USULAN RANCANGAN PERBAIKAN MEJA DAN KURSI BELAJAR SISWA SLTP DITINJAU DARI ASPEK
USULAN RANCANGAN PERBAIKAN MEJA DAN KURSI BELAJAR SISWA SLTP DITINJAU DARI ASPEK ERGONOMI
( STUDI KASUS SLTP N 6 WONOGIRI )
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
IWAN BUDI LAKSONO
I 0302621
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr.Wb Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah dilimpahkan-Nya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Pada kesempatan ini saya juga mengucapan terima kasih kepada pihak- pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, antara lain :
1. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret.
2. Bapak Taufiq Rochman, STP, MT., selaku Dosen Pembimbing I yang sangat membantu dalam penelitian serta pembuatan laporan ini.
3. Bapak Retno Wulan Damayanti ST, MT., selaku Dosen Pembimbing II yang sudah membimbing dan senantiasa menyediakan waktunya selama penyusunan tugas akhir ini.
4. Bapak Bambang Suhardi, ST, MT. dan Ibu Azizah Aisyati, ST, MT., selaku Dosen Penguji atas semua saran bagi perbaikan laporan skripsi ini.
5. Bapak Taufiq Rochman, ST, MT., selaku dosen pembimbing akademik
6. Bapak Drs ngatijo, MPd selaku kepala sekolah SLTP N 6 Wonogiri yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian.
7. Keluarga yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari jauh.
8. Teman seperjuangan di Teknik Industri, semoga semuanya sukses selalu, amiin.
Semoga apa yang penulis sampaikan dalam laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkan. Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb
Surakarta, Januari 2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi :
USULAN RANCANGAN PERBAIKAN MEJA DAN KURSI BELAJAR SISWA SLTP DITINJAU DARI ASPEK ERGONOMI
Ditulis Oleh : IWAN BUDI LAKSONO
I 0302621
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Taufiq Rochman, STP, MT Retno Wulan Damayanti, ST, MT NIP. 19701030 199802 1001
NIP. 19800306 200501 2002
Ketua Program S-1 Non Reguler Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik UNS
Taufiq Rochman, STP, MT NIP. 19701030 199802 1001
Pembantu Dekan I Ketua Jurusan Fakultas Teknik UNS
Teknik Industri Fakultas Teknik UNS
LEMBAR VALIDASI
Judul Skripsi :
USULAN RANCANGAN PERBAIKAN MEJA DAN KURSI BELAJAR SISWA SLTP DI TINJAU DARI ASPEK ERGONOMI
Ditulis Oleh : IWAN BUDI LAKSONO
I 0302621
Telah disidangkan pada hari Jumat tanggal 10 September 2009 Di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan
Dosen Penguji
1. Bambang Suhardi, ST, MT NIP. 19740520 200012 1001
2. Azizah Aisyati, ST, MT NIP.19720318 199702 1001
Dosen Pembimbing
1. Taufiq Rochman, STP, MT
Iwan Budi Laksono. NIM. I 0302621 USULAN RANCANGAN PERBAIKAN
MEJA DAN KURSI BELAJAR SISWA SLTP DITINJAU DARI ASPEK
ERGONOMI STUDI KASUS SLTP N 6 WONOGIRI. Skripsi Surakarta :
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Januari 2010
Meja dan kursi belajar merupakan sarana proses belajar mengajar di sekolah. Ketidaksesuaian meja dan kursi belajar siswa yang ada dengan aspek ergonomi dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada diri siswa, misal meja dan kursi sekolah tidak sesuai dengan dimensi tubuh siswa antara lain dapat mengakibatkan anak cepat mengalami kelelahan, kurang konsentrasi dan sakit pada bagian tubuh waktu kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ketidaksesuaian meja dan kursi belajar dengan dimensi tubuh siswa terjadi di SLTP N 6 wonogiri. Berdasarkan observasi studi kasus dengan menggunakan kuisoner di SLTP N 6 wonogiri, 80% dari responden menyatakan bahwa posisi duduknya tidak nyaman. Berdasarkan kuisoner Nordic Body Map, yang disebarkan kepada 90 responden dalam studi pendahuluan ketidaknyamanan tersebut menimbulkan keluhan sakit pada anggota tubuh antara lain Tengkuk 88,89%, Punggung 66,67%, Bahu 66,67%, pinggang 88,89%, Pantat 77,78%.
ketidaksesuaian antara sarana belajar dengan anatomi tubuh adalah dimensi ketinggian alas meja saat ini terlalu rendah dan tiada sudut kemiringan, sehingga saat siswa melakukan aktivitas belajar harus menyesuaikan ketinggian. Permasalahan lainya adalah dimensi ketinggian laci meja di nilai kurang memberikan keleluasaan dalam penempatan jarak di antara pijakan kaki dengan permukaan dasar laci, sehingga menyebabkan siswa berkaki panjang kurang memperoleh kenyamanan. Permasalahan terakhir adalah kaki meja belakang menganggu keleluasaaan siswa saat mengeser kursi.
