ix INTI SARI PANDANGAN DUNIA DALAM NOVEL

ix
INTI SARI
PANDANGAN DUNIA DALAM NOVEL
AL-RAJUL AL-LADZI AMANA KARYA NAJIB KAILANY:
ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK LUCIEN GOLDMANN
M. ROHIQ
Objek penelitian ini adalah novel yang berjudul al-Rajul al-Ladzi Amana
karya Najib Kailany.Novel ini bercerita tentang tokoh bernama Iryan yang gelisah
dan tidak merasa nyaman dengan kehidupan di sekelilingnya. Situasi ini mendorong
dia untuk pindah dari tempatnya saat itu, Italia. Untungnya, band-nya mendapatkan
kontrak tampil di Dubai dalam waktu yang relatif lama. Iryan mencoba membujuk
pacarnya, Sofia, untuk menikah dengannya dan tinggal bersamanya di Dubai, tapi ia
menolak karena takut akan komitmen. Iryan terluka dan kecewa. Namun, ia dengan
cepat bisa melupakan Sofia karena ia bertemu dengan gadis lain di Dubai, seorang
penari bernama Syam. Yakin bahwa ia akhirnya bertemu dengan gadis idaman, Iryan
meminta Syam untuk menikah dengannya. Sekali lagi, Iryan ditolak. Tapi, kali ini,
alasannya adalah karena keyakinan yang berbeda. Bertekad untuk menikahi Syam,
Iryan masuk Islam dan mencoba untuk mempelajari lebih lanjut tentang agama
barunya ini. Namun, tekadnya memberikannya perspektif baru yang membuatnya
tidak jadi menikahi Syam yang ia percaya masih jauh dari nilai-nilai Islam.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktu novel al-Rajul alLadzi Amana dan pandangan dunia dari kelompok sosial penulisnya yakni, Najib

Kailany. Sesuai dengan tujuannya, maka teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah strukturalisme genetik Lucien Goldmann. Struktur novel ini dibangun oleh
berbagai oposisi berpasangan, akan tetapi semua oposisi yang berpasangan tersebut
bermuara pada satu oposisi utama yakni, budaya yang dibuat oleh kehendak manusia
dengan menafikan Tuhan dan budaya yang dibuat dengan mengikuti aturan dan
ajaran Tuhan.
Dalam novel ini ada tokoh yang merepresentasikan Tuhan dengan membawa
nilai-nilai ketuhanan dan tokoh yang merepresentasikan dunia karena membawa
nilai-nilai buatan manusia dengan menafikan aturan Tuhan. Kedua Tokoh tersebut
tidak mengalami progresi. Mereka dari awal sampai akhir cerita tetap dengan nilainilai
utama yang mereka representasikan. Kelompok ketiga adalah tokoh-tokoh yang
merepresentasikan manusia. Tokoh-tokoh tersebut mengalami perubahan dalam
pandangan dunianya berdasarkan pengaruh dari dua oposisi ganda utama; tuhan dan
dunia.
Kata-kata kunci : Strukturalisme genetik, Pandangan Dunia, Lucien Goldmann,
Najib Kailany, Islam.
x
ABSTRACT
WORLD VIEWS IN NAJIB KAILANY’S NOVEL
AL-RAJULAL-LADZIAMANA: LUCIEN GOLDMANN’S GENETIC

STRUCTURALISM ANALYSIS
M. ROHIQ
The object of this study is a novel titled Al-Rajul Al-Ladzi Amanaby Najib

Kailany. This novel tells a story of a character named Iryan who is restless and does
not feelcomfortablewith the life around him. This situation prompts him to try to
move from his current place, Italy. Fortunately, his band gets a contract to perform in
Dubaifor relatively long time. Iryan tries to persuade his girlfriend, Sofia, to marry
him and live with him in Dubai, but she declines due to her fear of commitment.
Iryan is hurt and dissapointed. However,he is quickly able to forget her because he
meets another girl in Dubai; a dancer named Syams. Convinced that he has finally
met a perfect girl, Iryan asked Syam to marry him. Again, Iryan is rejected. But, this
time, the reason is their different faiths. Determined to marry Syam, Iryan converts
himself into Islam and tries to learn more about it. Yet, his determination brings him
a new perspective that makes him withdraw his marriage proposal to Syam whom he
believes is far from Islamic values.
The purpose of this study is to investigate the structure of the novel and the
worldview of Najib Kailany. In accordance with its objectives, the theory used in this
study is Lucien Goldmann’s genetic structuralism. The novel structure is built by
binary oppositions.All oppositions boil down to one main opposition, namely; the

culture created by the will of men that defies God and the culture that is made by
following the rules and teachings of God.
In this novel, there are characters that represent God by bringing divine
values and there are characters that represent the world as they carryman-made rules
and values that defy God.Both ofthesefiguresdo notexperienceprogression.
Theyremain withthecore valuesthatthey represent from thebeginning to theend of the
story. The thirdgroupis thecharacters thatrepresent humans. These characters
experience changes and progressionsintheir worldviewbased onthe influenceofthe
main binary opposition; Godandthe world.
Keywords : Genetic Structuralism, Worldview, Lucien Goldmann, Najib Kailany,
Islam.

PANDANGAN DUNIA DALAM NOVEL AL-RAJUL ALLADZI AMANA KARYA NAJIB KAILANY: ANALISIS
STRUKTURALISME GENETIK LUCIEN GOLDMANN
Penulis

M. Rohiq
Pembimbing: Prof. Dr. Faruk, S.U

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesastraan Mesir modern mengangkat tema-tema tentang perjuangan,
liberalisasi, emansipasi, revolusi, pemberontakan, maupun tentang keterasingan,
dengan menggunakan berbagai sudut pandang ataupun ideologi sebagai alat dalam
penyaluran karyanya untuk mengkritisi kehidupan sosial masyarakat. Pertentangan
antara sekuler dan religius dalam melihat kebudayaan beserta solusi yang
menyertainya mempunyai sejarah yang panjang di bumi Mesir. Sementara itu,
hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah yang berkuasa dengan kelompok
Ikhwanul Muslimin juga mempunyai sejarah yang panjang dan terus berlangsung
hingga dewasa ini. Hubungan yang terkadang memanas, kemudian sedikit mencair
dan kemudian kembali ke tingkat yang memprihatinkan antara pemerintah yang
notabene berseberangan pendapat maupun ideologi dengan Ikhwanul Muslimin terus
berlangsung dan menjadi bagian yang tak terpisahkan di bumi Mesir modern.
Jika balik ke belakang untuk melihat akar dari lahirnya Ikhwanul Muslimin di
Mesir, di satu sisi disebabkan karena penjajahan Inggris dengan segala
konsekuensinya di bumi Mesir, sebab, keberadaan penjajah menjadi pemicu
sentimen keagamaan bagi rakyat Mesir dalam mendorong mereka untuk melakukan
perlawanan terhadap segala sesuatu yang berasal dari penjajah. Di sisi yang lain,

