1 IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAMA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAMA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Disusun Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi UNS

OLEH : DANIK TRISUSILOWATI

F1107509

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

MOTTO

b Kita hidup untuk masa depan maka jangan kau tangisi hari kemaren.

b Selalu belajar dari kesalahan ,lupakan masa lalu dan mari menatap masa depa yang lebih baik.

b Lawanlah nafsu bicara dengan diam. Hadapilah kesukaran dengan merenung.Berpikir cermat berarti selamat .Penyesalan dan keinsyafan berarti waspada.berpikirlah sebelum mengambil keputusan.

b Jangan mengnggap dirimu orang yang berpaling,tunjukan dirimu sebagai hamba Allah yang sejati.

b Mutiara yang paling berharga bagi wanita ialah menjaga kehormatannya.

(Mr. Tony )

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini kupersembahkan untuk

b Bapak Ibu tercinta atas kasih sayang dan do’anya

b Kedua kakakku atas motifasinya

b Mas Andryku

b Keponakan dan sahabatku

b Keluarga besar tercintaku

b Almamaterku

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga skripsi yang berjudul IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNNGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAM PELASANAAN OTONOMI DAERAH. Terselesaikan dengan baik dan lancar.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari pelaksanaan penelitian hingga tersusunya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan bimbingan serta petunjuk kepada penulis.

2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Kepala Sub bagian Pendidikan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dari awal – akhir.

7. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh

informasi data-data yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua inspirasi dan motivasiku, terima kasih atas semua ini.

9. Alamamater Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga kebaikan dan ketulusan hati mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat penulis harapkan akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Surakarta, ……………………

Penulis

62 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

B. Saran …………………………………………………….

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 PDRB atas harga konstan 2000 serta perkembangannya di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2006 …………………………………

3 Tabel 4.1 Letak Geografis Propinsi Jawa Tengah ……………

36 Tabel 4.2 Luas Wilyah jumlah penduduk,

39 Tabel 4.3 Distribusi Presentasi PDRB atas dasar

Kepadatan penduduk propinsi Jawa Tengah ………….

43 Tabel 4.4 Distribusi Presentasi PDRB atas dasar

Harga berlaku di propinsi Jawa Tengah ………………

44 Tabel 4.5 Perkapita propinsi Jawa Tengah

Harga konstan di propinsi Jawa Tengah ……………...

45 Tabel 4.6 PDRB propinsi Jawa Tengah atas dasar konstan

Tahun 1999 – 2003 ……………………………………

46 Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Analisis Overlay

Tahun 1998 – 2003 ……………………………………

49 Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Analisis Overlay

Sebelum pelaksanaan otonomi daerah …………………

51 Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Analisis LQ

Sesudah pelaksanaan otonomi daerah ………………….

52 Tabel 4.10 Klasifikasi hasil analisis LQ propinsi Jawa Tengah sebelum pelaksanaan otonomi daerah …….

Sebelum pelaksanaan otonomi daerah …………………

53 Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Analisis LQ Sesudah pelaksanaan otonomi daerah …………………..

54 Tabel 4.12 Klasifikasi hasil analisis LQ propinsi

54 Tabel 4.13 Perhitungan analisis MRp sebelum

Jawa Tengah sesudah pelaksanaan otonomi daerah …….

55 Tabel 4.14 Klasifikasi hasil analisis MRp propinsi Jawa Tengah sebelum pelaksanaan otonomi daerah …….

pelaksanaan otonomi daerah ……………………………

57 Tabel 4.15 Perhitungan analisis MRp sesudah

57 Tabel 4.16 Klasifikasi hasil analisis MRp propinsi Jawa Tengah sesudah pelaksanaan otonomi daerah …….

pelaksanaan otonomi daerah ……………………………

DAFTAR LAMPIRAN IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAMA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH ABSTRAKSI DANIK TRI SUSILOWATI

F1107509

Pemberlakuan otonomi daerah (otonomi daerah) diharapkan mampu membawa semangat baru bagi tercapainya pemerintah daerah yang otonom dan mandiri. Salah satu aspek yang berpengaruh bagi suatu daerah agar mampu mengatur daeahnya sendiri, yaitu dengan mengetahui serta menggali sector ekonomi potensial di daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan latar belakang diatas dilakukan penelitian tentang identifikasi sector ekonomi potensial sebelum dan selama otonomi daerah di Propinsi Jawa Tengah. Dipilihnya Propinsi Jawa Tengah sebagai objek penelitian karena Propinsi Jawa Tengah merupakan Propinsi dengan PDRB tertinggi di Indonesia. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana kegiatan perekonomian di propinsi Jawa Tengah kondisi basis ekonomi, serta sector potensial propinsi Jawa Tengahyang memberikan sumbangan dominant, pada sebelum maupun selama otonomi Daerah. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi basis ekonomi, kontribusi sektoral, kegiatan ekonomi potensial dan gambaran kegiatan perekonomian yang dominant pada sebelum maupun selama otonomi daerah.

Data yang digunakan adalah data PDRB tahun 1996-2000 sebagai tahun sebelum otonomi daerah dan tahun 2001-2005 sebagai tahun selama otonomi daerah alat analisis yang digunakan :Overlay, LQ (Location Quotient), MRp (Model Rasio Pertumbuhan).Hipotesis yang diajukan diduga kondisi basis ekonomi, tingkat kontribusi sektoral, kondisi kegiatan ekonomi potensial serta gambaran sector dominant mengalami perbedaan antara sebelum dan selama otonomi daerah.

