ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE SEBELUM DAN SELAMA PROPEDA TAHUN 1999 SAMPAI 2006

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE SEBELUM DAN SELAMA PROPEDA TAHUN 1999 SAMPAI 2006

Skripsi

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk Mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultsas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh: WIDIYANTA

F1104010

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

ABSTRAK WIDIYANTA NIM. F1104010 ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE SEBELUM DAN SELAMA PROPEDA TAHUN 1999 SAMPAI 2006

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk mengetahui kondisi perekonomian di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbuhan dan sumbangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda. (2) Untuk mengetahui kondisi status perkembangan wilayah di setiap kecamatan kabupaten Sukoharjo, yangn dihitung dari besaran pertumbuhan PDRB dan PDRB Perkapita, antara sebelum dan selama pelaksanaa Propeda. (3) Untuk mengetahui kondisi basis ekonomi sektoral di setiap kecamatan di kabupaten Sukoharjo, antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yangn diperoleh dari beberapa sumber, dengan cara mengambil data-data statistik yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan di kabupaten Sukoharjo yang terdiri dari 12 kecamatan. Metode yang digunakan adalah Model Matriks Potensi Daerah, Model Metodologi Klassen, dan LQ (Location Qoetion).

Hasil yang didapat hampir semua daerah wilayah kabupaten Sukoharjo termasuk kategori daerah terbelakang baik sebelum propeda maupun selama propeda. Dengan menggunakan Tipologo Klassen, didapat pergeseran status perekonomian yang berbeda-beda di masing-masing kecamatan di kabupaten Sukoharjo. Misalnya di Kecamatan Kartasura memiliki status maju dan tumbuh yangn terjadi pada tahun 2000, 2003, 2005, 2006, sedangkan pada 2001, 2002, 2004 maju namun tertekan. Dengan perhitungan LQ didapat bahwa pad athu 2000 sampai 2006 rata-rata dibidang pertanian, industri, pengelohan, bangunan, perdagangan hotel, dan restoran, angkutan dan komunikasi, jasa dan pemerintahan termasuk sektor basis. Sedangkan yang termasuk di sektor non basis adalah pertambangan, listrik, air dan keuangan.

Berdasarkan hasil-hasil tersebut maka diajukan saran-saran agar memerintah meningkatkan kinerja sektor-sektor yang kurang maju atau terbelakang.

Kata kunci : Perkembangan PDRB dipengaruhi oleh 9 sektor ekonomi di Kabupaten Sukoharjo.

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul :

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

DIKABUPATEN SUKOHARJO PERIODE SEBELUM DAN SELAMA PROPEDA

TAHUN 1999 SAMPAI 2006

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima baik oleh team penguji Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapai tugas-tugas dan memenuhi syarat- syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Surakarta,

Tim Penguji Skripsi:

1. Drs. A. Daerobi, MS

2. Drs. Mugi Rahardjo, M. Si

3. Suryanto, SE., M. Si

MOTTO

Ø Jangan melepaskan harapan atau putus asa karena yang kau dambakan sudah lampau. Meratapi sesuatu yang tidak dapat diperoleh kembali merupakan

kelemahan yangn palig rapuh. (Kahlil Gibran, “Suara sang Nabi”)

Ø Harapan adalah laksana pelampung bagi jiwa, yang akan mencegah agar tidak tenggelam dalam keputusan. Keyakinan adalah laksana timah pemberat yang

akan mencegah agar jiwa kita tidak diapungkan oleh kegoncangan-kegoncangan.

HALAMAN PERSEMBAHAN

Penulis persembahan kepada : v TUHAN YME

v Bapak dan ibu tercinta v Kakak dan saudara-saudaraku v Almamaterku v Teman-teman angkatan 2004 non reguler

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melimpahkan kasih dan berkatNya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR

EKONOMI DI KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE SEBELUM DAN SELAMA PROPEDA TAHUN 1999 SAMPAI 2006

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakulas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari Pelaksanaa penelitian hingga tersusunnya skripsi ini tentunya tdak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Drs.Mugiraharjo, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan serta petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com, Ak selaku Dekan Fakults Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Ketua jurusan S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Izza Mahruhah, SE, M. Si selaku Sekretaris jurusan S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Wahyono, SP selaku Kepala Sub Bagian Pendidikan Fakultas Ekonomi Universitas Sebalas Maret Surakarta.

6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan petunjuk hingga terselesainya tugas akhir ini.

7. Teman-teman Ekonopmi Pembangunan Non Reguler angkatan 2004 tanpa terkecuali terima kasih semua bantuannya.

8. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan yanng berguana bagi penyusun skripsi ini.