kebanyakan dari partai-partai politik sebelum terbentuknya Ikhwanul muslimin di
Mesir membawa pemikiran sekuler Barat, sedangkan hukum syari’at Islam mereka
2
nafikan, kalaupun diberlakukannya hukum syari’at Islam, hanya berkisar hukum
tentang keluarga, seperti hukum pernikahan dan perceraian.
Berasal dari latar belakang di atas, terbentuklah Ikhwanul muslimin di Mesir,
dakwah yang metode penyampaiannya berbeda dengan pola-pola yang ada

sebelumnya sehingga dakwah ini banyak menarik simpati dari berbagai kalangan
masyarakat, karena dakwah Ikhwanul muslimin tidak hanya terpaku di masjidmasjid,
melainkan juga di kafe-kafe, maupun kedai-kedai, kemudian waktu yang
dipakai untuk sekali menyampaikan dakwah pada satu tempat seminimal mungkin,
karena masyarakat akan cepat bosan jika terlalu lama. Dalam waktu yang relatif
singkat, Ikhwanul Muslimin banyak mendapat dukungan dari berbagai kalangan
masyarakat Mesir.
Mula-mula gerakan ini menekankan pentingnya pembangunan sosial,
pendidikan, dan moral kaum muslim, jadi merupakan suatu usaha reformasi dari
yang sudah lama dirintis tokoh-tokoh seperti Jamaluddin al-Afgani, Muhammad
Abduh, dan Rasyid Ridha. Tetapi sistem organisasi yang diterapkan oleh Hasan alBanna sedemikian praktis dan modern sehingga Ikhwanul Muslimin merupakan
organisasi yang secara konkret mencoba merealisasikan pikiran-pikiran pembaharuan

Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dan dalam
pertumbuhan selanjutnya Ikhwanul Muslimin menjadi tidak saja sebagai gerakan
sosial dan pendidikan, tetapi juga kekuatan sosial-politik yang selalu diperhitungkan
baik sebelum maupun sesudah revolusi Mesir 1952 (M. Amin Rais, 1990: 75).
Pengaruh Ikhwanul Muslimin bukan hanya sebatas Mesir, karena
nasionalisme yang dibangun oleh organisasi ini bukan nasionalisme dalam artian
3
Negara yang dibentuk berdasarkan kolonialisasi Barat, akan tetapi nasionalisme yang
berdasarkan Islam, sehingga mereka memperjuangkan hak-hak dan kebebasan
masyarakat Muslim di manapun. Berdasarkan nasionalisme tersebut, Ikhwanul
Muslimin diterima dan membuka cabangnya di berbagai wilayah Islam seperti di
Syiria, Palestina, Yordania, maupun wilayah-wilayah lainnya yang terkadang tidak
langsung menamakan gerakannya dengan nama Ikhwanul Muslimin, akan tetapi
ideologi dan pola yang mereka pakai mengikuti pola dan ideologi Ikhwanul
Muslimin.
Karena pengaruh Ikhwanul Muslimin yang sangat signifikan dalam dunia
Islam seperti yang dijelaskan di atas, maka akan sangat logis jika pihak-pihak yang
berseberangan ideologi dan merasa terancam dengan keberadaannya berusaha untuk
membumihanguskannya, khususnya di Mesir yang merupakan akar dan pusat dari
gerakan tersebut. Akar dan ideologi Ikhwanul Muslimin yang sangat konsern

terhadap ajaran Islam dan menganggap Islam adalah solusi terbaik terhadap segala
kompleksitas permasalahan manusia, tentu berseberangan dan berlawanan dengan
paham sekuler yang menginginkan adanya pemisahan antara agama dan bukan
agama di dalam setiap aktivitas manusia. Paham sekuler di Mesir menghendaki jika
agama hanya menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, sedangkan Ikhwanul
Muslimin menghendaki jika agama bukan hanya menyangkut ritual ibadah antara
makhluk (ciptaan) dengan sang Khalik (Pencipta), akan tetapi agama adalah pedoman
hidup manusia di bumi dan jalan terbaik menuju akhirat.
Najib Kailani merupakan seorang novelis dari kalangan Ikhwanul Muslimin;
sebuah organisasi yang mempunyai pandangan jika Islam adalah solusi dalam
4
mengatasi segala permasalahan manusia. Tema-tema yang diangkat dalam karyanya
menceritakan tentang kompleksitas permasalahan umat Islam dalam kehidupan

modern, sehingga melekat julukan baginya sebagai sastrawan Islam. Julukan
sastrawan Islam yang melekat pada diri Najib Kailani bukan tanpa alasan. Julukan itu
melekat padanya karena dia sering mengangkat problematika umat Islam di seluruh
dunia, bukan hanya berkisar seputar Mesir; seperti ketika dalam karyanya yang
menceritakan tentang Indonesia pada tahun 1965 dalam novelnya yang berjudul
A’dzrou Jakarta (Gadis Jakarta), yang menceritakan tentang partai komunis di

Indonesia yang berseberangan politik dan ideologi dengan partai Masyumi, tidak ada
yang menyangkal jika ada kedekatan ideologi antara Ikhwanul Muslimin dengan
partai Masyumi di Indonesia ketika itu, atau dalam novelnya yang berjudul Layali
Turkistan (Malam-malam di Turkistan), yang menceritakan tentang terlupakannya
Turkistan oleh orang-orang Islam karena tidak adanya nama wilayah tersebut dalam
peta dunia. Memang, wilayah Turkistan sekarang bernama Xinjiang, salah satu
Provinsi di China yang etnisnya disebut Uighur.
Fenomena-fenomena umat Islam yang diangkat oleh Najib Kailani dalam
karyanya sehingga melekat julukan sebagai sastrawan Islam merupakan
kepeduliannya yang mendalam terhadap Islam dan umat Islam sendiri yang tak
dibatasi oleh ruang lingkup Negara, akan tetapi dalam ruang lingkup yang lebih luas,
yakni dunia Islam. Adapun dari beragam permasalahan yang diangkat dalam karyakaryanya
yang menggambarkan umat Islam dewasa ini, novel al-Rajul al-Ladzi
Amana yang diangkat dalam penelitian ini mempunyai ciri khusus, karena yang
menjadi titik fokusnya adalah umat Islam sendiri yang tidak mendalami ajaran
5
agamanya, jika karya-karyanya yang lain mengangkat ketertindasan umat Islam
dalam kehidupannya, baik itu oleh penjajahan asing, penguasa negaranya, maupun
benturan antar golongan dari sesama Islam sendiri dalam suatu negara. Perihal yang
tidak dapat disangkal oleh umat Islam dewasa ini adalah sangat minimnya