Berdasarkan data PDRB sector basis Propinsi Jawa Tengah pada sebelum maupun sesudah otonomi daerah sama yakni sector industri pengolahan serta sector perdagangan, hotel dan restoran.

Saran yang diberikan pemerintah Propinsi Jawa Tengah harus mempertahankan sector basis, membuat perencanaan pembangunan yang tepat, mengembangkan sector dominant maupun potensial dengan optimal dengan tetap mempertahankan kelestarian alam, memperkenalkan sector unggulan daerah ke luar Propinsi untuk menarik minat investor serta proaktif memberikan penyuluhan mengenai pembagunan dimasa otonomi daerah kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan-kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju ke tingkat yang lebih baik. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan pembangunan daerah yang dilaksanakan. Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu harus benar-benar diperhatikan sektor mana yang potensi yang dapat kontribusi terbesar terhadap kesejahteraan rakyat.

Pembangunan suatu wilayah ditunjang oleh beberapa sektor antara lain industri, sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor jasa, sektor bangunan, sektor transportasi dan sektor pertambangan. Masing-masing sektor tersebut memberikan kontribusi yang besarnya berbeda-beda terhadap perekonomian wilayah. Besarnya kontribusi masing-masing sektor akan berpengaruh terhadap prioritas pembangunan wilayah tersebut.

PDRB merupakan indikator ekonomi yang utama untuk mengukur sejauh mana suatu daerah melakukan pembangunan. Mengingat krisis ekonomi membawa dampak yang sedemikian besar terhadap kegiatan perekonomian di Indonesia khususnya di Kabupaten Propinsi Jawa Tengah. Disisi lain, tuntutan adanya pelaksanaan otonomi daerah yang begitu kuat menjadi pemacu pemerintah untuk semakin berbenah di sisi perekonomian. Implementasi otonomi daerah diharapkan menjadi motor untuk menjalankan pembangunan ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mengingat pelaksanaan otonomi daerah dengan pemberdayaan potensi ekonomi daerah akan bisa berjalan jika spesialisasi sektor ekonomi daerah dapat dioptimalkan. Spesialisasi sektor ekonomi penting untuk diketahui guna menentukan skala prioritas dalam pembangunan ekonomi daerah.

Propinsi-propinsi di Pulau Jawa merupakan suatu daerah yang dianggap sebagai ruang dimana kegiatan ekonomi di Indonesia terjadi dan berkembang pesat dibanding dengan propinsi-propinsi di luar Pulau Jawa (Yuniarti, 2005:81). Dari berbagai pelosok propinsi-propinsi di Pulau Jawa tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara Propinsi-propinsi di Pulau Jawa merupakan suatu daerah yang dianggap sebagai ruang dimana kegiatan ekonomi di Indonesia terjadi dan berkembang pesat dibanding dengan propinsi-propinsi di luar Pulau Jawa (Yuniarti, 2005:81). Dari berbagai pelosok propinsi-propinsi di Pulau Jawa tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara

Propinsi Jawa Tengah adalah daerah dengan luas wilayah sebesar 32.799,71 Km 2 atau sekitar 25 persen dari luas Pulau Jawa. Propinsi Jawa

Tengah yang pertumbuhan ekonominya rendah dibandingkan dengan propinsi lain di pulau Jawa yang wilayahnya lebih kecil, maka fenomena ini menjadi menarik untuk dikaji.

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 serta Perkembangannya di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2002-2006

PDRB Atas Dasar Harga Konstan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2000 Jumlah

Jumlah

Perkembangan (Juta Rp)

Perkembangan

(Juta Rp)

150 682 654,74 131,37 PDRB Jawa Tengah tahun 2006

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Propinsi Jawa Tengah berdasarkan atas dasar harga berlaku pada tahun 2002 – 2006 selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 mencapai 151.968.823,74 juta rupiah. Tahun 2003 meningkat menjadi 171.881.877,04 juta rupiah. Tahun 2004 meningkat lagi menjadi 193.435.263,05 juta rupiah. Tahun 2005 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Propinsi Jawa Tengah berdasarkan atas dasar harga berlaku pada tahun 2002 – 2006 selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 mencapai 151.968.823,74 juta rupiah. Tahun 2003 meningkat menjadi 171.881.877,04 juta rupiah. Tahun 2004 meningkat lagi menjadi 193.435.263,05 juta rupiah. Tahun 2005

Produk Domestik Regional Bruto Popinsi Jawa Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2002-2006 mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 mencapai 123.038.541,13 juta rupiah. Tahun 2003 meningkat menjadi 129.166.462,45 juta rupiah. Tahun 2004 menjadi 135.789.872,31 juta rupiah. Tahun 2005 meningkat menjadi 143.051.213,88. Dan tahun 2006 meningkat lagi menjadi 150.682.654,74.

Keadaan struktur perekonomian pada masing-masing sektor di Propinsi Jawa Tengah diharapkan mampu untuk dapat menyumbang perekonomian dalam peningkatan pendapatan daerah. Namun kondisi pertumbuhan perekonomian mengalami penurunan sesudah terjadinya krisis kemudian kondisi perekonomian kembali pulih dengan memperlihatkan adanya pertumbuhan dari tahun ke tahun yang semakin mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2006.