Pemecahan masalah adalah pertama agar ketinggian alas meja dapat di pakai siswa dari kelas 1 sampai kelas 3 SLTP maka besarnya nilai antropomeri yang di gunakan adalah nilai tinggi popliteal persentil 50, di tambah tinggi siku duduk persentil 50 dan di tambah tebal paha persentil 95 dengan sudut kemiringan 12° adanya sudut tersebut akan menghasilkan peningkatan signifikan tanpa adanya jatuhnya obyek terlalu miring. Untuk memperoleh kenyamanan dan kelongaran kaki dalam duduk maka di perlukan dimensi tinggi popliteal persentil
50 di tambah tebal paha persentil 95. Untuk memperoleh keleluasaan kaki perlu gabungan dimensi 2 kali siku sampai ujung jari persentil 5 dan panjang telapak kaki persentil 50 sehingga di dapatkan keleluasaan kaki saat bersandar.
Kata kunci : meja kursi sltp, kuisoner nordic, antropomeri, ergonomi xi + 150 halaman; 36 gambar; 11 tabel; 3 lampiran. Daftar pustaka : 11 (1986-2007)
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan serta sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Ergonomi yaitu suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang di inginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman, dan nyaman (Wignjosoebroto S, 1995). Pada lingkungan sekolah, konsep ergonomi di aplikasikan antara lain terhadap sarana dan prasarana yang digunakan siswa dalam proses belajar mengajar. Meja dan kursi belajar merupakan sarana proses belajar mengajar di sekolah. Ketidaksesuaian meja dan kursi belajar siswa yang ada dengan aspek ergonomi dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada diri siswa, misal meja dan kursi sekolah tidak sesuai dengan dimensi tubuh siswa antara lain dapat mengakibatkan anak cepat mengalami kelelahan, kurang konsentrasi dan sakit pada bagian tubuh waktu kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Ketidaksesuaian meja dan kursi belajar dengan dimensi tubuh siswa terjadi di SLTP N 6 wonogiri. Berdasarkan observasi studi kasus dengan menggunakan kuisoner di SLTP N 6 wonogiri, 80% dari responden menyatakan bahwa posisi duduknya tidak nyaman. Ketidaknyaman tersebut antara lain ketinggian laci meja tidak sesuai dengan ketinggian lutut siswa sehingga menimbulkan kesemutan pada bagian kaki, kaki bagian belakang meja Ketidaksesuaian meja dan kursi belajar dengan dimensi tubuh siswa terjadi di SLTP N 6 wonogiri. Berdasarkan observasi studi kasus dengan menggunakan kuisoner di SLTP N 6 wonogiri, 80% dari responden menyatakan bahwa posisi duduknya tidak nyaman. Ketidaknyaman tersebut antara lain ketinggian laci meja tidak sesuai dengan ketinggian lutut siswa sehingga menimbulkan kesemutan pada bagian kaki, kaki bagian belakang meja
Berdasarkan adanya permasalahan tersebut, maka perlu di lakukan perbaikan fasilitas belajar siswa yaitu dengan melakukan perancangan ulang meja dan kursi siswa SLTP berdasarkan konsep ergonomi. Adanya rancangan baru diharapkan dimensi meja dan kursi lebih sesuai dengan dimensi tubuh siswa, Sehingga siswa dapat dapat belajar di sekolah lebih nyaman.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang ulang meja dan kursi belajar siswa SLTP yang ergonomis.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah merancang ulang meja dan kursi belajar sehingga didapatkan fasilitas belajar SLTP yang ergonomis
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dalam penelitian ini menghasilkan rancangan meja dan kursi yang ergonomis bagi pihak SLTP.
Untuk memfokuskan agar masalah tidak meluas dan menyimpang dari sasaran dan lebih terarah, maka dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah meliputi :
1. Tidak membahas masalah biaya dari perancangan
2. Nilai persentil yang digunakan dalam perancangan meja dan kursi sekolah ini
adalah P 5 ,P 50 dan P 95
3. Nilai selang kepercayaan dan derajat kebebasan yang dipakai masing-masing 95% dan 5%.
4. Dalam penelitian ini hanya sampai pada perancangan produk dalam bentuk gambar dan animasi
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan pada penyusunan laporan tugas akhir ini, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, asumsi serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dan terkait langsung dengan perancangan meja dan kursi sekolah khususnya pada cabang disipilin ilmu ergonomi, antara lain antropometri dan dinamika posisi duduk.