pemahaman umat Islam terhadap ajaran Islam, sehingga umat Islam seakan berjalan
dengan jalan yang berbeda dengan Islam, padahal hakikat ajaran Islam adalah
sebagai petunjuk dan rambu-rambu bagi umat Islam dalam segala aktivitasnya. Iryan,
tokoh yang awalnya digambarkan sebagai seorang Eropa yang non-muslim, yang
merasa terasing dengan kehidupan di tempatnya, kemudian menetap di Dubai dan
menjalin hubungan dengan seorang penari yang bernama Syams. Tokoh Syams yang
cantik jelita yang dengan kecantikannya itu dapat memikat setiap mata lelaki yang
melihatnya, kemudian memilih Iryan sebagai kekasihnya. Iryan sangat mencintai
Syams, begitu juga sebaliknya, akan tetapi Iryan tidak dapat memperistri Syams,
karena Syams menolak menikah dengan lelaki yang berbeda keyakinan dan
memberikan syarat kepada Iryan untuk memeluk Islam jika ia memang ingin
menikahinya. Syarat yang diajukan oleh Syams diterima oleh Iryan, kemudian ia
memilih untuk mempelajari dan mendalami Islam terlebih dahulu sebelum
memeluknya, karena sesuatu yang akan ia jalani harus ia yakini terlebih dahulu.
Setelah Iryan mempelajari dan meyakini Islam sebagai agamanya, ternyata ia
tidak melihat Islam ada dalam diri seorang Syams. Sungguh sebuah ironi, karena
Islam adalah syarat yang diminta oleh Syams supaya Iryan bisa menikah dengannya,
akan tetapi setelah Iryan meyakini islam, ia tidak melihat adanya Islam dalam diri
Syams. Iryan pun akhirnya memilih untuk tidak menikah dengan Syams, dengan
6


alasan ia ingin mencari wanita yang benar-benar hidup dengan melaksanakan ajaran
dan aturan-aturan Islam. Syams di mata Iryan hanya mengenal agama sebatas kulit
luarnya saja atau menganggap agama sebagai warisan dari leluhurnya, sedangkan
wanita yang ia inginkan untuk menjadi pendamping hidupnya adalah wanita yang
secara totalitas menerapkan syari’at Islam dalam hidupnya.
Fenomena Ikhwanul Muslimin dalam sejarah Mesir modern menarik untuk
diteliti lebih lanjut, karena sangat signifikannya pengaruh kelompok ini dalam
kehidupan masyarakat Mesir. Goldmann (1977: 19) mengatakan, bahwa karya sastra
yang besar adalah ekspresi dari pandangan dunia. Pandangan dunia tidak lahir secara
tiba-tiba, karena ia merupakan hasil dari produk interaksi antara subjek kolektif
dengan situasi yang ada di sekitarnya. Maka, sebagai sebuah pandangan kolektif,
pandangan dunia seperti apakah yang diekspresikan dalam novel ini yang perlu untuk
diketahui lebih lanjut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian dalam latar belakang di atas, melahirkan tiga permasalahan yang
akan dijawab dalam penelitian ini. Adapun permasalahan tersebut jika dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan akan menjadi sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur novel Al-Rajul Al-ladzi Amana?
2. Pandangan dunia apa yang diekspresikan oleh struktur novel tersebut?

3. Bagaimana keterkaitannya dengan Ikhwanul Muslimin?
7
1.3 Tujuan Penelitian
Seiring dengan permasalahan yang dijabarkan dalam rumusan masalah di
atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui struktur novel al-Rajul al-Ladzi Amana.
2. Mengetahui pandangan dunia apa yang diekspresikan oleh struktur novel
tersebut.
3. Bagaimana keterkaitannya dengan kelompok Ikhwanul Muslimin.
Adapun tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman
dan informasi tentang kesusasteraan Arab pada umumnya, khususnya novel al-Rajul
al-Ladzi Amana karya Najib Kailany. Dengan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan tambahan pengetahuan tentang kesusasteraan Arab di indonesia,
khususnya mengenai kesusasteraan yang berhubungan dengan kondisi umat Islam
dan problematika yang menyertainya dalam kehidupan modern. Hal ini disebabkan
minimnya perhatian terhadap pembahasan mengenai tema keislaman dalam
kesusasteraan Arab.
1.4 Tinjauan Pustaka
Najib Kailani merupakan salah satu sastrawan yang besar di dunia Arab,
sehingga banyak para peneliti menggunakan karyanya sebagai objek penelitian
mereka. Salah satu karya Najib Kailani yang telah diteliti sebelumnya adalah novel
al-Rajul al-Ladzi Amana ini. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
Mir’atur Rohmah dalam skripsinya yang berjudul Balaghah fi Tasybih fi alRiwayah al-Rajul al-Ladzi Amana li Najib al-Kailani Dirasah Tahliliyah Arkan al8
Tasybih (2008). Pembahasan dalam skripsi ini hanya mengenai tasybih
(perumpamaan) yang ada dalam novel al-rajul al-ladzi amana dengan menggunakan
pendekatan rukun-rukun tasybih. Secara konvensional, tasybih merupakan bagian

dari ilmu balaghah mengenai pengungkapan suatu lafadz dengan cara menyerupakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain berdasarkan sifat, jenis, atau bentuk yang sama
antara keduanya. Dalam khazanah bahasa Arab, tasybih termasuk dalam penggunaan
gaya bahasa yang tinggi. Secara umum, penggunaan gaya bahasa tasybih bertujuan
untuk menjelaskan lawan bicara keadaan seseorang atau sesuatu yang dibicarakan,
baik itu memujinya, menjelekkannya, ataupun menyebut keunggulannya. Skripsi ini
hanya melihat indikasi pemakaian rukun-rukun tasybih dengan tujuan-tujuan yang
menyertainya dalam novel al-rajul al-ladzi amana, sehingga yang menjadi titik fokus
dalam penelitiannya hanya mengenai bahasa yang mengandung tasybih yang terdapat
dalam kalimat-kalimat yang ada dalam cerita novel ini.
Eni Kurnia Wati dalam skripsinya yang berjudul Shurah al-Mar’ah fi
Riwayah alRajul al-Ladzi Amana li Najib al-Kailani Dirasah Naqdiyah Adabiyah
Nisa’iyah (2009), karena penelitian ini menggunakan pendekatan kritik sastra
feminis, sehingga yang menjadi titik fokus dalam pembahasannya hanya berkisar
tentang pengidentifikasian tokoh-tokoh perempuan yang ada dalam novel, kemudian
dicari kedudukannya dalam masyarakat beserta tujuan hidup dari tokoh-tokoh
perempuan tersebut.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di atas, tidak ada yang
menyangkut permasalahan pandangan dunia yang berasal dari kelompok atau kelas
pengarangnya. Padahal, pemahaman yang koheren terhadap sebuah karya sastra
9
dapat dicapai dengan menganalisis pandangan dunia yang disampaikan dari karya
tersebut. Dengan menganalisis pandangan dunia yang ada di dalam karya sastra,
maka akan dapat ditemukan kejelasan hubungan antara karya sastra dengan
kehidupan masyarakat, karena pandangan dunialah yang menghubungkan antara
karya sastra dengan kehidupan realitas masyarakat.
1.5 Landasan Teori
Karya sastra merupakan sebuah struktur, karena karya sastra memiliki unsurunsur
atau susunan yang bersistem; antara unsur yang satu dengan unsur yang
lainnya terdapat hubungan timbal balik yang saling berkaitan. Kemudian, karya
sastra tidaklah hadir dari sebuah kekosongan dan tanpa konteks yang mengitarinya.
Dalam artian, karya sastra tidak akan hadir secara tiba-tiba tanpa adanya peristiwa
bersejarah atau keadaan sosial suatu masyarakat tertentu yang di dalamnya
pengarang hidup sebagai anggota dari masyarakat tersebut. Oleh karena itu, seorang
sastrawan tidak bisa terhindarkan dari konvensi sastra yang telah ada sebelumnya
dan juga tidak dapat terlepas dari latar sosial budaya masyarakat (Goldmann, 1977).
Strukturalisme genetik berusaha menemukan kesejajaran struktural antara
struktur karya sastra dengan struktur masyarakat, sedangkan kesejajaran antara
keduanya tidak bersifat langsung. Dalam artian, struktur karya sastra tidak sejajar
dengan struktur masyarakat, melainkan sejajar dengan pandangan dunia yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat itu, kemudian pandangan dunia itulah
yang berhubungan langsung dengan struktur masyarakat yang memilikinya (Faruk,
2010: 64-65). Kesejajaran itulah yang dinamakan homologi dalam strukturalisme
10
genetik. Karena kondisi struktural dalam suatu masyarakat dapat membuat suatu
kelas yang ada dalam posisi tertentu untuk membuahkan dan mengembangkan suatu