Semoga kebaikan dan ketulusan hati mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat penulis harapan, akhirnya penulis berharap semoga semua tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Surakarta, ___________2009

Penulis

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……………………………………………………. 68

B. Saran …………………………………………………………… 70

DAFTAR TABEL TABEL

HALAMAN

IV.1 Matrik Potensi Daerah ………………………………………….. 44

IV.2 Model Tipologi Klasen …………………………………………. 47

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR GAMBAR

2.1 Kerangka Pemikiran ……………………………………………. 24

BAB I P EN D A H U L U A N

A. Latar Belakang

Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pembangunan tidak hanya dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan nasional saja, namun juga ditujukan untuk mameratakan distribusi pendapatan nasional dan hasil-hasilnya. Pemerataan distribusi pendapatan dapat dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada daerah untuk meningkatkan tingkat pertumbuhannya dengan kemampuannya untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Pada akhirnya bagi setiap negara yang melaksanakan pembangunan akan menuju pada peningkatan kemakmuran masyarakat luas atau pemerataan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi lebih berarti jika diikuti pemerataan atas hasil-hasil pembangunan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan hasil produksi akan semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Pembangunan adalah masalah nasional yang harus secara menyeluruh dan merata ke segenap pelosok tanah air, maka pembangunan tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah pusat tapi juga oleh pemerintah daerah dan desa. lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Pembangunan nasional Indonesia dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya

dan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Demi berhasilnya rencana pembangunan dan untuk menghindari masalah-masalah yang mungkin timbul dalam tahap pelaksanaannya, pemerintah harus menetapkan kebijaksanaan pembangunan yang tepat. Dengan adanya kondisi daerah yang berbeda akan membutuhkan suatu pola pembangunan yang berbeda pula. Suatu pola kebijaksanaan pembangunan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah tidak bisa diterapkan secara langsung di daerah yang lain. Peniruan tersebut belum tentu akan memberikan manfaat yang sama bagi daerah yang lain. Jika akan membangun suatu daerah kebijakan yang diambil harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan dan potensi) daerah yang bersangkutan. Masalah pokok pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal (daerah).

Perencanaan pembangunan penting sekali dilaksanakan di negara sedang berkembang. Mekanisme pasar tidak dapat menciptakan pembangunan yang cepat di negara sedang berkembang. Oleh karena itu campur tangan pemerintah dalam perekonomian harus dilakukan, dan agar dapat dilakukan dengan efisien haruslah dibuat perencanaan pembangunan. Di negara maju, walaupun campur tangan pemerintah diperlukan, hal itu tidak seperti pada negara sedang berkembang seperti Indonesia, bahkan seringkali tidak diperlukan. Tetapi dalam usaha untuk Perencanaan pembangunan penting sekali dilaksanakan di negara sedang berkembang. Mekanisme pasar tidak dapat menciptakan pembangunan yang cepat di negara sedang berkembang. Oleh karena itu campur tangan pemerintah dalam perekonomian harus dilakukan, dan agar dapat dilakukan dengan efisien haruslah dibuat perencanaan pembangunan. Di negara maju, walaupun campur tangan pemerintah diperlukan, hal itu tidak seperti pada negara sedang berkembang seperti Indonesia, bahkan seringkali tidak diperlukan. Tetapi dalam usaha untuk

Dalam pasal 1, ayat 5 UU Nomor 32 tahun 2004; disebutkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberian kewenangan yang luas kepada Daerah, memerlukan koordinasi dan peraturan melalui suatu peraturan perundangan tertentu untuk lebih mengharmoniskan dan menyeleraskan pembangunan, baik pembangunan Nasional, Pembangunan Daerah maupun Pembangunan antar daerah. Peraturan perundangan yang mengatur mekanisme sistem perencanaan pembangunan adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Penerapan model analisis ini sekaligus juga digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program-program pembgunan daerah di Kabupatan Sukoharjo, baik pada Penerapan model analisis ini sekaligus juga digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program-program pembgunan daerah di Kabupatan Sukoharjo, baik pada

Untuk mencapai maksud dan tujuan di atas, beberapa langkah yang akan dilakukan yaitu: Pertama, meneliti komponen PDRB ( Produk Domestik Regional Bruto), baik atas dasar harga berlaku berlaku maupun harga konstan 1993 di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sukoharjo ada 12 kecamatan, baik pada era sebelum pelaksanan Propeda (tahun 1999 dan 2000) maupun periode selama pelaksanaan Propeda (tahun 2001, 2002, 2003, 2004, 2005 dan 2006). Kedua, melakukan perhitungan PDRB secara diskriptif atas dasar harga berlaku dan juga harga konstan 1993, baik dari sisi nilai kontribusi dari masing-masing kecamatan terhadap masing wilayah kecamatan; baik pada era sebelum pelaksanaan Propeda (tahun 1999 dan 2000) maupun periode selama pelaksanaan Propeda (tahun 2001, 2002, 2003, 2004, 2005 dan 2006). Ketiga, melakukan perhitungan dan analisis model-model ekonomi regional yang diterapkan untuk masing-masing kecamatan di Kabupaten pada era sebelum pelaksanaan Propeda (tahun 1999 dan 2000) maupun periode selama pelaksanaan Propeda (tahun 2001, 2002, 2003 dan 2004), yang meliputi: (i) Analisis Matriks Potensi daerah; (ii) Analisis Tipologi Klassen; (iii) Analisis LQ (Location Quotien).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, maka ada beberapa perumusan masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Bagiamanakah kondisi perekonomian di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbuhan dan sumbangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda?

2. Bagaimanakah kondisi status perkembangan wilayah di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbuhan PDRB dan PDRB Perkapita, antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda?