Pada bab ini dijelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dan langkah-langkah pengolahan data melalui diagram metodologi penelitian.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini dimulai dengan pengumpulan data-data yang diperoleh sehingga dapat dipergunakan dalam evaluasi, kemudian dilanjutkan ke tahap pengolahan data serta hasil perancangan ulang meja dan kursi.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini berisi analisis terhadap hasil perhitungan dan interpretasi hasil pengolahan data yang telah dilakukan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini dikemukakan berbagai kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta dikemukakan pula saran- saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut dan bagi sekolah yang bersangkutan tempat dilakukannya penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GAMBARAN UMUM SEKOLAH
SLTP N 6 Wonogiri merupakan salah satu sekolah favorit menengah pertama di kawasan kabupaten wonogiri pertama kali di dirikan pada tahun 1956
Wonogiri (Telp; 0273-321-308). SLTP N 6 Wonogiri terdiri dari delapan belas ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu ruang aula, satu ruang koprasi, satu ruang OSIS, satu laburatorium komputer, satu laboratorium multimedia, satu laburatorium IPA. Dengan jumlah guru pengajar terdiri dari 54 tenagaa pendidik dan jumlah siswa 722 orang dari kelas 1-3 adapun visi, misi dan struktur organisasi akan di jelasakan dan di gambarkan sebagai berikut Visi : Beriman , Bertaqwa, Berprestasi, Berdaya saing, berbudaya Indikator
1. Terwujudnya lulusan yang cerdas, berprestasi, beriman, berbudaya
2. Terselengaranya kegiatan olah raga berprestasi di sekolah
3. Terwujudnya kegiatan seni budaya yang unggul di sekolah
4. Terwujudnya kegitan keagamaan yang rutin dan tertib di sekolah
5. Terwujudnya sikap dan perilaku yang santun, jujur, dan disiplin di sekolah
6. Terwujudnya kegiatan ketrampilan yang beriorentasi kecakapan hidup di sekolah
7. Terciptanya lingkungan sekolah yang nyaman, aman, rindang, asri, bersih, dan kondusif
Misi Sekolah
1. Mewujudkan pendidikan yang berkualitas, kreatif, inivatif, beriorentasi kecakapan hidup yang berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan yang maha Esa
2. Memberdyakan tenaga pendidik dan tenaga pendidikan secra optimal, penuh keteladanan dengan etos kerja yang tinggi
6. Mewujudkan budaya sekolah yang dapat membentuk sikap-sikap terpuji bagi seluruh warga sekolah
7. Menyelengarakan kegiatan ketrampilan TIK yang kompetitif
8. menciptakan kondisi kebersihan, keindahan, keamanan, ketertiban, kerapian, kerindangan dan kekeluargaan yang mantap
9. Mewujudkan keterbukaan dengan semua pihak dalam membawa sekolah ke arah kemajuan
Gambar 2.1 Struktur Organisasi SLTP N 6 Wonogiri periode 2008 /2009
2.2 ERGONOMI
Istilah “ergonomi“ berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga “Human Factors”. Ergonomi juga digunakan oleh berbagai macam ahli profesional pada bidangnya misalnya: ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk industri, fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan, psikologi dan teknik industri. (Definisi diatas adalah berdasar pada International Ergonomics Association). Selain itu ergonomi juga dapat diterapkan untuk bidang fisiologi, psikologi, perancangan, analisis, sintesis, evaluasi proses kerja dan produk bagi wiraswastawan, manajer, pemerintahan, militer, dosen dan mahasiswa (Nurmianto, 1991)
Definisi atau pengertian penting sebagai wawasan kita dalam menggunakan istilah. McCormick (1987) mendefinisikan pengertian ergonomi ini dalam 3 tahap sebagai berikut :
a) Fokus ustama dari ergonomi berkaitan dengan pemikiran manusia dalam mendesain peralatan, fasilitas dan lingkungan yang dibuat oleh manusia, yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupannya.
b) Tujuan dari ergonomi dalam mendesain peralatan, fasilitas dan lingkungan yang dibuat oleh manusia ada 2 hal :
1. Untuk meningkatkan efektifitas fungsional penggunanya
2. Untuk mempertahankan atau meningkatkan human value tertentu misalnya kesehatan, keselamatan dan kepuasan.
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan/lorong (acces ways), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain. Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya: desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga (visual display unit station).
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, 2004), yaitu:
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Secara ringkas ergonomi dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman.
Menurut Sutalaksana (1996) Untuk mempermudah proses mempelajari ergonomi, di bagi menjadi hal-hal sebagai berikut :
a. Penyelidikan mengenai display
Dalam hal ini diselidiki tentang aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja dan kemudian mempelajari cara mengukur dari setiap aktivitas tersebut, dimana penyelidikan ini banyak berhubungan dengan biomekanik.
c. Penyelidikan mengenai tempat kerja Agar diperoleh tempat kerja yang baik, dalam arti kata sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Hal-hal yang bersangkutan dengan tubuh manusia dalam hal ini dipelajari dalam antropometri.
d. Penyelidikan mengenai lingkungan fisik Yang dimaksud dengan lingkungan fisik disini meliputi ruangan dan fasilitas- fasilitas yang digunakan oleh manusia, serta kondisi-kondisi lingkungan kerja yang keduanya banyak dipengaruhi oleh tingkah laku manusia.
Banyak penerapan ergonomi yang hanya berdasar sekedar “common sense ” (dianggap suatu hal yang sudah biasa terjadi), dan hal itu benar, jika sekirannya suatu keuntungan yang besar bisa didapat hanya sekedar dengan penerapan suatu prinsip sederhana. Hal ini biasanya merupakan kasus dimana ergonomi belum dapat diterima sepenuhnya sebagai alat untuk proses desain, akan tetapi masih banyak aspek ergonomi yang jauh dari kesadaran manusia. Penerapan ergonomi harus diikuti dengan pendekatan ilmiah, hal tersebut berguna untuk mendapatkan perancangan produk yang optimum tanpa harus mengalami “trial and error ”. Suatu hal yang vital pada penerapan ilmiah untuk ergonomi adalah “Antropometri” (kalibrasi tubuh manusia). Dalam hal ini terjadi penggabungan dan pemakaian data antropometri dengan ilmu-ilmu statistik yang menjadi prasyarat utamanya.
2.3 ANTROPOMETRI
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berati ukuran. Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut pengukuran tubuh manusia khususnya dimensi tubuh (Wignjosoebroto S., 2000).
Secara definisi antropometri dapat dinyatakan sebagai studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar dan sebagainya) berat dan lain- lainnya. Antropometri secara luas digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomi dalam proses perancangan (desain) produk maupun sistem kerja yang memerlukan interaksi manusia (Wignjosoebroto S., 2000).
Antropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain .
2.3.1 Data Antropometri Dan Cara Pengukurannya
Manusia pada umumnya berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia (Wignjosoebroto S., 2000) yaitu:
a. Umur, Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Setelah itu, tidak lagi akan terjadi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi pertumbuhan menurun ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
b. Jenis kelamin (sex), Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.
c. Suku/bangsa (etnic), Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnic akan memiliki karakteristik fisik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dimensi tubuh suku bangsa negara Barat pada umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar daripada dimensi c. Suku/bangsa (etnic), Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnic akan memiliki karakteristik fisik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dimensi tubuh suku bangsa negara Barat pada umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar daripada dimensi
e. Posisi tubuh (posture), Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh karena itu harus posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran.
Berkaitan dengan posisi tubuh manusia antropometri dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Antropometri statis (structural body dimensions), Pengukuran manusia pada posisi diam dan linier pada permukaan tubuh. Ada beberapa metode pengukuran tertentu agar hasilnya representative Disebut juga pengukuran dimensi struktur tubuh dimana tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi atau panjang lutut pada saat berdiri atau duduk, panjang lengan, dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan percentile tertentu seperti 5-th percentile, 50-th percentile dan 95-th percentile.
b. Antropometri dinamis (functional body dimensions), Antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya. Hasil yang diperoleh merupakan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan- gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja. Terdapat tiga kelas pengukuran antropometri dinamis, yaitu:
Contoh : Jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat bekerja, yang dilakukan dengan berdiri atau duduk.
3. Pengukuran variabilitas kerja. Contoh : Analisis kinematika dan kemampuan jari-jari tangan dari seorang
juru ketik atau operator komputer.
2.3.2 Aplikasi Distribusi Normal dan Pengukuran Data Antropometri
Data antropometri jelas diperlukan supaya rancangan suatu produk dapat sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Permasalahan akan adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah diatasi bilamana kita mampu merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu suai” (adjustable) dengan suatu rentang ukuran tertentu (Wignjosoebroto S., 2000). Penerapan distribusi normal dalam penetapan data antropometri untuk perancangan alat bantu ataupun stasiun kerja seperti terlihat pada gambar 2.2 berikut ini.
N( x , X)
Penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean, x ) dan simpangan standarnya (standar
deviation, X ) dari data yang ada. Percentiles dapat ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Percentile adalah suatu nilai yang menunjukkan prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai tersebut. Sebagai contoh, 95-th percentile akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut; sedangkan 5-th percentile akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran itu. Dalam antropometri, angka 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang “terbesar” dan 5-th percentile sebaliknya akan menunjukkan ukuran “terkecil”.
Persentil 50 yang merupakan nilai dari suatu rata-rata, merupakan nilai yang membagi data menjadi dua bagian, yaitu yang berisi data bernilai terkecil dan terbesar masing-masing sebesar 50% dari keseluruhan nilai tersebut. Persentil ke-50 memberi gambaran yang mendekati nilai rata-rata ukuran dari suatu kelompok tertentu. Suatu kesalahan yang serius pada penerapan suatu data adalah dengan mengasumsikan bahwa setiap ukuran pada persentil ke-50 mewakili pengukuran manusia rata-rata pada umumnya, sehingga sering digunakan sebagai pedoman perancangan. Kesalahpahaman yang terjadi dangan asumsi tersebut mengaburkan pengertian atas makna 50% dari kelompok. Sebenarnya tidak ada yang dapat disebut “manusia rata-rata”. Ada dua hal penting yang harus selalu diingat bila menggunakan persentil. Pertama, suatu presentil antropometri dari tiap individu hanya berlaku untuk satu data dimensi tubuh saja. Hal dapat merupakan data tinggi badan atau data tinggi duduk. Kedua, tidak dapat dikatakan seseorang memiliki persentil yang sama, ke-95 atau ke-90 atau ke-5, untuk keseluruhan dimensi tubuhnya. Hal ini hanya nerupakan gambaran dari suatu makhluk dalam khayalan, karena seseorang dengan presentil ke-50 untuk data tinggi badannya, dapat saja memiliki presentil ke-40 untuk data tinggi lututnya,
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Jenis Precentile dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal
Sumber: Wignjosoebroto S., 2000
Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja diperlukan informasi tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu diukur seperti terlihat pada gambar 2.3 dibawah ini.
Gambar 2.3 Data Antropometri Untuk Perancangan Produk atau Fasilitas Sumber: Wignjosoebroto S., 2000
Keterangan gambar 2.3, yaitu:
1 = dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung kepala)
2 = tinggi mata dalam posisi berdiri tegak
3 = tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak
4 = tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)
5 = tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan)
6 = tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk pantat sampai dengan kepala)
7 = tinggi mata dalam posisi duduk
8 = tinggi bahu dalam posisi duduk
9 = tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)
10 = tebal atau lebar paha
11 = panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut
12 = panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan. bagian belakang dari lutut atau betis
13 = tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk
14 = tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha
15 = lebar dari bahu (bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk)
16 = lebar pinggul ataupun pantat
19 = panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus
20 = lebar kepala
21 = panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari
22 = lebar telapak tangan
23 = lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri- kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar)
24 = tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal)
25 = tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya
nomor 24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukkan dalam gambar)
26 = jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan
2.4 DINAMIKA POSISI DUDUK
Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan dengan mempelajari sistem penyangga dan keseluruhan struktur tulang yang terlibat di dalam geraknya. Menurut Tichauer, “sumbu penyangga dari batang tubuh yang diletakkan dalam posisi duduk adalah sebuah garis pada bidang datar koronal, melalui titik terendah dari tulang duduk (ischial tuberotisies) di atas permukaan tempat duduk”. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar 2.4 di bawah.