pandangan dunia tertentu.
Pandangan dunia (Goldmann, 1977: 17) tidak lain daripada kompleks
menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan yang
menghubungkan secara bersama-sama anggota suatu kelompok sosial tertentu
dengan yang mempertentangkannya dari kelompok sosial yang lain. Dengan
demikian, pandangan dunia bagi strukturalisme genetik, tidak hanya seperangkat
gagasan abstrak dari suatu kelas tertentu mengenai kehidupan manusia dan dunia
tempat manusia itu berada, melainkan bisa juga semacam cara atau gaya hidup yang
dapat mempersatukan anggota satu dengan anggota lainnya dalam suatu kelas yang
sama dan membedakannya dengan anggota-anggota dari kelas sosial ataupun sosial
yang lain.
Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia itu berkembang sebagai
hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif
yang memilikinya (Goldmann, 1977: 18). Pandangan dunia tidak lahir secara tibatiba,
karena ia merupakan hasil dari interaksi antara subjek kolektif dengan situasi
yang ada di sekitarnya. Transformasi mentalitas yang lama secara bertahap dan
perlahan-lahan diperlukan supaya terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya
mentalitas yang lama itu (Goldmann, 1981: 112).
Goldmann menyimpulkan bahwa studi ilmiah terhadap fakta-fakta
kemanusiaan, baik itu sosial, ekonomi, politik atau budaya melibatkan usaha untuk
menerangkan proses-proses itu melalui pembongkaran terhadap keseimbangan yang
11
telah mereka hancurkan dan mengarah ke arah mana mereka bergerak (Goldmann,
1975: 156). Fungsi menurut Goldmann selalu berada pada tataran tidak disadari,
sedangkan struktur berada pada tataran yang disadari (Goldmann, 1981: 40).
Pada dasarnya, seorang pengarang menyuarakan pandangan dunia suatu
kelompok sosial (transindividual subject), pandangan tersebut bukanlah suatu
realitas, melainkan sesuatu yang hanya dapat dinyatakan secara imajinatif dan
konseptual dalam bentuk karya sastra besar (Goldmann, 1977: 9).
Karya sastra menurut Goldmann merupakan ekspresi pandangan dunia secara
imajiner, untuk merealisasikan pandangan dunianya itu ke dalam karya sastra
pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara
imajinatif. Adapun yang menjadi pusat perhatian Goldmann adalah relasi antara
tokoh dengan tokoh lainnya serta antara tokoh dengan objek yang ada di sekitarnya.
Peran tokoh dalam teori strukturalisme genetik sangat penting, karena melalui tokoh
itulah pesan disisipkan oleh seorang pengarang sebagai subjek transindividual.
Dalam konteks strukturalisme genetik, konsep struktur karya sastra berbeda
dari konsep struktur yang umum dikenal (Faruk, 2005: 17). Karya sastra yang sering
menjadi bahan penelitian Goldmann adalah novel. Menurutnya novel merupakan the
story of a degraded search, a search for authentic values in a world itself degraded,
but at an otherwise advanced level according to a different mode (Goldmann, 1975:
1).
The novel form seems to me, in effect, to be the transposition on the literary
plane of everyday life in the individualistic society created by market production.
12
There is a rigorous homology between the literary form of the novel... and the

everyday relation between man and commodities in general, and by extension
between man and other man, in a market society. In other words, the novel form is
refresentative of everyday life, specifically of life in an individualistic, market-driven
society”. (bentuk novel—menurut saya—adalah transposisi dari kehidupan sosial ke
dalam struktur literer yang dikonstruksi oleh individu pengarang dalam sebuah
masyarakat ekonomi. Terdapat homologi yang jelas antara bentuk literer novel
dengan kehidupan ekonomi dan juga tidak dapat dijelaskan juga adalah
perbedaannya dengan individu lainnya. Dengan kata lain, bentuk novel adalah
struktur yang mewakili kehidupan sehari-hari, khususnya suatu individu, yang
digerakkan oleh suatu kehidupan ekonomi.)
Syarat yang dikemukakan Goldmann untuk memenuhi konsepnya tersebut
adalah karya yang akan dianalisis haruslah karya yang besar. Dalam menjelaskan
konsep karya besar tersebut, Damono (1979: 45) menegaskan bahwa karya sastra
yang besar adalah karya sastra yang memiliki ciri kepaduan internal yang
menyebabkannya mampu mengekspresikan kondisi manusia yang universal dan
sadar. Dan Goldmann menyiratkan bahwa, hanya karya sastra besar yang berbau
sosiologis dan filsafat saja yang pantas ditelaah.
Sebagai fakta kemanusiaan, karya sastra memiliki struktur yang berarti
(Goldmann, 1970: 583). Oleh karena itu, Goldmann beranggapan adanya homologi
antara struktur sastra dengan struktur mental kelompok sosial tertentu atau
masyarakat (Goldmann, 1977: 159).
13
Dalam hipotesisnya sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya,
Goldmann mencoba mendapatkan makna dalam arti menemukan pandangan dunia
(world view) yang dikemukakan oleh pengarang melalui karyanya (Goldmann, 1975:
156). Kemudian Goldmann menyebutkan bahwa semua aktivitas manusia didasarkan
pada usaha memberikan makna sebagai respon terhadap situasi khusus dalam
konteks menciptakan keseimbangan antara kegiatan masyarakat dan lingkungannya
(Goldmann, 1975: 165). Oleh karena itu, manusia selalu mempunyai kecenderungan
perilaku yang bersifat alami karena manusia berusaha untuk beradaptasi dengan alam
dan lingkungan sekitarnya yang merupakan suatu proses hubungan timbal balik atau
hubungan dialektik (Goldmann, 1981: 40).
Dasar hipotesis Goldmann adalah, semua perilaku manusia mengarah pada
hubungan rasionalitas, maksudnya perilaku manusia selalu merupakan respon
terhadap lingkungannya. Kemudian, bahwa kelompok sosial tertentu mempunyai
tendensi atau kecenderungan untuk menciptakan pola tertentu yang berbeda dari pola
yang sudah ada, dan bahwa perilaku manusia adalah usaha yang dilakukan secara
tetap menuju transendensi, yaitu aktivitas, transformasi, dan kualitas kegiatan dari
semua aksi sosial dan sejarah (Goldmann, 1973: 115-118). Hal inilah yang disebut
oleh Goldmann sebagai fakta-fakta kemanusiaan. Fakta kemanusiaan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu, fakta individual dan fakta sosial. Fakta sosial
mempunyai peranan di dalam sejarah, sedangkan fakta individual sebaliknya.
Revolusi sosial, politik, ekonomi, dan karya-karya kultural yang besar merupakan
fakta sosial (historis) yang hanya mungkin diciptakan oleh subjek trans-individual
(Goldmann, 1981: 97).
14