3. Bagaimanakah kondisi basis ekonomi sektoral di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui kondisi perekonomian di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbuhan dan sumbangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda.

2. Untuk mengetahui kondisi status perkembangan wilayah di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbunhan PDRB dan PDRB Perkapita, antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda.

3. Untuk mengetahui kondisi basis ekonomi sektoral di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangan informasi kepada pemerintah Kabupaten Sukoharjo tentang kondisi perekonomian, status perkembangan wilayah, pergeseran struktur ekonomi, sektor prioritas atau sektor unggulan, kondisi basis ekonomi sektoral di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam proses pembangunan di Kabupaten Sukoharjo

2. Manfaat Teoritis Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi yang penting bagi kegiatan penelitian lainnya baik bidang yang sejenis atau yang lainnya, serta untuk menambah pengetahuan dan penerapan teori ekonomi yang telah didapat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Paradikma Baru Pembangunan

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai perubahan secara mendasar di bidang kewenangan, pembiayaan pembangunan, kepemerintahan yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) melalui seperangkat peraturan perundangan yang antara lain meliputi:

1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah dirubah dengan UU nomor 32 tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

3. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Koropsi, Kolusi dan Nepotisme;

4. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

5. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Pembendaraan Negara;

6. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan

7. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pembangunan secara umum diartikan sebagai proses jangka panjang dalam upaya untuk terus meningkatkan pendapatan nasional perkapita penduduk dan masyarakat menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kata ‘proses’ dalam istilah pembangunan mengandung arti (Kadiman, 2001:

1. Adanya hubungan kausal antara berbagi faktor dan dimensi baik yang bersifat ekonomi maupun ekonomi;

2. Faktor non-ekonomi sering menjadi titik tekan yang sangat mempengaruhi berhasil dan tidaknya proses pembangunan, seperti aspek kelembagaan atau institusional, pola perilaku (behavioral pattern), aspek sosial budaya, hokum, politik, dan sebagainya.

3. Proses pembangunan di bidang social juga sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembangunan, seperti pembanguan di bidang pendidikan dan kesehatan sebagai unsure penting yang menentukan dan mempengaruhi kualiatas SDM (Sumber Daya Manusia) di suatu negara/daerah/wilayah.

Di lain pihak, kata ‘jangka panjang’ dalam dimensi proses dalam pembangunan mempunyai makna dan arti (Kadiman, 2001):

1. Pembangunan tidak mungkin diselesaikan dalam waktu yang pendek (satu tahun) ataupun jangka waktu menengah (lima tahun), melainkan akan memakan waktu yang relative lama yaitu paling tidak 2 (dua) sampai 3 (tiga) dasawarsa; dan

2. Pertumbuhan ekonomi dalam arti yang berkelanjutan hanya dapat dilihat dan ditunjukkan dalam jangka panjang (sustained secular trend).

Kalau pertumbuhan yang dikandung dalam konsep pembangunan menunjukan adanya output, maka pembanguan mencakup peningkatan output yang terkait dengan perubahan tatanan teknis dan institusional/kelembagaan. Dengan demikian pembangunan mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar konsep pembangunan ekonomi semata; apalagi hanya menganut konsep indikator pembangunan dengan ukuran PDB (Produk Domestik Broto) atau PDRB. Oleh karenanya, usaha pembangunan suatu negara/wilayah/daerah harus pula meliputi pembangunan di bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya (Kamaludin, 1998: 10). Secara umum proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pada dasarnya ditentukan dan dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi (Kamaludi, 1998 dan Tabuan, 2001):

1. Faktor Ekonomi. Faktor ekonomi yang dimaksud meliputi SDA (Sumber Daya Alam), SDM (Sumber Daya Manusia) atau Tenaga Kerja, Permodalan, dan Tenaga Managerial atau Skill yang mengorganisir dan mengatur proses produksi. Di samping itu, juga adanya spesialisasi atau pembagian kerja, perkembangan teknologi dan sebagianya yang menunjang faktor-faktor produksi tersebut dalam proses produksi dan pembangunan.

2. Faktor Non Ekonomi. Faktor non ekonomi berupa lembaga sosial, kondisi politik, nilai-nilai moral dan yang sejenisnya yang bukan merupakan faktor ekonomi yang mempengaruhi, baik menunjang atau menghalangi terhadap proses

ekonomi di suatu negara/wilayah/daerah. Lebih jauh diungkapkan bahwa penentu utama bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi adalah bakat, kemampuan, kualitas,