Gambar 2.4 Potongan Tulang Duduk (Ischial Tuberotisies) Posisi Duduk
Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003
Pengamatan Branton pertama menunjukkan bahwa 75% dari keseluruhan berat badan hanya disangga oleh daerah seluas 4 inci 2 atau 26 cm 2 persegi dari tulang duduk ini. Data lain menunjukkan bahwa gaya tekan (kompresi) yang terjadi pada daerah-daerah kulit pantat dan landasan kursi yang keras besarnya sekitar 40 sampai 60 psi, sedangkan tekanan pada jarak beberapa inci besarnya hanya 4 psi. Tekanan-tekanan ini menimbulkan perasaan lelah dan tidak nyaman, serta menyebabkan subyek mengubah posisi duduknya agar mencapai kondisi yang nyaman. Bertahan pada posisi duduk dalam jangka waktu yang lama tanpa mengubah-ubah posisinya, di bawah tekanan kompresi yang terjadi, dapat menyebabkan kurangnya aliran darah pada suatu daerah (ischemia), gangguan pada sirkulasi darah, menyebabkan nyeri, sakit dan rasa kebal (mati rasa).
Pengamatan Branton yang kedua menunjukkan bahwa secara struktural, tulang duduk membentuk sistem penopang atas dua titik yang pada dasarnya tidak stabil. Oleh karenanya, landasan tempat duduk saja tidak cukup untuk menciptakan kestabilan. Secara teoritis, kaki, telapak kaki dan punggung, yang juga bersinggungan dengan bagian lain dari tempat duduk selain dari bagian landasannya, seharusnya juga dapat turut menciptakan kestabilan yang dimaksud.
Sebenarnya titik pusat gaya berat dari tubuh pada posisi duduk tegak lurus terletak sekitar 1 inci atau 2,5 cm di depan pusar, seperti ditunjukkan pada gambar 2.5. Branton mengungkapkan bahwa sistem massa pada keberadaannya memang tidak stabil di atas tempat duduk (Panero J dan Zelnik M., 2003)
Gambar 2.5 Pusat Gaya Berat Manusia Pada Posisi Duduk
Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003
2.5 SIKAP DUDUK
Melakukan pekerjaan di kantor, di sekolah, di pabrik, di pasar, dan di rumah tidak terlepas dari posisi duduk. Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri, karena hal ini dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang bekerja sambil duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif, disamping itu operator tersebut juga lebih kuat bekerja dan oleh karena itu lebih cekatan dan mahir. Namun sikap duduk yang salah akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Demikian juga dengan anak-anak sekolah yang sebagian besar waktunya digunakan untuk berada dibangku sekolah. Apabila kejadian pada industri terjadi pada anak-anak sekolah, maka akan dapat mengakibatkan kelainan pada susunan tulang belakang dan gangguan-gangguan lainnya.
2.5.1 Duduk Lama Menyebabkan Nyeri Pinggang Bawah
Duduk lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Terutama bila duduk dengan posisi terus membungkuk. Posisi itu menimbulkan tekanan tinggi pada bantalan syaraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus. Seseorang yang melakukan pekerjaan dengan sikap duduk yang salah akan menderita pada bagian punggungnya. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri atau berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut 100%, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mancapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk kedepan menyebabkan tekanan tersebut mencapai 190%. Sikap duduk tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang dari pada sikap duduk yang condong Duduk lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Terutama bila duduk dengan posisi terus membungkuk. Posisi itu menimbulkan tekanan tinggi pada bantalan syaraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus. Seseorang yang melakukan pekerjaan dengan sikap duduk yang salah akan menderita pada bagian punggungnya. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri atau berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut 100%, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mancapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk kedepan menyebabkan tekanan tersebut mencapai 190%. Sikap duduk tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang dari pada sikap duduk yang condong
Hal-hal yang harus dihindari selama duduk supaya tidak terjadi nyeri pinggang bawah antara lain jangan duduk pada kursi yang terlalu tinggi, duduk dengan membengkokkan pinggang, atau duduk tanpa sandaran di pinggang bawah (pendukung lumbar). Selain itu, selama duduk perlu menghindari duduk dengan mencondongkan kepala kedepan karena dapat menyebabkan gangguan pada leher, duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan leher.
2.5.2 Sikap Duduk Yang Benar
Sikap duduk yang benar sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada di belakang serta pantat menyentuh belakang kursi. Seluruh lengkung tulang belakang harus terdapat selama duduk. Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki bila perlu) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang dan jaga agar kedua kaki tidak menggantung. Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi atau meja, juga bahu tetap rileks.
Berkaitan dengan adanya pengaruh sikap duduk yang salah terhadap tulang punggung, berikut digambarkan bentuk tulang punggung dilihat dari sikap duduk terlihat pada gambar 2.6 dibawah.