Berdasarkan uraian diatas, perlu diadakan studi untuk mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan di Propinsi Jawa Tengah pada periode sebelum krisis ekonomi dan periode recovery/ pemulihan krisis ekonomi mengingat krisis ekonomi membawa dampak yang sedemikian besar terhadap kegiatan perekonomian di Indonesia khususnya Propinsi Jawa Tengah. Disisi lain, tuntutan adanya pelaksanaan otonomi daerah yang begitu kuat menjadi pemacu pemerintah daerah untuk semakin berbenah disisi perekonomian. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil judul

“Identifikasi Sektor Ekonomi Unggulan Propinsi Jawa Tengah Sebelum Dan Selama Pelaksanaan Otonomi Daerah”

B. Perumusan Masalah

1 Bagaimanakah deskripsi kegiatan ekonomi Propinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2005 ?

2 Bagaimana deskripsi basis ekonomi sektoral di Propinsi Jawa Tengah pada era sebelum dan pada era otonomi daerah tahun 1996 – 2005 ?

3 Bagaimana deskripsi sektor-sektor ekonomi potensial di Propinsi Jawa Tengah sebelum dan pada Era Otonomi daerah tahun 1996 – 2005 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah :

1 Untuk mengetahui deskripsi perkembangan sektor-sektor ekonomi Propinsi Jawa Tengah tahun 1996 – 2005.

2 Untuk mengetahui basis ekonomi sektoral di Propinsi Jawa Tengah pada era sebelum dan pada era otonomi daerah pada tahun 1996 – 2005.

3 Untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi potensial di Propinsi Jawa Tengah sebelum dan pada era otonomi daerah pada tahun 1996-2005.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak berikut ini :

1 Bagi Pemerintah Daerah Bagi pemerintah Propinsi Jawa Tengah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi sektor-sektor ekonomi yang berkembang di wilayahnya, sehingga penelitian ini bisa menjadi pertimbangan dalam proses pengambilan kebijakan pembangunan di Propinsi Jawa Tengah

2 Bagi Masyarakat Akademis Bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang ekonomi regional dan perencanaan pembangunan, penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan empiris tentang pengidentifikasian sektor-sektor ekonomi potensial dengan menggunakan model-model ekonomi regional di Propinsi Jawa Tengah

3 Bagi Masyarakat Umum Bagi masyarakat umum ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan praktis dan empiris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Definisi Pembangunan Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegunaan usaha tanpa akhir. Pembangunan pada dasarnya merupakan proses transformasi dan proses tersebut membawa perubahan dan alokasi sumber-sumber ekonomi. Distribusi manfaat dan akumulasi yang membawa pada peningkatan produksi pendapatan dan kesejahteraan.

Pembangunan diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang dinamis dan terus menerus atas suatu masyarakat atau system social yang membawa perubahan dan peningkatan keadaan dari yang mempunyai corak sederhana ketingkatan yang lebih maju

Pengertian pembangunan secara konvensional diartikan sebagai kapasitas dari suatu perekonomian nasional, yang kondisi awalnya lebih kurang statis dalam jangka waktu yang cukup lama, untuk berupaya menghasilkan dan mempertahankan kenaikan tahunan produk nasional brutonya pada tingkat 5-7% atau lebih (Todaro, 1998:16)

2. Pembangunan ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. proses tersebut mencakup pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik. Identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan- perusahaan baru (Lincolin Arsyad, 1999 :108)

Tujuan pembangunan ekonomi daerah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan cara memperluas kesempatan kerja, pemerataan pendapatan masyarakat, peningkatan hubungan antar darah serta terus diupayakan adanya proses pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer, menuju sektor sekunder dan tersier.

Lincolin Arsyad (1999 : 6) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu Negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi diatas jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :

a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus menerus.

b. Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita

c. Kenaikan pendapatan per kapita harus terus berlangsung dalam jangka panjang

d. Perbaikan sistem kelembagaan disegala bidang sistem kelembagaan ditinjau dari 2 aspek yaitu aspek perbaikan di bidang institusi dan perbaikan di bidang regulasi ML Shingan (1996:6-8) mengemukakan bahwa pembangunan

(perkembangan) ekonomi didefinisikan dalam 3 (tiga) cara :

a. Pembangunan (perkembangan) ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional nyata dalam suatu jangka waktu yang panjang.

b. Berkaitan dengan kenaikan pendapatan nyata per kapita dalam jangka panjang. Definisi ini menekankan bahwa bagi pembangunan ekonomi, tingkat kenaikan pendapatan nyata seharusnya lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduk b. Berkaitan dengan kenaikan pendapatan nyata per kapita dalam jangka panjang. Definisi ini menekankan bahwa bagi pembangunan ekonomi, tingkat kenaikan pendapatan nyata seharusnya lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduk

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil atau pendapatan riil perkapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berupa kenaikan tingkat produksi riil (pendapatan nasional) dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan penyerahan sumber-sumber produksi.

Selanjutnya Todaro menekankan bahwa pembangunan harus dipahami sebagai suatu proses berdimensi jamak (multi dimensional) yang melibatkan perubahan-perubahan mendasar dan struktur sosial. Sikap masyarakat dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan

ketidakmerataan dan pemberantasan kemiskinan absolute (Todaro, 1998:19). Pada intinya pembangunan harus menampilkan perubahan yang menyeluruh yang meliputi usaha penyelarasan keseluruhan sistem sosial terhadap kebutuhan dasar dan keinginan-keinginan yang berbeda bagi setiap individu dan kelompok sosial dalam sistem tersebut,

ekonomi,

pengurangan pengurangan

Untuk mendukung usaha penyelarasan pada perubahan yang terjadi, maka pembangunan pada setiap elemen masyarakat paling tidak harus mempunyai 3 sasaran yaitu :

1) Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang- barang kebutuhan pokok seperti pangan papan, kesehatan dan perlindungan

2) Meningkatkan taraf hidup yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik dan juga perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, yang seluruhnya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa.

3) Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan yang bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan Negara lain tetapi juga kebodohan dan kesengsaraan manusia. (Todaro, 1998:22). Selanjutnya pembangunan perlu dipandang sebagai kenaikan

dalam pendapatan per kapita karena kenaikan itu merupakan penerimaan dan timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi dalam pendapatan per kapita karena kenaikan itu merupakan penerimaan dan timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi

Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasikan dan dianalisis secara seksama. Dengan cara tersebut bisa diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.

3 Pertumbuhan ekonomi daerah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah proses pertumbuhan dari pendapatan regional yang terjadi di suatu wilayah dari suatu tahun ke tahun berikutnya. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat.

Beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisa pertumbuhan ekonomi daerah/ regional antara lain (Lincolin Arsyad, 1999:115-118)

a. Teori Ekonomi Neo Klasik Teori neoklasik ini memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan

yaitu keseimbangan (equilibrium) dan keseimbangan alamiahnya jika modal bisa

ekonomi

daerah, daerah,

b. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori ini didasarkan pada sudut pandang teori lokasi, yaitu pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Berarti dalam menentukan strategi pembangunan harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimiliki guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

c. Teori lokasi Teori ini mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang dapat meminimumkan biaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan atau industri umumnya terletak atau berdekatan dengan pasar/ sumber bahan baku. Artinya semakin tepat dalam pemilihan lokasi (strategis) maka semakin kecil ongkos produksi yang akan dikeluarkan.

d. Teori Tempat Sentral Teori ini menganggap bahwa ada semacam huarki tempat. Setiap sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.

e. Teori Kausasi Kumulatif Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari teori kausasi kumulatif, dengan kata lain kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antar daerah-daerah tersebut. lebih lanjut dikatakan bahwa daerah yang mengalami keunggulan kompetitif dibanding dengan daerah-daerah lain.

f. Model Daya Tarik (Attraction) Teori model daya tarik adalah model pertumbuhan ekonomi-ekonomi yang banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialisasi melalui pemberian subsidi dan insentif.

4. Sektor Unggulan Konsep prinsip dan instrument kebijakan di dalam model pada perencanaan ekonomi kawasan adalah konsep kutub pertumbuhan yang pada awalnya dirumuskan oleh Perroux (1995) dengan pertumbuhan yang dirangsang oleh suatu kombinasi inter – industial. Sektor unggulan merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian kawasan yang memiliki kriteria sebagai kawasan sekitar (Royat, 1996). Penetapan suatu daerah menjadi sektor unggulan karena diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan suatu daerah. Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, 4. Sektor Unggulan Konsep prinsip dan instrument kebijakan di dalam model pada perencanaan ekonomi kawasan adalah konsep kutub pertumbuhan yang pada awalnya dirumuskan oleh Perroux (1995) dengan pertumbuhan yang dirangsang oleh suatu kombinasi inter – industial. Sektor unggulan merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian kawasan yang memiliki kriteria sebagai kawasan sekitar (Royat, 1996). Penetapan suatu daerah menjadi sektor unggulan karena diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan suatu daerah. Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,

a. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan pertanian

b. Kegiatan dikawasan tersebut sebagian besar didominasi oleh kegiatan pertanian termasuk di dalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian, perdagangan pertanian hulu, agrowisata dan jasa pelayanan.

c. Hubungan antara kota dan daerah pedalaman di kawasan agropolitan bersifat interdependensi yang harmonis, dan saling membutuhkan.

5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha dalam suatu wilayah pada periode tertentu (Mulyanto, 2003:9).

Keseluruhan kegiatan usaha tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok lapangan usaha (sektor), yaitu :

a. Sektor pertanian yang terbagi atas :

1 Tanaman bahan makanan

2 Tanaman perkebunan

3 Peternakan dan hasil-hasilnya

4 Kehutanan

5 Perikanan

b. Sektor pertambangan dan penggalian

c. Sektor industri pengolahan

d. Sektor listrik, gas, dan air bersih

e. Sektor bangunan

f. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran

g. Sektor pengangkutan dan komunikasi

h. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.

i. Jasa-jasa Pendekatan yang digunakan untuk menurunkan besaran PDRB

ini adalah pendekatan produksi.

