PENGUNGKAPAN ETHICAL IDENTITY PADA PERBA
Kategori Penulis : MADYA
PENGUNGKAPAN ETHICAL IDENTITY PADA PERBANKAN SYARIAH
INDONESIA DAN MALAYSIA
Oleh
Indria Puspitasari Lenap, SE., M.Ak.
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas pengungkapan Ethical Identity
pada perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia. Dengan menggunakan sampel
sebanyak 27 perusahaan terdiri dari 11 Bank Syariah di Indonesia dan 16 Bank Syariah
di Malaysia, peneliti menguji indeks pengungkapan yang dikembangkan oleh Haniffa,
R. dan Hudaib, M. (2007) yaitu Ethical Identity Index. Hasil penelitian menemukan
bahwa Indeks pengungkapan Ethical Identity untuk 9 Dimensi pada masing-masing
perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
secara keseluruhan rata-rata pengungkapan kedua negara sebesar 61% atau berada pada
level menengah. Pengungkapan di Indonesia menunjukkan hasil pengungkapan yang
cukup tinggi (68%) dibandingkan dengan Malaysia (54%).
Hasil analisis untuk tiap-tiap Dimensi pada Bank Syariah di Indonesia pada tahun
2014 menunjukkan bahwa pengungkapan tertinggi terdapat pada Dimensi Komitmen
terhadap Karyawan sebesar 93 sementara pengungkapan terendah terdapat pada Dimensi
Visi dan Misi sebesar 46%. Sementara pengungkapan tertinggi pada Bank Syariah
Malaysia pada tahun 2014 terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Debitur yaitu
sebesar 75% and diikuti dengan Dimensi Dewan pengawas Syariah sebesar 69%,
sementara pengungkapan terendah terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap
Lingkungan yaitu sebesar 13%. Dari hasil ini dapat disimpulkan, bahwa secara umum
pengungkapan Ethical Identity di kedua negara belum menunjukkan hasil yang
signifikan dalam penerapan etika bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah.
Kata Kunci : Perbankan Syariah, Pengungkapan, Ethical Identity Index.
1. PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Sebagai suatu entitas bisnis, perbankan syariah dan perbankan konvensional
memiliki tujuan yang sama yaitu berorientasi pada laba. Perbedaannya adalah
perbankan syariah menjalankan bisnis dan memaksimalkan kesejahteraan para
pemegang saham dengan mengacu pada prinsip Islam (syariah). Dalam prakteknya,
1
perbankan syariah tidak diperkenankan untuk melakukan transaksi yang mengandung
unsur Riba (bunga), Maisr (spekulasi), Gharar (ketidakpastian), Zulm (pemerasan) dan
transaksi lain yang dilarang menurut prinsip syariah (Rahman, R. A, Danbatta, B. L.
Saimi, N. S., 2014).
Larangan riba dalam prinsip Islam menyebabkan bank syariah tidak
diperkenankan untuk menawarkan jasa keuangan konvensional, melainkan harus sesuai
dengan prinsip syariah seperti Mudharabah, Musyarakah dan Ijarah. Sebaliknya, bank
konvensional menjalankan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
dengan cara apapun. Bagi bank syariah, laba hanyalah bagian dari tujuan perusahaan,
bukan tujuan utama ( Zubairu , U. M. , Sakariyau , O. B. dan Dauda , C. K. , 2012).
Dalam Islam, praktik transparansi dan pengungkapan merupakan elemen
yang sangat penting khususnya terkait dengan kerjasama bisnis. Hal ini dilakukan untuk
menjamin bahwa transaksi bisnis bebas dari praktik yang tidak syar’i. Pensyariatan
tersebut juga dijelaskan dalam Al Quran. Beberapa ayat dalam Al Quran menegaskan
tentang prinsip keadilan, trasnparansi dan perilaku etis dalam setiap transaksi bisnis.
Sebagai contoh, dalam surat Al Baqarah ayat 282 dijelaskan bahwa “apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan
benar dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah
ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan
maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka
(boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai
supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya”. Hal ini untuk
memastikan bahwa kewajiban dan transaksi dilaksanakan dengan benar tanpa adanya
keraguan dari pihak yang melakukan perjanjian (Rahman, R. A, and Saimi, N. S., 2014).
Bahkan dalam ayat yang lain disebutkan bahwa riba merupakan satu dari
dua dosa yang Allah mengumumkan perang terhadap orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Dalam Al Quran surat Al Baqarah 278-279 disebutkan “Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)
jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (Zubairu, U. M., Sakariyau,
O. B. and Dauda, C. K., 2011).
Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah melaknat para pelaku riba, Ini
adalah seruan untuk semua orang beriman tanpa pandang suku, ras, warna kulit dan
bangsa. Orang beriman adalah orang mengimani semua yang wajib diimani dengan
ucapan lisan, keyakinan hati dan pengamalan dengan anggota tubuh. Iman bisa
bertambah dengan ketaatan kepada Allah dan bisa berkurang dengan kedurhakaan
kepada Allah. Allah melarang orang-orang beriman dari bermuamalah atau bertransaksi
dengan cara riba. Orang yang bertaubat dari riba diperbolehkan mengambil pokok harta
2
atau modalnya saja, tanpa hasil riba-nya yang merupakan hak orang lain dan bukan
haknya, sehingga tidak mendzalimi orang lain dan juga tidak didzalimi dengan
mengurangi harta pokoknya. Bertaubat dengan taubat yang benar itu adalah menyesal,
tidak berbuat lagi dan berjanji tidak mengulangi lagi selamanya. Kalau dosanya
berhubungan dengan orang lain maka wajib diselesaikan.
Sebagai salah satu negara Muslim terbesar di dunia, keberadaan
perbankan di Indonesia khususnya perbankan syariah sangat diapresiasi oleh masyarakat
Indonesia karena sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang menjalankan prinsip-prinsip
gotong royong atau kekeluargaan (Islamic Bank Information, 2011). Pengembangan
perbankan syariah di Indonesia diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi
masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena
itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada
rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API),
Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) (www.bi.go.id).
Sementara itu, perbankan syariah di Malaysia pertama kali ada tahun
1983, dengan pemerintah sebagai penyokong utama pendirian dan pengaturan regulasi
secara khusus.
Untuk mendukung eksistensi perbankan syariahnya Malaysia
membentuk Badan Penasehat Syariah (Shariah Advisory Council) atau di Indonesia
dikenal dengan Dewan Pengawas Syariah. SAC diberikan kewenangan untuk
memastikan diterapkannya hukum Islam untuk tujuan bisnis perbankan syariah, bisnis
takaful, bisnis keuangan syariah dan bisnis lainnya yang didasarkan pada prinsip-prinsip
syariah yang diawasi dan diatur oleh Bank Negara Malaysia. Sebagai badan referensi
dan penasihat Bank Negara Malaysia, SAC juga bertanggung jawab untuk memvalidasi
semua kegiatan perbankan syariah dan produk takaful serta memastikan kesesuaiannya
dengan prinsip Syariah. Selain itu juga menjadi penasehat bagi Bank Negara Malaysia
dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan bisnis keuangan syariah atau transaksi
dari Bank Negara Malaysia serta entitas terkait lainnya (http://www.bnm.gov.my).
Sampai saat ini total market share perbankan syariah di Malaysia telah menyentuh angka
lebih 20% dan total asetnya sudah mencapai US$ 423,2 miliar atau sekitar sepuluh kali
lipat dibandingkan dengan total aset perbankan syariah di Indonesia. Hal ini menurut
pengamatan Direktur Pengaturan Pengembangan Perizinan dan Pengawasan Perbankan
Syariah OJK dikarenakan bank syariah di Malaysia berdiri dan berkembang mendapat
sokongan kuat dari pemerintahnya atau disebut dengan istilah top-down (Bank Negara
Malaysia, 2012).
Operasional perbankan syariah yang berlandaskan etika dan syariah
sebagai dasar aspek kehidupan, tidak memisahkan antara urusan agama dan dunia.
Ajaran Islam mengungkapkan semua informasi yang diperlukan untuk umat karena
mereka memiliki hak untuk mengetahui kondisi organisasi sebagai bagian dari pihak
yang dapat mempengaruhi kesejahteraannya. Untuk memastikan bahwa perbankan
syariah telah memenuhi kepatuhannya dalam menjalankan bisnis yang sesuai dengan
prinsip syariah, salah satunya dapat ditelusuri dari adanya pengungkapan Ethical Identity
dalam Laporan Keuangan perbankan syariah tersebut. Ethical Identity dibutuhkan
organisasi dalam menghadapi tantangan persaingan organisasi yang berbeda dan
3
ketidaksesuaian budaya, semakin miripnya produk/jasa, kekuatan terhadap teknologi,
regulasi dan globalisasi untuk mengubah bentuk bisnis. Bank syariah sebagai institusi
keuangan Islam yang berbeda dengan bank konvensional lainnya memiliki pandangan
yang secara konsep fundamental berlaku hak kepemilikan dan kontrak yang mengatur
perilaku, etika, moral ekonomi dan sosial, baik individu, lembaga, masyarakat ataupun
negara. Perspektif fundamental ini diyakini bahwa keyakinan terhadap agama, serta
sokongan terhadap bank syariah akan menjadikan sistem ekonomi ini terintegral dan
agama Islam menjadi aplikatif dalam segala zaman (Sukardi, Budi & Wijaya, Taufik,
2013).
Diharapkan dengan pengungkapan Ethical Identity perbankan Islam akan
mendorong perbaikan terhadap tatanan lembaga perbankan syariah di Indonesia dalam
aspek budaya dan etika serta pengaturan, pengawasan dalam mengendalikan perusahaan
pada aspek financial, contractual, dan work governance,7 peningkatan kinerja ekonomi
dan keuangan serta perbaikan citra dan reputasi di tengah ketatnya persaingan industri
keuangan global (Sukardi, Budi & Wijaya, Taufik, 2013).