Gambar 2.6 Bentuk Tulang Punggung Dilihat Dari Sikap Duduk
Sumber : http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/ Keterangan gambar 2.3, yaitu:
A = Normal (Kelenturan normal/alami, tidak ada tekanan pada cakram tulang belakang),
B = Kifosis (tulang punggung terlalu bengkok kebelakang, cakram terjepit),
C = Lordosis (tulang punggung bengkok ke depan, cakram terjepit),
D = Skoliosis (tulang punggung bengkok ke kiri dan kanan, cakram terjepit)
2.6 PERANCANGAN KURSI
Tempat duduk yang nyaman untuk digunakan untuk jangka waktu yang lama adalah tempat duduk yang memperhatikan juga faktor kepuasan psikologis.
2.6.1 Pendekatan-Pendekatan Untuk Perancangan Kursi
Menurut Nurmianto (1991), pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam perancangan kursi antara lain:
a. Merancang penyangga lumbar pada posisi duduk Pendekatan ini menekankan pada ketentuan dari sandaran punggung yang dapat disetel untuk menyangga daerah lumbar atau daerah yang lebih rendah pada tulang belakang. Ini dapat mengurangi usaha otot yang diperlukan untuk
Persyaratan adanya bantalan punggung akan bermanfaat untuk mengatasi sakit punggung. Banyak sandaran tempat duduk (pesawat terbang, teater,dll) yang tidak mempunyai penyangga empuk yang berguna sebagai bantalan penyangga. Kursi eksekutif saat ini umumnya dikembangkan dengan penyangga ruas belakang bagian bawah (lumbar), sedangkan tempat duduk mobil yang dapat disetel semakin banyak dikagumi.
b. Perancangan tempat duduk yang miring kedepan Pada umumya permukaan duduk dimiringkan sekitar 5 0 kearah belakang untuk
mengurangi kemungkinan operator meluncur kedepan. Mandal (1981)
0 memperkirakan kemiringan bangku kedepan sampai 15 0 dari permukaan, 20 dari lekukan lumbar. Oleh karena itu perancangan kursi harus lebih sedikit
miring kedepan dengan tujuan agar operator merasa condong dengan meja kerja sehingga akan lebih mudah untuk melakukan aktivitas diatas meja kerja.
c. Postur Duduk Berlutut Kursi keseimbangan adalah suatu hasil logika terhadap problema dari perubahan tekukan tulang belakang jika duduk. Perputaran pinggul dapat dikurangi dengan cepat dan rotasi pinggul hampir dapat dihilangkan. Akan tetapi kelemahannya seseorang akan dapat meluncur pada kursi ini jika kursi model seperti ini tidak dilengkapi sandaran untuk lutut. Kursi keseimbangan banyak menawarkan kenyamanan pada penderita nyeri atau sakit punggung, namun kursi ini juga menimbulkan banyak masalah seperti :
1) Kesulitan untuk perubahan sikap duduk
2) Tekanan pada lutut
3) Putaran dari kaki dan ibu jari kaki
d. Perancangan sudut sandaran kursi sampai suatu posisi “semi-reclining” Hal ini akan mengurangi reaksi pada berat badan bagian atas sepanjang punggung, dan sepanjang tulang belakang. Suatu sandaran punggung yang sesuai untuk kursi panjang (kursi malas) dan yang paling penting lagi untuk
Ukuran-ukuran kursi seharusnya didasarkan pada data antropometri yang sesuai, dan ukuran-ukurannya ditetapkan. Penyesuaian tinggi dan posisi sandaran punggung sangat diharapkan, tetapi belum praktis dalam banyak keadaan (transportasi umum, gedung-gedung pertunjukkan, restoran, dan-lain-lain). Dalam pemilihan ukuran kursi harus diperhatikan jangkauan penyesuaian untuk tinggi tempat duduk. Adapun dalam hal ini dibedakan menjadi :
a. Kursi Rendah, yang digunakan pada bangku dan meja (desk and tables) Tujuan perancangan kursi ini adalah membiarkan kaki untuk istirahat langsung diatas lantai dan menghindari tekanan pada sisi bagian bawah paha. Terlalu rendahnya sebuah tempat duduk akan dapat menimbulkan masalah- masalah baru pada tulang belakang. Menurut Panero J dan Zelnik M jika suatu landasan tempat duduk terlalu rendah dapat menyebabkan kaki condong menjulur ke depan, menjauhkan tubuh dari keadaan stabil dan akan menjauhkan punggung dari sandaran sehingga penopangan lumbar tidak terjaga dengan tepat, seperti yang ditunjukkan gambar 2.7. Oleh karena itu ukuran antropometri membentuk dasar untuk tinggi tempat duduk yang jaraknya dari tumit kaki sampai permukaan yang lebih rendah dari paha
disamping lutut dengan lekukan pada sudut 90 0 .
Gambar 2.7 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Rendah
Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003
Ketebalan sol sepatu dapat di tambah dalam hal ini dengan memberikan suatu tinggi tempat duduk yang maksimum. Untuk menghindari kompresi paha
diharapkan tinggi tempat duduk adalah 5 th persentil wanita dan 95 persentil pria. Untuk tinggi tempat duduk yang tetap dapat menyebabkan kesalahan
th
pada ketinggian yang rendah.
Gambar 2.8 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Tinggi
Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003
Sebuah gambaran dari susunan dasar kursi yang menjamin bahwa penyangga lumbar yang baik akan tersedia dan hal ini memberikan variasi yang mudah dari sikap duduk dengan permukaan tempat duduk yang horisontal dan tingginya dapat dengan mudah disetel, seperti terlihat pada gambar 2.9 dibawah.