pembangunan

dan

pertumbuhan pertumbuhan

B. Pembangunan Daerah

Masalah pembangunan daerah telah lama menarik perhatian para ahli ekonomi pembangunan. Beberapa kajian dan berbagai penelitian telah banyak dilakukan. Kajian yang paling awal dilakukan oleh Kuznet (1995) yang memberikan landasan secara empiris untuk mempelajari distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan selanjutnya dimulai oleh Borts (1960), Siebert (1969) dan Richardson (1973)yang menghasilkan suatu tesis bahwa pertumbuhan ekonomi daerah berhubung dengan ketersediaan 3 (tiga) faktor; yaitu: (i) Tenaga kerja; (ii) Kesediaan Modal; dan (iii) Kemajuan Teknologi. Perpindahan faktor produksi khususnya modal dan tenaga kerja antar daerah, cukup besar dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah karena secara otomatis menghilangkan perbedaan harga antar daerah, Masalah pembangunan daerah telah lama menarik perhatian para ahli ekonomi pembangunan. Beberapa kajian dan berbagai penelitian telah banyak dilakukan. Kajian yang paling awal dilakukan oleh Kuznet (1995) yang memberikan landasan secara empiris untuk mempelajari distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan selanjutnya dimulai oleh Borts (1960), Siebert (1969) dan Richardson (1973)yang menghasilkan suatu tesis bahwa pertumbuhan ekonomi daerah berhubung dengan ketersediaan 3 (tiga) faktor; yaitu: (i) Tenaga kerja; (ii) Kesediaan Modal; dan (iii) Kemajuan Teknologi. Perpindahan faktor produksi khususnya modal dan tenaga kerja antar daerah, cukup besar dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah karena secara otomatis menghilangkan perbedaan harga antar daerah,

2 (dua) kekuatan yang bekerja dalam proses pertumbuhan ekonmi, yaitu: (i) Efek balik negatifl (back-wash effect), dan (ii) Efek penyebaran (spread effect). Di lain pihak Fisher dan Clark menyoroti transformasi sektoral dengan mengajukan konsep sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri dan bangunan), dan sektor tersier (sektor lainnya PDRB) Todaro (1998, 2000) Mengemukakan masalah pokok pembangunan daearah terletak pada penekanan terhadap pkebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah (endogenous development) dengan memanfatkan SDM (Sumber Daya Manusia), kelembagaan dan sumber daya fisik lokal. Benziger (1996) mengemukakan perlunya disediakan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Sarana dan prasarana tersebut merupakan syarat menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah. Terakhir, Blakely mengemukakan tentang tunjuan ekonomi suatu wilayah, yang antara lain meliputi: (i) mendorong terciptanya pekerjaan yang berkualitas bagi penduduk yaitu dengan mengupayakan peningkatan sumberdaya yang lebih berkualitas, sehingga mampu berperan dalam aktivitas yang lebih produktif; dan (ii) menciptakan stabilitas ekonomi dengan cara menyiapkan sarana dan prasaran yang dibutuhkan bagi pengembangan aktivitas ekonomi daerah/wilayah (Murti, 2002)). Secara umum tujuan dari adanya Pembangunan Daerah, ialah sebagai berikut (Todaro):

1. Mendorong terciptanya pekerjaan yang berkualitas bagi penduduk, yaitu dengan mengupayakan peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) yang lebih berkualitas, sehingga mampu berperan dalam aktivitas yang lebih produktif dibanding dengan yang sudah dilakukan;

2. Berusaha menciptakan stabilitas ekonomi dengan cara menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi pengembangan aktivitas ekonomi daerah yang meliputi: penyediaan lahan, tenaga kerja, dana pembiayaan dan bantuan teknis/manajemen untuk mencegah timbulnya ketimpangan-ketimpangan yang dapat menghambat pembangunan;

3. Mengusahakan terciptanya basis diversifikasi aktivitas ekonomi yang luas, yang diharapkan dapat memperkecil resiko fluktuasi bisnis, dimana dengan adanya basis ekonomi yang kuat maka resiko fluktuasi ekonomi regional/wilayah dapat diperkecil.

4. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi dari berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti: sandang, pangan, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.

5. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendaptan tetapi juga meliputi pertambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai struktual dan kemanusiaan yang kesemuanya tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, tetapi juga menumbuhkan jati diri pribadi dan daerah yang bersangkutan; serta

6. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu serta daerah secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dar sikap ketergantungan, yang bukan saja pada orang atau daerah lain, melainkan juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Dari berbagai pengertian di atas, maka secara umum dapat diartikan bahwa Pembangunan Daerah adalah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta dalam rangka menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pembangunan Daerah juga dikatakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri- industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru (Arsyad).

C. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam suatu masyarakat. Seperti juga diuangkapkan oleh Todaro (2000), terdiri dari 3 (sektor) faktor, yaitu (i) Akumulasi modal, yang meliputi semua investasi baru pada tanah, perlatan fisik, dan juga sumber daya manusia; (ii)

Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja serta (iii) Kamajuan teknologi. Lebih lanjut dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah daya dukung ekonomi di dalam daerah seperti sumber daya alam, investasi, sumber daya manusia., prasarana dan sarana penunjang aktivitas. Sedangkan eksernal adalah bentuk kekuatan dari luar yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah, yaitu campur tangan pemerintah yang diplementasikan dalam penyaluran dana pembangunan melalui dana impres dan dana bentuk lain pada daerah atau sektor yang diprioritaskan (Tambunan, 2001).