Kombinasi nilai-nilai Islam dalam transaksi bisnis diharapkan dapat
meningkatkan nilai dan kinerja positif bagi perusahaan. Kepatuhan perusahaan terhadap
prinsip syariah dapat dilihat dari penerapan nilai-nilai Islam dalam perusahaan tersebut.
Dengan demikian, penelitian ini berusaha untuk menganalisis luas pengungkapan Ethical
Identity sebagai perwujudan ketaatan terhadap prinsip syariah (Said, R., Daud, M. Md.
Radjeman, L.A. and Ismail. N., 2013).
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu “Seberapa luas
pengungkapan Ethical Identity Index oleh perbankan syariah yang ada di Indonesia dan
Malaysia?”
1.3.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis luas pengungkapan Ethical
Identity Index oleh perbankan syariah yang ada di Indonesia dan Malaysia.
1.4.
TELAAH LITERATUR
1.4.1.
ETHICAL IDENTITY INDEX
Ethical Identity merupakan sebuah konsep yang menunjukkan perbedaan unik
suatu bank khususnya pada perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan
konvensional. Dalam konteks pelaporan keuangan syariah, masalah sosial menjadi
faktor utama pengungkapan dalam laporan keuangan (Rahman, A. A. and Bukair, A. A.,
2013). Tujuan utama dalam pelaporan keuangan perbankan syariah dan lembaga
keuangan ditetapkan oleh Organisasi Akuntansi dan Auditing untuk Lembaga
Keuangan Islam (AAOIFI).
Mengacu pada pengungkapan Ethical Identity yang dikembangkan oleh Haniffa,
R. and Hudaib, M. (2007) pengungkapan Ethical Identity terdiri dari 9 Dimensi yang
meliputi 78 konstruk antara lain; Visi dan Misi : 9 item, Dewan Komisaris dan
4
Manajemen Puncak: 13 item, Produk : 10 item, Zakat, Shodaqoh dan Pinjaman
Kebajikan : 14 item, Komitmen terhadap Kayawan : 9 item, Komitmen terhadap
Debitur : 4 item, Komitmen terhadap Masyarakat : 6 item, Komitmen terhadap
Lingkungan : 2 item, Dewan Pengawas Syariah :11 item.
1.4.2. PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA
Perbankan Islam di Indonesia pertama kali dirintis oleh Bank Muamalat Indonesia
yang berdiri pada tahun 1991 melalui inisiatif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) serta para pengusaha Muslim Indonesia.
Sampai dengan akhir tahun 2012, terdapat 11 perbankan syariah, 24 unit syariah dan 508
kantor cabang syariah di Indonesia (Ulum, 2013).
Islam adalah falsafah hidup yang lengkap yang tidak memisahkan antara
keyakinan dan aktivitas hidup sehari-hari termasuk didalamnya kegiatan ekonomi.
Bahkan, Islam sangat menganjurkan untuk berdagang dan Muslim didorong untuk
berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi selama tidak melanggar prinsip syariah. Hal ini
mendorong munculnya Lembaga Keuangan Syariah. Sejak itu, terjadi perkembangan
yang signifikan dalam industri Lembaga Keuangan Syariah, terutama dalam beberapa
tahun terakhir. Mengikuti perkembangan industri Lembaga Keuangan Syariah yang ada,
pemerintah Malaysia akhirnya membentuk Bank Islam Malaysia Berhad pada tahun
1993 dan Bank Muamalat Berhad pada tahun 1999 (Mohammed, Nor Farizal.,
Mohd Fahmi, Fadzlina., Ahmad, Asyaari Elmiza, 2015).
Di Malaysia, jumlah sekuritas syariah telah meningkat tajam tiap tahunnya.
Terdapat lebih dari 80 persen sekuritas yang tercatat di Bursa Malaysia merupakan
sekuritas syariah. Keberadaan sekuritas syariah menjadikan Malaysia sebagai negara
dengan Pasar Modal Syariah yang terbaik di Asia (Bank Negara Malaysia, 2012).
1.5.
STUDI EMPIRIS
Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. and Dauda, C. K. (2011), menemukan bahwa
Islamic Bank of Britain (IBB) sebagai institusi yang beroperasi dengan prinsip syariah
memiliki praktek pengungkapan yang sangat rendah. Hasil penelitian mengindikasikan
bahwa dari 9 Dimensi yang diungkapkan, Dimensi Komitmen bank terhadap Debitur
memiliki pengungkapan yang tertinggi, sementara pengungkapan terendah terdapat pada
Dimensi Komitmen terhadap Lingkungan.
Rahman, R. A, Saimi, N. S. (2014), menemukan bahwa tingkat pengungkapan
aktual keseluruhan di Malaysia dan Bahrain sebesar 51.7%. Pengungkapan tertinggi
terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Debitur sebesar 77.7%, sementara yang
terendah terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Lingkungan 6.6%. Rahman, R. A,
Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014), menemukan bahwa pengungkapan aktual yang
rendah secara keseluruhan di Malaysia dan Bahrain sebesar 51.6%. Sementara untuk
masing-masing negara Bahrain memiliki pengungkapan cukup baik sebesar (56.4%)
sedangkan Malaysia hanya sebesar 47.1%.
Obid, S. N. S. And Hajj, A. F. (2011), menjelaskan bahwa hanya separuh
bank syariah yang mengungkapkan seluruh item dan sisanya hanya mengungkapkan
sebagian item pada tiap Dimensi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pengungkapan
pada 10 perbankan syariah di Malaysia cukup rendah dengan tingkat pengungkapan ratarata sebesar 47.33%. Fakta menunjukkan bahwa pengungkapan Dimensi Pinjaman
5
Kebajikan pada Bank Muamalat dan Bank Alliance cukup rendah dan tidak satupun
perbankan yang mengungkapkan dalam tentang item Sumber dan Penggunaan Zakat
pada Laporan Keuangan Tahunannya. Sebaliknya, secara penuh mengungkapkan
tentang item pengesahan oleh Dewan Pengawas Syariah terkait dengan perhitungan dan
penyaluran zakat.
Sukardi, Budi & Wijaya, Taufik. (2013). Hasil beberapa indeks identitas
etika Bank Umum Syariah Nasional Devisa, Non Devisa dan Campuran, Bank Syariah
belum memberikan hasil yang maksimal dalam melakukan kebutuhan etika bisnis di
Perbankan Syariah. Identitas etika Bank Syariah yang juga melekat pada bisnis yang
dilakukan juga berhubungan dengan komoditas yang dibisniskan, karena identitas
merupakan bagian personalitas perseroan dalam mencapai sasaran bisnis.
1.6.
RERANGKA KONSEPTUAL
Penelitian ini menguji pengungkapan Ethical Identity pada perbankan syariah di
Indonesia dan Malaysia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim yang besar,
transparansi, pengungkapan dan kepatuhan terhadap prinsip syariah merupakan elemen
yang sangat penting.
Semakin tinggi tingkat pengungkapan Ethical Identity, semakin baik pula tata
kelola perusahaan dan perusahaan semakin dianggap memiliki tanggung jawab sosial
yang tinggi (Rahman, R. A, Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014). Berdasarkan konsep
keadilan sosial, organisasi bisnis Islam dilarang untuk melakukan kegiatan yang
mengandung unsur pemerasan. Organisasi bisnis berbasis Islam juga diwajibkan untuk
berlaku adil dengan para pemangku kepentingan mereka termasuk karyawan, klien dan
semua kelompok pemangku kepentingan dalam masyarakat di mana mereka beroperasi
(Rahman, A. A. and Bukair, A. A. (2013).
Perbankan syariah, sebagai institusi sosial dan ekonomi diharapkan dapat
mengungkapkan lebih banyak mengenai dimensi-dimensi yang mencerminkan
akuntabilitas dan keadilan, tidak hanya untuk masyarakat tetapi yang paling utama
sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT (Haniffa, R. dan Hudaib, M. (2007). Maali
et al, 2006 in Rahman, A. A. dan Bukair, A. A. (2013), juga menjelaskan bahwa
akuntabilitas dalam Islam terdiri dari 2 hal yaitu akuntabilitas kepada Allah SWT dan
akuntabilitas kepada masyarakat, karena Allah SWT adalah pemilik segala dan manusia
bertanggung jawab untuk menggunakan sumber daya dengan cara yang ma’ruf.
Berdasarkan konsep ini, manusia harus mengikuti syariat dalam semua aspek
kehidupannya (Baydoun, N., and Willett, R. (2000).
Berdasarkan pengungkapan Ethical Identity Index yang dikembangkan oleh
Haniffa, R. dan Hudaib, M. (2007). Peneliti ingin menguji luas pengungkapan Ethical
Identity pada perbankan syariah di Indoensia dan Malaysia dengan menggunakan data
Laporan Keuangan Tahunan yang dipublikasikan oleh masing-masing bank.
Gambar 1. Rerangka konseptual penelitian
-
VISI DAN MISI
DEWAN KOMISARIS DAN MANAJEMEN
PUNCAK
PRODUK
PENGUNGKAPAN
ZAKAT, SHODAQOH DAN PINJAMAN
KEBAJIKAN
KOMITMEN TERHADAP KARYAWAN
KOMITMEN TERHADAP DEBITUR
KOMITMEN TERHADAP MASYARAKAT
KOMITMEN TERHADAP LINGKUNGAN
DEWAN PENGAWAS SYARIAH
PERBANKAN
SYARIAH
INDONESIA DAN
MALAYSIA
6
1. METODOLOGY PENELITIAN
1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi eksplorasi untuk mengetahui luas
pengungkapan Ethical Identity dengan menggunakan data yang terdapat dalam laporan
keuangan tahunan Bank Syariah yang ada di Indonesia dan Malaysia pada tahun 2014.