Pandangan dunia (world view) merupakan hal yang memediasi antara karya
sastra dengan subjek tersebut (Goldmann, 1977b: 17). Bagi Goldmann (1977b: 9),
karya sastra dapat dipandang tidak hanya sebagai sekedar refleksi sebuah kenyataan
dan kesadaran suatu kelompok atau secara kolektif tertentu, melainkan lebih sebagai
puncak dari kecenderungan pemikiran-pemikiran individu yang memiliki koherensi
dengan struktur mental suatu kelompok. Kemudian, hubungan antara ideologi
kolektif dengan penciptaan karya oleh individu, maupun juga dalam kreasi filosofis
dan teologis tidaklah terletak pada kesamaan atau kesejajaran isi secara arbitrer
(hubungan isi secara langsung), melainkan berkorespondensi melalui kualitas
hubungan yang bersifat struktural. Selanjutnya, karya sastra berhubungan dengan
struktur mental kelompok sosial tertentu (coherent mental structure) yang dapat
diperluas melalui hubungan individu dengan kelompok melalui sebuah pandangan
dunia. Lalu, kesadaran kolektif (collective consciousness) bukan merupakan realitas
utama atau realitas yang otonom, subjek kolektif yang berkolaborasi dalam pikiran
individu dengan struktur mental kelompok.
Pandangan dunia bersifat historis dan merupakan hasil dari situasi sosial dan
ekonomi tertentu (Goldmann, 1981: 112). Pandangan dunia ini bukanlah kesadaran
yang nyata, melainkan kesadaran yang mungkin (possible consciousness) yang hanya
ada dalam imajinasi pengarangnya (Goldmann, 1981: 66). Kesadaran yang mungkin
adalah kesadaran yang menyatakan suatu kecenderungan kelompok ke arah suatu
koherensi menyeluruh, perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan
manusia dengan sesamanya dan dengan alam semesta (Goldmann, 1981: 111).
15
1.6 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut, novel al-Rajul al-Ladzi
Amana adalah karya sastra yang besar karena berisi pandangan dunia penulisnya
yang merupakan perwakilan dari pandangan dunia kolektifnya. Sebagai karya sastra
yang besar, novel ini memiliki gambaran-gambaran mengenai manusia, dunia, cinta,
Tuhan, dan kehidupan yang saling berhubungan satu sama lain dalam suatu struktur
yang koheren. Struktur dalam novel ini sejajar atau homolog dengan pandangan
dunia yang diekspresikan dalam novel ini.
1.7 Metode Penelitian
Objek material penelitian ini adalah novel al-Rajul al-Ladzi Amana karya
Najib Kailani. Adapun objek formal dari penelitian ini adalah struktur novel al-Rajul
al-Ladzi Amana dan pandangan dunia yang tersirat dalam novel tersebut. Setelah
menentukan objek material dan objek formal dari penelitian ini, maka tahapan
selanjutnya adalah membaca novel al-Rajul al-Ladzi Amana dan mengumpulkan
data-data yang berkaitan dengan penelitian ini. Data utama adalah kutipan-kutipan
yang terdapat dalam novel al-Rajul al-Ladzi Amana, dan sumber data tambahan
berupa buku-buku tentang filsafat Islam, kehidupan sosial, ekonomi dan keagamaan
masyarakat Mesir khususnya yang berkaitan dengan Ikhwanul Muslimin ketika novel
ini ditulis.
Dalam sebuah penelitian harus dipilih metode dan langkah-langkah yang
tepat sesuai dengan karakteristik objek kajiannya. Berkaitan dengan strukturalisme
genetik, Goldmann merumuskan dasar metode telaahnya sebagai berikut, pertama,
16

