Peraturan Perundangan PP NO 7 TH 1990

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1990
TENTANG
HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang : a. bahwa hut an merupakan suat u pot ensi kekayaan alam yang
dapat diperbaharui, yang perlu dimanf aat kan secara maksimal
dan lest ari bagi Pembangunan Nasional secara berkelanj ut an
unt uk sebesar-besar kemakmuran rakyat ;
b. bahwa unt uk meningkat kan produkt ivit as kawasan hut an yang
kurang produkt if , meningkat kan kwalit as lingkungan hidup sert a
menj amin t ersedianya secara lest ari bahan baku indust ri hasil
hut an perlu dilaksanakan pengusahaan hut an t anaman
berdasarkan asas kelest arian dengan menerapkan silvikult ur
int ensif ;
c. bahwa pelaksanaan pengusahaan hut an t anaman t ersebut dalam

but ir b di at as, perlu dikembangkan dan dilaksanakan dengan
cara pengusahaan Hut an Tanaman Indust ri;
d. bahwa at as dasar hal-hal t ersebut di at as maka perlu mengat ur
ket ent uan-ket ent uan t ent ang Hak Pengusahaan Hut an Tanaman
Indust ri dalam suat u Perat uran Pemerint ah;

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2.

Undang-undang
Nomor
5
Tahun

1967
t ent ang
Ket ent uan-ket ent uan Pokok Kehut anan (Lembaran Negara
Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2823);

3.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 t ent ang Penanaman Modal

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

2

-

Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2818) sebagaimana t elah diubah
dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran
Negara Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2943);
4.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 t ent ang Penanaman Modal
Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853) sebagaimana t elah
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran
Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2944);

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 t ent ang Pokok-pokok
Pemerint ahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor
38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-undang
Nomor
4
Tahun

1982
t ent ang
Ket ent uan-ket ent uan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 13, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3216);
7. Undang-undang
Nomor
5
Tahun
1984
t ent ang
Ket ent uan-ket ent uan Pokok Perindust rian (Lembaran Negara
Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3274);
8. Perat uran Pemerint ah Nomor 22 Tahun 1967 t ent ang Iuran Hak
Pengusahaan Hut an dan Iuran Hasil Hut an (Lembaran Negara
Tahun 1967 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2844);
9. Perat uran Pemerint ah Nomor 33 Tahun 1970 t ent ang
Perencanaan Hut an (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 50,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2945);
10. Perat uran Pemerint ah Nomor 21 Tahun 1970 j o Perat uran
Pemerint ah Nomor 18 Tahun 1975 t ent ang Hak Pengusahaan

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

3

-

Hut an dan Hak Pemungut an Hasil Hut an (Lembaran Negara Tahun
1975 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3055);
11. Perat uran Pemerint ah Nomor 28 Tahun 1985
t ent ang
Perlindungan Hut an (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);
12. Perat uran Pemerint ah Nomor 29 Tahun 1986 t ent ang Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1986
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3338);

MEMUTUSKAN:

Menet apkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG HAK
PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Di dalam Perat uran Pemerint ah ini yang dimaksud dengan :
1. Hut an Tanaman Indust ri selanj ut nya di dalam Perat uran
Pemerint ah ini disebut HTI adalah hut an t anaman yang dibangun
dalam rangka meningkat kan pot ensi dan kualit as hut an prodasi
dengan menerapkan silvikult ur int ensif unt uk memenuhi
kebut uhan bahan baku indust ri hasil hut an.
2. Hak Pengusahaan HTI adalah hak unt uk mengusahakan hut an di

dalam suat u kawasan hut an yang kegiat annya mulai dari
penanaman, pemeliharaan, pemungut an, pengolahan dan