Index pengungkapan yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh Haniffa,
R. and Hudaib, M. (2007). Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, peneliti juga
menggunakan analisis konten (isi). Analisis ini diharapkan dapat memberikan hasil
penelitian yang valid dan dapat diandalkan (Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. and
Dauda, C. K. (2011).
2. SAMPEL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Indonesia dan Malaysia, dengan jumlah populasi Bank
Syariah sebanyak 27 Perusahaan.
Penarikan jumlah sampel didasarkan pada
ketersediaan data yang dibutuhkan dalam laporan keuangan pada tahun 2014. Dari
kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 27 perusahaan (sama dengan jumlah
populasi). Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
NO
1
2
3
4
5
MALAYSIA
Affin Islamic Bank Berhad
Al Rajhi Banking & Investment Corporation
(Malaysian) Berhad
Alliance Islamic Bank Berhad
AmIslamic Bank Berhad
Asian Finance Bank Berhad
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Bank Islam Malaysian Berhad
Bank Muamalat Malaysian Berhad
CIMB Islamic Bank Berhad
HSBC Amanah Malaysian Berhad
Hong Leong Islamic Bank Berhad
Kuwait Finance House (Malaysian) Berhad
Maybank Islamic Berhad
OCBC Al-Amin Bank Berhad
Public Islamic Bank Berhad
RHB Islamic Bank Berhad
Standard Chartered Saadiq Berhad
INDONESIA
PT Bank Syariah Mandiri
PT. Bank Syariah Muamalat
Indonesian
PT Bank Syariah BNI
PT Bank Syariah BRI
PT. Bank Syariah Mega
Indonesian
PT Bank Jabar dan Banten
PT Bank Panin Syariah
PT Bank Syariah Bukopin
PT Bank Victoria Syariah
PT BCA Syariah
PT Maybank Indonesian Syariah
3. INSTRUMEN PENELITIAN
Peneliti menggunakan Ethical Identity Index yang dikembangkan oleh Haniffa, R.
dan Hudaib, M. (2007) dengan cara melakukan checklist pada masing-masing item di
tiap dimensi untuk mengetahui praktek pengungkapan pelaporan sosial pada perbankan
syariah di Indonesia dan Malaysia.
7
4. PENGUMPULAN DATA
Laporan Keuangan Tahunan perbankan syariah Indonesia dan Malaysia diperoleh
secara online dari situs masing-masing bank untuk tahun 2014. Laporan Keuangan
dibaca secara lengkap untuk memperoleh data bagi masing-masing item yang
diungkapkan sebagai dasar untuk melengkapi checklist Ethical Identity.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara tingkat pengungkapan aktual
dengan tingkat pengungkapan yang ideal sebagaimana diuraikan dengan checklist, maka
digunakan Ethical Identity Index (EII). Penilaian dilakukan dengan memberikan skor 1
untuk item yang diungkapkan dalam laporan keuangan, sedangkan skor 0 diberikan
untuk item yang tidak diungkapkan dalam laporan keuangan.
5. OPERATIONALISASI VARIABEL
Pengungkapan Ethical Identity memiliki 9 Dimensi yang terdiri dari 78 item
(Haniffa, R. dan Hudaib, M., 2007) :
1. Visi dan Misi
: 9 item
2. Dewan Komisaris dan Manajemen Puncak
: 13 item
3. Produk
: 10 item
4. Zakat, Shodaqoh dan Pinjaman Kebajikan
: 14 item
5. Komitmen terhadap Karyawan
: 9 item
6. Komitmen terhadap Debitur
: 4 item
7. Komitmen terhadap Masyarakat
: 6 item
8. Komitmen terhadap Lingkungan
: 2 item
9. Dewan Pengawas Syariah
: 11 item
Total
: 78 item
Rumus Ethical Identity Index :
∑ Xij ……………………………………………………(2)
EIIj=
nj
Dimana :
EIIj : Ethical Identity Index
Xij : 1 jika item diungkapkan, 0 jika item tidak diungkapkan
nj : Jumlah item pengungkapan masing-masing dimensi
3. Hasil Pengujian dan Diskusi Hasil Penelitian
Tabel 1. Hasil Pengungkapan Ethical Identity Index pada Tahun 2014
N
Ethical Identity Index
INDONESI
o
A
1 Visi dan Misi
46%
2 Dewan Komisaris dan Manajemen Puncak
69%
3 Produk
72%
4 Zakat, Shodaqoh dan Pinjaman Kebajikan
68%
5 Komitmen terhadap Karyawan
93%
6 Komitmen terhadap Debitur
73%
7 Komitmen terhadap Masyarakat
85%
8 Komitmen terhadap Lingkungan
50%
MALAYSI
A
43%
58%
64%
53%
68%
75%
41%
13%
8
9
Dewan Pengawas Syariah
Rata-rata
60%
68%
69%
54%
ETHICAL IDENTITY INDEX
INDONESIA
MALAYSIA
69%
60%
Dewan Pengawas Syariah
Komitmen terhadap Lingkungan
Komitmen terhadap Masyarakat
13%
50%
41%
85%
75%
73%
Komitmen terhadap Debitur
68%
Komitmen terhadap Karyawan
Zakat, Shodaqoh dan Pinjaman Kebajikan
93%
53%
68%
64%
72%
Produk
58%
69%
Dewan Komisaris dan Manajemen Puncak
Visi dan Misi
43%
46%
4.1. Diskusi Hasil untuk Pengungkapan secara Keseluruhan
Tabel 1 menunjukkan Indeks pengungkapan Ethical Identity untuk 9 Dimensi pada masingmasing perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia pada tahun 2014. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara keseluruhan rata-rata pengungkapan Ethical Identity kedua negara
sebesar 61% atau berada pada level menengah. Selanjutnya, dapat dilihat juga bahwa
pengungkapan di Indonesia cukup tinggi (68%) dibandingkan dengan Malaysia (54%).
Hasil penelitian Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. dan Dauda, C. K. (2011) pada Islamic
Bank of Britain (IBB), Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. dan Dauda, C. K. (2012) pada
perbankan syariah di Saudi Arabia, Rahman, R. A, Saimi, N. S. (2014) dan Rahman, R. A,
Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014) pada perbankan syariah di Malaysia dan Bahrain, serta Obid,
S. N. S. dan Hajj, A. F. (2011) pada perbankan syariah di Malaysia menemukan bahwa secara
keseluruhan praktek pengungkapan yang dilakukan oleh perbankan syariah di negara-negara
tersebut cukup rendah.
9
Diskusi hasil penelitian tiap Dimensi
Hasil analisis pada Bank Syariah di Indonesia pada tahun 2014 menunjukkan
bahwa pengungkapan tertinggi terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Karyawan
sebesar 93% diikuti dengan Dimensi Komitmen terhadap Masyarakat sebesar 85%,
sementara pengungkapan terendah terdapat pada Dimensi Visi dan Misi sebesar 46%.
Pengungkapan perbankan syariah di Indonesia dapat dikatakan cukup baik, dimana
hanya terdapat satu dari 9 Dimensi yang berada pada level dibawah 50%. Sementara
sisanya berada pada index pengungkapan sebesar 50% bahkan lebih tinggi.
Secara keseluruhan pengungkapan tertinggi pada Bank Syariah Malaysia pada
tahun 2014 terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Debitur yaitu sebesar 75% dan
diikuti dengan Dimensi Dewan pengawas Syariah sebesar 69%, sementara
pengungkapan terendah terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Lingkungan yaitu
sebesar 13%. Terdapat 3 Dimensi yang berada dibawah angka 50% antara lain; Visi dan
Misi (43%), Komitmen terhadap Masyarakat (41%) dan Komitmen terhadap
Lingkungan (13%). Hasil ini menunjukkan bahwa level pengungkapan pada Bank
Malaysia cukup rendah.
Hasil yang sama juga ditemukan oleh Rahman, R. A, Saimi, N. S. (2014),yang
menunjukkan bahwa praktek pengungkapan keseluruhan di Malaysia hanya sebesar 47%
dan Rahman, R. A, Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014) menemukan bahwa
pengungkapan yang dilakukan perbankan syariah di Malaysia cukup rendah.
Selanjutnya, Obid, S. N. S. dan Hajj, A. F. (2011), menemukan bahwa pengungkapan
perbankan syariah di Malaysia hanya sebesar 47.33% saja.
Pembahasan
Tinggi rendahnya praktek pengungkapan Ethical Identity pada perbankan syariah tidak
hanya ditentukan oleh organisasi itu sendiri, namun juga ditentukan oleh peran dari otoritas
lembaga keuangan di negara tersebut. Regulasi dan pengawasan dari para regulator menjadi
faktor utama yang mendorong kepatuhan perbankan syariah terhadap aturan. Hasil penelitian
kedua negara menunjukkan bahwa praktek pengungkapan di Indonesia dan Malaysia masih
belum maksimal. Masih kurangnya upaya untuk mendorong keterbukaan dan akuntabilitas akan
cenderung menurunkan reputasi bank syariah sebagai suatu entitas bisnis yang berlandaskan
etika dan berbeda dengan sistem konvensional sehingga dibutuhkan strategi dan modal yang kuat
untuk mampu bersaing dengan perbankan konvensional terlebih dalam menghadapi tantangan
MEA, yang salah satunya adalah melalui pengungkapan Ethical Identity sebagai perwujudan dari
identitas Islam perbankan syariah.
4. SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pengujian pengungkapan Ethical Identity dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat
pengungkapan keseluruhan di Indonesia dan Malaysia sebesar 61%, yang mengindikasikan
bahwa pengungkapan di kedua negara ini masih berada pada level medium (menengah). Hasil
pengungkapan Ethical Identity belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam penerapan etika
bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah. Sebagai suatu entitas yang mengusung prinsip syariah
diharapkan perbankan syariah mampu menjadi pioneer bagi pembangunan kesejahteraan umat
khususnya bagi masyarakat Muslim. Sehingga diharapkan di masa yang akan datang perbankan
syariah lebih fokus dalam meningkatkan transparansi melalui pengungkapan Ethical Identity
10
yang tentunya akan semakin meningkatkan kepercayaan publik terhadap eksistensi dan misi
perbankan syariah sebagai entitas yang mengedepankan kemakmuran masyarakat.
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya menggunakan satu tahun observasi sehingga
diharapkan penelitian selanjutnya dapat menambah periode penelitian dan membandingkan
pengungkapan Ethical Identity Index selama beberapa tahun.
REFERENSI
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. Manama,
Bahrain: (AAOIFI).
11
Bank Negara Malaysian. (2011). List of licensed banking institutions in Malaysian.Bank
Negara Malaysian: Kuala Lumpur, Malaysian.
Bank Negara Malaysian. (2012). Building a progressive Islamic banking sector:
Charting
the way forward. Governor’s Speech at the Seminar on 10-Year Master
Plan for
Islamic.
Baydoun, N., and Willett, R. (2000). Islamic Corporate Reports. Abacus, 36(1), 71-90.
Haniffa, R. and Hudaib, M. (2007). Exploring the Ethical Identity of Islamic financial
institutions via communication in the annual reports [Special Issue]. Journal of
Business Ethics, 76 (1), 103-122.
Islamic Bank Information. (2011). History of Islamic Banking in Indonesian.
Mohammed, Nor Farizal., Mohd Fahmi, Fadzlina., Ahmad, Asyaari
Elmiza. (2015). The influence of AAOIFI Accounting Standards
in Reporting Islamic Financial Institutions in Malaysia.
INTERNATIONAL ACCOUNTING AND BUSINESS CONFERENCE 2015,
IABC 2015, Procedia Economics and Finance 31 ( 2015 ) 418 – 424.
Obid, S. N. S. And Hajj, A. F. (2011). Bank Ethical Disclosure Level : Malaysiann
Islamics Bank. Asia Pacific Journal of Accounting and Finance Volume 1 (2),
June 2011.
Rahman, A. A. and Bukair, A. A. (2013). The Influence of the Shari’ah Supervision
Board on Corporate Social Responsibility Disclosure by Islamic Banks of Gulf
Co-Operation Council Countries. Asian Journal of Business and Accounting 6(2),
2013 ISSN 1985–4064.
Rahman, R. A, Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014). Corporate Ethical Identity
Disclosures: The Perceived, the Publicized and the Applied in Islamic Banks.
International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 5, No. 2, April 2014.
Rahman, R. A, Saimi, N. S. (2014). Determinants Of Ethical Identity Disclosure Among
Malaysian And Bahrain Islamic Banks. Universiti Teknologi MARA, 40450 Shah
Alam, Malaysian.
Said, R., Daud, M. Md. Radjeman, L.A. and Ismail. N. (2013). Probing Corporate
Ethical Identity of Shari’ah Compliant Companies. International Conference on
Economics and Business Research 2013 (ICEBR 2013).
Sukardi, Budi & Wijaya, Taufik. (2013). Corporate Ethical Identity Perbankan Syariah
di Indonesia. Jurnal TSAQAFAH Vol. 9, No. 2, November 2013.
Ulum, Ihyaul. (2013). iB-VAIC: Model Pengukuran Kinerja Intellectual Capital
Perbankan Syariah di Indonesian. ResearchGate.
Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. and Dauda, C. K. (2011). Social Reporting Practices Of
Islamic Banks In Saudi Arabia. International Journal of Business and Social
Science Vol. 2 No. 23 [Special Issue – December 2011].
Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. and Dauda, C. K. (2012). Evaluation of Social
Reporting Practices of Islamic Banks in Saudi Arabia. EJBO Electronic Journal
of Business Ethics and Organization Studies Vol. 17, No. 1 (2012).
http://www.bi.go.id.
LAMPIRAN
Visi dan Misi
PENGUNGKAPAN ETHICAL IDENTITY
1.
Komitmen beroperasi sesuai dengan prinsip
syariah
INDONESIA
82%
MALAYSIA
100%
12
2.
91%
94%
55%
31%
64%
64%
0%
44%
19%
0%
0%
0%
0%
64%
0%
100%
46%
43%
10. Nama dewan komisaris
100%
100%
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Posisi dewan komisaris
Foto dewan komisaris
Profil dewan komisaris
Kepemilikan saham dewan komisaris
Jabatan ganda oleh dewan komisaris
Keanggotaan komite audit
Komposisi dewan komisaris: eksekutif vs noneksekutif
Peran ganda: CEO adalah ketua dewan
komisaris
Nama manajemen puncak
Posisi manajemen puncak
Foto manajemen puncak
Profil manajemen puncak
100%
100%
100%
27%
36%
100%
100%
100%
31%
100%
0%
6%
100%
94%
0%
6%
100%
100%
9%
18%
69%
100%
94%
6%
13%
58%
23. Tidak ada keterlibatan dalam kegiatan nonhalal
24. Persen tase laba dari keterlibatan pada kegiatan
nonhalal
25. Alasan keterlibatan pada kegiatan nonhalal
26. Penanganan kegiatan nonhalal
27. Memperkenalkan produk baru
28. Persetujuan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
sebelum produk baru
29. Dasar konsep syariah atas produk baru
30. Daftar/definisi produk
31. Kegiatan investasi - umum
32. Kegiatan pembiayaan - umum
45%
27%
75%
6%
18%
27%
100%
100%
25%
25%
13%
100%
100%
100%
100%
100%
72%
100%
100%
100%
100%
64%
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Komitmen menyediakan returns sesuai
syariah
Fokus memaksimalkan keuntungan pemegang
saham
Melayani kebutuhan Muslim sekarang
Melayani kebutuhan Muslim masa depan
Komitmen terlibat hanya pada investasi yang
diperbolehkan Islam
Komitmen terlibat hanya pada kegiatan
pendanaan yang diperbolehkan Islam
Komitmen memenuhi kontrak melalui uqud
Apresiasi terhadap pemegang saham dan
pelanggan
Rata-rata
Dewan Komisaris
dan Manajemen
Puncak
18.
19.
20.
21.
22.
Rata-rata
Produk
Rata-rata
13
Zakat, Shodaqoh
dan Pinjaman
Kebajikan
33. Zakat yang harus dibayarkan oleh individu
27%
0%
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
91%
91%
91%
91%
18%
0%
91%
81%
81%
94%
31%
6%
0%
100%
91%
100%
91%
91%
91%
0%
25%
88%
19%
19%
68%
53%
47. Penghargaan terhadap karyawan
100%
100%
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
100%
100%
100%
55%
100%
100%
82%
100%
93%
13%
19%
100%
0%
94%
94%
94%
100%
68%
56. Kebijakan utang
100%
100%
57. Jumlah utang yang dihapuskan
58. Jenis kegiatan peminjaman - umum
59. Jenis kegiatan peminjaman - khusus
0%
100%
91%
73%
0%
100%
100%
75%
60. Menciptakan lapangan kerja
100%
100%
61. Dukungan bagi organisasi yang memberikan
manfaat bagi masyarakat
62. Partisipasi dalam kegiatan sosial pemerintah,
100%
31%
100%
31%
41.
43.
44.
45.
46.
Bank bertangung jawab untuk zakat
Jumlah yang dibayarkan untuk zakat
Sumber dana zakat
Penggunaan dana zakat
Saldo zakat yang tidak didistribusikan
Alasan adanya saldo zakat
Pengesahan oleh Dewan Pengawas Syariah
bahwa sumber dan penggunaan zakat sudah
sesuai dengan prinsip syariah
Pengesahan oleh Dewan Pengawas Syariah
bahwa zakat telah dibayarkan sesuai dengan
prinsip syariah
Penggunaan dana shodaqoh
Sumber dana pinjaman kebajikan
Penggunaan dana pinjaman kebajikan
Kebijakan untukdana pinjaman kebajikan yang
tidak kembali
Rata-rata
Komitmen terhadap
Karyawan
Jumlah karyawan
Kebijakan kesetaraan peluang karir
Kesejahteraan karyawan
Pelatihan : Kesadaran tentang syariah
Pelatihan : lain-lain
Pelatihan : skema perekrutan
Training : Keuangan
Imbalan bagi karyawan
Rata-rata
Komitmen terhadap
Debitur
Rata-rata
Komitmen terhadap
Masyarakat
14
63. Mensponsori kegiatan masyarakat
64. Komitmen terhadap peran sosial
65. Penyelenggaraan konferensi ekonomi Islam
100%
100%
9%
85%
31%
31%
19%
41%
66. Jumlah dan sifat sumbangan atau kegiatan yang
dilakukan untuk melindungi lingkungan
67. Proyek-proyek yang dibiayai oleh bank yang
mungkin menyebabkan kerusakan lingkungan
100%
25%
0%
0%
50%
13%
68. Nama DPS
91%
100%
69.
70.
71.
72.
73.
91%
91%
91%
91%
55%
38%
100%
100%
100%
100%
55%
100%
0%
6%
0%
0%
6%
6%
91%
100%
60%
69%
Rata-rata
Komitmen terhadap
Lingkungan
Rata-rata
Dewan Pengawas
Syariah
74.
75.
76.
77.
78.
Rata-rata
Foto DPS
Remunerasi DPS
Laporan ditandatangani oleh semua DPS
Jumlah rapat yang diadakan
Pemeriksaan keseluruhan transaksi (sebelum
dan sesudah)
Pemeriksaan sampel transaksi (sebelum dan
sesudah)
Laporan atas produk yang cacat (spesifik dan
rinci)
Rekomendasi atas produk yang cacat
Tindakan yang diambil manajemen atas produk
yang cacat
Pembagian keuntungan dan kerugian sesuai
dengan syariah
15
PENGUNGKAPAN ETHICAL IDENTITY PADA PERBANKAN SYARIAH
INDONESIA DAN MALAYSIA
Oleh
Indria Puspitasari Lenap, SE., M.Ak.