Pertumbuhan ekonomi daerah lebih ditekankan pada pengaruh perbedaan karakteristik daerah terhadapat pertumbuhan ekonomi. Namun demikian pertumbuhan ekonomi nasional dan regional juga memiliki ciri yang sama, yaitu memberikan tekanan pada unsur waktu yang merupakan faktor penting dalam analisis pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan ekonomi nasional faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah faktor modal, lapangan pekerjaan, dan kemajuan teknologi. Sedangkan dalam teori pertumbuhan ekonomi daerah faktor-faktor yang menjadi keutamaan adalah keunggulan lokasi, aglomasi, dan arus lalu lintas modal antar daerah. Dari beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi daerah antara lain (Arsyad, 1999)

1. Teori Lokasi. Teori ini pada intinya mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang dapat meminimumkan biaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan atau industri umumnya terletak atau berdekatan dengan pasar atau sumber bahan baku. Alasan ini akan menjadi pertimbangan yang sangat 1. Teori Lokasi. Teori ini pada intinya mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang dapat meminimumkan biaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan atau industri umumnya terletak atau berdekatan dengan pasar atau sumber bahan baku. Alasan ini akan menjadi pertimbangan yang sangat

2. Teori Basis Ekonomi. Teori ini didasarkan pada sudut pandang teori lokasi, yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Hal ini berarti, dalam menentukan strategi pembangunan harus disesuiakan dengan keunggulan lokasi yang dimiliki guna meningkatkan pertumbuhan suatu daerah. Teori basis ekonomi menyederhanakan perekonomian menjadi 2 sektor, yaitu sektor basis dan sektor bukan basis. Suatu kegiatan/sektor dikatakan sebagai sektor basis jika kegiatan tesebut mengekspor barang dan jasa keluar daerah perkonomian atau menjual kepada daerah-daerah yang dating dari luar perekonomian yang bersangkutan. Sektor basis berperan sebagai faktor penggerak utama, dimanan setiap perubahan yang terjadi dalam aktivirtas ekonomi tesebut akan menimbulkan dampak pengganda (multiplier) terhadap pertumbuhan ekonomi di sutu daerah. Sebaliknya, sektor non basi adalah sektor barang atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat atau oleh sektor ekonomi basis yang berada dalam batas perekonomian daerah.

3. Teori Tempat Sentral. Teori ini menganggap bahwa ada semacam hierarki tempat. Setiap sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral bias diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah.

4. Teori Kausasi Kumulatif. Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari teori kausasi komulatif ini. Dengan kata lain, kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antar daerah-daerah tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa daerah yang maju mengalami keunggulan kompetitif dibanding dengan daerah-daerah lain. Hal ini oleh Myrdal dikenal sebagai backwash effect.

5. Model Daya Tarik. Teori daya tarik adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasari adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialisasi melalui pemberian subsidi dan insentif.

D. Transformasi Struktural

Tranformasi Struktural adalah bergesernya struktural ekonomi suatu negara/daerah dari sektor primer, menuju ke sektor sekunder dan sektor tersier. Banyak para ahli ekonomi (Sukirno, 1985) yang menyadari akan adanya perubahan struktur perekonomian seiring dengan kemajuan pembangunan. Kebanyakan penelitian yang dilakukan mengacu pada kondisi Tranformasi Struktural adalah bergesernya struktural ekonomi suatu negara/daerah dari sektor primer, menuju ke sektor sekunder dan sektor tersier. Banyak para ahli ekonomi (Sukirno, 1985) yang menyadari akan adanya perubahan struktur perekonomian seiring dengan kemajuan pembangunan. Kebanyakan penelitian yang dilakukan mengacu pada kondisi

A.G.B (Clark, 1949) (Kuznets, 1966), (Chenery 1960), serta (Chenery dan Syrqint, 1975).

E. Pembangunan Daerah di Era Otonomi

Secara umum, subtansi mendasar dari UU Nomor 32 tahun 2004 dan juga UU Nomor 33 tahun 2004 adalah adanya kehendah untuk mendorong proses pemberdayaan atau peningkatan ekonomi masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah dengan menerapkan prinsip otonomik daerah yang nyata dan bertanggungjawab, dengan penjelasan selengkapnya sebagai berikut (Penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004):

1. Prinsip Otonomi Nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan kekuasaan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.

2. Prinsip Otonomi yang Bertanggung Jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonom, yang dasarnya untuk memperdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakn bagian utama dari tujuan nasional.

Seiring dengan kedua prinsip tersebut di atas, penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Di samping itu, juga harus mampu menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan daerah lainnya dalam arti mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah terjadinnya ketimpangan antar daerah (termasuk di dalamnya antar wilayah dan antar kecamatan).

Dalam dokumen Visi, Misi, dan Program dari Presiden dan Wakil Presiden yang berjudul: “Membangun Indonesia yang Aman, Adil dan Sejahtera”; (Yudhoyono, Susilo Bambang dan Kalla, M. Yusuf 2004) juga telah memaparkan Agenda Pembagunan Nasional 2004-2009, yang meliputi:

1. Agenda pertahanan, keamanan, politik dan harmonis sosial untuk menuju Indonesia yang aman dan damai, dengan program-programnya:

a. Peningkatan rasa saling percaya dan harmonis antar kelompok masyarakat.

b. Pencegahan dan penanggulangan sparatisme;

c. Penegakan hukum dan ketertiban serta pencegahan dan penanggulangan kriminalitas.

d. Peningkatan kemampuan pertahanan negara; dan

e. Pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerjasama internasional.