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

4

-

pemasaran.
3. Areal Kerj a Pengusahaan HTI adalah kawasan hut an yang
dibebani Hak Pengusahaan HTI.
4. Rencana Karya Pengusahaan HTI adalah suat u rencana umum
yang memuat dasar-dasar, arahan dan pegangan bagi
pengelolaan unit HTI.
5. Rencana Karya Tahunan HTI adalah rencana kerj a t ahunan
pembangunan HTI yang memuat kegiat an f isik dan j adwal

pelaksanaan dalam sat u t ahun.
6. Penat aan Bat as areal kerj a HTI adalah kegiat an pembuat an t at a
bat as areal yang meliput i proyeksi bat as, pemancangan bat as,
pengukuran, pemasangan pat ok bat as dan pemet aan sert a
pembuat an berit a acara t at a bat as.
7. unit HTI adalah sat u kesat uan pengusahaan hut an t anaman di
dalam kawasan hut an produksi t et ap.
8. Kelas Perusahaan
adalah
kesat uan
pengelolaan
pengusahaan hut an unt uk j enis t anaman pokok t ert ent u.

dalam

9. Tanaman Pokok adalah j enis t anaman hut an yang memiliki luas
dan/ at au nilai ekonomi yang dominan.
10. Daur t anaman adalah j angka wakt u yang diperlukan bagi suat u
j enis t anaman sej ak mulai penanaman sampai mencapai umur
t ebang.

11. Ment eri adalah Ment eri yang diserahi urusan Kehut anan.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

5

-

BAB II
TUJUAN PENGUSAHAAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Pasal 2

Pengusahaan Hut an Tanaman Indust ri bert uj uan unt uk :
1. Menunj ang pengembangan indust ri hasil hut an dalam negeri guna
meningkat kan nilai t ambah dan devisa.

2. Meningkat kan produkt ivit as lahan dan kualit as lingkungan hidup.
3. Memperluas lapangan kerj a dan lapangan usaha.

BAB III
PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Pasal 3

(1)

Hut an Tanaman Indust ri dikelola secara prof esional dan
diusahakan berdasarkan asas manf aat , asas kelest arian, dan
asas perusahaan.

(2)

Unit HTI merupakan unit pengusahaan yang dapat t erdiri dari
sat u at au lebih kelas perusahaan.

Pasal 4


(1)

Sist em silvikult ur yang dit erapkan dalam pengelolaan HTI
adalah t ebang habis dengan penanaman kembali.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

(2)

6

-

Jenis t anaman dalam pembangunan HTI dapat t erdiri dari
t anaman pokok dan t anaman lain.

BAB IV
AREAL DAN LOKASI
HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Pasal 5

(1)

Areal hut an yang dapat diusahakan sebagai areal HTI adalah
kawasan hut an produksi t et ap yang t idak produkt if .

(2)

Ment eri menet apkan lokasi areal hut an unt uk pembangunan
HTI.

Pasal 6
Luas areal set iap unit HTI diat ur sebagai berikut :
a. Unt uk mendukung
300. 000 Ha.

indust ri

pulp

dit et apkan

seluas-luasnya

b. Unt uk mendukung indust ri kayu pert ukangan at au indust ri
lainnya dit et apkan seluas-luasnya 60. 000 Ha.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

7

-

BAB V
PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Pasal 7

(1)

Hak Pengusahaan HTI dapat diberikan kepada badan usaha
negara, swast a dan koperasi.

(2)

Hak Pengusahaan HTI t idak dapat dipindaht angankan kepada
pihak lain t anpa perset uj uan Ment eri.

(3)

Hak Pengusahaan HTI t idak dapat diberikan dalam areal hut an
yang t elah dibebani Hak Pengusahaan Hut an (HPH).

Pasal 8

(1)

Kepada pemohon yang memenuhi persyarat an diberikan Hak
Pengusahaan HTI oleh Ment eri unt uk j angka wakt u selama 35
(t iga puluh lima) t ahun dit ambah daur t anaman pokok yang
diusahakan.

(2)

Hak Pengusahaan HTI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diberikan oleh Ment eri set elah mendengar saran dan
pert imbangan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang
bersangkut an.