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas pengungkapan Ethical Identity
pada perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia. Dengan menggunakan sampel
sebanyak 27 perusahaan terdiri dari 11 Bank Syariah di Indonesia dan 16 Bank Syariah
di Malaysia, peneliti menguji indeks pengungkapan yang dikembangkan oleh Haniffa,
R. dan Hudaib, M. (2007) yaitu Ethical Identity Index. Hasil penelitian menemukan
bahwa Indeks pengungkapan Ethical Identity untuk 9 Dimensi pada masing-masing
perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
secara keseluruhan rata-rata pengungkapan kedua negara sebesar 61% atau berada pada
level menengah. Pengungkapan di Indonesia menunjukkan hasil pengungkapan yang
cukup tinggi (68%) dibandingkan dengan Malaysia (54%).
Hasil analisis untuk tiap-tiap Dimensi pada Bank Syariah di Indonesia pada tahun
2014 menunjukkan bahwa pengungkapan tertinggi terdapat pada Dimensi Komitmen
terhadap Karyawan sebesar 93 sementara pengungkapan terendah terdapat pada Dimensi
Visi dan Misi sebesar 46%. Sementara pengungkapan tertinggi pada Bank Syariah
Malaysia pada tahun 2014 terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Debitur yaitu
sebesar 75% and diikuti dengan Dimensi Dewan pengawas Syariah sebesar 69%,
sementara pengungkapan terendah terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap
Lingkungan yaitu sebesar 13%. Dari hasil ini dapat disimpulkan, bahwa secara umum
pengungkapan Ethical Identity di kedua negara belum menunjukkan hasil yang
signifikan dalam penerapan etika bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah.
Kata Kunci : Perbankan Syariah, Pengungkapan, Ethical Identity Index.
1. PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Sebagai suatu entitas bisnis, perbankan syariah dan perbankan konvensional
memiliki tujuan yang sama yaitu berorientasi pada laba. Perbedaannya adalah
perbankan syariah menjalankan bisnis dan memaksimalkan kesejahteraan para
pemegang saham dengan mengacu pada prinsip Islam (syariah). Dalam prakteknya,
1
perbankan syariah tidak diperkenankan untuk melakukan transaksi yang mengandung
unsur Riba (bunga), Maisr (spekulasi), Gharar (ketidakpastian), Zulm (pemerasan) dan
transaksi lain yang dilarang menurut prinsip syariah (Rahman, R. A, Danbatta, B. L.
Saimi, N. S., 2014).
Larangan riba dalam prinsip Islam menyebabkan bank syariah tidak
diperkenankan untuk menawarkan jasa keuangan konvensional, melainkan harus sesuai
dengan prinsip syariah seperti Mudharabah, Musyarakah dan Ijarah. Sebaliknya, bank
konvensional menjalankan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
dengan cara apapun. Bagi bank syariah, laba hanyalah bagian dari tujuan perusahaan,
bukan tujuan utama ( Zubairu , U. M. , Sakariyau , O. B. dan Dauda , C. K. , 2012).
Dalam Islam, praktik transparansi dan pengungkapan merupakan elemen
yang sangat penting khususnya terkait dengan kerjasama bisnis. Hal ini dilakukan untuk
menjamin bahwa transaksi bisnis bebas dari praktik yang tidak syar’i. Pensyariatan
tersebut juga dijelaskan dalam Al Quran. Beberapa ayat dalam Al Quran menegaskan
tentang prinsip keadilan, trasnparansi dan perilaku etis dalam setiap transaksi bisnis.
Sebagai contoh, dalam surat Al Baqarah ayat 282 dijelaskan bahwa “apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan
benar dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah
ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan
maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka
(boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai
supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya”. Hal ini untuk
memastikan bahwa kewajiban dan transaksi dilaksanakan dengan benar tanpa adanya
keraguan dari pihak yang melakukan perjanjian (Rahman, R. A, and Saimi, N. S., 2014).
Bahkan dalam ayat yang lain disebutkan bahwa riba merupakan satu dari
dua dosa yang Allah mengumumkan perang terhadap orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Dalam Al Quran surat Al Baqarah 278-279 disebutkan “Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)
jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (Zubairu, U. M., Sakariyau,
O. B. and Dauda, C. K., 2011).
Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah melaknat para pelaku riba, Ini
adalah seruan untuk semua orang beriman tanpa pandang suku, ras, warna kulit dan
bangsa. Orang beriman adalah orang mengimani semua yang wajib diimani dengan
ucapan lisan, keyakinan hati dan pengamalan dengan anggota tubuh. Iman bisa
bertambah dengan ketaatan kepada Allah dan bisa berkurang dengan kedurhakaan
kepada Allah. Allah melarang orang-orang beriman dari bermuamalah atau bertransaksi
dengan cara riba. Orang yang bertaubat dari riba diperbolehkan mengambil pokok harta
2
atau modalnya saja, tanpa hasil riba-nya yang merupakan hak orang lain dan bukan
haknya, sehingga tidak mendzalimi orang lain dan juga tidak didzalimi dengan
mengurangi harta pokoknya. Bertaubat dengan taubat yang benar itu adalah menyesal,
tidak berbuat lagi dan berjanji tidak mengulangi lagi selamanya. Kalau dosanya
berhubungan dengan orang lain maka wajib diselesaikan.
Sebagai salah satu negara Muslim terbesar di dunia, keberadaan
perbankan di Indonesia khususnya perbankan syariah sangat diapresiasi oleh masyarakat
Indonesia karena sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang menjalankan prinsip-prinsip
gotong royong atau kekeluargaan (Islamic Bank Information, 2011). Pengembangan
perbankan syariah di Indonesia diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi
masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena
itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada
rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API),
Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) (www.bi.go.id).
Sementara itu, perbankan syariah di Malaysia pertama kali ada tahun
1983, dengan pemerintah sebagai penyokong utama pendirian dan pengaturan regulasi
secara khusus.
Untuk mendukung eksistensi perbankan syariahnya Malaysia
membentuk Badan Penasehat Syariah (Shariah Advisory Council) atau di Indonesia
dikenal dengan Dewan Pengawas Syariah. SAC diberikan kewenangan untuk
memastikan diterapkannya hukum Islam untuk tujuan bisnis perbankan syariah, bisnis
takaful, bisnis keuangan syariah dan bisnis lainnya yang didasarkan pada prinsip-prinsip
syariah yang diawasi dan diatur oleh Bank Negara Malaysia. Sebagai badan referensi
dan penasihat Bank Negara Malaysia, SAC juga bertanggung jawab untuk memvalidasi
semua kegiatan perbankan syariah dan produk takaful serta memastikan kesesuaiannya
dengan prinsip Syariah. Selain itu juga menjadi penasehat bagi Bank Negara Malaysia
dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan bisnis keuangan syariah atau transaksi
dari Bank Negara Malaysia serta entitas terkait lainnya (http://www.bnm.gov.my).
Sampai saat ini total market share perbankan syariah di Malaysia telah menyentuh angka
lebih 20% dan total asetnya sudah mencapai US$ 423,2 miliar atau sekitar sepuluh kali
lipat dibandingkan dengan total aset perbankan syariah di Indonesia. Hal ini menurut
pengamatan Direktur Pengaturan Pengembangan Perizinan dan Pengawasan Perbankan
Syariah OJK dikarenakan bank syariah di Malaysia berdiri dan berkembang mendapat
sokongan kuat dari pemerintahnya atau disebut dengan istilah top-down (Bank Negara
Malaysia, 2012).
Operasional perbankan syariah yang berlandaskan etika dan syariah
sebagai dasar aspek kehidupan, tidak memisahkan antara urusan agama dan dunia.
Ajaran Islam mengungkapkan semua informasi yang diperlukan untuk umat karena
mereka memiliki hak untuk mengetahui kondisi organisasi sebagai bagian dari pihak
yang dapat mempengaruhi kesejahteraannya. Untuk memastikan bahwa perbankan
syariah telah memenuhi kepatuhannya dalam menjalankan bisnis yang sesuai dengan
prinsip syariah, salah satunya dapat ditelusuri dari adanya pengungkapan Ethical Identity
dalam Laporan Keuangan perbankan syariah tersebut. Ethical Identity dibutuhkan
organisasi dalam menghadapi tantangan persaingan organisasi yang berbeda dan
3
ketidaksesuaian budaya, semakin miripnya produk/jasa, kekuatan terhadap teknologi,
regulasi dan globalisasi untuk mengubah bentuk bisnis. Bank syariah sebagai institusi
keuangan Islam yang berbeda dengan bank konvensional lainnya memiliki pandangan
yang secara konsep fundamental berlaku hak kepemilikan dan kontrak yang mengatur
perilaku, etika, moral ekonomi dan sosial, baik individu, lembaga, masyarakat ataupun
negara. Perspektif fundamental ini diyakini bahwa keyakinan terhadap agama, serta
sokongan terhadap bank syariah akan menjadikan sistem ekonomi ini terintegral dan
agama Islam menjadi aplikatif dalam segala zaman (Sukardi, Budi & Wijaya, Taufik,
2013).
Diharapkan dengan pengungkapan Ethical Identity perbankan Islam akan
mendorong perbaikan terhadap tatanan lembaga perbankan syariah di Indonesia dalam
aspek budaya dan etika serta pengaturan, pengawasan dalam mengendalikan perusahaan
pada aspek financial, contractual, dan work governance,7 peningkatan kinerja ekonomi
dan keuangan serta perbaikan citra dan reputasi di tengah ketatnya persaingan industri
keuangan global (Sukardi, Budi & Wijaya, Taufik, 2013).
Kombinasi nilai-nilai Islam dalam transaksi bisnis diharapkan dapat
meningkatkan nilai dan kinerja positif bagi perusahaan. Kepatuhan perusahaan terhadap
prinsip syariah dapat dilihat dari penerapan nilai-nilai Islam dalam perusahaan tersebut.
Dengan demikian, penelitian ini berusaha untuk menganalisis luas pengungkapan Ethical
Identity sebagai perwujudan ketaatan terhadap prinsip syariah (Said, R., Daud, M. Md.
Radjeman, L.A. and Ismail. N., 2013).
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu “Seberapa luas
pengungkapan Ethical Identity Index oleh perbankan syariah yang ada di Indonesia dan
Malaysia?”
1.3.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis luas pengungkapan Ethical
Identity Index oleh perbankan syariah yang ada di Indonesia dan Malaysia.
1.4.
TELAAH LITERATUR
1.4.1.
ETHICAL IDENTITY INDEX
Ethical Identity merupakan sebuah konsep yang menunjukkan perbedaan unik
suatu bank khususnya pada perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan
konvensional. Dalam konteks pelaporan keuangan syariah, masalah sosial menjadi
faktor utama pengungkapan dalam laporan keuangan (Rahman, A. A. and Bukair, A. A.,
2013). Tujuan utama dalam pelaporan keuangan perbankan syariah dan lembaga
keuangan ditetapkan oleh Organisasi Akuntansi dan Auditing untuk Lembaga
Keuangan Islam (AAOIFI).
Mengacu pada pengungkapan Ethical Identity yang dikembangkan oleh Haniffa,
R. and Hudaib, M. (2007) pengungkapan Ethical Identity terdiri dari 9 Dimensi yang
meliputi 78 konstruk antara lain; Visi dan Misi : 9 item, Dewan Komisaris dan
4
Manajemen Puncak: 13 item, Produk : 10 item, Zakat, Shodaqoh dan Pinjaman
Kebajikan : 14 item, Komitmen terhadap Kayawan : 9 item, Komitmen terhadap
Debitur : 4 item, Komitmen terhadap Masyarakat : 6 item, Komitmen terhadap
Lingkungan : 2 item, Dewan Pengawas Syariah :11 item.
1.4.2. PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA
Perbankan Islam di Indonesia pertama kali dirintis oleh Bank Muamalat Indonesia
yang berdiri pada tahun 1991 melalui inisiatif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) serta para pengusaha Muslim Indonesia.
Sampai dengan akhir tahun 2012, terdapat 11 perbankan syariah, 24 unit syariah dan 508
kantor cabang syariah di Indonesia (Ulum, 2013).
Islam adalah falsafah hidup yang lengkap yang tidak memisahkan antara
keyakinan dan aktivitas hidup sehari-hari termasuk didalamnya kegiatan ekonomi.
Bahkan, Islam sangat menganjurkan untuk berdagang dan Muslim didorong untuk
berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi selama tidak melanggar prinsip syariah. Hal ini
mendorong munculnya Lembaga Keuangan Syariah. Sejak itu, terjadi perkembangan
yang signifikan dalam industri Lembaga Keuangan Syariah, terutama dalam beberapa
tahun terakhir. Mengikuti perkembangan industri Lembaga Keuangan Syariah yang ada,
pemerintah Malaysia akhirnya membentuk Bank Islam Malaysia Berhad pada tahun
1993 dan Bank Muamalat Berhad pada tahun 1999 (Mohammed, Nor Farizal.,
Mohd Fahmi, Fadzlina., Ahmad, Asyaari Elmiza, 2015).
Di Malaysia, jumlah sekuritas syariah telah meningkat tajam tiap tahunnya.
Terdapat lebih dari 80 persen sekuritas yang tercatat di Bursa Malaysia merupakan
sekuritas syariah. Keberadaan sekuritas syariah menjadikan Malaysia sebagai negara
dengan Pasar Modal Syariah yang terbaik di Asia (Bank Negara Malaysia, 2012).
1.5.
STUDI EMPIRIS
Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. and Dauda, C. K. (2011), menemukan bahwa
Islamic Bank of Britain (IBB) sebagai institusi yang beroperasi dengan prinsip syariah
memiliki praktek pengungkapan yang sangat rendah. Hasil penelitian mengindikasikan
bahwa dari 9 Dimensi yang diungkapkan, Dimensi Komitmen bank terhadap Debitur
memiliki pengungkapan yang tertinggi, sementara pengungkapan terendah terdapat pada
Dimensi Komitmen terhadap Lingkungan.
Rahman, R. A, Saimi, N. S. (2014), menemukan bahwa tingkat pengungkapan
aktual keseluruhan di Malaysia dan Bahrain sebesar 51.7%. Pengungkapan tertinggi
terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Debitur sebesar 77.7%, sementara yang
terendah terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Lingkungan 6.6%. Rahman, R. A,
Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014), menemukan bahwa pengungkapan aktual yang
rendah secara keseluruhan di Malaysia dan Bahrain sebesar 51.6%. Sementara untuk
masing-masing negara Bahrain memiliki pengungkapan cukup baik sebesar (56.4%)
sedangkan Malaysia hanya sebesar 47.1%.
Obid, S. N. S. And Hajj, A. F. (2011), menjelaskan bahwa hanya separuh
bank syariah yang mengungkapkan seluruh item dan sisanya hanya mengungkapkan
sebagian item pada tiap Dimensi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pengungkapan
pada 10 perbankan syariah di Malaysia cukup rendah dengan tingkat pengungkapan ratarata sebesar 47.33%. Fakta menunjukkan bahwa pengungkapan Dimensi Pinjaman
5
Kebajikan pada Bank Muamalat dan Bank Alliance cukup rendah dan tidak satupun
perbankan yang mengungkapkan dalam tentang item Sumber dan Penggunaan Zakat
pada Laporan Keuangan Tahunannya. Sebaliknya, secara penuh mengungkapkan
tentang item pengesahan oleh Dewan Pengawas Syariah terkait dengan perhitungan dan
penyaluran zakat.
Sukardi, Budi & Wijaya, Taufik. (2013). Hasil beberapa indeks identitas
etika Bank Umum Syariah Nasional Devisa, Non Devisa dan Campuran, Bank Syariah
belum memberikan hasil yang maksimal dalam melakukan kebutuhan etika bisnis di
Perbankan Syariah. Identitas etika Bank Syariah yang juga melekat pada bisnis yang
dilakukan juga berhubungan dengan komoditas yang dibisniskan, karena identitas
merupakan bagian personalitas perseroan dalam mencapai sasaran bisnis.
1.6.
RERANGKA KONSEPTUAL
Penelitian ini menguji pengungkapan Ethical Identity pada perbankan syariah di
Indonesia dan Malaysia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim yang besar,
transparansi, pengungkapan dan kepatuhan terhadap prinsip syariah merupakan elemen
yang sangat penting.
Semakin tinggi tingkat pengungkapan Ethical Identity, semakin baik pula tata
kelola perusahaan dan perusahaan semakin dianggap memiliki tanggung jawab sosial
yang tinggi (Rahman, R. A, Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014). Berdasarkan konsep
keadilan sosial, organisasi bisnis Islam dilarang untuk melakukan kegiatan yang
mengandung unsur pemerasan. Organisasi bisnis berbasis Islam juga diwajibkan untuk
berlaku adil dengan para pemangku kepentingan mereka termasuk karyawan, klien dan
semua kelompok pemangku kepentingan dalam masyarakat di mana mereka beroperasi
(Rahman, A. A. and Bukair, A. A. (2013).
Perbankan syariah, sebagai institusi sosial dan ekonomi diharapkan dapat
mengungkapkan lebih banyak mengenai dimensi-dimensi yang mencerminkan
akuntabilitas dan keadilan, tidak hanya untuk masyarakat tetapi yang paling utama
sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT (Haniffa, R. dan Hudaib, M. (2007). Maali
et al, 2006 in Rahman, A. A. dan Bukair, A. A. (2013), juga menjelaskan bahwa
akuntabilitas dalam Islam terdiri dari 2 hal yaitu akuntabilitas kepada Allah SWT dan
akuntabilitas kepada masyarakat, karena Allah SWT adalah pemilik segala dan manusia
bertanggung jawab untuk menggunakan sumber daya dengan cara yang ma’ruf.
Berdasarkan konsep ini, manusia harus mengikuti syariat dalam semua aspek
kehidupannya (Baydoun, N., and Willett, R. (2000).
Berdasarkan pengungkapan Ethical Identity Index yang dikembangkan oleh
Haniffa, R. dan Hudaib, M. (2007). Peneliti ingin menguji luas pengungkapan Ethical
Identity pada perbankan syariah di Indoensia dan Malaysia dengan menggunakan data
Laporan Keuangan Tahunan yang dipublikasikan oleh masing-masing bank.
Gambar 1. Rerangka konseptual penelitian
-
VISI DAN MISI
DEWAN KOMISARIS DAN MANAJEMEN
PUNCAK
PRODUK
PENGUNGKAPAN
ZAKAT, SHODAQOH DAN PINJAMAN
KEBAJIKAN
KOMITMEN TERHADAP KARYAWAN
KOMITMEN TERHADAP DEBITUR
KOMITMEN TERHADAP MASYARAKAT
KOMITMEN TERHADAP LINGKUNGAN
DEWAN PENGAWAS SYARIAH
PERBANKAN
SYARIAH
INDONESIA DAN
MALAYSIA
6
1. METODOLOGY PENELITIAN
1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi eksplorasi untuk mengetahui luas
pengungkapan Ethical Identity dengan menggunakan data yang terdapat dalam laporan
keuangan tahunan Bank Syariah yang ada di Indonesia dan Malaysia pada tahun 2014.
Index pengungkapan yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh Haniffa,
R. and Hudaib, M. (2007). Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, peneliti juga
menggunakan analisis konten (isi). Analisis ini diharapkan dapat memberikan hasil
penelitian yang valid dan dapat diandalkan (Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. and
Dauda, C. K. (2011).
2. SAMPEL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Indonesia dan Malaysia, dengan jumlah populasi Bank
Syariah sebanyak 27 Perusahaan.
Penarikan jumlah sampel didasarkan pada
ketersediaan data yang dibutuhkan dalam laporan keuangan pada tahun 2014. Dari
kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 27 perusahaan (sama dengan jumlah
populasi). Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
NO
1
2
3
4
5
MALAYSIA
Affin Islamic Bank Berhad
Al Rajhi Banking & Investment Corporation
(Malaysian) Berhad
Alliance Islamic Bank Berhad
AmIslamic Bank Berhad
Asian Finance Bank Berhad
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Bank Islam Malaysian Berhad
Bank Muamalat Malaysian Berhad
CIMB Islamic Bank Berhad
HSBC Amanah Malaysian Berhad
Hong Leong Islamic Bank Berhad
Kuwait Finance House (Malaysian) Berhad
Maybank Islamic Berhad
OCBC Al-Amin Bank Berhad
Public Islamic Bank Berhad
RHB Islamic Bank Berhad
Standard Chartered Saadiq Berhad
INDONESIA
PT Bank Syariah Mandiri
PT. Bank Syariah Muamalat
Indonesian
PT Bank Syariah BNI
PT Bank Syariah BRI
PT. Bank Syariah Mega
Indonesian
PT Bank Jabar dan Banten
PT Bank Panin Syariah
PT Bank Syariah Bukopin
PT Bank Victoria Syariah
PT BCA Syariah
PT Maybank Indonesian Syariah
3. INSTRUMEN PENELITIAN
Peneliti menggunakan Ethical Identity Index yang dikembangkan oleh Haniffa, R.
dan Hudaib, M. (2007) dengan cara melakukan checklist pada masing-masing item di
tiap dimensi untuk mengetahui praktek pengungkapan pelaporan sosial pada perbankan
syariah di Indonesia dan Malaysia.
7
4. PENGUMPULAN DATA
Laporan Keuangan Tahunan perbankan syariah Indonesia dan Malaysia diperoleh
secara online dari situs masing-masing bank untuk tahun 2014. Laporan Keuangan
dibaca secara lengkap untuk memperoleh data bagi masing-masing item yang
diungkapkan sebagai dasar untuk melengkapi checklist Ethical Identity.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara tingkat pengungkapan aktual
dengan tingkat pengungkapan yang ideal sebagaimana diuraikan dengan checklist, maka
digunakan Ethical Identity Index (EII). Penilaian dilakukan dengan memberikan skor 1
untuk item yang diungkapkan dalam laporan keuangan, sedangkan skor 0 diberikan
untuk item yang tidak diungkapkan dalam laporan keuangan.
5. OPERATIONALISASI VARIABEL
Pengungkapan Ethical Identity memiliki 9 Dimensi yang terdiri dari 78 item
(Haniffa, R. dan Hudaib, M., 2007) :
1. Visi dan Misi
: 9 item
2. Dewan Komisaris dan Manajemen Puncak
: 13 item
3. Produk
: 10 item
4. Zakat, Shodaqoh dan Pinjaman Kebajikan
: 14 item
5. Komitmen terhadap Karyawan
: 9 item
6. Komitmen terhadap Debitur
: 4 item
7. Komitmen terhadap Masyarakat
: 6 item
8. Komitmen terhadap Lingkungan
: 2 item
9. Dewan Pengawas Syariah
: 11 item
Total
: 78 item
Rumus Ethical Identity Index :
∑ Xij ……………………………………………………(2)
EIIj=
nj
Dimana :
EIIj : Ethical Identity Index
Xij : 1 jika item diungkapkan, 0 jika item tidak diungkapkan
nj : Jumlah item pengungkapan masing-masing dimensi
3. Hasil Pengujian dan Diskusi Hasil Penelitian
Tabel 1. Hasil Pengungkapan Ethical Identity Index pada Tahun 2014
N
Ethical Identity Index
INDONESI
o
A
1 Visi dan Misi
46%
2 Dewan Komisaris dan Manajemen Puncak
69%
3 Produk
72%
4 Zakat, Shodaqoh dan Pinjaman Kebajikan
68%
5 Komitmen terhadap Karyawan
93%
6 Komitmen terhadap Debitur
73%
7 Komitmen terhadap Masyarakat
85%
8 Komitmen terhadap Lingkungan
50%
MALAYSI
A
43%
58%
64%
53%
68%
75%
41%
13%
8
9
Dewan Pengawas Syariah
Rata-rata
60%
68%
69%
54%
ETHICAL IDENTITY INDEX
INDONESIA
MALAYSIA
69%
60%
Dewan Pengawas Syariah
Komitmen terhadap Lingkungan
Komitmen terhadap Masyarakat
13%
50%
41%
85%
75%
73%
Komitmen terhadap Debitur
68%
Komitmen terhadap Karyawan
Zakat, Shodaqoh dan Pinjaman Kebajikan
93%
53%
68%
64%
72%
Produk
58%
69%
Dewan Komisaris dan Manajemen Puncak
Visi dan Misi
43%
46%
4.1. Diskusi Hasil untuk Pengungkapan secara Keseluruhan
Tabel 1 menunjukkan Indeks pengungkapan Ethical Identity untuk 9 Dimensi pada masingmasing perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia pada tahun 2014. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara keseluruhan rata-rata pengungkapan Ethical Identity kedua negara
sebesar 61% atau berada pada level menengah. Selanjutnya, dapat dilihat juga bahwa
pengungkapan di Indonesia cukup tinggi (68%) dibandingkan dengan Malaysia (54%).
Hasil penelitian Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. dan Dauda, C. K. (2011) pada Islamic
Bank of Britain (IBB), Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. dan Dauda, C. K. (2012) pada
perbankan syariah di Saudi Arabia, Rahman, R. A, Saimi, N. S. (2014) dan Rahman, R. A,
Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014) pada perbankan syariah di Malaysia dan Bahrain, serta Obid,
S. N. S. dan Hajj, A. F. (2011) pada perbankan syariah di Malaysia menemukan bahwa secara
keseluruhan praktek pengungkapan yang dilakukan oleh perbankan syariah di negara-negara
tersebut cukup rendah.
9
Diskusi hasil penelitian tiap Dimensi
Hasil analisis pada Bank Syariah di Indonesia pada tahun 2014 menunjukkan
bahwa pengungkapan tertinggi terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Karyawan
sebesar 93% diikuti dengan Dimensi Komitmen terhadap Masyarakat sebesar 85%,
sementara pengungkapan terendah terdapat pada Dimensi Visi dan Misi sebesar 46%.
Pengungkapan perbankan syariah di Indonesia dapat dikatakan cukup baik, dimana
hanya terdapat satu dari 9 Dimensi yang berada pada level dibawah 50%. Sementara
sisanya berada pada index pengungkapan sebesar 50% bahkan lebih tinggi.
Secara keseluruhan pengungkapan tertinggi pada Bank Syariah Malaysia pada
tahun 2014 terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Debitur yaitu sebesar 75% dan
diikuti dengan Dimensi Dewan pengawas Syariah sebesar 69%, sementara
pengungkapan terendah terdapat pada Dimensi Komitmen terhadap Lingkungan yaitu
sebesar 13%. Terdapat 3 Dimensi yang berada dibawah angka 50% antara lain; Visi dan
Misi (43%), Komitmen terhadap Masyarakat (41%) dan Komitmen terhadap
Lingkungan (13%). Hasil ini menunjukkan bahwa level pengungkapan pada Bank
Malaysia cukup rendah.
Hasil yang sama juga ditemukan oleh Rahman, R. A, Saimi, N. S. (2014),yang
menunjukkan bahwa praktek pengungkapan keseluruhan di Malaysia hanya sebesar 47%
dan Rahman, R. A, Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014) menemukan bahwa
pengungkapan yang dilakukan perbankan syariah di Malaysia cukup rendah.
Selanjutnya, Obid, S. N. S. dan Hajj, A. F. (2011), menemukan bahwa pengungkapan
perbankan syariah di Malaysia hanya sebesar 47.33% saja.
Pembahasan
Tinggi rendahnya praktek pengungkapan Ethical Identity pada perbankan syariah tidak
hanya ditentukan oleh organisasi itu sendiri, namun juga ditentukan oleh peran dari otoritas
lembaga keuangan di negara tersebut. Regulasi dan pengawasan dari para regulator menjadi
faktor utama yang mendorong kepatuhan perbankan syariah terhadap aturan. Hasil penelitian
kedua negara menunjukkan bahwa praktek pengungkapan di Indonesia dan Malaysia masih
belum maksimal. Masih kurangnya upaya untuk mendorong keterbukaan dan akuntabilitas akan
cenderung menurunkan reputasi bank syariah sebagai suatu entitas bisnis yang berlandaskan
etika dan berbeda dengan sistem konvensional sehingga dibutuhkan strategi dan modal yang kuat
untuk mampu bersaing dengan perbankan konvensional terlebih dalam menghadapi tantangan
MEA, yang salah satunya adalah melalui pengungkapan Ethical Identity sebagai perwujudan dari
identitas Islam perbankan syariah.
4. SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pengujian pengungkapan Ethical Identity dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat
pengungkapan keseluruhan di Indonesia dan Malaysia sebesar 61%, yang mengindikasikan
bahwa pengungkapan di kedua negara ini masih berada pada level medium (menengah). Hasil
pengungkapan Ethical Identity belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam penerapan etika
bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah. Sebagai suatu entitas yang mengusung prinsip syariah
diharapkan perbankan syariah mampu menjadi pioneer bagi pembangunan kesejahteraan umat
khususnya bagi masyarakat Muslim. Sehingga diharapkan di masa yang akan datang perbankan
syariah lebih fokus dalam meningkatkan transparansi melalui pengungkapan Ethical Identity
10
yang tentunya akan semakin meningkatkan kepercayaan publik terhadap eksistensi dan misi
perbankan syariah sebagai entitas yang mengedepankan kemakmuran masyarakat.
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya menggunakan satu tahun observasi sehingga
diharapkan penelitian selanjutnya dapat menambah periode penelitian dan membandingkan
pengungkapan Ethical Identity Index selama beberapa tahun.
REFERENSI
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. Manama,
Bahrain: (AAOIFI).
11
Bank Negara Malaysian. (2011). List of licensed banking institutions in Malaysian.Bank
Negara Malaysian: Kuala Lumpur, Malaysian.
Bank Negara Malaysian. (2012). Building a progressive Islamic banking sector:
Charting
the way forward. Governor’s Speech at the Seminar on 10-Year Master
Plan for
Islamic.
Baydoun, N., and Willett, R. (2000). Islamic Corporate Reports. Abacus, 36(1), 71-90.
Haniffa, R. and Hudaib, M. (2007). Exploring the Ethical Identity of Islamic financial
institutions via communication in the annual reports [Special Issue]. Journal of
Business Ethics, 76 (1), 103-122.
Islamic Bank Information. (2011). History of Islamic Banking in Indonesian.
Mohammed, Nor Farizal., Mohd Fahmi, Fadzlina., Ahmad, Asyaari
Elmiza. (2015). The influence of AAOIFI Accounting Standards
in Reporting Islamic Financial Institutions in Malaysia.
INTERNATIONAL ACCOUNTING AND BUSINESS CONFERENCE 2015,
IABC 2015, Procedia Economics and Finance 31 ( 2015 ) 418 – 424.
Obid, S. N. S. And Hajj, A. F. (2011). Bank Ethical Disclosure Level : Malaysiann
Islamics Bank. Asia Pacific Journal of Accounting and Finance Volume 1 (2),
June 2011.
Rahman, A. A. and Bukair, A. A. (2013). The Influence of the Shari’ah Supervision
Board on Corporate Social Responsibility Disclosure by Islamic Banks of Gulf
Co-Operation Council Countries. Asian Journal of Business and Accounting 6(2),
2013 ISSN 1985–4064.
Rahman, R. A, Danbatta, B. L. Saimi, N. S. (2014). Corporate Ethical Identity
Disclosures: The Perceived, the Publicized and the Applied in Islamic Banks.
International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 5, No. 2, April 2014.
Rahman, R. A, Saimi, N. S. (2014). Determinants Of Ethical Identity Disclosure Among
Malaysian And Bahrain Islamic Banks. Universiti Teknologi MARA, 40450 Shah
Alam, Malaysian.
Said, R., Daud, M. Md. Radjeman, L.A. and Ismail. N. (2013). Probing Corporate
Ethical Identity of Shari’ah Compliant Companies. International Conference on
Economics and Business Research 2013 (ICEBR 2013).
Sukardi, Budi & Wijaya, Taufik. (2013). Corporate Ethical Identity Perbankan Syariah
di Indonesia. Jurnal TSAQAFAH Vol. 9, No. 2, November 2013.
Ulum, Ihyaul. (2013). iB-VAIC: Model Pengukuran Kinerja Intellectual Capital
Perbankan Syariah di Indonesian. ResearchGate.
Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. and Dauda, C. K. (2011). Social Reporting Practices Of
Islamic Banks In Saudi Arabia. International Journal of Business and Social
Science Vol. 2 No. 23 [Special Issue – December 2011].
Zubairu, U. M., Sakariyau, O. B. and Dauda, C. K. (2012). Evaluation of Social
Reporting Practices of Islamic Banks in Saudi Arabia. EJBO Electronic Journal
of Business Ethics and Organization Studies Vol. 17, No. 1 (2012).
http://www.bi.go.id.
LAMPIRAN
Visi dan Misi
PENGUNGKAPAN ETHICAL IDENTITY
1.
Komitmen beroperasi sesuai dengan prinsip
syariah
INDONESIA
82%
MALAYSIA
100%
12
2.
91%
94%
55%
31%
64%
64%
0%
44%
19%
0%
0%
0%
0%
64%
0%
100%
46%
43%
10. Nama dewan komisaris
100%
100%
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Posisi dewan komisaris
Foto dewan komisaris
Profil dewan komisaris
Kepemilikan saham dewan komisaris
Jabatan ganda oleh dewan komisaris
Keanggotaan komite audit
Komposisi dewan komisaris: eksekutif vs noneksekutif
Peran ganda: CEO adalah ketua dewan
komisaris
Nama manajemen puncak
Posisi manajemen puncak
Foto manajemen puncak
Profil manajemen puncak
100%
100%
100%
27%
36%
100%
100%
100%
31%
100%
0%
6%
100%
94%
0%
6%
100%
100%
9%
18%
69%
100%
94%
6%
13%
58%
23. Tidak ada keterlibatan dalam kegiatan nonhalal
24. Persen tase laba dari keterlibatan pada kegiatan
nonhalal
25. Alasan keterlibatan pada kegiatan nonhalal
26. Penanganan kegiatan nonhalal
27. Memperkenalkan produk baru
28. Persetujuan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
sebelum produk baru
29. Dasar konsep syariah atas produk baru
30. Daftar/definisi produk
31. Kegiatan investasi - umum
32. Kegiatan pembiayaan - umum
45%
27%
75%
6%
18%
27%
100%
100%
25%
25%
13%
100%
100%
100%
100%
100%
72%
100%
100%
100%
100%
64%
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Komitmen menyediakan returns sesuai
syariah
Fokus memaksimalkan keuntungan pemegang
saham
Melayani kebutuhan Muslim sekarang
Melayani kebutuhan Muslim masa depan
Komitmen terlibat hanya pada investasi yang
diperbolehkan Islam
Komitmen terlibat hanya pada kegiatan
pendanaan yang diperbolehkan Islam
Komitmen memenuhi kontrak melalui uqud
Apresiasi terhadap pemegang saham dan
pelanggan
Rata-rata
Dewan Komisaris
dan Manajemen
Puncak
18.
19.
20.
21.
22.
Rata-rata
Produk
Rata-rata
13
Zakat, Shodaqoh
dan Pinjaman
Kebajikan
33. Zakat yang harus dibayarkan oleh individu
27%
0%
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
91%
91%
91%
91%
18%
0%
91%
81%
81%
94%
31%
6%
0%
100%
91%
100%
91%
91%
91%
0%
25%
88%
19%
19%
68%
53%
47. Penghargaan terhadap karyawan
100%
100%
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
100%
100%
100%
55%
100%
100%
82%
100%
93%
13%
19%
100%
0%
94%
94%
94%
100%
68%
56. Kebijakan utang
100%
100%
57. Jumlah utang yang dihapuskan
58. Jenis kegiatan peminjaman - umum
59. Jenis kegiatan peminjaman - khusus
0%
100%
91%
73%
0%
100%
100%
75%
60. Menciptakan lapangan kerja
100%
100%
61. Dukungan bagi organisasi yang memberikan
manfaat bagi masyarakat
62. Partisipasi dalam kegiatan sosial pemerintah,
100%
31%
100%
31%
41.
43.
44.
45.
46.
Bank bertangung jawab untuk zakat
Jumlah yang dibayarkan untuk zakat
Sumber dana zakat
Penggunaan dana zakat
Saldo zakat yang tidak didistribusikan
Alasan adanya saldo zakat
Pengesahan oleh Dewan Pengawas Syariah
bahwa sumber dan penggunaan zakat sudah
sesuai dengan prinsip syariah
Pengesahan oleh Dewan Pengawas Syariah
bahwa zakat telah dibayarkan sesuai dengan
prinsip syariah
Penggunaan dana shodaqoh
Sumber dana pinjaman kebajikan
Penggunaan dana pinjaman kebajikan
Kebijakan untukdana pinjaman kebajikan yang
tidak kembali
Rata-rata
Komitmen terhadap
Karyawan
Jumlah karyawan
Kebijakan kesetaraan peluang karir
Kesejahteraan karyawan
Pelatihan : Kesadaran tentang syariah
Pelatihan : lain-lain
Pelatihan : skema perekrutan
Training : Keuangan
Imbalan bagi karyawan
Rata-rata
Komitmen terhadap
Debitur
Rata-rata
Komitmen terhadap
Masyarakat
14
63. Mensponsori kegiatan masyarakat
64. Komitmen terhadap peran sosial
65. Penyelenggaraan konferensi ekonomi Islam
100%
100%
9%
85%
31%
31%
19%
41%
66. Jumlah dan sifat sumbangan atau kegiatan yang
dilakukan untuk melindungi lingkungan
67. Proyek-proyek yang dibiayai oleh bank yang
mungkin menyebabkan kerusakan lingkungan
100%
25%
0%
0%
50%
13%
68. Nama DPS
91%
100%
69.
70.
71.
72.
73.
91%
91%
91%
91%
55%
38%
100%
100%
100%
100%
55%
100%
0%
6%
0%
0%
6%
6%
91%
100%
60%
69%
Rata-rata
Komitmen terhadap
Lingkungan
Rata-rata
Dewan Pengawas
Syariah
74.
75.
76.
77.
78.
Rata-rata
Foto DPS
Remunerasi DPS
Laporan ditandatangani oleh semua DPS
Jumlah rapat yang diadakan
Pemeriksaan keseluruhan transaksi (sebelum
dan sesudah)
Pemeriksaan sampel transaksi (sebelum dan
sesudah)
Laporan atas produk yang cacat (spesifik dan
rinci)
Rekomendasi atas produk yang cacat
Tindakan yang diambil manajemen atas produk
yang cacat
Pembagian keuntungan dan kerugian sesuai
dengan syariah
15