penelitian terhadap karya sastra dilihat sebagai suatu kesatuan. Kedua, karya sastra
yang dianalisis hanyalah karya yang mempunyai nilai sastra yang mengandung
tegangan antara keragaman dan kesatuan dalam suatu keseluruhan yang padat (a
coherent whole). Ketiga, jika kesatuan telah ditemukan, maka kemudian yang
dianalisis adalah hubungannya dengan latar belakang sosial. Sifat dari hubungan
tersebut yang berhubungan dengan latar belakang sosial adalah unsur kesatuan, dan
latar belakang yang dimaksud adalah pandangan dunia suatu kelompok sosial yang
dilahirkan oleh pengarang sehingga hal tersebut dapat dikonkretkan (Goldmann,
1977).
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektik,
yaitu metode yang beranggapan bahwa sebuah karya sastra merupakan satu kesatuan
yang bulat seperti sebuah lingkaran dan koheren. Satu kesatuan yang bulat antara
unsur-unsurnya yang saling mendukung satu sama lainnya sesuai dengan proporsinya
masing-masing. Prinsip dasar dari metode dialektik yang membuatnya berhubungan
dengan masalah koherensi adalah pengetahuannya mengenai fakta kemanusiaan yang
akan tetap abstrak apabila tidak dibuat konkret dengan cara mengintegrasikannya ke
dalam keseluruhan (Goldmann, 1964: 7). Sejalan dengan itu, metode dialektik
mengembangkan dua pasangan konsep, yaitu “keseluruhan-bagian” dan
“pemahaman-penjelasan” (Faruk, 2005: 20). Proses ini menjadi semacam gerak terus
menerus dari keseluruhan ke bagian dan dari bagian kembali lagi ke keseluruhan
(Goldmann, 1977: 5-7). Dengan menggunakan metode seperti ini, maka akan terlihat
adanya kesatuan antara struktur dan bagian yang pada akhirnya makna akan dapat
dipahami secara koheren.
17
Yang dimaksud Goldmann dengan pemahaman adalah usaha untuk
mendeskripsikan struktur objek yang diteliti, dan penjelasan adalah usaha
penggabungan sebuah struktur ke dalam sebuah struktur yang lebih besar yang di
dalamnya struktur tersebut hanya merupakan bagian (Goldmann dalam Faruk, 1988:
106).
Menurut Goldmann (1964: 5), sudut pandang dialektik mengukuhkan perihal
tidak pernah adanya titik awal yang secara mutlak shahih, tidak adanya persoalan
yang secara final dan pasti terpecahkan. Oleh sebab itu, dalam sudut pandang
tersebut pikiran tidak pernah bergerak seperti garis lurus. Setiap fakta atau gagasan
individual mempunyai arti hanya jika ditempatkan dalam keseluruhan. Sebaliknya,
keseluruhan hanya dapat dipahami dengan pengetahuan yang bertambah mengenai
fakta-fakta parsial atau tidak menyeluruh yang membangun keseluruhan itu. Karena
keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian dan bagian juga tidak dapat
dimengerti tanpa keseluruhan, proses pencapaian pengetahuan dengan metode
dialektik menjadi semacam gerak yang melingkar terus-menerus, tanpa diketahui
tempat dan titik yang menjadi pangkal atau ujungnya (Faruk, 2005: 20).
Pemakaian metode dialektik yang tidak mengenal titik awal dan titik akhir
dalam penelitian ini sebagai berikut. Pertama, teks dibuat menjadi dua bagian yang
saling beroposisi (antara yang dianggap otentik dan yang dianggap terdegradasi),
kemudian mencari pandangan dunia yang tersirat dalam teks tersebut. Pandangan
dunia yang diasumsikan di sini bukan pandangan dunia pengarang sebagai individu,
akan tetapi pandangan dunia suatu kelas atau kelompok tertentu dalam suatu

masyarakat. Setelah memahami dengan detail dari pandangan dunia suatu kelas yang
18
dimaksudkan, kemudian mencari fenomena sosial, ekonomi, politik maupun
ideologis suatu kelas itu serta menentukan apa yang menjadi karakteristik, tujuan,
maupun ideologi dari kelompok tersebut. Pandangan dunia yang telah ditemukan
sebelumnya merupakan sebuah ekspresi dari kelas tertentu terhadap kehidupan
sosial, ekonomi dan pemikiran yang ada pada periode tertentu dalam suatu sejarah
masyarakat. Kemudian, pandangan dunia yang telah ditemukan tersebut dicocokkan
dengan struktur novel yang telah dibuat dalam kelompok-kelompok yang saling
beroposisi. Sehingga terlihatlah kesejajaran di antara struktur novel dan struktur
masyarakat lewat pandangan dunia.
1.8 Sistematika Penyajian
Dalam penelitian ini, urutan penyajian disusun sebagai berikut. Bab pertama
merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metode
pengumpulan dan analisis data, dan terakhir sistematika penyajian. Bab kedua
merupakan analisis struktur dari Novel al-Rajul al-Ladzi Amana karya Najib
Kailany. Bab ketiga merupakan analisis terhadap pandangan dunia dari novel alRajul al-Ladzi Amana. Bab keempat merupakan bab penutup yang berisikan tentang
kesimpulan dari penelitian ini, dan diakhiri dengan daftar pustaka.

84
BAB IV
KESIMPULAN
Novel Al-Rajul Al-Ladzi Amana mempunyai struktur yang homolog dengan
pandangan dunia yang diekspresikannya. Oposisi yang dibangun dari dua kutub yang
berbeda, yakni Timur dan Barat, yang kemudian berlanjut menjadi oposisi antara
hidup dalam totalitas ajaran Tuhan atau totalitas mengikuti keinginan manusia, dan
manusia hidup untuk memilih di antara kedua alternatif pilihan tersebut.
Goldmann menyiratkan bahwa, hanya karya sastra besar yang berbau
sosiologis dan filsafat saja yang pantas ditelaah. Maka, dapat dikatakan bahwa karya
ini adalah karya yang besar, karena mengekspresikan pandangan dunia yang
menyatakan jika keyakinan dan ideologi—dengan semua unsur utamanya—harus
tercermin konsepsi tentang hakikat ketuhanan, hakikat alam semesta baik fisik
maupun metafisika, hakikat kehidupan baik natural maupun supranatural, dan
hakikat manusia. Harus tercermin pula segala keterkaitan yang ada di antara semua
hakikat tersebut, di samping hubungan timbal-balik manusia dengannya.
Hukum Tuhan untuk manusia dalam bentuk manifestasinya yang terakhir
diwakili oleh Islam, sama seperti hukum alam yang mengatur kosmos, sehingga
keteraturan alam kosmos karena adanya hukum alam (natural low) yang
mengaturnya, sama dengan hukum Tuhan dalam bentuk syari’at Islam yang
mengatur manusia sehingga dapat menjadikan manusia teratur layaknya alam