2. Agenda keadilan, hukum, HAM (Hak Asasi Manusia), dan demokrasi untuk menuju masyarakat yang adil dan demokrasi, dengan program-program: 2. Agenda keadilan, hukum, HAM (Hak Asasi Manusia), dan demokrasi untuk menuju masyarakat yang adil dan demokrasi, dengan program-program:

b. Penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa;

c. Penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk;

d. Pengembangan seluas-luasnya kebudayaan yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur;

e. Revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah;

f. Peningkatan kulitas kehidupan dan peran perempuan.

3. Agenda ekonomi menuju masyarakat menuju masyarakat sejahtera, dengan program-program:

a. Perbaikan dan penciptaan kesempatan kerja;

b. Peningkatan kinerja dan stabilitas ekonomi makro;

c. Penghapusan kemiskinan;

d. Peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas;

e. Peningkatan akses rakyat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitas;

Visi, Misi, dan Program dari Presiden dan Wakil Presiden tersebut kemudian diimpletasikan dalm PP (Peraturan Presiden) Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam lampiran tersebut khususnya pada bagian IV yaitu agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat dibahas beberapa bab yaitu mulai Bab 16 sampai Bab 33; yang selengkapnya meliputi program-progaram sebagai berikut:

1. Penanggulangan Kemiskinan;

2. Peningkatan Investasi dan Ekspor Non Migas;

3. Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur;

4. Revitalitas Pertanian;

5. Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

6. Peningkatan Pengelolaan BUMN;

7. Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

8. Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan;

9. Pemantapan Stabilitas ekonomi Makro;

10. Pembangunan Perdesaan;

11. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Daerah;

12. Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas;

13. Peningkatan Akses terhadap Kesehatan yang Berkualitas;

14. Peningkatan Perlindungan dan Kesehatan Sosial;

15. Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda dan Olahraga;

16. Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama;

17. Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup; dan

18. Percepatan Pembangunan Infrastruktur.

(Hartanto, 2001) dalam penelitiannya yang berjudul: ‘Analisis Sektor-sektor Prioritas yang mendukung Perekonomian Daerah Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah”, yang menerapkan Model SS (Shift-Share) dan Model LQ (Location

Quotient); telah menemukan adanya sektor-sektor pendukung perekonomian Kota Semarang selam tahun 1993-1999. Lebih lanjut telah ditemukan bahwa komposisi

struktur perekonomian yang paling dominan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor ini memberikan kontribusi terhadap PDRB kota semarang selama kurun waktu 1993-1999, rata-rata sebesar 33,32%. Sektor yang menjadi basis ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif, yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor listrik, gas dan aair bersih; sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikassai; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; serta sektor jasa-jasa (Hartanto, 2001)

(Aswandi dan Kuncoro, 2002) dalam Penelitiannya Yang berjudul : “Evaluasi Penetapan Kawasan Adalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan”, telah menemukan kesimpulan yang menarik, yaitu:

1. Dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klassen yang diterapkan di Propinsi Kalimantan Selatan, telah ditemukan bahwa: (i) Daerah yang masuk kategori ‘cepat Maju dan Cepat Tumbuh’ adalah Kabupaten Kota Baru; (ii) Daerah yang masuk Kategori ‘Maju tetapi Tertekan’ adalah Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala; (iii) Daerah yang masuk kategori ‘Berkembang Cepat’ adalah Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Tapin; serta (iv) Daerah yang masuk ktegori ‘Relatif Tertinggal’ adalah Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah ( Aswandi dan Kuncoro, 2002)

F. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pada latar belakang masalah, sebagaimana dan juga tinjauan pustaka yang telah dipaparkan di atas, kerangka pemikiran dalam studi ini, dapat diilustrasikan pada gambar 2.1. Dari kerangka pemikiran studi pada gambar 2.1, penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis model-model ekonomi regional sebagai alat analisis untuk penilaian dan evaluasi kinerja pembangunan daerah, di 12 Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo pada era sebelum PROPEDA (1998-2000) dan selama pelaksanaan PROPEDA (2001-2006) di Kabupaten Sukoharjo. Dasar kajian dalam studi ini lebih banyak menggunakan data PDRB tingkat kecamatan. PDRB, secara umum diartikan sebagai keseluruhan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha dalam suatu wilayah pada periode tertentu. Keseluruhan kegiatan usaha yang dimaksud, antara lain meliputi sektor- sektor: (1) Sektor Pertanian; (2) Sektor Pertambangan dan Penggalian; (3) Sektor Industri Pengolahan; (4) Sektor listrik,Gas dan Air Minum; (5) Sektor Bangunan /Kontruksi; (6) Sektor Perdangan, Hotel dan Restoran; (7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Sektor Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; serta (9) Sektor Jasa-Jasa. Pendekatan yang digunakan untuk menurunkan besaran PDRB ini, adalah Pendekatan /Metode Produksi.