(3)

Luas dan lokasi kawasan hut an yang diberikan kepada
pemohon sebagai areal kerj a Hak Pengusahaan HTI dit et apkan
oleh Ment eri dan dilukiskan pada pet a lampiran Keput usan
pemberian Hak Pengusahaan HTI.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

8

-

Pasal 9

(1)

Unt uk memperoleh Hak Pengusahaan HTI kepada pemohon
dipersyarat kan t elah menyusun St udi Kelayakan.

(2)

Selain persyarat an sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pemohon dapat diwaj ibkan unt uk melakukan percobaan
penanaman.

(3)

Tat a cara dan persyarat an Permohonan Hak Pengusahaan HTI
diat ur oleh Ment eri.

Pasal 10

(1)

Hak Pengusahaan HTI yang j angka wakt unya t elah berakhir
dapat diperpanj ang.

(2)

Perpanj angan Hak Pengusahaan HTI sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diberikan apabila menurut penilaian Ment eri
pengusahaan HTI yang dilaksanakannya berj alan dengan baik.

(3)

Krit eria dan t at a cara penilaian dalam rangka perpanj angan
Hak Pengusahaan HTI dit et apkan oleh Ment eri.

BAB VI
HAK PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Pasal 11

(1)

Pemegang Hak Pengusahaan HTI berhak mengusahakan HTI di
areal kerj anya dan memanf aat kan hasil hut annya pada akhir

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

daur berdasarkan
kepadanya.
(2)

9

-

Hak

Pengusahaan

HTI

yang diberikan

Hak Pengusahaan HTI t idak memberikan pemilikan hak dan
penguasaan at as t anah.

BAB VII
KEWAJIBAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Pasal 12

Pemegang Hak Pengusahaan HTI berkewaj iban membangun HTI di
areal kerj anya yang t elah dit et apkan, dan melaksanakan
kewaj iban-kewaj iban sebagai berikut :
1. Membuat Rencana Karya Pengusahaan HTI selambat -lambat nya
18 (delapan belas) bulan sej ak dit erbit kannya Surat Keput usan
Hak Pengusahaan HTI.
2. Membuat Rencana Karya Tahunan HTI sesuai dengan pedoman
yang dit et apkan.
3. Melaksanakan penat aan bat as areal kerj anya.
4. Mengelola areal Pengusahaan HTI berdasarkan Rencana Karya
sert a ment aat i segala ket ent uan di bidang kehut anan yang
berlaku.
5. Membayar iuran Hak Pengusahaan HTI dan iuran hasil hut an at as
hasil hut an yang dipungut dari areal kerj anya.
6. Selambat -lambat nya dalam j angka wakt u 5 (lima) t ahun sej ak
t erbit nya Surat Keput usan Hak Pengusahaan HTI, pemegang hak
harus sudah membuat t anaman sedikit -dikit nya sepersepuluh

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

10

-

dari luas areal yang diberikan.
7. Selambat -lambat nya dalam j angka wakt u 25 (dua puluh lima)
t ahun, set elah areal Hak Pengusahaan HTI yang t elah diberikan
harus sudah dit anami.
8. Segera menanami kembali set elah melakukan penebangan sesuai
ket ent uan yang berlaku.

Pasal 13

(1)

Pemegang
Hak
Pengusahaan
HTI
diwaj ibkan
unt uk
mempekerj akan secukupnya t enaga-t enaga ahli kehut anan
yang memenuhi persyarat an menurut penilaian Ment eri di
bidang :
a. Perencanaan Hut an
b. Silvikult ur.
c. Pengelolaan hut an.

(2)

Ket ent uan mengenai kewaj iban sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diat ur lebih lanj ut oleh Ment eri.

BAB VIII
PENDANAAN

Pasal 14

(1). Biaya
yang
berhubungan
dengan
permohonan
Hak
Pengusahaan HTI dan pelaksanaan pembangunan HTI menj adi
t anggung. 'j awab Pemohon.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

(2)

11

-

Pemerint ah dapat t urut membiayai pembangunan HTI dalam
bent uk Penyert aan Modal Pemerint ah (PMP) at au bent uk lain
sesuai perat uran perundangan yang berlaku.