kosmos yang teratur dengan adanya hukum alam tersebut. Dengan hukum Tuhan,
manusia bukan hanya teratur dalam hubungannya dengan sesama manusia, akan
85
tetapi juga teratur dengan alam kosmos yang mengitarinya atau tempat di mana ia
tinggal.
Sedangkan hukum-hukum ataupun metode-metode yang mengatur peradaban
manusia jika dibuat oleh manusia, maka dengan segala kelemahannya sedikit atau
banyak dapat berbenturan dengan fitrah manusia itu sendiri. Hal itu karena
keterbatasan manusia dalam mengetahui tentang hakikat di balik segala sesuatu dan
manusia hanya bisa memahami segala yang riil di dunia. Adapun keterbatasan
lainnya adalah tidak dapat berlaku adilnya manusia dalam penyusunan metode untuk
membangun peradabannya. Hal ini dapat dilihat dari peradaban-peradaban buatan
manusia; baik itu yang terjadi di masa lalu maupun di era modern sekarang ini, yang
tidak bisa terlepas sepenuhnya dari keberpihakan peradaban tersebut kepada suatu
golongan ataupun suku-suku dan strata tertentu dari masyarakatnya.
Adapun tentang struktur novel yang dianalisis dalam penelitian ini, pertamatama
yang dilakukan adalah mengelompokan tokoh-tokohnya ke dalam beberapa
bagian yaitu, Tuhan, dunia, dan manusia. Tokoh yang merepresentasikan Tuhan
adalah Syekh Id al-Husaini, hal ini karena tokoh ini merepresentasikan nilai-nilai
ketuhanan dalam cerita novel ini. Secara fungsional di dalam cerita, tokoh Syekh Id
sebagai Tuhan, adapun nilai-nilai ketuhanan yang direpresentasikan oleh sang Syekh
adalah nilai-nilai ketuhanan yang substansial menurut penulis novelnya. Jadi, Tuhan
yang struktural membawa nilai-nilai ketuhanan yang substansial menurut penulis
novel.
Tokoh yang merepresentasikan dunia adalah Sofia, karena tokoh ini
mengamalkan nilai-nilai keduniaan dalam hidupnya. Nilai-nilai keduniaan yang
86
dimaksud dalam novel ini adalah nilai-nilai yang tidak berasal dari Tuhan, dengan
kata lain nilai-nilai yang berasal dari manusia sendiri. Dalam pandangan dunia,
metode dan undang-undang buatan manusia sedikit atau banyak berbenturan dengan
fitrah manusia. Hal inilah yang terlihat dalam diri seorang Sofia. Kehidupan Sofia
yang tidak mengenal batasan dari ajaran Tuhan, karena yang ada dalam benaknya
adalah segala sesuatu yang dapat membuatnya bahagia; materi dan hiburan malam;
kebahagiaan semu yang tanpa ia sadari merontokkan nilai-nilai kemanusiaan yang
ada dalam dirinya.
Adapun tokoh yang dipilih menjadi manusia dalam novel ini adalah Iryan dan
Syams, maka tokoh-tokoh yang menjadi manusia memilih di antara dua alternatif,
yakni menjadi Tuhan atau menjadi Dunia. Menjadi Tuhan dalam artian hidup secara
totalitas mengikuti ajaran, batasan-batasan, metode, maupun undang-undang Tuhan
dalam segala aktivitas kehidupannya, sedangkan menjadi Dunia adalah hidup dengan
menafikan hukum maupun undang-undang Tuhan, dan berjalan dengan segala
kemauan dan kehendaknya. Hanya dua alternatif tersebut yang menjadi pilihan
manusia, tidak ada alternatif ketiga seperti, mengikuti Tuhan sebagian dan dunia
sebagian yang lainnya; sebagaimana yang dijelaskan dalam pandangan dunia yakni
totalitas dalam mengikuti metode dan undang-undang Tuhan atau mengikuti metode
dan undang-undang buatan manusia.

Iryan, yang awalnya mengikuti metode dan undang-undang buatan manusia
dalam hidupnya melihat ada yang aneh dalam pandangannya, misalnya memuji dan
mengagungkan nama Tuhan dengan memakai jubah keimanan di tempat ibadah,
kemudian melepas jubah keimanan tersebut ketika berada di luarnya, seakan jubah
87
keimanan itu dipakai hanya ketika berada di tempat ibadah. Adapun dalam
kehidupan bermasyarakat, Iryan melihat seakan orang-orang kecil dan yang memiliki
kekurangan dalam segi materi hanya menjadi penonton dalam kehidupan dunia,
sedangkan golongan yang berada di atasnya menjadi pengatur kehidupan dalam
berbagai hal seperti kebijakan ekonomi, politik, maupun keamanan. Sedangkan yang
tidak mempunyai materi, tidak ada jaminan keamanan baginya, karena segala
sesuatunya tidak ada yang gratis. Beginilah jika peradaban menyembah dan bersujud
di hadapan materi atau peradaban yang meletakkan materi di atas nilai-nilai
kemanusiaan.
Kemudian setelah Iryan memeluk Islam, dengan berusaha memahami dan
menjalankan ajaran-ajarannya secara totalitas baik dari segi ibadah maupun
muamalah (tingkah laku), ia melihat bahwa Islam memuliakan manusia dan
mengangkat derajatnya dengan kemuliaan itu, mengakui fitrah dan kemuliaan
manusia sehingga tidak menjatuhkan manusia ke dalam derajat hewan, dan juga
tidak meninggikan manusia sampai ke derajat dewa. Memuliakan manusia dan
mengangkat derajatnya bukan berarti menafikan pentingnya materi dalam kehidupan
manusia, hanya saja materi dipandang sebagai kebutuhan manusia, bukan tujuan dari
penciptaannya.
Islam dan Tuhan dalam pandangan Ikhwanul Muslimin layaknya dua sisi
mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara satu sisi dan sisi lainnya, karena Islam
adalah manifestasi dari metode dan perundang-undangan Tuhan untuk manusia di
dunia. Begitu juga halnya antara Islam dan Ikhwanul Muslimin, karena kelompok ini
mempunyai pandangan jika metode dan perundang-undangan Tuhan adalah metode
88
dan perundang-undangan yang paling sempurna untuk manusia, sedangkan metode
dan perundang-undangan Tuhan terejawantahkan dalam ajaran-ajaran dan pesanpesan
yang termuat di dalam Islam.
Adapun ajaran-ajaran dan pesan-pesan Tuhan yang termuat di dalam Islam
tertulis dalam inti pokok ajaran Islam yakni, Al-Qur’an dan Sunnah (hadits Nabi).
Oleh karena itu, organisasi Ikhwanul Muslimin menyemarakkan umat Islam untuk
kembali kepada ajaran pokok dari Islam itu sendiri yakni Al-Qur’an dan Sunnah.
Kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah berarti kembali mengkajinya, karena ia
adalah kalam Ilahy (perkataan Tuhan) yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk
oleh hujan, dalam artian ia selalu sesuai dengan segala zaman dan segala konteks
kehidupan manusia.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INDONESIA
HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
INTISARI ......................................................................................................... ix
ABSTRACT ..................................................................................................... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA ...................................... xi
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7
1.4 Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 7
1.5 Landasan Teori ........................................................................................... 9
1.6 Hipotesis ..................................................................................................... 15
1.7 Metode Pengumpulan data dan Analisis ...................................................... 15
1.8 Sistematika Penyajian ................................................................................. 18
BAB II
ANALISIS STRUKTUR NOVEL AL-RAJUL AL-LADZI AMANA ............. 19
2.1 Struktur Novel al-Rajul al-ladzi Amana Najib Kailany ............................... 19
2.1.1 Tuhan ................................................................................................ 20
2.1.2 Dunia ................................................................................................ 27
2.1.3 Manusia ............................................................................................. 37
2.1.3.1 Iryan ...................................................................................... 37
Viii (halaman)
2.1.3.2 Syams .................................................................................... 48
BAB III
ANALISIS PANDANGAN DUNIA IKHWANUL MUSLIMIN ................... 58
3.1 Tuhan dalam Pandangan Ikhwanul Muslimin ............................................. 59
3.2 Dunia dalam Pandangan Ikhwanul Muslimin ............................................. 67
3.3 Manusia dalam Pandangan Ikhwanul Muslimin .......................................... 77
BAB IV
KESIMPULAN ............................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 89