Suatu kecamatan secara umum akan memiliki tingkat keunggulan pada suatu sektor tertentu jika kecamatan yang bersangkutan memiliki potensi yang lebih besar untuk tumbuh dibandingkan kecamatan lainnya dalam 1 (satu) Kabupaten; yang antara lain disebabkan oleh kepemilikan faktor-faktor produksi yang berlebihan yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan di wilayahnya. Keunggulan daerah dapat di cari dan diperbandingkan setelah memilahkan 2 wilayah: (i) Wilayah referensi, yaitu kondisi perekonomian di tingkat Kabupaten Sukoharjo; dan (ii) Wilayah studi, yaitu kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Sementara itu, suatu suatu kecamatan memiliki tingkat keunggulan kompetitif pada suatu sektor tertentu jika sektor di kecamatan yang bersagkutan mempunyai kemampuan untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor yang sama pada perekonomian yang lebih tinggi atau perekonomian di Kabupaten Sukoharjo. Suatu sektor mempunyai keunggulan kompetitif yang positif, mempunyai implikasi bahwa share suatu sektor tertentu atas nilai tambah bruto sektor pembentuk PDRB yang sama ditingkat yang lebih tinngi, mengalami kenaikan selama kurun waktu analisis; dan akan berlaku sebaliknya jika keunggulan kompetitifnya bertanda negatif. Dampak dari berbagai perkembangan di atas juga akan mempengaruhi tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar wilayah. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2.1.

gambar 2.1

Kondisi Perekonomian (PDRB)

-Kabupaten Sukoharjo

Error!

- Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo

Sebelum PROPEDA

Selama PROPEDA ( 1999- 2000)

( 2001- 2006)

Sekt or Pembentukan PDRB Sekt or Pembentukan PDRB

- Pertanian

- Pertanian

- Pertambangan / Penggalian - Pertambangan / Penggalian

- I ndustri Pengolahan

- I ndustri Pengolahan - Listrik, Gas dan Air Minum

- Listrik, Gas dan Air Minum

- Bangunan/ Kontruksi - Perdag.Hotel dan Restoran

- Bangunan/ Kontruksi

- Perdag.Hotel dan Restoran - Pengangkutan & Komunikasi

- Pengangkutan & Komunikasi

- L.Keu.,Persewa.& Js.Persh.

- L.Keu.,Persewa.& Js.Persh. - Jasa-jasa

- Jasa-jasa

Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah tingkat Kecamat an di Kabupaten Sukoharjo

1. Analisis Deskriptif

a. Perekonomian Daerah

b. Sosial Budaya c. Sarana dan Prasarana Daerah

d. Pemerintahan Umum

2. Analisis Kuantitatif

a. Model Kontribusi / Sumbangan

Model Pertumbuhan

b. Model Klassen

c. Model Spesialisasi

G. Penelitian Terdahulu

(Hartanto, 2001) dalam penelitiannya yang berjudul: “Analisis Sektor-Sektor Prioritas yang Mendukung Perekonomian Daerah KotaSemarang Propinsi Jawa Tengah”, yang menerapkan Model SS (Shift-Share) dan Model LQ (Location Quotient); telah menemukan adanya sektor-sektor mendukung perekonomian Kota Semarang selama tahun 1993-1999. Lebih lanjut telah ditemukan bahwa komposisi struktur perekonomian yang paling dominan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor ini memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Semarang basis ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif, yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor bangunan: sektor pengankuatan dan komunikasi;’ sektor perdagangan, hotel, restoran: serta sektor jasa-jasa.

(Murti, 2002) dalam penelitiannya yang berjudul: “Analisis Transformasi Strukturaldan Basis Ekonomi di Kabupaten Karanganyar”, yang juga menggunakan Model SS (Shift-Share)dan Model LQ (Location Quotient); telah menemukan adanya sektor-sektor yang mendukung perekonomian Kabupaten Karanganyar selamakurun waktu 1993-1998. Lebih lanjutdijelaskan bahwa basis ekonomi di Kabupaten Karanganyar adalah sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas, dan air minum serta sektor jas-jasa (Murti, 2002).

(Aswadi dan Kuncoro, 2002) dalam penelitiannya yang berjudul: “Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999”, telah menemukan kesimpulan yang menarik, yaitu:

1. Dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klasen yang ditetapkan di Propinsi Kalimantan Selatan, telah ditemukan bahwa: (i) Daerah yang masuk kategori ‘Cepat Maju dan Cepat Tumbuh adalah Kabupaten Kotabaru; (ii) Daerah yang masuk kategori ‘Maju tapi Tertekan’ adalah Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala; (iii) Daerah yang masuk kategori ‘Berkembang Cepat’ adalah Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Utar, dan Kabupaten Tapin; serta (iv) Daerah yang masuk kategori ‘relatif Tertinggal’ adalah Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Sungai Tengah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Aswadi dan Kuncoro, 2002).