6 Desentralisasi Desentralisasi merupakan prinsip pendelegasian wewenang dari pusat ke bagian-bagiannya, baik bersifat kewilayahan maupun kefungsian. Secara umum desentralisasi terbagi menjadi dua, yaitu : desentralisasi

desentralisasi fungsional. Desentralisasi kewilayahan berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada wilayah di dalam Negara. Desentralisasi fungsional berarti pelimpahan wewenang kepada organisasi fungsional

kewilayahan

dan dan

7 Otonomi Daerah Dimulainya era otonomi daerah ini ditandai dengan disahkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 2009 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut menggantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Secara praktis otonomi daerah mulai dilaksanakan secara utuh pada 1 Januari 2001 karena pemerintah perlu melakukan persiapan untuk implementasi UU No. 22 dan UU No. 25 tahun 1999 tersebut.

a. Definisi Otonomi Daerah Otonomi daerah ditengah kompleksitas masalah yang menyertainya, tetap memberikan lebih banyak nilai-nilai yang posotif. Dengan otonomi memungkinkan terlaksananya bottom up planning secara signifikan dan mengikis rantai birokrasi yang menghambat pelayanan kepada masyarakat. Otonomi akan memperdayakan partisipasi masyarakat yang lebih besar dan melaksanakan pembangunan, sehingga proses pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan di daerahnya. Secara etimologis, otonomi berasal dari bahasa Yunani (autos berarti sendiri dan nomos berarti aturan). Secara umum otonomi daerah a. Definisi Otonomi Daerah Otonomi daerah ditengah kompleksitas masalah yang menyertainya, tetap memberikan lebih banyak nilai-nilai yang posotif. Dengan otonomi memungkinkan terlaksananya bottom up planning secara signifikan dan mengikis rantai birokrasi yang menghambat pelayanan kepada masyarakat. Otonomi akan memperdayakan partisipasi masyarakat yang lebih besar dan melaksanakan pembangunan, sehingga proses pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan di daerahnya. Secara etimologis, otonomi berasal dari bahasa Yunani (autos berarti sendiri dan nomos berarti aturan). Secara umum otonomi daerah

Secara prinsip terdapat dua hal yang tercakup dalam otonomi, yaitu hak dan wewenang untuk mengelola daerah, serta tanggung jawab untuk kegagalan dalam mengelola daerah (Sarundajang dalam Riant Nugroho, 2000:46)

b. Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah Otonomi daerah diatur berdasarkan undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat (1) : (Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik), serta dalam pasal 18 (pemerintah daerah dibentuk atas dasar pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dn hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa). Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah antara lain sebagai berikut :

1) Undang-undang No. 1 Tahun 1945 tentang peraturan mengenai kedudukan komite nasional daerah

2) Undang-undang No. 2 tahun 1948 tentang pemerintah daerah

3) Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintah daerah

4) Undang-undang No. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintah daerah

5) Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah

6) Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah

7) Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah Sebagai instrument operasionalisasi dwi undang-undang

diatas pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah yaitu :

1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 105 tahun 2000 mengenai perimbangan

2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 106 Tahun 2000 mengenai

pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah.

3) Peraturan Pemerintah (PP) No. 106 Tahun 2000 mengenai pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan

4) Peraturan Pemerintah (PP) No. 107 tahun 2000 mengenai pinjaman daerah

5) Peraturan Pemerintah (PP) No. 108 Tahun 2000 mengenai

Tata Cara pertanggung jawaban Kepala Daerah

6) Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 tahun 2000 mengenai kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah

7) Peraturan Pemerintah (PP) No. 110 tahun 2000 mengenai kedudukan keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

c. Tujuan Otonomi Daerah Tujuan utama dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik serta memajukan perekonomian daerah. Terdapat tiga misi utama dari pelaksanaan otonomi daerah yaitu :

1 Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah

2 Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan public serta kemakmuran masyarakat

3 Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan (Masdiasmo, 2002:59)

8 Peran dan Fungsi pemerintah dalam pembangunan di daerah Untuk menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak dapat apabila hanya menyerahkan kepada mekanisme pasar, campur tangan pemerintah diperlukan untuk mencapai proses pembangunan 8 Peran dan Fungsi pemerintah dalam pembangunan di daerah Untuk menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak dapat apabila hanya menyerahkan kepada mekanisme pasar, campur tangan pemerintah diperlukan untuk mencapai proses pembangunan

Lincolin Arsyad (1999:120-121) mengemukakan empat peran pemerintah dalam proses pembangunan ekonomi daerah, yaitu sebagai entre preneur, fasilitator, koordinasi serta stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif pembangunn daerah.

a. Enterprenur Pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis sendiri (BUMD/ Badan Usaha Milik Daera) serta dapat mengelola dengan baik asset-aset daerah sehingga mampu memberikan keuntungan secara ekonomis

b. Fasilitator Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan perilaku / budaya masyarakat di daerahnya masing-masing. Hal ini akan dapat mempercepat proses pembangunan serta prosedur perencanaan dan penetapan daerah yang lebih baik

c. Koordinator Pemerintah daerah bertugas sebagai koordinator menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi yang tepat bagi proses pembangunan di daerah pemerintah daerah dapat melibatkan lembaga-lembaga pemerintah daerah yang lain, kelangan dunia usaha serta masyarakat di dalam penyusunan sasaran.

d. Stimulator Pemerintah daerah berperan sebagai stimulator melalui tindakan- tindakan khusus yang akan membawa pengaruh bagi kalangan perusahaan untuk masuk dan melakukan investasi serta menjaga agar perusahaan yang telah ada tetap beroperasi di daerah tersebut. Cara yang ditempuh antara lain pembangunan kawasan- kawasan industri

B. Kerangka Pemikiran

Pada masa otonomi daerah, pembangunan ekonomi suatu daerah harus didasari dengan kebijakan-kebijakan pembangunan yang tepat dari pemerintah daerah. Dalam menentukan kebijakan tersebut pemerintah daerah harus mengetahui sektor-sektor yang potensial dan menjadi prioritas dalam melaksanakan pembangunan sehingga pembangunan akan tepat sasaran.