BAB IX
PEMUNGUTAN HASIL
HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Pasal 15

(1)

Pemungut an hasil hut an t anaman indust ri selain penebangan
pada akhir daur dapat dilakukan dalam bent uk penj arangan
dalam rangka pemeliharaan.

(2)

Ket ent uan t ent ang penj arangan dan penebangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih lanj ut oleh Ment eri.

BAB X
HAPUSNYA HAK PENGUSAHAAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Pasal 16

(1)

Hak Pengusahaan HTI hapus karena :
a. Jangka wakt u yang diberikan t elah berakhir dan t idak
diperpanj ang.
b. Dicabut oleh Ment eri sebagai sanksi yang dikenakan kepada

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

12

-

Pemegang Hak Pengusahaan HTI.
c. Diserahkan kembali oleh Pemegang Hak Pengusahaan HTI
kepada Pemerint ah sebelum j angka wakt u yang diberikan
berkahir.
(2)

Hapusnya Hak Pengusahaan HTI at as dasar ket ent uan ayat (1)
t et ap mewaj ibkan Pemegang Hak Pengusahaan HTI unt uk :
a. Melunasi Iuran Hak Pengusahaan HTI dan Iuran Hasil Hut an.
b. Melaksanakan semua ket ent uan yang dit et apkan oleh
Ment eri dalam rangka hapusnya Hak Pengusahaan HTI.

Pasal 17

(1)

Pada saat hapusnya Hak Pengusahaan HTI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) maka :
a. Prasarana dan sarana yang t elah dibangun di dalam areal
kerj anya menj adi milik Negara.
b. Tanaman yang ada menj adi milik Negara.

(2)

Ket ent uan yang mengat ur pelaksanaan ayat (1) dit et apkan
oleh Ment eri.

BAB XI
SANKSI
Pasal 18
Hak Pengusahaan HTI dapat dicabut apabila :
1. Pemegang Hak Pengusahaan HTI t idak melaksanakan usahanya
secara nyat a selambat -lambat nya dalam wakt u 12 (dua belas)
bulan sej ak dit erbit kan Surat Keput usan Hak Pengusahaan HTI.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

13

-

2. Pemegang Hak Pengusahaan HTI t idak menyerahkan Rencana
Karya Pengusahaan HTI dan/ at au Rencana Karya Tahunan HTI
menurut ket ent uan Pasal 12 but ir 1 dan 2.
3. Pemegang Hak Pengusahaan HTI menghent ikan pekerj aannya dan
meninggalkan arealnya selama 24 (dua puluh empat ) bulan t erus
menerus sebelum Hak Pengusahaan HTI berakhir.
4. Pemegang Hak Pengusahaan HTI t idak membayar iuran hasil
hut an unt uk hasil hut an yang t elah dikeluarkan dari areal
pengusahaan HTI sesuai dengan perat uran perundangan yang
berlaku.
5. Berdasarkan penilaian Ment eri set elah lebih dari 5 (lima) t ahun
sej ak dit erbit kannya Surat Keput usan Hak Pengusahaan
HTI, pembangunan HTI yang dilaksanakannya t idak berhasil yang
disebabkan oleh kelalaian pemegang hak Pengusahaan HTI.
6. Pemegang Hak Pengusahaan HTI dalam j angka wakt u paling lama
24 (dua puluh empat ) bulan t idak melakukan kegiat an
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 but ir 8.

Pasal 19

Apabila menurut penilaian Ment eri, kemampuan pemegang Hak
Pengusahaan HTI unt uk melaksanakan penanaman t idak sesuai
dengan ket ent uan Pasal 12 but ir 6 dan 7, maka luas areal kerj anya
dapat dikurangi dan/ at au disesuaikan.

Pasal 20

(1)

Tindakan yang menyalahi ket ent uan yang berlaku dan
kelalaian-kelalaian oleh Pemegang Hak yang mengakibat kan

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

14

-

kerusakan hut an t anaman, dikenakan denda sesuai dengan
berat sert a int ensit as kerusakan yang dit imbulkan.
(2)

Ket ent uan mengenai t indakan, kelalaian dan pengenaan denda
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih lanj ut oleh
Ment eri.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21

Pengusahaan HTI yang t elah dilaksanakan sebelum Perat uran
Pemerint ah ini dit et apkan, t et ap berlangsung dengan ket ent uan
disesuaikan dengan j iwa Perat uran Pemerint ah ini.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

Perat uran Pemerint ah ini mulai berlaku pada t anggal diundangkan.
Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan
Perat uran Pemerint ah ini dengan penempat annya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

15

-

Dit et apkan di Jakart a
pada t anggal 16 Maret 1990

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO

Diundangkan di Jakart a
pada t anggal 16 Maret 1990

MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

16

-

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1990
TENTANG
HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

UMUM

Hut an merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu dikelola
dan
dimanf aat kan
secara lest ari
unt uk
sebesar-besarnya
kepent ingan rakyat banyak dengan t et ap menj aga kelangsungan
f ungsi dan kemampuannya dalam melest arikan lingkungan hidup.
Hut an sebagai salah sat u sumber daya alam t elah memberikan hasil
dan peranannya dalam pembangunan nasional melalui pengelolaan
dan pemanf aat an hut an alam maupun hut an t anaman.
Peranan st rat egis hut an dalam pembangunan nasional selama ini
hampir sepenuhnya bert umpu pada hut an alam yang harus mampu
menyediakan bahan baku bagi indust ri yang t elah ada. Pengat uran
pengusahaan hut an alam t ersebut t elah dit et apkan dalam
Perat uran Pemerint ah Nomor 21 Tahun 1970 t ent ang Hak
Pengusahaan Hut an dan Hak Pemungut an Hasil Hut an j o. Perat uran
Pemerint ah Nomor 18 Tahun 1975. Perkembangan indust ri hasil
hut an menunt ut kebut uhan bahan baku yang makin besar, namun
hal it u makin sulit dipenuhi dari pot ensi hut an alam yang ada,
sekalipun ef isiensi pemungut an dan pemanf aat annya t elah
dit ingkat kan. Menurunnya pot ensi hut an alam yang disebabkan
ant ara lain oleh luas yang makin berkurang, kerusakan hut an akibat
kebakaran dan sebab-sebab lain, belum sepenuhnya dapat
dit anggulangi.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

17

-

Karena produkt ivit asnya yang rendah, hut an alam t idak dapat
diandalkan sebagai pemasok bahan baku j angka panj ang, sehingga
pot ensi dan produkt ivit asnya harus dit ingkat kan. Selain penerapan
sist em Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) secara lengkap dan
benar pada hut an alam, maka pembangunan Hut an Tanaman
lndust ri (HTI) merupakan upaya unt uk mencapai t uj uan t ersebut .
Pembangunan HTI t ersebut t idak semat a-mat a dit uj ukan unt uk
mendukung indust ri hasil hut an, melainkan sekaligus j uga bert uj uan
unt uk melest arikan lingkungan hidup melalui konservasi hut an.
Wilayah hut an yang merupakan sasaran ut ama pembangunan HTI
adalah wilayah hut an yang t idak berhut an yang perlu dihut ankan
kembali dan dipert ahankan sebagai hut an t et ap sesuai dengan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967. Wilayah hut an ini cukup luas
dan t erut ama berada di dalam kawasan hut an produksi. Pengat uran
kawasan hut an unt uk pembangunan HTI t ersebut
harus
memperhat ikan sinkronisasi t at a guna hut an dan t at a ruang,
sehingga t erdapat ket erpaduan perencanaan dengan sekt or lainnya.
Hut an Tanaman Indust ri adalah hut an t anaman yang dikelola dan
diusahakan berdasarkan prinsip pemanf aat an yang opt imal dengan
memperhat ikan kelest arian lingkungan dan sumber daya alamiah
sert a dengan menerapkan prinsip ekonomi dalam pengusahaannya
unt uk memperoleh manf aat
yang sebesar-besarnya.
Agar
pembangunan HTI memberikan manf aat yang opt imal bagi
pembangunan wilayah maka dalam pelaksanaannya perlu
mengikut sert akan masyarakat sekit ar hut an. Apabila di dalam
rencana pembangunan HTI t erdapat hak-hak masyarakat , maka
hak-hak
t ersebut
diselesaikan
sesuai
dengan
perat uran
perundang-undangan yang berlaku.
Sif at usaha HTI adalah berj angka panj ang dengan resiko yang t inggi
sehingga diperlukan pengelolaan yang prof esional dan modal yang
cukup besar. Agar invest asi yang dit anam dapat kembali,
diperlukan j angka wakt u usaha yang relat if lama. Unt uk it u j angka

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

18

-

wakt u Hak Pengusahaan HTI diberikan selama 35 (t iga puluh lima)
t ahun dit ambah dengan masa daur t anaman. Jangka wakt u t ersebut
dipandang sesuai dengan kebut uhan yang diperlukan bagi j aminan
usaha pembangunan HTI.
Karena pembangunan HTI memerlukan modal besar dengan j angka
wakt u pengembalian yang cukup lama, maka Pemerint ah dapat
t urut membiayai dengan dana yang dipungut dari mereka yang
menerima manf aat dari hasil hut an. Keikut sert aan Pemerint ah ini
dilaksanakan dalam bent uk Penyert aan Modal Pemerint ah (PMP)
at au bent uk lain sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang
berlaku.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967, modal asing
diberi kesempat an unt uk ikut sert a dalam pembangunan HTI.
Keikut sert aan modal asing ini hanya merupakan pelengkap bagi
modal nasional yang ada, t erut ama pada unit HTI dengan Skala
usaha yang memerlukan modal sangat besar.
Unt uk memberikan landasan hukum bagi kepast ian usaha HTI
diperlukan perat uran yang mengat ur t ent ang pemberian Hak
Pengusahaan HTI
dalam bent uk Perat uran Pemerint ah.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Angka 1
Cukup j elas
Angka 2
Cukup j elas
Angka 3

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

19

-

Cukup j elas
Angka 4
Cukup j elas
Angka 5
Cukup j elas
Angka 6
Cukup j elas
Angka 7
Cukup j elas
Angka 8
Cukup j elas
Angka 9
Cukup j elas
Angka 10
Cukup j elas
Angka 11
Cukup j elas

Pasal 2
Angka 1
Cukup j elas
Angka 2
Yang dimaksud dengan meningkat kan kualit as lingkungan
hidup adalah upaya unt uk memulihkan dan meningkat kan kondisi
alamiah hut an agar dapat berf ungsi secara opt imal.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

20

-

Angka 3
Cukup j elas

Pasal 3
Ayat (1)
Dalam ket ent uan ini yang dimaksud dengan
- Asas manf aat adalah bahwa hut an harus dapat memberi
manf aat sebesar-besarnya unt uk kemakmuran rakyat
banyak;
- Asas kelest arian adalah bahwa dalam pemanf aat an sumber
daya hut an harus senant iasa memperhat ikan kelest arian
sumber daya alam hut an t ersebut agar mampu memberikan
manf aat secara t erus menerus;
- Asas perusahaan adalah bahwa pengusahaan hut an harus
mampu memberikan keunt ungan f inansiil yang layak.
Ayat (2)
Cukup j elas.

Pasal 4
Ayat (1)
Tebang habis dengan penanaman kembali adalah sama dengan
pengert ian t ebang habis dengan permudaan buat an. Unt uk
j enis t anaman pokok dimana sist em t ebang habis dengan
penanaman kembali t idak dapat dit erapkan sepenuhnya maka
dapat digunakan sist em lain yang sesuai, misalnya unt uk j enis
t anaman rot an.
Ayat (2)
Yang dimaksud t anaman lain adalah j enis t anaman dalam unit

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

21

-

HTI yang luas dan nilai ekonominya lebih rendah dari t anaman
pokok.

Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kawasan hut an produksi t et ap adalah
areal hut an yang t elah dit unj uk sebagai kawasan hut an
produksi t et ap.
Ayat (2)
Kewenangan Ment eri unt uk menet apkan areal hut an bagi
pembangunan HTI adalah agar areal hut an yang digunakan
sesuai dengan kebij aksanaan umum di bidang kehut anan.

Pasal 6
Ket et apan luas areal HTI perlu disesuaikan dengan kebut uhan
bahan baku indust ri pada kapasit as opt imum, baik unt uk indust ri
pulp maupun indust ri kayu pert ukangan dan indust ri lainnya.

Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud Perusahaan Swast a pada Pasal ini dapat berupa
Swast a Nasional maupun Swast a Asing yang t elah membent uk
Badan Hukum Indonesia.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Apabila suat u areal yang t elah dibebani Hak Pengusahaan

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

22

-

Hut an akan dit et apkan sebagai areal HTI, maka areal t ersebut
t erlebih dahulu harus dibebaskan dari areal HPH-nya. Hal ini
sesuai dengan prinsip bahwa at as suat u areal hanya dapat
dibebani dengan sat u Hak.

Pasal 8
Ayat (1)
Karena pengusahaan HTI memerlukan wakt u yang lama dan
mengandung resiko t inggi maka pemberian j angka wakt u 35
t ahun dit ambah sat u kali daur t anaman pokok dipandang
sesuai dengan kebut uhan yang diperlukan bagi t erj aminnya
usaha dan pengembalian modalnya.
Ayat (2)
Saran dan pert imbangan Gubernur Kepala Daerah diperlukan
agar pembangunan HTI sinkron dengan rencana pembangunan
wilayah.
Ayat (3)
Cukup j elas

Pasal 9
Ayat (1)
Sebelum suat u kawasan hut an dit et apkan sebagai areal kerj a
Hak Pengusahaan HTI, maka perlu disusun St udi Kelayakan
unt uk mengkaj i apakah pengusahaan HTI pada areal t ersebut
layak secara ekonomis.
St udi Kelayakan dimaksud meliput i pula penyaj ian inf ormasi
lingkungan (PIL).
Ayat (2)

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

23

-

Percobaan penanaman dimaksudkan unt uk menget ahui
kesungguhan
dari
pemohon,
bonaf idit as
dan
prof esionalismenya dalam membangun hut an t anaman.
Ayat (3)
Cukup j elas

Pasal 10
Ayat (1)
Lima t ahun sebelum j angka wakt u Hak Pengusahaan HTI
berakhir, akan dilakukan penilaian oleh Konsult an yang
dit unj uk oleh Ment eri. Hasil penilaian akan merupakan bahan
pert imbangan dapat at au t idaknya suat u Hak Pengusahaan HTI
diperpanj ang.
Ayat (2)
Cukup j elas
Ayat (3)
Cukup j elas

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Ket ent uan ini dimaksudkan unt uk menegaskan bahwa yang
diberikan hanya Hak Pengusahaan HTI t idak t ermasuk
pemilikan hak dan penguasaan at as t anah. Sebab, penguasaan
at as kawasan hut an menurut Undang-undang Pokok Kehut anan
ada pada Negara. Hal ini berart i bahwa areal yang menj adi
lokasi HTI t idak dapat dij adikan agunan/ j aminan.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

24

-

Pasal 12
Angka 1
Cukup j elas.
Angka 2
Cukup j elas
Angka 3
Cukup j elas
Angka 4
Cukup j elas
Angka 5
Cukup j elas
Angka 6
Dalam j angka wakt u lima t ahun pert ama, di samping
membangun t anaman, pelaksana HTI j uga harus membangun
sarana dan prasarana f isik ant ara lain pembuat an j alan,
bangunan, t at a bat as unit dan lain- lain. Oleh karena it u luas
t anaman yang dibuat dalam j angka wakt u t ersebut dit et apkan
sedikit -dikit nya sepersepuluh dari luas areal yang diberikan.
Angka 7
Pemberian Hak Pengusahaan HTI at as suat u kawasan hut an
mengandung pengert ian bahwa at as kawasan hut an t ersebut
perlu segera dilakukan usaha yang dapat memberikan manf aat
secara luas. Bat as wakt u 25 t ahun adalah bat as
maksimal yang diberikan kepada pemegang hak unt uk
menanami seluruh areal Hak Pengusahaan HTI, sedangkan
dalam pelaksanaannya perlu disesuaikan dengan j enis
t anaman yang diusahakan.

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

25

-

Angka 8
Cukup j elas

Pasal 13
Ayat (1)
Penebangunan HTI merupakan kegiat an j angka panj ang yang
meliput i aspek t eknis, ekonomi-sosial dan manaj erial sehingga
memerlukan t enaga-t enaga ahli
t erut ama di
bidang
perencanaan hut an, silvikult ur dan pengelolaan hut an.
Silvikult ur adalah ilmu pembinaan hut an, dalam rangka
memelihara dan membina hut an agar produkt ivit asnya
meningkat dan lest ari.
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Apabila diperlukan t ambahan modal unt uk meningkat kan
kemampuan pelaksanaan pembangunan HTI, maka Pemerint ah
dapat t urut membiayai pembangunan HTI dalam bent uk
Penyert aan Modal Pemerint ah (PMP) at au bent uk lain sesuai
dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15
Ayat (1)

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

26

-

Yang dimaksud dengan pemungut an hasil hut an t anaman
indust ri adalah memet ik at au mengambil at au memanen hasil
hut an t anaman indust ri.
Penj arangan dalam
rangka
pemeliharaan HTI dapat dilakukan t erut ama pada j enis
t anaman yang mempunyai umur panj ang (di at as 10 t ahun)
unt uk menghasilkan kayu pert ukangan.
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 17
Ayat (1)
a. Segala prasarana dan sarana t idak bergerak yang t elah
dibangun di dalam areal kerj anya misalnya, j alan
angkut an, j embat an, bendungan air, dermaga, base
camp, gudang, perkant oran, rumah kaca dan sebagainya
pada saat hapusnya Hak Pengusahaan HTI menj adi milik
Negara.
b. Cukup j elas
Ayat (2)
Cukup j elas

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

27

-

Pasal 18
Angka 1
Cukup j elas
Angka 2
Cukup j elas
Angka 3
Cukup j elas
Angka 4
Cukup j elas
Angka 5
Pembangunan HTI yang t idak berhasil, yang disebabkan bukan
karena penyebab alam at au karena di luar kemampuan
manusia, pada dasarnya oleh karena ket idakmampuan at au
kelalaian pelaksana di dalam melaksanakan pembangunan HTI.
Jangka wakt u 5 (lima) t ahun t erhit ung sej ak t erbit nya Hak
Pengusahaan HTI dipandang t elah cukup unt uk menilai
kemampuan perusahaan.
Angka 6
Cukup j elas

Pasal 19
Cukup j elas

Pasal 20
Ayat (1)

PRESIDEN
REPUBLIK INDO NESIA

-

28

-

Dengan dit erbit kannya Perat uran Pemerint ah ini, maka
pembangunan HTI dengan sist im Perj anj ian Kerj a dan sist im
swakelola perlu
disesuaikan
dengan
j iwa Perat uran
Pemerint ah ini.
Ayat (2)
Cukup j elas

Pasal 21
Cukup j elas

Pasal 22
Cukup j elas