar tanaman cabai rawit dapat tumbuh dengan baik sebaiknya ditanam di tanah yang subur, gembur, memiliki aerasi yang baik (bersarang), dan pH tanah antara 6-7 (Setyaningrum dan Cahyo, 2014).

Cabai rawit merupakan salah satu komoditas pilihan untuk usahatani komersial.Posisi cabai rawit cenderung makin penting dalam pola konsumsi makanan, yaitu sebagai sayuran atau bumbu masakan sehari-hari.Hal ini memberikan indikasi bahwa cabai rawit memiliki peluang pasar yang makin luas, baik untuk memenuhi permintaan konsumsi rumah tangga dan industri dalam negeri maupun sasaran ekspor (Rukmana, 2002).


(4)

1. Cabai rawit tergolong masih tahan terhadap penyakit layu bakteri (ba cteri wilt) akibat cendawan Pseudomus sola na cea rum, busuk buah yang disebabkan Xa nthomona s vesica toria, dan bercak daun yang disebabkan Cercospora spp. 2. Karena daya tahannya itu, cabai rawit bias ditanam di segala musim dan sangat

potensial dijadikan batang bawah.

Selain untuk sayuran, cabai rawit mempunyai kegunaan yang lain. Dengan beberapa keunggulan itu, cabai rawit dianggap penting untuk dijadikan bahan ramuan industri makanan, minuman, maupun farmasi. Dengan kandungan vitamin A yang tinggi, selain bermanfat untuk kesehatan mata, cabai rawit juga cukup manjur untuk menyembuhkan sakit tenggorokan (Setiadi, 2000).

Tabel 2.2 Kandungan Zat Gizi Buah Cabai Rawit Segar (per 100 gr) Kandungan

Kalori (kal) 103

Protein (g) 4.7

Lemak (g) 2.4

Karbohidrat (g) 19.9

Kalsium (mg) 45

Fosfor (mg) 85

Besi (mg) 2.5

Vit. A (SI) 11.05

Vit. B1 (mg) 0.05

Vit. C (mg) 70

Air (g) 71.2

Bagian yang dapat dimakan 85

Sumber: Depa rtemen Kesehata n tahun 1989 dala m Setia di, 2004

Cabai rawit biasanya tidak menggunakan mulsa plastik pada permukaan bedengan, sehingga selama masa tanam dibutuhkan beberapa kali penyiangan dari gulma atau tanaman pengganggu lainnya. Pemupukan pada tanaman cabai rawit biasanya 7 kali atau


(5)

lebih per masa tanam. Hama dan penyakit yang biasnya mengganggu tanaman cabai rawit antara lain : kutu daun, thrips, tungau merah, ulat, lalat buah, penyakit busuk buah, bercak daun, busuk daun, gugur daun, dan penyakit antrak. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman dapat menggunakan pestisida. Untuk lahan seluas 100 m2 dibutuhkan sebanyak 20 ml pestisida. Panen dapat dilakukan setelah cabai rawit berumur 4 bulan, pemanenan cabai rawit bisa mencapai 24 kali per masa tanam dengan jangka waktu pemanenan 1 kali 2 minggu selama hampir 2 tahun umur tanaman. Selama satu musim tanam dapat dihasilkan cabai rawit hingga 120 kg untuk luasan lahan 100 m2 (Setyaningrum dan Cahyo, 2014).

Usahatani cabai yang berhasil memang menjanjikan keuntungan yang menarik. Akan tetapi, untuk menguasahakan cabai juga diperlukan keterampilan dan modal yang cukup memadai. Selain itu, tidak jarang pengusaha cabai menemui kegagalan dan kerugian yang berarti. Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, diperlukan keterampilan dalam penerapan pegetahuandan teknik budidaya cabai yang benar sesuai dengan daya dukung agroekosistemnya. Berbagai aspek agronomis antara lain pemilihan bibit yang baik, pemilihan lahan yang cocok, ketersediaan air, dan penguasaan teknik budi daya termasuk mengantisipasi kemungkinan serangan hama serta penyakit menjadi kunci penting keberhasilan usahatani cabai di Indonesia (Santika, 1999).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Ilmu Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi


(6)

pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input (Soekartawi, 1995).

Yang termasuk faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agara tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Diberbagai literatur, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah sarana produksi, input, production fa ctor, dan korbanan produksi. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk dan pestisida adalah faktor produksi yang terpenting (Soekartawi, 1994).

2.2.2 Pendapatan

Menurut Sukirno (1996), pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik harian, mingguan, bulanan, ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan, antara lain:

1. Pendapatan pribadi, yaitu semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan ataupun yang diterima penduduk suatu negara.