Parafrasetara
Kajian Sastra dan Bahasa



Home

Kemampuan Mahasiswa Mengaplikasikan Kritik Sastra
Marxis dalam Penelitian Sastra Interdisipliner
by D. Jupriono
05 Januari 2012

D. Jupriono
Fakultas Sastra, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya

Kondisi objektif penelitian mahasiswa yang berperspektif kritik sastra marxis
menunjukkan tiga kecenderungan. (1) Sedikit sekali jumlah penelitian yang
mengaplikasikan rumpun teori sastra marxis. (2) Dari sekian banyak teori sastra
marxis, yang paling dominan dipilih mahasiswa adalah pandangan dari Karl Marx.
(3) Penguasaan dan aplikasi teori sastra marxis dalam penelitian mahasiswa
masing jauh dari yang diharapkan. Prinsip dasar rumpun teori sastra marxis (Marx
& Engels, Lenin, Lukacs, Brecht, Zima, Plekanov, Marcuse, Benjamin, dan Trotsky)
adalah bahwa: karya sastra harus berpihak kepada penderitaan golongan proletar;
karya sastra harus memperlihatkan perlawanannya kepada golongan borjuis;
pemihakan dan perlawanan tersebut harus direpresentasikan melalui karya

realisme sosialis dengan bahasa lugas sehingga mampu membangkitkan kesadaran
golongan tertindas.

Abstrak

Student application Ability of Marxist theory art show three tendency: (1) at least
sum up the research of have clump to Marxist theory of art; (2) from so much
theory, what most is dominant selected by a student is view of Karl Marx; (3)
domination and application of theory of Marxist art in research a long way off its
base principles. Elementary principle of clump of theory of Marxist art (Marx &
Engels, Lenin, Lukacs, Brecht, Zima, Plekanov, Marcuse, Benjamin, and Trotsky) is
that: belleslettres have to stand up for the proletarian faction grief; belleslettres
have to show the antigolongan bourgeois; the pemihakan resistance and have to
represented through masterpiece of socialist realism with the bare Ianguage so
that able to awaken the oppressed faction awareness.

Kata-kata kunci: penguasaan teori, aplikasi teori, realisme sosialis, kritik sastra
marxis, konflik kelas

Pendahuluan

Meskipun bidang kesastraan tidak lebih penting daripada linguistik, dan juga
kualitas penelitian kesastraan mahasiswa tidak lebih tinggi ketimbang kualitas
penelitian linguistik, jika dibandingkan, jumlah skripsi mahasiswa yang
mengangkat kesastraan lebih banyak daripada skripsi yang memilih linguistik.
Dalam penelitian sastra di kalangan mahasiswa selama ini, yang mendominasi
adalah kajian intrinsik (Strukturalisme, Formalisme, Pendekatan Objektif), sedang
pendekatan ekstrinsik interdisipliner (psikologi, sosiologi, historis, filsafat, moral
didaktis) sepi peminat. Meskipun demikian, mungkin dalam lima tahun terakhir,
pendekatan ekstrinsik, terutama dari perspektif sosiologi, mulai mendapat tempat
(Jupriono, 2003).

Kajian sosiologi sastra berperspektif sosiologi mempunyai banyak rumpun teori,
misalnya sastra dan realitas, kritik sastra marxis, strukturalisme genetik, sastra
dan politik, hegemoni, feminisme, dan resepsi sastra (Steen, & Schram, 2001).
Terdapat kecenderungan bahwa rumpun teori (kritik) sastra marxis kurang
mendapat peminat setidaknya dibandingkan dengan rumpun sastra dan realitas,
strukturalisme genetik, dan resepsi sastra. Mempertimbangkan hal tersebut,
masalah tulisan ini, difokuskan pada hal-hal berikut. (1) Bagaimanakah kondisi
objektif penelitian mahasiswa yang mengaplikasikan kritik sastra marxis? (2)
Bagaimana sesungguhnya prinsip-prinsip dasar rumpun kritik sastra marxis?

Kemampuan Mengaplikasikan Kritik Sastra Marxis dalam Penelitian

Secara singkat, kondisi objektif penelitian mahasiswa yang berperspektif kritik
sastra marxis menunjukkan tiga kecenderungan kuat berikut. (1) Jumlah penelitian
yang mengaplikasikan rumpun teori sastra marxis amat sedikit. (2) Dari sekian
banyak teori sastra marxis yandg dipakai pada segelintir penelitian mahasiswa,
yang paling dominan dipilih mahasiswa adalah pandangan dari Karl Marx. (3)
Penguasaan dan aplikasi teori sastra marxis dalam penelitian mahasiswa masing
jauh dari yang diharapkan.

Kecenderungan pertama, seperti sudah disebutkan, adalah teramat sedikitnya—
mungkin malah langka—penelitian mahasiswa yang mengangkat kritik sastra
marxis selama Orde Baru berkuasa (1966—1998), bahkan hingga sekarang ketika
fobi ideologi tidak lagi populer. Ada beberapa kemungkinan dugaan mengapa
demikian.

Pertama, hingga sekarang masih cukup kuat ketakutan mahasiswa dan juga dosen
terhadap apa pun yang berlabel marxis. Sekadar membaca—apalagi
mengaplikasikan—teori marxisme dalam penelitian saja sudah seperti dikejar
hantu di malam Jumat Kliwon. Padahal, jangankan hanya membaca, sudah jelasjelas total menerapkan perspektif marxis dalam penelitian pun sebenarnya tidak
dapat langsung diidentikkan dengan mempercayai, menganut, atau pun
membenarkan marxisme (Beidler, 1999). Sungguh runyam, memang, jika teori
diidentikkan dan dikontaminasikan dengan ideologi. Dapat dimaklumi jika itu di
zaman Orde Baru. Memang, saat rezim Orde Baru berkuasa, jangankan
mengaplikasikan marxisme dalam penelitian, sekadar membaca buku-buku kiri
saja, jika ketahuan tentara, dapat bernasib sial tujuh turunan. Akan tetapi, jika

ketakutan yang sama masih juga menghantui di era Reformasi ini, jelas-jelas itu
sebuah ketakutan imajiner.

Kedua, sebagai akibat dari kondisi pertama, sungguh amat langka penelitian dosen
—yang umumnya diacu oleh penelitian mahasiswa—yang berperspektif kritik
sastra marxis. Termasuk di dalamnya adalah dilarangnya terbitan dan publikasi
yang mengangkat topik marxisme. Maka, novel-novel besar Pramoedya, misalnya,
dibredel (GoGwlit, 1996). Ketika zaman sudah berubah, memasuki era Reformasi
pun, pernah ada gerakan pembakaran dan sweeping buku-buku kiri—atau yang
dianggap kiri. Akibatnya, mahasiswa pun mengalami kesulitan mencari bahan
rujukan untuk penelitian sastra berperspektif marxis.

Ke