ASPEK EPIDEMIOLOGI DALAM PENANGGULANGAN. docx

ASPEK EPIDEMIOLOGI DALAM PENANGGULANGAN FILARIASIS DI
INDONESIA
Epdemiologi menggunakan cara
pandang ekologi untuk mengkaji interaksi
berbagai elemen dalam dan faktor dalam
lingkungan dan implikasi yang berkaitan
antara
berbagai
vektor
penyakit.
Keterkaitan antara berbagai faktor yang
berkontribusi
untuk
memperlihatkan
interaksi dan ketergantgan dengan lainnya
antara agents (penyebab),Host (penjamu)
dan environment (lingkungan) yang di
gambarkan dalam segitiga epidemiologi.
Agents adalah penyebab penyakit dapat
berupa bakteri,virus,jamur,parasit atau
kapang, pejamu adalah organisme

biasanya manusia atau hewan yang
menjadi tempat persinggahan penyakit
sedangkan lingkungan adalah segala
sesuatu yang mengelilingi dan juga
kondisi luar manusia yang menyebabkan
atau memungkinkan penularan penyakit.
Agents dari Filariasis yaitu parasit ( cacing
Filaria), pejamu meliputi fisik, sosial,
ekonomi maupun budaya. Penyakit kaki
gajah di Indonesia di sebabkan oleh tiga
jenis spesisies cacing filaria, yaitu :
B.malayi,B.hancortfi dan B. Timori.
Sebagai vektor utama dan 3 jenis spesies
cacaing filaria ini di temukan di pulau
Nusa Tenggara Timur dan Kepulauan
Maluku Selatan. Ketiga Spesies ini dapat
dipisahkan menjadi 6 tipe yaitu :
W.bancrotfi tipe perkotaan,W.bancrotfi
tipe pedesaan, B.malayi tipe periodik
nocturna ,B.malayi tipe subperiodik

noctura,Brugia malayi tipe nonperiodik
dan Brugia timori. Dari ketiga spesies ini
tersebut yang menjadi masaah dalam
kesehatan masyarakat adalah B.Malayi
dan B.Timori terutama di daerah pedesaan.
B.malayi endemik di Sumatera ,
Kalimanatan, Sulawesi dan pulau-pulau di
Maluku, tetapi terbatas pada sebelah Barat
garis webe, yang memisahkan Irian Jaya
dengan Pulau Seram danAmbon. Dari
berbagai tipe parasit filaria ini. B.Malayi
dan B.Timori menempati urutan pertama

dalam penyebarannya di Indonesia.
Demikian
pula
penderita
dan
penularannya lebih besar dibandingkan
dengan W.bancrotfi. Vektor penyakit kaki

gajah adalah nyamuk. Di Indonesia saat
ini telah diketahui terdapat 23 spesies
nyamuk
dari
genus
Mansonia,
Anopheles,Culex, aedes dan Armigeres
yang dapat berperan sebagai vektor dan
vektor potensial penyakit kaki gajah.
W.Bancrotfi tipe pedesaan masih banyak
ditemukan Papua dan beberapa daerah lain
di Indoneisa. 10 spesies nyamuk telah
diindentifikasi sebagai vektor tetapi vektor
utamanya
adalah
An.Farauti
dan
An.Punctulatus. lain halnya dengan yang
ada di Malaysia dimana vektornya
An.Maculatus dan An.Whartoni. .

W.Bancrotfi tipe urban ditemukan di kotakota besar antara lain Jakarta,Semarang,
Pekalongan dengan nyamuk vektornya :
Cx.quinquefasciatus.B.malayi ditemukan
tersebar di berbagai wilayah di Indonesia,
umumnya di daerah pantai dan dataran
rendah.vektornya adalah 6 spesies
Mansonia yaitu : Ma.uniformis,Ma.
Bonnae, Ma.dives, Ma. Anhulifera dan
Ma.Indiana sedangkan di Indonesia
umumnya endemik di daerah persawahan
dan
vektor
utamanya
adalah
An.Barbirostrisis.Penanggulangan
penyakit
filariasisi
ini
sebaiknya
ditangani pada semua fase yaitu :

Pemberantasan parasitnya pada semua
hospes, pemberantasan vektornya dan
penanganan lingkungan yang dapat
mengganggu kelestarian lingkaran hidup
parasit. Pemberantasan parasit dengan
pengobatan ini dilakukan dengan adanya
pengobatan
semua
hospes
yang
mengandung parasit, sehingga tidak ada
parasit lagi yang dapat ditularkan oleh
vektor. Pemberantasan filariasis dengan
cara
pengobatan
merupakan
pemberantasan jangka pendek untuk
mengurangi infection rate &disease rate

sehingga orang dapat bekerja dan

berproduksi pengobatan masal dan DEC
masih merupakan cara yang efektif untuk
menanggulangi filariasis saluran getah
bening. Cara ini dipergunakan di daerahdaerah endemik, baik terhadap penduduk
asli maupun pendatang ( transmigran).
Selama ini Indonesia melaksanakan
pengobatan masal penyakit kaki gajah
dengan dosis rendah DEC (Diethyl
Carbamazine Citrate) 100 mg untuk
dewasa dan 50 mg untuk usia 2-10 tahun
selama 40 minggu deng keikutsertaan
Indonesia dalam global eliminasi filariasis
yang dicanangkan WHO, maka saat ini
digunakan kombinasi DEC 6mg/kg berat
badan dan abendazole (sesuai takaran)
yang diberikan selama 5 tahun dalam
pengobatan masal filariasis. Masalah
pertama yang dihadapi adalah bahwa
semua harus ditimbang dahulu sebelum
dapat ditentukan dosis obat yang harus