Sebagai salah satu propinsi di dalam wilayah NKRI, Propinsi Jawa Tengah dituntut untuk siap melaksanakan otonomi daerah. Bertolak dari hal tersebut, perlu kiranya untuk mengidentifikasi potensi-potensi ekonomi daerah, khususnya di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini penting dilakukan guna melihat serta sekaligus menguji apakah terdapat satu atau lebih sektor-sektor ekonomi yang dapat dijadikan sektor unggulan daerah. Dengan demikian diharapkan agar dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam membuat dan merumuskan kebijakan bagi pembangunan.

OTONOMI DAERAH PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH

PNB Indonesia PDRB Propinsi Jawa Tahun 1996 – 2000 Tengah dan 2001 - 2005

Sektor Potensial Ekonomi Propinsi

Kegiatan

Sektor Basis

Propinsi Jawa

Propinsi Jawa

Jawa Tengah Tengah

Tengah

Berdasarkan data PDRB berdasar harga konstan pada kurun waktu 1996 – 2005 pada Propinsi Jawa Tengah dan Nasional dilakukan analisa untuk mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi potensial Propinsi Jawa Tengah dengan diketahuinya sektor potensial dan kondisi perekonomian

Propinsi Jawa Tengah diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam membuat dan memutuskan kebijakan bagi pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Tentunya kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang tepat, sehingga pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah dapat lebih terarah dan dapat tercapainya keberhasilan pembangunan Propinsi Jawa Tengah dimana hal ini ditandai dengan adanya kenaikan nilai PDRB serta kesejahteraan Masyarakat Propinsi Jawa Tengah.

C. Hipotesis

Berdasarkan pemaparan di atas maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Diskripsi kegiatan ekonomi Propinsi Jawa Tengah yang memberikan sumbangan yang dominan atau besar antara masa sebelum otonomi daerah tahun 1996-2000 dan selama pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001-2005.

2. Kondisi basis ekonomi sektoral Propinsi Jawa Tengah diduga mengalami perbedaan antara masa sebelum otonomi daerah tahun 1996-2000 dan selama pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001-2005.

3. Diskripsi sektor-sektor ekonomi potensial di Propinsi Jawa Tengah mengalami perbedaan antara masa sebelum otonomi daerah tahun 1996-2000 dan selama pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001-2005.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini berupa studi kasus yang dilakukan di wilayah administrasi Propinsi Jawa Tengah. Survey dilakukan atas data sekunder variabel PDRB (beserta komponen-komponennya) atas dasar harga konstan yang tersedia dikantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bappeda Jawa Tengah.

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu data PDRB atas harga konstan pada kurun waktu tahun 1996-2005. Beberapa sumber data sekunder yang dapat digunakan antara lain :

a. Nilai Produk Nasional Bruto (PNB) berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan.

b. Laju Produk Nasional Bruto (PNB) berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan.

c. PDRB Propinsi Jawa Tengah berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan.

d. Laju Produk Domestik (PDRB) Propinsi Jawa Tengah berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan.

B. Definisi Operasional

1. Produk Daerah Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha dalam Negara/ wilayah pada periode tertentu dihitung dalam satuan rupiah

2. PDRB atas dasar harga konstan adalah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa dari seluruh sektor ekonomi dasar perekonomian suatu daerah dan pada waktu tertentu berdasarkan harga tahun dasar.

3. Sektor Unggulan / Sektor Andalan Suatu sektor disebut sebagai sektor unggulan, apabila sektor yang bersangkutan memiliki potensi yang lebih besar untuk terus tumbuh dibandingkan sektor lain dalam suatu komponen PDRB yang sama. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur sektor unggulan di suatu daerah diturunkan dari nilai-nilai parameter hasil analisis (diperoleh dengan memakai gabungan dari hasil analisis LQ dan MRp) (Mulyanto, 2003:9)

4. Keunggulan Daerah

Suatu daerah memiliki tingkat keunggulan pada suatu sektor tertentu jika daerah yang bersangkutan mempunyai potensi yang lebih besar untuk tumbuh dibandingkan daerah lainnya dalam suatu propinsi. Antara lain disebabkan oleh banyaknya faktor produksi yang dimiliki yang dapat berpengaruh pada tingkat pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja, kemajuan teknologi). Keunggulan daerah diperoleh dengan memilah dua wilayah / daerah, yaitu pertama : daerah referensi (Indonesia/ nasional) dan kedua : daerah studi (Propinsi Jawa Tengah) (Mulyanto, 2003:9)

5. Tenaga Kerja Menurut Badan pusat statistik, tenaga kerja adalah penduduk usia kerja, yang kemudian didefinisikan sebagai penduduk berumur 10 tahun ke atas dan dibedakan sebagai angkatan kerja. Dalam hal ini tenaga kerja di Jawa Tengah pada kurun waktu tahun 1997 – 2003 dan tenaga kerja ini merupakan komponen utama dalam perhitugan dengan alat analisis guna mengetahui seberapa besar penyerapan tenaga kerja masing-masing sektor diukur dengan satuan orang.

C. Metode Analisa Data

Alat analisis dalam penelitian ini dibagi menjadi dua. Yaitu tahap analisis diskriptif dan tahap analisis uji hipotesis

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan komponen PDRB di Propinsi Jawa Tengah.