Gambar 2.9 Perancangan Kursi Duncan
Sumber : Nurmianto, 1991
b. Kursi yang tinggi Tinggi bangku untuk pekerjaan sambil berdiri didasarkan pada tinggi siku saat berdiri. Bangku-bangku seperti ini diharapkan dapat dirancang, namun bangku ini tidak dapat digunakan setiap waktu. Kursi tinggi dengan tinggi tempat duduk yang dapat disetel dapat menyangga badan bagian atas sedemikian rupa sehingga tinggi siku berada beberapa sentimeter diatas pekerjaan. Ukuran yang biasanya ada dalam antropometri adalah jarak vertikal dari titik terendah dari tekukan siku sampai permukaan untuk duduk yang horisontal. Masalah utama yang timbul dari kursi seperti ini adalah terbatasnya gerak untuk lutut. Perancangan ulang untuk kursi yang memiliki ruang untuk lutut lebih diinginkan. Jelasnya sebuah sandaran kaki merupakan bagian yang paling penting dari suatu kursi yang tinggi, tanpa sandaran tersebut beban kaki bagian bawah akan dipindahkan pada sisi dalam dari lipat paha. Sandaran kaki seharusnya dapat disetel untuk tinggi yang tidak bergantung pada tinggi tempat duduk, untuk panjang kaki yang lebih rendah. Berikut adalah contoh kursi tinggi yang banyak digunakan di industri terlihat pada gambar 2.10 di bawah.
Gambar 2.10 Kursi Tinggi Yang Banyak Digunakan Di Industri
Sumber : Nurmianto, 1991
c. Kedalaman Tempat Duduk Pertimbangan dasar lainnya dari perancangan sebuah kursi adalah kedalaman landasan tempat duduk. Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar, bagian depan dari permukaan atau ujung dari tempat duduk tersebut akan menekan daerah tepat dibelakang lutut, memotong peredaran darah pada bagian kaki, seperti ditunjukkan pada gambar 2.11 di bawah.
Gambar 2.11 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Lebar
Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003
Gambar 2.12 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Sempit
Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003
2.7 KRITERIA KURSI YANG IDEAL
Perancangan kursi kerja harus dikaitkan dengan jenis pekerjaan, posture yang diakibatkan, gaya yang dibutuhkan, arah visual (pandangan mata), dan kebutuhan akan perlunya merubah posisi (postur). Kursi tersebut haruslah terintegrasi dengan bangku atau meja.
Kursi untuk kerja dengan posisi duduk adalah dirancang dengan metode “floor-up” yaitu berawal pada permukaan lantai, untuk menghindari tekanan dibawah paha. Setelah ketinggian kursi dapat ditentukan kemudian barulah menentukan ketinggian meja kerja yang sesuai dan konsisten dengan ruang yang diperlukan untuk paha dan lutut. Adapun kriteria kursi kerja yang ideal adalah sebagai berikut: (1) Stabilitas Produk
Diharapkan suatu kursi mempunyai empat atau lima kaki untuk menghindari ketidakstabilan produk. Kursi lingkar yang berkaki lima dirancang dengan posisi kaki kursi berada pada bagian luar proyeksi tubuh. Sedangkan kursi dengan kaki gelinding sebaiknya dirancang untuk permukaan yang berkarpet.
(2) Kekuatan Produk Kursi kerja haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga kompak dan kuat
(3) Mudah Dinaik-turunkan (adjustable) Ketinggian kursi hendaknya mudah diatur saat kita duduk, tanpa harus turun dari kursi.
(4) Sandaran punggung Sandaran punggung sangat penting untuk menahan beban punggung kearah belakang (lumbar spine). Hal ini haruslah dirancang agar dapat digerakkan naik-turun maupun maju mundur. Selain itu harus dapat pula diatur fleksibilitasnya sehingga sesuai dengan bentuk punggung.
(5) Fungsional Bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam alternatif perubahan postur (posisi).
(6) Bahan material Tempat duduk dan sandaran harus dilapisi dengan material yang cukup lunak.
(7) Kedalaman kursi Kedalaman kursi (depan-belakang) harus sesuai dengan dimensi panjang antara lutut (popliteal) dan pantat (buttock).
(8) Lebar kursi Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5 persentil populasi. (9) Lebar sandaran kursi Lebar sandaran punggung seharusnya sama dengan lebar punggung wanita persentil 5 populasi. Jika terlalu lebar maka akan mempengaruhi kebebasan gerak siku.
(10) Bangku tinggi Kursi untuk bangku tinggi harus diberi sandaran kaki yang dapat digerakkan naik-turun.
Sedangkan berikut ini adalah rekomendasi bangku atau kursi untuk
Gambar 2.13 Rekomendasi Pada Bangku Atau Kursi Untuk Menulis
(Mandal, dalam nurmianto)
2.8 APLIKASI ERGONOMI UNTUK PERANCANGAN TEMPAT KERJA
Menurut Nurmianto perancangan tempat kerja pada dasarnya merupakan suatu aplikasi data antropometri, tetapi masih memerlukan dimensi fungsional yang tidak terdapat pada data statis. Dimensi-dimensi tersebut lebih baik diperoleh dengan cara pengukuran langsung daripada data statis. Misalnya gerakan menjangkau, mengambil sesuatu, mengoperasikan suatu alat.