diberikan. Masalah kedua dan yang
terbesar ialah adanya efek samping dari
pengobatan DEC dimana memberi efek
samping yang lebih berat disebabkan
karena
terbunuhnya
parasit
yang
menyebabkan reaksi demam yang
tinggi,sakit kepala, sakit seluruh badan
yang dapat timbul beberapa jam setelah
minum obat. kemudian dapat timbul
limfadentist, limfangitis yang dapat
berlanjut sampai terjadinya asbes.
Penderita ini dapat berlangsung beberapa
hari sampai beberapa minggu, sehingga
orang banyak yang menolak minum obat.
Pengendalian Vektor. Beraneka ragam
spesies nyamuk yang berperan sebagai
vektor rantai penularannya penyakit belum

dapat dikontrol secara memuaskan karena
belum adanya metode vektor yang
dikontrol yang tepat guna, terutama vektor
control untuk spesies-spesies Mansonia &
Culex, sehingga pengendalian vektor
filariasis di Indonesia belum dilakukan
secara khusus, basanya digabung dengan
kegiatan
pemberantasan
malaria.
Pengendalian vektor filariasis di Indonesia
belum dapat dilakukan dengan berbagai

cara : pengendalian secara kimiawi dan
pengendalian
secara
non
kimiawi
misalnya pengedalian vektor dengan
pengelolaan lingkungan, pengendalian

vektor secara biologic dan genetic.
Pengendalian Hospes Rservoir ini hingga
sekarang belum ada data tentang
pengedalian hospes reservoir filariasis di
Indonesia, kera merupakan hewan yang
dilindungi,
sehingga
sukar
untuk
membunhnya secara besar-besaran. Selain
itu kera yang menjadi vektor filariasis
sangat liar dan sukar ditangkap. barangkali
pengendalian dapat dilakukan dengan
menjauhkan kera dari manusia, sehingga
nyamuk yang didekat manusia tidak
terkena infeksi dari kera itu. Kucing
sebagai hospes reservoir juga merupakan
masalah yang tidak mudah dipecahkan.
Jika mungkin barangkali dilakukan
pengobatan masal pada kucing- kucing,

tapi jangkauan akan jauh lebih rendah
daripada manusia. Sehingga nyamuk yang
didekat manusia tidak terkena infeksi dari
kera itu. Kucing sebagai hospes reservoir
juga merupakan masalah yang tidak
mudah dipecahkan.
Jika
mungkin
barangkali diakukan pengobatan masal
pada kucing, tapi jangkauan akan jauh
lebih rendah daripada manusia. Peran serta
mayarakat dalam penanggulangan agar
target
dan
sasaran
pemberantasan
kemungkinan
besar
upaya
penanggulangan yang disertai masyarakat

akan mencapai hasil yang diharapkan
yaitu menurunya prevalensi penyakit
sampai titik yang tidak membahayakan.
Dalam
kenyataanya
peran
serta
masyarakat
dalam
penanggulangan
filariasis belum begitu tampak, karena
tumbuhnya peran serta memerlukan
memerlukan
perubahan-perubahan
terutama menyangkut sikap dan perilaku
masyarakat kelihatannya sangat mudah,
Karena hanya menyangkut keadaan
sehari-hari. Akan tetapi sampai saat ini
perubahan itu sulit terjadi. Hal ini karena
upaya perubahan yang sering dilakukan
kurang memperhatinkan faktor yang

mendasari perubahan, yaitu poreses
penanaman nilai-nilai baru di bidang
kesehatan dalam hal ini adalah pendidikan
kesehatan. Melalui pendidikan sedikit
demi sedikit nilai-nilai lama yang melekat
pada diri seseorang akan dilepaskan oleh
orang/masyaraka tersebut. Penanaman
nilai-nilai baru ini tersebut paling tepat
adalah melalui proses belajar. Bila
seseorang menaruh evaluasi yang tinggi
terhadap nilai bahwa “pengobatan sangat
bermafaat bagi kesehatannya baik bagi
dirinya sendiri maupun masyarakat” maka
orang tersebut akan cenderung bersikap
positif terhadap pengobatan, dalam arti
mau menerima pengobatan. Bahkan
selanjutnya akan melakukan tindakan
yang mendukung pengobatan misalnya
ikut terlibat dalam pengobatan yaitu
membantu dengan cara mengajak orang
lain agar mau diobati. Jadi seseornag
berperilaku mendukung dan setidaknya
ada upaya penanggulangan filariasis
karena kemantapan sikapnya yang
idasarkan pada penelitian positif yang
menumbuhkan kepercayaan. Kepercayaan
ini meliputi manfaat dan kerugian yang
akan dihadapi serta kepercayaan bahwa
dirinya
dapat
diserang
penyakit.
Kecenderungan orang untuk berperilaku
secara potensial terkandung di dalam
sikapnya. Bila sikap seseorang dilandasi
sikap positif. Orang tersebut akan selalu
berusaha menjaga agar tidak mudah
terinfeksi. Oleh karena itu bila setiap
orang di daerah endemis melakukan hal
semacam itu, maka bisa dijamin upaya
penangulangan filariasis akan mencapai
hasil seperti yang diharapkan yaitu
menurunyaprevalensi penyakit sampai
pada titik yang tidak membahayakan.
Tudus Gabriella Estrelita
(13111101072)