2. Analisis Uji Hipotesis Analisis ini dipakai untuk menguji kebenaran dari pernyataan- pernyataan yang dirumuskan dalam hipotesis Dalam analisis uji hipotesis alat yang dipakai dalam penelitian ini

adalah Overlay, LQ serta MRp

a. Analisis Over Lay Analisis Over Lay bertujuan untuk melihat deskripsi (gambaran umum) kegiatan ekonomi di suatu daerah yang potensial berdasarkan kriteria kontribusi dan berdasarkan kriteria pertumbuhan (Yusuf, 1999:229). Nilai hasil perhitungan baik LQ dan MRp lebih besar dari 1 diberi symbol positif (+) sedangkan untuk nilai kurang dari 1 diberi simbol negatif (-). Terdapat empat kemungkinan di dalam hasil analisis overlay yaitu :

1. Pertumbuhan positif (+) dan kontribusi positif (+). Hal ini menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang dominant baik berdasarkan kriteria (LQ) maupun kriteria Pertumbuhan (RPs).

2. Per tumbuhan positif (+) dan sumbangan/ kontribusi negatif (-). Ini menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang pertumbuhannya (RPs) dominan namun kontribusi (LQ) kecil

3. Pertumbuhan negatif (-) dan sumbangan/ kontribusi positif (+). Ini ini menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang pertumbuhan (RPs) kecil, namun kontribusinya (LQ) besar

4. Pertumbuhan negatif (-) dan sumbangan/ kontribusi negatif (-). Ini ini menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang tidak potensial baik berdasarkan kontribusi (LQ) maupun Pertumbuhannya (RPs) sama-sama kecil (Maulana Yusuf, 2002 :10)

b. Location Quotient (LQ) Alat analisis Location Quotient dipakai untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya perekonmian daerah itu dengan peranan kegiatan/ industri sejenis dalam perekonomian regional/ nasional.

Adapun rumus dari alat analisis Location Quotient (LQ) adalah sebagai berikut (Lincolin Arsyad, 1999:142) :

Vi / Vt Vi / Vi LQ =

= Vi / Vt Vt / Vt

Analisis Location Quotient (LQ) merupakan suatu alat analisis untuk menunjukkan basis ekonomi wilayah terutama dari kriteria kontribusi (Yusuf, 1999:227). Sementara itu menurut Rondinelli (1985) dalam Yusuf (1999:227) LQ adalah suatu teknik perhitungan yang mudah untuk menunjukkan spesialisasi relatif (kemampuan) wilayah dalam kegiatan atau karakteristik tertentu dengan diketahui nilai LQ per sektor maka dapat ditentukan sektor-sektor mana yang Analisis Location Quotient (LQ) merupakan suatu alat analisis untuk menunjukkan basis ekonomi wilayah terutama dari kriteria kontribusi (Yusuf, 1999:227). Sementara itu menurut Rondinelli (1985) dalam Yusuf (1999:227) LQ adalah suatu teknik perhitungan yang mudah untuk menunjukkan spesialisasi relatif (kemampuan) wilayah dalam kegiatan atau karakteristik tertentu dengan diketahui nilai LQ per sektor maka dapat ditentukan sektor-sektor mana yang

Eij Ej

LQ = Ein En

Dimana : Eij = kesempatan kerja/ PDRB sektor i di wilayah studi

Ej = nilai total kesempatan kerja/ PDRB di wilayah studi Ein = kesempatan kerja/ PDRB sektor i di tingkat regional En = nilai total kesempatan kerja / PDRB di tingkat regional.

Menurut Bandavid (1991)terdapat tiga (3) kategori hasil analisis LQ pada suatu daerah.

1. Jika LQ > 1, maka daerah tersebut lebih berspesialisasi (berpotensi) atas produk sektor tertentu, dibandingkan dengan wilayah referensi

2. Jika LQ < 1 maka daerah tersebut kurang berspesialisasi (berpotensi) atas produk sektor tertentu dibandingkan dengan wilayah referensi

3. Jika LQ = 1 maka daerah tersebut memiliki spesialisasi (berpotensi) yang sama atas produk tertentu dibandingkan dengan wilayah referensi Menurut Yusuf (1992:227), hasil analisis LQ belum mampu

memberikan kesimpulan akhir. Kesimpulan yang diperoleh baru merupakan kesimpulan sementara yang masih harus dibandingkan memberikan kesimpulan akhir. Kesimpulan yang diperoleh baru merupakan kesimpulan sementara yang masih harus dibandingkan

Analisis ini digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dari sembilan lapangan usaha di Propinsi Jawa Tengah. Analisis LQ menggunakan pendekatan pada kontribusi, yaitu besarnya sumbangan suatu sektor terhadap penyerapan tenaga kerja atau kepada perekonomian daerah. Menurut Arsyad suatu ekonomi daerah dibagi menjadi dua, yaitu :

b. Kegiatan ekonomi/ industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan disebut dengan industri basic

c. Kegiatan ekonomi/ industri yang hanya melayani pasar di daerah tersebut, disebut dengan industri non-basic (industri lokal). Rumus yang digunakan mengemukakan untuk menghitung nilai LQ perekonomian suatu daerah dalam perbandingannya dengan perekonomian tingkat diatasnya. (Bendavid-Vac dalam Harimurti, 2002 :6)

= Koefisien Location Quotient qi = Output sektor/ regional qs = Output total regional Qi = Output sektor/ Nasional

Qs = Output total nasional

c. Model Rasio Pertumbuhan (MRp) Pendekatan analisis model rasio pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) Rasio Pertumbuhan Wilayah referensi (RPr), dan (2) Rasio Pertumbuhan Wilayah studi (RPs). RPr membandingkan pertumbuhan masing-masing kegiatan dalam konteks wilayah referensi dengan PDRB wilayah referensi. Sedangkan RPs membandingkan pertumbuhan kegiatan yang bersangkutan pada tingkat wilayah referensi.

MRp digunakan untuk melihat deskripsi sektor-sektor ekonomi, potensial di Propinsi Jawa Tengah.MRp merupakan alat analisis alternatif dalam perencanaan wilayah atau kota yang didapat dengan memodifikasi model analisis shift share. Pada MRp dikenal dua macam rasio, yaitu rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) dan rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr) (Yusuf, 1999:220) Dengan mengkombinasikan keduanya akan diperoleh diskripsi kegiatan ekonomi yang potensial, baik di wilayah studi maupun wilayah referensi. Pada perhitungan MRp akan didapatkan nilai Riil yang selanjutnya perlu konversi dengan nilai minimalnya baik RPs maupun RPr. Jika nilainya lebih besar dari 1, maka nilai nominalnya positif (+), sedangkan bila nilai Riilnya lebih kecil dari 1 maka nilai nominalnya negatif (-). Terdapat empat klasifikasi hasil penilaian tersebut yaitu :

1. Klasifikasi pertama : nilai (+) dan nilai (+) berarti kegiatan sektor tersebut pada wilayah referensi (nasional) dan wilayah studi (Propinsi) memiliki pertumbuhan yang menonjol

2. Klasifikasi kedua: Nilai (+) dan Nilai (-) berarti kegiatan sektor tersebut pada tingkat referensi (nasional) memiliki pertumbuhan yang menonjol (potensial) sedangkan di wilayah studi (Propinsi) memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol.

3. Klasifikasi ketiga: Nilai (-) dan (+) berarti kegiatan sektor tersebut pada pada tingkat referensi (nasional) memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol sedangkan di wilayah studi (Propinsi) memiliki pertumbuhan yang menonjol (potensial). Klasifikasi Keempat : nilai (-) dan (+) berarti kegiatan sektor tersebut baik pada wilayah referensi (nasional) maupun wilayah studi (Propinsi) memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol (Maulana Yusuf, 2002 :8) Rumus untuk menghitung RPr dan RPs :

1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)

^ Eir / Eir ( t ) R Pr =

^ Er / Er ( t )

Rpr = Rasio pertumbuhan wilayah referensi ^ Eir = perubahan pendapatan kegiatan i di wilayah

referensi ^ Er = perubahan PDRB di wilayah referensi

Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) merupakan perbandingan laju pertumbuhan kegiatan i wilayah studi dengan laju pertumbuhan kegiatan i di wilayah referensi. RPs dirumuskan sebagai berikut :

2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs)

RPr = Rasio pertumbuhan wilayah referensi ^Eij = perubahan pendapatan kegiatan i di wilayah studi

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Gambaran Umum Propinsi Jawa Tengah

a. Aspek Geografis Jawa Tengah sebagai salah satu propinsi di Indonesia letaknya diapit oleh dua propinsi besar, yakni Propinsi Jawa Timur dan Propinsi Jawa Barat. Ibu kota Jawa Tengah terletak di Kota

0 1 0 Semarang, Jawa Tengah terletak pada 5 1 40 dan 8 30 lintang

0 1 0 selatan dan diantara 108 1 30 dan 111 30 bujur timur (termasuk pulau Karimun Jawa). Luas Jawa Tengah (sekitar 3,25 juta

hektar) terdiri dari 998 ribu hektar (30,68 persen) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,32 persen) bukan lahan sawah. Apabila

dibandingkan dengan tahun 2002, luas lahan sawah tahun 2003 mengalami penurunan sebesar 0,07 persen, sebaliknya luas bukan lahan sawah mengalami kenaikan sebesar 0,03 persen. Menurut penggunaannya sebagian besar lahan persawahan dipergunakan sebagai lahan sawah berpengairan teknis (39,18 persen), lainnya memakai sistem pengairan setengah teknis, sederhana dan tadah. Dengan menggunakan teknik irigasi yang baik, potensi lahan sawah dapat ditanami padi lebih dari dua kali dalam satu tahun. Adapun lahan kering yang yang dipergunakan sebagai teguran/ kebun mencapai sebesar 33,69 persen dari total lahan bukan sawah. Obyek-obyek wisata yang terdapat di wilayah Jawa Tengah antara lain : Candi Borobudur, Taman Wisata Kyai Langgeng dan tempat arung jeram (di Kabupaten Magelang). Komplek Candi pegunungan Dieng (di Kabupaten Banjarnegara), Taman Maerokoco, Museum Kereta Api, PRPP, Candi Gedongsongo (di Semarang). Gambaran selengkapnya mengenai letak geografis Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 letak Geografis Propinsi Jawa Tengah Keadaan/ Kondisi

Uraian

1. Letak Propinsi Jawa Tengah terletak diantara

0 1 0 1 diantara 108 30 dan 111 30 bujur timur

0 1 0 1 serta 5 40 dan 8 30 lintang selatan.

2. Batas Propinsi Jawa Tengah dibatasi oleh : Di sebelah utara : Laut Jawa

Di sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur Di sebelah selatan : Propinsi DIY Di sebelah Barat : Propinsi Jawa Barat