2. Pendapatan disposible, yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposible.

3. Pendapatan nasional, yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.


(7)

Setelah produsen menghasilkan output dari setiap kegiatan produksi yang dilakukan maka output tersebut akan dijual kepada konsumen. Dengan demikian, produsen akan memperoleh pendapatan dari setiap output yang dijual. Pendapatan yang diterima oleh produsen sebagian untuk membayar biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Membahas masalah penerimaan atau revenue ada beberapa konsep penting yang perlu diperhatikan menurut Pracoyo dan Rubenfeld (2008):

1. Pendapatan total atau tota l revenue (TR) : pendapatan yang diterima oleh produsen dari setiap penjualan outputnya. Tota l revenue merupakan hasil kali antara harga dengan output. TR = P . Q

2. Pendapatan rata-rata atau a verage revenue (AR) : pendapatan produsen per unit output yang dijual. AR = TR/Q = P. Dengan demikian, AR merupakan harga jual output per unit.

3. Pendapatan marjinal atau ma rgina l revenue (MR) : perubahan pendapatan yang disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit output. �� = � .

Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan, maka seharusnya mempertimbangkan harga jual dari produksinya, melakukan perhitungan terhadap semua unsur biaya selanjutnya menentukan harga pokok hasil usahataninya (Fadholi, 1990). Menurut Soekartawi (1999) biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (va ria ble cost).Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja.


(8)

Harga pasar suatu komoditi dan jumlah yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari komoditi tersebut.Dengan harga pasar dimaksudkan harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli (Sugiarto, 2000).

2.2.3 Analisis Kelayakan Usahatani

Sebelum melakukan pengembangan usaha hendaknya dilakukan suatu kajian yang cukup mendalam untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan itu layak atau tidak layak.Aspek yang perlu dikaji adalah aspek finansial (keuangan) dan pasar (bagaimana permintaan dan harga atas produksi yang dihasilkan). Jika aspek ini jelas maka prospek kedepan untuk usaha tersebut jelas, begitu juga sebaliknya apabila aspek ini tidak jelas maka prospek ke depan juga tidak jelas (Umar, 2005).

Salah satu cara untuk mengetahui kelayakan suatu usaha adalah dengan cara menganalisis perbandingan penerimaan dan biaya usaha tersebut, yaitu menggunakan analisis R/C dimana R/C dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. R/C adalah singkatan dari revenue-cost ra tio, atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerima dan biaya. Makin besar nilai R/C ratio usahatani itu makin besar keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut (Soekartawi, 1995).

Analisis lain yang dapat digunakan untuk menghitung kelayakan usahatani adalah analisis B/C Ra tio. Menurut Soekartawi (1995), analisis benefit-cost ra tio (B/C) ini pada prinsipnya sama saja dengan analisis R/C (revenue-cost ra tio), hanya saja pada analisis B/C ratio ini data yang diperhitungkan adalah besarnya manfaat.


(9)

2.2.4 Karakteristik Petani

Petani memiliki karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut dapat berupa karakter demografis, karakter sosial serta karakter kondisi ekonomi petani itu sendiri. Karakter -karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani pada situasi tertentu. Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, luas lahan garapan, pengalaman usahatani dan jumlah tanggungan keluarga.

1. Umur

Umur responden merupakan lama responden hidup hingga penelitian dilakukan, umur produktif petani akan mempengaruhi proses adopsi suatu inovasi baru. Menurut BPS (2012), berdasarkan komposisi penduduk, umur dikelompokkan menjadi 3 yaitu umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum produktif, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan kelompok umur 65 tahun keatas sebagai kelompok penduduk yang tidak lagi produktif.

Pada umumnya, makin muda petani maka semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui juga akan makin tinggi, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun biasanya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 2005).

2. Pendidikan

Faktor pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani dalam mengelola usahataninya. Pendidikan membuat seseorang berpikir ilmiah sehingga mampu untuk membuat keputusan dari berbagai alternative dalam mengelola usahataninya dan mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak mungkin untuk memperoleh pendapatan.


(10)

Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga produktivitasnya menjadi tinggi. Selain itu juga dengan pendidikan maka akan memberikan atau menambah kemampuan dari petani untuk dapat mengambil keputusan, mengatasi masalah-masalah yang terjadi (Mamboai, 2003).

3. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh waktu yang telah dialami oleh para petani. Petani yang berpengalaman dalam menghadapi hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya, lain halnya dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman, dimana akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut.

Semakin banyak pengalaman yang diperoleh petani maka diharapkan produktivitas petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakan usahataninya akan semakin baik dan sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Hasan, 2000).

4. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani untuk melakukan banyak aktivitas dalam mencari dan menambah pendapatan (Hasyim, 2006).


(11)

5. Luas Lahan

Luas lahan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan status petani, apakah tergolong sebagai petani miskin atau petani yang lebih tinggi taraf hidupnya. Tingkat luasan usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani, semakin luas areal tani maka semakin tinggi tingkat produksi dan pendapatan yang diterima (Sajogyo, 1999).

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2011) dengan judul skripsi “Analisis

Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah

Keriting Di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor” menyimpulkan bahwa

usahatani cabai merah yang dilakukan oleh petani responden di Desa Citapen secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai lebih dari satu, yakni sebesar 2,65 dan 2,46; dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan cabai merahdapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendrawanto (2008) yang berjudul “Analisis

Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, Kecamatan

Megamendung, Kabupaten Bogor” menyimpulkan bahwa rasio penerimaan dengan pengeluaran berdasarkan biaya tunai dan total, masing-masing sebesar 2,59 dan 1,59. Ukuran rasio tersebut merupakan indikator bahwa cabang usahatani cabai merah sudah menguntungkan bagi petani.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khazanani (2011) yang berjudul “Analisis Efisiensi Penggunanaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Cabai di Desa


(12)

Gondosuli,Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung” menyimpulkan bahwa

usahatanicabai di daerah tersebut masih menguntungkan, hal ini ditunjukan oleh nilai R/C Rasio sebesar 1,277.

2.4 Kerangka Pemikiran

Petani memiliki beberapa karakteristik yang mempengaruhi kinerjanya dalam berusahatani, dalam hal ini karakteristik petani cabai merah maupun cabai rawit yang diperhatikan terdiri dari umur, pengalaman bertani, pendidikan, jumlah bibit yang diusahakan serta jumlah tanggungan. Dalam prinsipnya usahatani mempunyai tujuan utama yaitu untuk memperoleh hasil produksi, dimana hasil produksi tersebut dipengaruhi oleh banyaknya biaya dalam penyediaan input yang digunakan selama usahatani, input tersebut antara lain adalah bibit, pupuk, dan pestisida. Penerimaan merupakan hasil dari perkalian jumlah produksi dengan harga jual. Pendapatan diperoleh dari selisih antara total nilai penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan.Melalui analisis kelayakan usaha, akan diketahui layak atau tidak layaknya usaha ini untuk terus dianjutkan. Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :


(13)

Keterangan :

: Menyatakan hubungan : Menyatakan Pengaruh

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Cabai PETANI CABAI MERAH USAHATANI CABAI PETANI CABAI RAWIT Input : Bibit Pupuk Pestisida

OUTPUT OUTPUT

PENERIMAAN PENERIMAAN

LAYAK TIDAK LAYAK LAYAK TIDAK LAYAK

PENDAPATAN PENDAPATAN

HARGA HARGA

BIAYA BIAYA

Karakteristik: - Umur

- Pengalaman bertani - Pendidikan

- Jumlah bibit

- Jumlah tanggungan keluarga

Karakteristik: - Umur

- Pengalaman bertani - Pendidikan

- Jumlah bibit

- Jumlah tanggungan keluarga Input : Bibit Pupuk Pestisida PRODUKTIVITAS


(14)

2.2Hipotesis Penelitian

2. Pengaruh input (bibit, pupuk, dan pestisida) terhadap output usahatani cabai merah lebih besar dibanding dengan pengaruh input (bibit, pupuk, dan pestisida) terhadap output usahatani cabai rawit di daerah penelitian.

3. Ada perkembangan positif produktivitas usahatani cabai merah dan cabai rawit dalam 5 tahun terakhir di daerah penelitian.

4. Pendapatan petani cabai merah lebih besar dibanding dengan pendapatan petani cabai rawit di daerah penelitian.

5. Usahatani cabai merah lebih layak diusahakan dibanding dengan usahatani cabai rawit di daerah penelitian.


(1)

2.2.4 Karakteristik Petani

Petani memiliki karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut dapat berupa karakter demografis, karakter sosial serta karakter kondisi ekonomi petani itu sendiri. Karakter -karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani pada situasi tertentu. Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, luas lahan garapan, pengalaman usahatani dan jumlah tanggungan keluarga.

1. Umur

Umur responden merupakan lama responden hidup hingga penelitian dilakukan, umur produktif petani akan mempengaruhi proses adopsi suatu inovasi baru. Menurut BPS (2012), berdasarkan komposisi penduduk, umur dikelompokkan menjadi 3 yaitu umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum produktif, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan kelompok umur 65 tahun keatas sebagai kelompok penduduk yang tidak lagi produktif.

Pada umumnya, makin muda petani maka semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui juga akan makin tinggi, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun biasanya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut (Soekartawi, 2005).

2. Pendidikan

Faktor pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani dalam mengelola usahataninya. Pendidikan membuat seseorang berpikir ilmiah sehingga mampu untuk membuat keputusan dari berbagai alternative dalam mengelola


(2)

Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga produktivitasnya menjadi tinggi. Selain itu juga dengan pendidikan maka akan memberikan atau menambah kemampuan dari petani untuk dapat mengambil keputusan, mengatasi masalah-masalah yang terjadi (Mamboai, 2003).

3. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh waktu yang telah dialami oleh para petani. Petani yang berpengalaman dalam menghadapi hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya, lain halnya dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman, dimana akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut.

Semakin banyak pengalaman yang diperoleh petani maka diharapkan produktivitas petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakan usahataninya akan semakin baik dan sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Hasan, 2000).

4. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani untuk melakukan banyak aktivitas dalam mencari dan menambah pendapatan (Hasyim, 2006).


(3)

5. Luas Lahan

Luas lahan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan status petani, apakah tergolong sebagai petani miskin atau petani yang lebih tinggi taraf hidupnya. Tingkat luasan usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani, semakin luas areal tani maka semakin tinggi tingkat produksi dan pendapatan yang diterima (Sajogyo, 1999).

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2011) dengan judul skripsi “Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting Di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor” menyimpulkan bahwa usahatani cabai merah yang dilakukan oleh petani responden di Desa Citapen secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai lebih dari satu, yakni sebesar 2,65 dan 2,46; dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan cabai merahdapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendrawanto (2008) yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, Kecamatan

Megamendung, Kabupaten Bogor” menyimpulkan bahwa rasio penerimaan dengan

pengeluaran berdasarkan biaya tunai dan total, masing-masing sebesar 2,59 dan 1,59. Ukuran rasio tersebut merupakan indikator bahwa cabang usahatani cabai merah sudah menguntungkan bagi petani.


(4)

Gondosuli,Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung” menyimpulkan bahwa usahatanicabai di daerah tersebut masih menguntungkan, hal ini ditunjukan oleh nilai R/C Rasio sebesar 1,277.

2.4 Kerangka Pemikiran

Petani memiliki beberapa karakteristik yang mempengaruhi kinerjanya dalam berusahatani, dalam hal ini karakteristik petani cabai merah maupun cabai rawit yang diperhatikan terdiri dari umur, pengalaman bertani, pendidikan, jumlah bibit yang diusahakan serta jumlah tanggungan. Dalam prinsipnya usahatani mempunyai tujuan utama yaitu untuk memperoleh hasil produksi, dimana hasil produksi tersebut dipengaruhi oleh banyaknya biaya dalam penyediaan input yang digunakan selama usahatani, input tersebut antara lain adalah bibit, pupuk, dan pestisida. Penerimaan merupakan hasil dari perkalian jumlah produksi dengan harga jual. Pendapatan diperoleh dari selisih antara total nilai penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan.Melalui analisis kelayakan usaha, akan diketahui layak atau tidak layaknya usaha ini untuk terus dianjutkan. Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :


(5)

Keterangan :

: Menyatakan hubungan : Menyatakan Pengaruh

PETANI CABAI MERAH USAHATANI CABAI PETANI CABAI RAWIT Input : Bibit Pupuk Pestisida

OUTPUT OUTPUT

PENERIMAAN PENERIMAAN

LAYAK TIDAK LAYAK LAYAK TIDAK LAYAK

PENDAPATAN PENDAPATAN

HARGA HARGA

BIAYA BIAYA

Karakteristik: - Umur

- Pengalaman bertani - Pendidikan

- Jumlah bibit

- Jumlah tanggungan keluarga

Karakteristik: - Umur

- Pengalaman bertani - Pendidikan

- Jumlah bibit

- Jumlah tanggungan keluarga Input : Bibit Pupuk Pestisida PRODUKTIVITAS


(6)

2.2Hipotesis Penelitian

2. Pengaruh input (bibit, pupuk, dan pestisida) terhadap output usahatani cabai merah lebih besar dibanding dengan pengaruh input (bibit, pupuk, dan pestisida) terhadap output usahatani cabai rawit di daerah penelitian.

3. Ada perkembangan positif produktivitas usahatani cabai merah dan cabai rawit dalam 5 tahun terakhir di daerah penelitian.

4. Pendapatan petani cabai merah lebih besar dibanding dengan pendapatan petani cabai rawit di daerah penelitian.

5. Usahatani cabai merah lebih layak diusahakan dibanding dengan usahatani cabai rawit di daerah penelitian.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

7 79 91

Respon Pertumbuhan Tiga Varietas Cabai Rawit (Capsicum frutescens L. ) Pada Beberapa Tingkat Salinitas

8 72 64

Efektifitas Ekstrak Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L) Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Spp.Pada Ovitrap

10 100 96

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

17 140 134

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

10 71 134

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 0 14

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 0 1

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 0 6

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 0 3

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

0 4 49