2. Dengan menggunakan alat analisis LQ (Location Qutient) yang juga diterapkan di Propinsi Kalimantan Selatan, telah ditemukan bahwa seluruh Kabupaten pada kawasan bukan adalah (selain Kabupten Kotabaru, Kota Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan) memiliki keunggulan yang sama dalam Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan (hasil analisis LQ>1.hal ini juga didukung oleh kebijakan Penda Propinsi Kalimantan Selatan yang telah menetapkan pengembangan Sektor Pertanian pada daerah-daerah di kawasan bukan amdalan. Sedang kawasan andalan memiliki keunggulan pada Subsektor Restoran (kecuali Kabupaten Kotabaru) dan pada Sebsektor Pengangkutan (kecuali Kabupaten Hulu Sungai Selatan). Dengan adanya perbedaan dalam keunggulan tersebut, memungkinkan dilakukannya spesi-aliasi produksi antar daerah sehingga dapat membuka peluang pertukaran komoditas sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah (Aswadi dan Kuncoro, 2002).

H. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya (Suryabrata).

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa :

1. Kondisi perekonomian di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, yang diindikasikan dengan besarnya pertumbuhan dan sumbangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), diduga mengalami perbedaan antara era sebelum dan selama pelaksanaa PROPEDA.

2. Kondisi status perkembangan wilayah di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, yang diindikasikan dengan besaran pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan PDRB Perkapita, diduga mengalami perbedaan antara era sebelum dan selama pelaksanaan PROPEDA.

3. Kondisi tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, diduga mengalami perbedaan antara era sebelum dan selam pelaksanaan Propeda.

BAB III METODE PENELITIAN

Untuk menjawab beberapa permasalahan di atas, dalam penelitian ini akan diuraikan metodologi penelitian yang antara lain membahas ruang lingkup penelitian, jenis dan sumber data, definisi operasional variable serta teknik dan model analisa data.

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berbentuk survei atas data-data variable makro ekonomi, khususnya variable PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) beserta komponen- komponen, PDRB Perkapita, Jumlah Penduduk, dan sebagainya; yang telah dikumpulkan oleh suatu badan/instansi tertentu (survei atas data sekunder).

Ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada variable PDRB beserta komponen-komponennya, PDRB Perkapita, Jumlah Penduduk di 12 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo (baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan 1993), pada periode sebelum(khususnya tahun 1998, 1999, dan 2000) maupun pada masa sesudah/selama pelaksanaan PROPEDA di Kabupaten Sukoharjo (tahun 2001, 2002, 2003, 2004, 205 dan 2006)

B. Jenis dan Sumber Data

Sebagaimana yang diuraikan di atas, data yang digunakan dalam studi ini, dikategorikan sebagai data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber,dengan cara mengambil data-data statistik yang telah diperlukan.adapun beberapa sumber yang dapat digunakan untuk menglengkapi kebutuhan data yang diperlukan dalam studi ini, akan diperoleh dari:

1. Sukoharjo Dalam Angka; Buku Laporan Tahunan yang diterbitkan atas kerja sama BPS dan BAPEDA Kabupaten Sukoharjo.

2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten; Buku Laporan Tahunan yang diterbitkan atas kerjasama antara BPS dan BAPEDA Kabupaten Sukoharjo.

3. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan, Buku Laporan Tahunan yang diterbitkan atas kerjasama antara BPS dan BAPEDA Kabupten Sukoharjo.

4. Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Sukoharjo Nomor 35 Tahun 2002 tentang PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (PROPEDA) KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2001-2006.

C. Definisi Operasional Variabel

Defininsi atau konsep serta pendekatan yang akan digunakan untuk menjawab beberapa perumusan permasalahan, seperti yang telah diuangkapkan dalam BAB

I, yang sekaligus merupakan ruang lingkup dari penelitian ini; yaitu sebagai berikut:

1. Kondisi Perekonomian. Kondisi perekonomian didapatkan atau diturunkan dari perhitungan tingkat pertumbuhan dan sumbangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) di setiap kecamatan Sukoharjo. Dari hasil perhitungan yang dilakukan akan didapatkan kondisi atau status perekonomian di suatu kecamatan terkait kondisi atau status perekonomian, yaitu apakah masuk dalam kategori: (i) Unggul/Handal; (ii) Potensial; (iii) Berkembang atau (iv) Terbelakang.

D. Status Perkembangan Wilayah.

Status perkembangan wilayah di suatu kecamatan dihasilkan dari konsep perhitungan tingkat Perkapita di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Dari hasil perhitungan yang akan didapatkan status perkembangan wilayah di suatu kecamatan, yaitu apakah masuk dalam kategori: (i) Daerah Maju dan Cepat Tumbuh; (ii) Daerah Berkembang Cepat); (iii) Daerah Maju tetapi Tertekan; atau (iv) Daerah Relatif Tertinggal.

E. Pergeseran Pertumbuhan Ekonomi

Pergeseran pertumbuhan ekonomi yang dimaksud dalam studi ini adalah besarnya perubahan atau pergeseran tingkat pertumbuhan selam 2 (dua) kurun waktu awal dan akhir; yang hasilnya bias didekomposisikan Pergeseran pertumbuhan ekonomi yang dimaksud dalam studi ini adalah besarnya perubahan atau pergeseran tingkat pertumbuhan selam 2 (dua) kurun waktu awal dan akhir; yang hasilnya bias didekomposisikan

G. Basis Ekonomi Sektoral