2.8.1 Daerah Kerja Horisontal
Diperlukan untuk mendefinisikan batasan-batasan dari suatu daerah kerja horisontal untuk memastikan bahwa material atau alat kontrol tidak ditempatkan begitu saja diluar jangkauan tangan. Begitu juga untuk batasan daerah kerja vertikal. Rekomendasi R.R Farley untuk daerah kerja horizontal yang telah dikembangkan secara meluas seperti terlihat pada gambar 2.13 berikut ini.
Gambar 2.14 Batasan-Batasan Daerah Kerja Sumber : Nurmianto, 1991
2.8.2 Kemiringan Permukaan Kerja
Kemiringan permukaan kerja pada operator antara lain ditunjukkan pada meja-meja sekolah, papan gambar dan podium. Sebenarnya telah bertahun-tahun peralatan kerja dipabrik atau industri telah dimiringkan kearah operator, manfaatnya seseorang dapat duduk lebih kebelakang dengan sedikit memiringkan
kepalanya. Suatu kemiringan 12 0 akan menghasilkan peningkatan yang signifikan tanpa adanya kekhawatiran jatuhnya obyek karena terlalu miring. Namun hal
tersebut tidak boleh mempengaruhi ketinggian tempat kerja sehingga lengan atas tidak harus diangkat keatas (abduksi).
2.9 PENGUJIAN DATA
Pengujian data berguna untuk menentukan bahwa data antropometri yang digunakan valid dan dapat merepresentasikan data ukuran tubuh siswa sekolah pada umumya dan siswa SLTP N 6 Wonogiri pada khususnya, pengujian tersebut meliputi uji kecukupan, uji keseragaman dan uji normalitas.
a. Uji Kecukupan Data a. Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
N’ = …………………….. (2.1)
Dimana : k = tingkat keyakinan s = derajat ketelitian N = jumlah data pengamatan N’= jumlah data teoritis
Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95 % dengan harga indeks k = 2 dan tingkat ketelitian 5 %. Jika N’ N, data dianggap cukup, jika N’ N data tidak cukup (kurang) dan Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95 % dengan harga indeks k = 2 dan tingkat ketelitian 5 %. Jika N’ N, data dianggap cukup, jika N’ N data tidak cukup (kurang) dan
BKA x 2 SD ……………………………………... (2.2) BKB x 2 SD ……………………………………... (2.3)
dimana:
X = Nilai rata-rata SD
= Standar deviasi Nilai standard deviasi diperoleh dengan persamaan: 2 x x
i ……………………………………... (2.4)
SD
c. Uji Normalitas .1 Dengan Program SPSS
Untuk mengetahui normalitas suatu distribusi data dapat dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:
0 H : Data berdistribusi secara normal
1 H : Data tidak berdistribusi secara normal Penentuan uji normalitas dengan melihat nilai signifikansinya yang dibandingkan dengan tingkat ketelitian yang digunakan ( α). Disini α yang digunakan adalah 0.05. Bila nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka H 0 diterima yang berarti bahwa data berdistribusi secara normal dan bila lebih kecil dari 0.05 maka H 0 ditolak yang berarti bahwa data tidak berdistribusi secara normal.
2 Perhitungan Manual 2 Perhitungan Manual
Nilai statistik uji yang digunakan adalah D yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
D maks ( D 1 , D 2 ) sedangkan
1 1 n i n
D 1 max t t ........................................... (2.6)
i t i t
D 2 max ........................................... (2.7)
n
dimana i
= 1, 2, 3, ......, n n = jumlah data x i = data ke i
x = rata-rata seluruh data S = standar deviasi data
i 1
= nilai standar dari data apabila berdistribusi normal (Z) n
ti t
= peluang data apabila berdistribusi normal (p(Z)), n
Nilai ini dapat dicari pada tabel distribusi kumulatif normal baku. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai statistik uji hasil perhitungan dengan nilai statistik uji tabel yaitu nilai D kritis dengan tingkat
ketelitian α dan ukuran sampel n. Apabila nilai hasil perhitungan lebih kecil dari pada nilai tabel maka disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
b. Standart deviasi
3. Data X 1 ,X 2 ,X 3 , ...... X n Dijadikan bilangan baku Z 1, Z 2, Z 3, ....Z n menggunakan rumus sebagai berikut :
dan untuk ( X dan s masing-masing merupakan rata-rata dan s
simpangan baku sampel )
4. Untuk setiap bilangan baku menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang (F(zi) = P (z z i ) atau dengan menggunakan fungsi normsdist pada program office excel.
5. Menghitung proporsi Z 1, Z 2, Z 3, ....Z n yang lebih kecil atau sama dengan Z i
6. menghitung D 1 dan D 2 dalam menentukan hasil akhir dari uji kenormalan
1 1 n
t=
7. Mengambil harga yang paling besar diantara D 2 tersebut. Untuk harga terbesar
disebut sebagai D n.
8. Menganalisa Hipotesis Setelah dilakukan perhitungan, langkah selanjutnya adalah menganalisa hipotesis yang ada untuk diambil suatu kesimpulan apakah data sampel yang diuji normal atau tidak. Untuk menerima atau menolak hipotesis dengan 8. Menganalisa Hipotesis Setelah dilakukan perhitungan, langkah selanjutnya adalah menganalisa hipotesis yang ada untuk diambil suatu kesimpulan apakah data sampel yang diuji normal atau tidak. Untuk menerima atau menolak hipotesis dengan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai model dan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian mengenai perancangan Meja dan Kursi SLTP berdasarkan prinsip ergonomi beserta penjelasan singkat setiap tahapannya.
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian