27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN (2)
27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.)
Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan
sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi tumbuhan api-api yang
diambil dari Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta
Utara dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Daun pohon api-api yang diambil dan dijadikan sebagai sampel
Daun api-api yang didapat pada bagian atas berwarna hijau muda dan
bagian bawah berwarna abu-abu keperakan. Bentuknya elips dengan panjang ratarata daun yang didapat berkisar 5-10 cm. Daun api-api memiliki ruas atau tulang
daun yang sejajar dan teratur. Teksurnya tidak lunak apabila disentuh dengan
tangan. Kulit batang api-api yang digunakan berwarna cokelat muda, tipis dan
berserat. Pada bagian dalam terlihat warna yang lebih cerah, yaitu putih kehijauan
dan sedikit berair (Lampiran 1).
Proses karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku
yang digunakan. Karakterisasi bahan baku ini tidak terbatas pada sifat fisik saja,
tetapi juga pada sifat kimia, karena sifat fisik maupun kimia dari bahan baku yang
digunakan berbeda antara yang satu dengan yang lain. Karakterisasi sifat kimia
dilakukan untuk mengetahui zat yang terkandung di dalam bahan, misalnya
kandungan nilai gizi yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan
manusia.
28
4.2 Kandungan Gizi
Kandungan gizi pada daun dan kulit batang api-api dapat diketahui melalui
uji proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya kandungan air,
abu, lemak, dan protein. Tumbuhan api-api banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar baik sebagai sumber makanan maupun untuk kesehatan. Tumbuhan
berdaun sejati ini memiliki nilai gizi yang cukup tinggi untuk dijadikan sumber
makanan. Berikut hasil data proksimat dari tumbuhan api-api dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8 Hasil data proksimat tumbuhan api-api (Avicennia marina
(Forks.)Vierh.); Daun; Kulit batang
1) Kadar air
Daun api-api memiliki kadar air yang cukup tinggi, yaitu sebesar 69,2 %
dan kulit batang api-api sebesar 55 % (Lampiran 2). Nilai tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil analisis kadar air yang telah diuji sebelumnya oleh Jacoeb et
al. (2011), yakni kadar air daun api-api sebesar 68,16 %. Hasil tersebut sedikit
berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wibowo et al. (2009), yaitu
sebesar 70,59 %. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya faktor internal
dan eksternal. Faktor internal sangat mempengaruhi perbedaan yang terjadi, yakni
sifat tumbuhan yang berada di wilayah Jakarta dengan wilayah Subang. Faktor
eksternal seperti habitat dan kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi
perbedaan komposisi kimia api-api.
29
2) Kadar abu
Hasil pengukuran kadar abu menggunakan bobot kering pada daun dan
kulit batang api-api menunjukkan bahwa daun api-api mengandung mineral atau
zat anorganik sebesar 14,91 % dan kulit batang api-api memiliki kadar abu
sebesar 9,6 % (Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian Wibowo et al.(2009) bahwa kadar abu pada daun api-api sebesar 15,61
%. Hasil serupa dikemukakan oleh Jacoeb et al. (2011), yaitu sebesar 13,97 %.
Tinggi dan rendahnya kadar abu pada tumbuhan dapat disebabkan oleh perbedaan
habitat dan lingkungan yang berbeda satu sama lainnya. Setiap lingkungan
perairan dapat menyediakan sumber mineral yang berbeda-beda bagi organisme
akuatik yang hidup didalamnya. Tumbuhan api-api merupakan tumbuhan sejati
yang hidupnya hanya mampu di wilayah mangrove atau estuari. Bengen (2000)
menjelaskan bahwa wilayah estuari merupakan wilayah perairan dimana terjadi
peralihan atau pencampuran antara air tawar dan air laut yang menyebabkan
banyaknya mineral yang terkandung di dalamnya.
3) Kadar protein
Hasil pengukuran bobot kering kadar protein menunjukkan bahwa daun
api-api dan kulit batangnya memiliki kadar protein sebesar 11,04 % dan 6,4 %
(Lampiran 2). Hasil tersebut sedikit berbeda menurut Wibowo et al. (2009) bahwa
protein api-api sebesar 17,31 %. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Jacoeb et
al. (2011) yang menyatakan bahwa daun api-api memiliki kandungan protein
sebesar 11,53 %. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi adanya beberapa faktor,
yaitu habitat, umur, dan laju metabolisme. Daun memiliki kadar protein yang
tinggi karena di daun terjadi proses fotosintesis yang membutuhkan banyak
jaringan serta organ yang bekerja. Kulit batang cenderung memiliki kadar protein
yang rendah dari daun dikarenakan kulit batang hanya terdapat jaringan sistem
pembuluh yang bertitik beratkan pada kerja sistem angkut mineral, unsur hara dan
menjaga kesetimbangan akibat adanya garam.
4) Kadar lemak
Kadar lemak daun api-api 2,21 % dan kulit batang api-api sebesar 1,55 %
(Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Jacoeb et
30
al. (2011), yaitu kadar lemak daun api-api sebesar 2,45 %. Berbeda halnya dengan
penelitian Wibowo et al. (2009), yaitu sebesar 1,16 %. Perbedaan tersebut
dibenarkan oleh Yunizal et al. (1998) bahwa kadar lemak yang rendah dapat
disebabkan karena kandungan air dalam daun dan kulit batang pohon api-api
sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun
drastis. Faktor lain seperti umur, habitat, dan perbedaan lokasi pengambilan
sampel juga menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi kadar lemak suatu
bahan.
4.3 Komponen Bioaktif Ekstrak Kasar
Hasil ekstraksi komponen bioaktif api-api menunjukkan bahwa ekstrak
kasar menggunakan pelarut metanol berwarna coklat kehijauan dan berbau khas
ekstrak tumbuhan. Rendemen ekstrak kasar yang dihasilkan cukup tinggi untuk
daun 17,53 % dan kulit batang api-api 12,07 % (Lampiran 2). Uji fitokimia yang
dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin,
fenol hidrokuinon, dan tanin. Hasil uji fitokimia pada masing-masing ekstrak
kasar api-api dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar api-api ( Avicennia marina)
Uji Fitokimia
Ekstrak
Daun
Kulit Batang
Standar (warna)
Alkaloid:
-Dragendorff
-Meyer
-Wagner
+
+
-
-
Endapan merah atau jingga
Endapan putih kekuningan
Endapat coklat
Steroid/triterpenoid
++
++
Perubahan dari merah
menjadi biru/hijau
Flavonoid
++
++
Lapisan amil alkohol
berwarna merah/kuning/hijau
Saponin
-
-
Terbentuk busa
Fenol hidrokuinon
-
+
Warna hijau atau hijau biru
Tanin
+
++
Terbentuk warna merah
Keterangan: (-) hasil negatif; (+) hasil ada namun tidak pekat; (++) hasil ada dan pekat
31
a) Alkaloid
Komponen alkaloid didefinisikan sebagai substansi dasar yang memiliki
satu atau lebih atom nitrogen yang bersifat basa dan tergabung dalam suatu sistem
siklis, yaitu cincin heterosiklik (Harborne 1984). Alkaloid ditemukan pada daun
api-api, namun tidak ditemukan pada kulit batang api-api. Alkaloid umumnya
larut pada pelarut organik (non polar), sedangkan beberapa kelompok
pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air (polar) (Lenny 2006). Penelitian
ini dilakukan dengan pelarut metanol (polar) yang justru menunjukkan adanya
kandungan alkaloid pada daun api-api walaupun hasil yang ditunjukkan (Tabel 2)
tidak terlalu pekat, hal ini menunjukkan bahwa daun api-api tidak mengandung
alkaloid (sesungguhnya) yang bersifat racun, tetapi hanya mengandung
protoalkaloid dan pseudoalkaloid saja. Alkaloid tidak dihasilkan pada kulit batang
api-api dengan ditandai hasil negatif pada Tabel 2.
b) Steroid/triterpenoid
Hasil uji fitokimia untuk daun dan kulit batang api-api menunjukkan
adanya senyawa steroid/triterpenoid, ditunjukkan oleh hasil yang cukup pekat
(Tabel 2). Steroid/triterpenoid dapat diketahui keberadaanya dengan perkursor
kolesterol yang bersifat non polar (Harborne 1984). Hasil pada Tabel 2
menunjukkan adanya senyawa steroid/triterpenoid walaupun menggunakan
pelarut metanol yang bersifat polar, hal ini dapat terjadi mengingat metanol
merupakan pelarut polar yang dapat mengekstrak komponen lainnya, meskipun
bersifat non polar ataupun semipolar. Schmidt dan Steinhart (2001) menyatakan
bahwa kandungan steroid pada ekstrak polar dan non polar tidak menunjukkan
hasil yang berbeda nyata.
c)
Flavonoid
Hasil pengujian flavonoid terhadap daun dan kulit batang api-api (Tabel 2)
menunjukkan bahwa bagian tersebut sama-sama memiliki kandungan flavonoid,
hal itu ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning pekat pada lapisan amil
alkohol yang telah diuji (Lampiran 3). Flavonoid merupakan senyawa polar yang
dapat larut pada pelarut polar, hal ini dibuktikan dengan terlarutnya senyawa
flavonoid menggunakan pelarut metanol. Flavonoid umumnya merupakan
komponen larut air, sehingga dapat diekstrak dengan pelarut polar dan tertinggal
32
pada lapisan aqueous (Harborne 1984). Flavonoid merupakan senyawa aktif yang
potensial dan sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan (Astawan dan
Kasih 2008), dan hal ini pun terbukti dari hasil penelitian Simamora (2011) yang
menunjukkan bahwa seluruh komponen flavonoid yang diisolasi dari buah apel
memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat.
d) Tanin
Hasil pengujian fitokimia untuk uji tanin menunjukkan bahwa daun dan
kulit batang api-api sama-sama mengandung tanin. Hasil uji tanin untuk daun
terlihat ada, namun tidak pekat apabila dibandingkan dengan hasil yang
ditunjukkan oleh kulit batang api-api (Tabel 2). Tanin di dalam tumbuhan dapat
berfungsi sebagai penyamak apabila jaringan rusak, karena sifat tanin yang
mampu menyambung silangkan protein. Sebagian besar tumbuhan yang banyak
bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan, karena rasanya yang pahit.
Fungsi utama tanin di dalam tumbuhan adalah penolak hewan pemakan tumbuhan
(Harborne 1987). Tumbuhan api-api termasuk tumbuhan mangrove yang memiliki
rasa pahit dan banyak digunakan penduduk sekitar untuk obat nyamuk.
4.4 Aktivitas Antioksidan
Hasil
uji
aktivitas
antioksidan
dengan
DPPH
menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm menunjukkan bahwa daun dan
kulit batang api-api memiliki aktivitas antioksidan. Hasil uji aktivitas antioksidan
ekstrak daun dan ekstrak kulit batang api-api dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak daun dan ekstrak kulit
batang api-api (Avicennia marina)
% Inhibisi
Sampel
Ekstrak Daun
Ekstrak Kulit Batang
600
(ppm)
800
IC50 (ppm)
200
400
18,75
19,55
20,23
21,48
36,35
7,84
9,25
10,00
10,34
51,51
33
Tabel 3 menunjukkan bahwa persen inhibisi tertinggi, baik daun maupun
kulit batang api-api dimiliki oleh konsentrasi tertinggi, yaitu 800 ppm dan nilai
terendah untuk persen inhibisi dimiliki oleh konsentrasi terendah, yaitu 200 ppm.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, semakin
tinggi pula daya hambat yang dilakukan sebagai aktivitas antioksidan. Nilai IC 50
yang dihasilkan oleh ekstrak daun lebih rendah dari ekstrak kulit batang, yaitu
36,35 ppm untuk daun dan 51,51 ppm untuk kulit batang. Ekstrak daun lebih
banyak menghilangkan 50 % aktivitas DPPH apabila dibandingkan dengan
ekstrak kulit batang. Molyneux (2004) menyatakan bahwa nilai IC50 adalah
konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50 % aktivitas DPPH.
Kedua ekstrak kasar daun dan kulit batang pohon api-api memiliki
kekuatan penghambat yang berbeda-beda satu sama lainnya. Hubungan aktivitas
antioksidan antara ekstrak kasar daun dan ekstrak kasar kulit batang api-api
dengan persen inhibisinya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Grafik perbandingan aktivitas antioksidan antara ekstrak kasar
daun dan kulit batang api-api dengan persen inhibisinya;
Daun;
Kulit Batang
Gambar 9 menunjukkan daun api-api memiliki aktivitas yang cukup baik
bila dibandingkan kulit batang. Hal ini diduga karena adanya kandungan senyawa
aktif
yang
cukup
banyak
terdapat
dalam
daun,
seperti
alkaloid,
steroid/triterpenoid, dan flavonoid (Tabel 2).
Penelitian ini menggunakan larutan BHT sebagai pembanding dalam uji
aktivitas antioksidan. Jacoeb et al. (2011) mengemukakan bahwa nilai IC50 BHT
sebesar 5,85 ppm, dimana hasil tersebut merupakan hasil terbaik untuk aktivitas
34
antioksidan. Larutan BHT yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan
nilai IC50 sebesar 3,17 ppm. Nilai IC50 BHT ini tidak jauh berbeda dengan nilai
yang diperoleh Jacoeb et al. (2011) dalam penelitiannya, dan tetap menunjukkan
bahwa antioksidan BHT merupakan antioksidan dengan aktivitas yang sangat kuat
(
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.)
Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan
sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi tumbuhan api-api yang
diambil dari Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta
Utara dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Daun pohon api-api yang diambil dan dijadikan sebagai sampel
Daun api-api yang didapat pada bagian atas berwarna hijau muda dan
bagian bawah berwarna abu-abu keperakan. Bentuknya elips dengan panjang ratarata daun yang didapat berkisar 5-10 cm. Daun api-api memiliki ruas atau tulang
daun yang sejajar dan teratur. Teksurnya tidak lunak apabila disentuh dengan
tangan. Kulit batang api-api yang digunakan berwarna cokelat muda, tipis dan
berserat. Pada bagian dalam terlihat warna yang lebih cerah, yaitu putih kehijauan
dan sedikit berair (Lampiran 1).
Proses karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku
yang digunakan. Karakterisasi bahan baku ini tidak terbatas pada sifat fisik saja,
tetapi juga pada sifat kimia, karena sifat fisik maupun kimia dari bahan baku yang
digunakan berbeda antara yang satu dengan yang lain. Karakterisasi sifat kimia
dilakukan untuk mengetahui zat yang terkandung di dalam bahan, misalnya
kandungan nilai gizi yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan
manusia.
28
4.2 Kandungan Gizi
Kandungan gizi pada daun dan kulit batang api-api dapat diketahui melalui
uji proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya kandungan air,
abu, lemak, dan protein. Tumbuhan api-api banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar baik sebagai sumber makanan maupun untuk kesehatan. Tumbuhan
berdaun sejati ini memiliki nilai gizi yang cukup tinggi untuk dijadikan sumber
makanan. Berikut hasil data proksimat dari tumbuhan api-api dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8 Hasil data proksimat tumbuhan api-api (Avicennia marina
(Forks.)Vierh.); Daun; Kulit batang
1) Kadar air
Daun api-api memiliki kadar air yang cukup tinggi, yaitu sebesar 69,2 %
dan kulit batang api-api sebesar 55 % (Lampiran 2). Nilai tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil analisis kadar air yang telah diuji sebelumnya oleh Jacoeb et
al. (2011), yakni kadar air daun api-api sebesar 68,16 %. Hasil tersebut sedikit
berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wibowo et al. (2009), yaitu
sebesar 70,59 %. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya faktor internal
dan eksternal. Faktor internal sangat mempengaruhi perbedaan yang terjadi, yakni
sifat tumbuhan yang berada di wilayah Jakarta dengan wilayah Subang. Faktor
eksternal seperti habitat dan kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi
perbedaan komposisi kimia api-api.
29
2) Kadar abu
Hasil pengukuran kadar abu menggunakan bobot kering pada daun dan
kulit batang api-api menunjukkan bahwa daun api-api mengandung mineral atau
zat anorganik sebesar 14,91 % dan kulit batang api-api memiliki kadar abu
sebesar 9,6 % (Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian Wibowo et al.(2009) bahwa kadar abu pada daun api-api sebesar 15,61
%. Hasil serupa dikemukakan oleh Jacoeb et al. (2011), yaitu sebesar 13,97 %.
Tinggi dan rendahnya kadar abu pada tumbuhan dapat disebabkan oleh perbedaan
habitat dan lingkungan yang berbeda satu sama lainnya. Setiap lingkungan
perairan dapat menyediakan sumber mineral yang berbeda-beda bagi organisme
akuatik yang hidup didalamnya. Tumbuhan api-api merupakan tumbuhan sejati
yang hidupnya hanya mampu di wilayah mangrove atau estuari. Bengen (2000)
menjelaskan bahwa wilayah estuari merupakan wilayah perairan dimana terjadi
peralihan atau pencampuran antara air tawar dan air laut yang menyebabkan
banyaknya mineral yang terkandung di dalamnya.
3) Kadar protein
Hasil pengukuran bobot kering kadar protein menunjukkan bahwa daun
api-api dan kulit batangnya memiliki kadar protein sebesar 11,04 % dan 6,4 %
(Lampiran 2). Hasil tersebut sedikit berbeda menurut Wibowo et al. (2009) bahwa
protein api-api sebesar 17,31 %. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Jacoeb et
al. (2011) yang menyatakan bahwa daun api-api memiliki kandungan protein
sebesar 11,53 %. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi adanya beberapa faktor,
yaitu habitat, umur, dan laju metabolisme. Daun memiliki kadar protein yang
tinggi karena di daun terjadi proses fotosintesis yang membutuhkan banyak
jaringan serta organ yang bekerja. Kulit batang cenderung memiliki kadar protein
yang rendah dari daun dikarenakan kulit batang hanya terdapat jaringan sistem
pembuluh yang bertitik beratkan pada kerja sistem angkut mineral, unsur hara dan
menjaga kesetimbangan akibat adanya garam.
4) Kadar lemak
Kadar lemak daun api-api 2,21 % dan kulit batang api-api sebesar 1,55 %
(Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Jacoeb et
30
al. (2011), yaitu kadar lemak daun api-api sebesar 2,45 %. Berbeda halnya dengan
penelitian Wibowo et al. (2009), yaitu sebesar 1,16 %. Perbedaan tersebut
dibenarkan oleh Yunizal et al. (1998) bahwa kadar lemak yang rendah dapat
disebabkan karena kandungan air dalam daun dan kulit batang pohon api-api
sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun
drastis. Faktor lain seperti umur, habitat, dan perbedaan lokasi pengambilan
sampel juga menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi kadar lemak suatu
bahan.
4.3 Komponen Bioaktif Ekstrak Kasar
Hasil ekstraksi komponen bioaktif api-api menunjukkan bahwa ekstrak
kasar menggunakan pelarut metanol berwarna coklat kehijauan dan berbau khas
ekstrak tumbuhan. Rendemen ekstrak kasar yang dihasilkan cukup tinggi untuk
daun 17,53 % dan kulit batang api-api 12,07 % (Lampiran 2). Uji fitokimia yang
dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin,
fenol hidrokuinon, dan tanin. Hasil uji fitokimia pada masing-masing ekstrak
kasar api-api dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar api-api ( Avicennia marina)
Uji Fitokimia
Ekstrak
Daun
Kulit Batang
Standar (warna)
Alkaloid:
-Dragendorff
-Meyer
-Wagner
+
+
-
-
Endapan merah atau jingga
Endapan putih kekuningan
Endapat coklat
Steroid/triterpenoid
++
++
Perubahan dari merah
menjadi biru/hijau
Flavonoid
++
++
Lapisan amil alkohol
berwarna merah/kuning/hijau
Saponin
-
-
Terbentuk busa
Fenol hidrokuinon
-
+
Warna hijau atau hijau biru
Tanin
+
++
Terbentuk warna merah
Keterangan: (-) hasil negatif; (+) hasil ada namun tidak pekat; (++) hasil ada dan pekat
31
a) Alkaloid
Komponen alkaloid didefinisikan sebagai substansi dasar yang memiliki
satu atau lebih atom nitrogen yang bersifat basa dan tergabung dalam suatu sistem
siklis, yaitu cincin heterosiklik (Harborne 1984). Alkaloid ditemukan pada daun
api-api, namun tidak ditemukan pada kulit batang api-api. Alkaloid umumnya
larut pada pelarut organik (non polar), sedangkan beberapa kelompok
pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air (polar) (Lenny 2006). Penelitian
ini dilakukan dengan pelarut metanol (polar) yang justru menunjukkan adanya
kandungan alkaloid pada daun api-api walaupun hasil yang ditunjukkan (Tabel 2)
tidak terlalu pekat, hal ini menunjukkan bahwa daun api-api tidak mengandung
alkaloid (sesungguhnya) yang bersifat racun, tetapi hanya mengandung
protoalkaloid dan pseudoalkaloid saja. Alkaloid tidak dihasilkan pada kulit batang
api-api dengan ditandai hasil negatif pada Tabel 2.
b) Steroid/triterpenoid
Hasil uji fitokimia untuk daun dan kulit batang api-api menunjukkan
adanya senyawa steroid/triterpenoid, ditunjukkan oleh hasil yang cukup pekat
(Tabel 2). Steroid/triterpenoid dapat diketahui keberadaanya dengan perkursor
kolesterol yang bersifat non polar (Harborne 1984). Hasil pada Tabel 2
menunjukkan adanya senyawa steroid/triterpenoid walaupun menggunakan
pelarut metanol yang bersifat polar, hal ini dapat terjadi mengingat metanol
merupakan pelarut polar yang dapat mengekstrak komponen lainnya, meskipun
bersifat non polar ataupun semipolar. Schmidt dan Steinhart (2001) menyatakan
bahwa kandungan steroid pada ekstrak polar dan non polar tidak menunjukkan
hasil yang berbeda nyata.
c)
Flavonoid
Hasil pengujian flavonoid terhadap daun dan kulit batang api-api (Tabel 2)
menunjukkan bahwa bagian tersebut sama-sama memiliki kandungan flavonoid,
hal itu ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning pekat pada lapisan amil
alkohol yang telah diuji (Lampiran 3). Flavonoid merupakan senyawa polar yang
dapat larut pada pelarut polar, hal ini dibuktikan dengan terlarutnya senyawa
flavonoid menggunakan pelarut metanol. Flavonoid umumnya merupakan
komponen larut air, sehingga dapat diekstrak dengan pelarut polar dan tertinggal
32
pada lapisan aqueous (Harborne 1984). Flavonoid merupakan senyawa aktif yang
potensial dan sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan (Astawan dan
Kasih 2008), dan hal ini pun terbukti dari hasil penelitian Simamora (2011) yang
menunjukkan bahwa seluruh komponen flavonoid yang diisolasi dari buah apel
memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat.
d) Tanin
Hasil pengujian fitokimia untuk uji tanin menunjukkan bahwa daun dan
kulit batang api-api sama-sama mengandung tanin. Hasil uji tanin untuk daun
terlihat ada, namun tidak pekat apabila dibandingkan dengan hasil yang
ditunjukkan oleh kulit batang api-api (Tabel 2). Tanin di dalam tumbuhan dapat
berfungsi sebagai penyamak apabila jaringan rusak, karena sifat tanin yang
mampu menyambung silangkan protein. Sebagian besar tumbuhan yang banyak
bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan, karena rasanya yang pahit.
Fungsi utama tanin di dalam tumbuhan adalah penolak hewan pemakan tumbuhan
(Harborne 1987). Tumbuhan api-api termasuk tumbuhan mangrove yang memiliki
rasa pahit dan banyak digunakan penduduk sekitar untuk obat nyamuk.
4.4 Aktivitas Antioksidan
Hasil
uji
aktivitas
antioksidan
dengan
DPPH
menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm menunjukkan bahwa daun dan
kulit batang api-api memiliki aktivitas antioksidan. Hasil uji aktivitas antioksidan
ekstrak daun dan ekstrak kulit batang api-api dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak daun dan ekstrak kulit
batang api-api (Avicennia marina)
% Inhibisi
Sampel
Ekstrak Daun
Ekstrak Kulit Batang
600
(ppm)
800
IC50 (ppm)
200
400
18,75
19,55
20,23
21,48
36,35
7,84
9,25
10,00
10,34
51,51
33
Tabel 3 menunjukkan bahwa persen inhibisi tertinggi, baik daun maupun
kulit batang api-api dimiliki oleh konsentrasi tertinggi, yaitu 800 ppm dan nilai
terendah untuk persen inhibisi dimiliki oleh konsentrasi terendah, yaitu 200 ppm.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, semakin
tinggi pula daya hambat yang dilakukan sebagai aktivitas antioksidan. Nilai IC 50
yang dihasilkan oleh ekstrak daun lebih rendah dari ekstrak kulit batang, yaitu
36,35 ppm untuk daun dan 51,51 ppm untuk kulit batang. Ekstrak daun lebih
banyak menghilangkan 50 % aktivitas DPPH apabila dibandingkan dengan
ekstrak kulit batang. Molyneux (2004) menyatakan bahwa nilai IC50 adalah
konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50 % aktivitas DPPH.
Kedua ekstrak kasar daun dan kulit batang pohon api-api memiliki
kekuatan penghambat yang berbeda-beda satu sama lainnya. Hubungan aktivitas
antioksidan antara ekstrak kasar daun dan ekstrak kasar kulit batang api-api
dengan persen inhibisinya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Grafik perbandingan aktivitas antioksidan antara ekstrak kasar
daun dan kulit batang api-api dengan persen inhibisinya;
Daun;
Kulit Batang
Gambar 9 menunjukkan daun api-api memiliki aktivitas yang cukup baik
bila dibandingkan kulit batang. Hal ini diduga karena adanya kandungan senyawa
aktif
yang
cukup
banyak
terdapat
dalam
daun,
seperti
alkaloid,
steroid/triterpenoid, dan flavonoid (Tabel 2).
Penelitian ini menggunakan larutan BHT sebagai pembanding dalam uji
aktivitas antioksidan. Jacoeb et al. (2011) mengemukakan bahwa nilai IC50 BHT
sebesar 5,85 ppm, dimana hasil tersebut merupakan hasil terbaik untuk aktivitas
34
antioksidan. Larutan BHT yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan
nilai IC50 sebesar 3,17 ppm. Nilai IC50 BHT ini tidak jauh berbeda dengan nilai
yang diperoleh Jacoeb et al. (2011) dalam penelitiannya, dan tetap menunjukkan
bahwa antioksidan BHT merupakan antioksidan dengan aktivitas yang sangat kuat
(