Tugas HUKUM DAN POLITIK hukum

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kehidupan manusia di dalam pergaulan masyarakat diliputi oleh norma-norma, yaitu
peraturan-peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia didalam masyarakat.
Sejak masa kecilnya masyarakat merasakan adanya peraturan-peraturan hidup yang
membatasi kemerdekaannya untuk berbuat menurut kehendak hatinya. Pada permulaan, yang
dialami hanyalah peraturan –peraturan hidup yang berlaku dalam lingkungan keluarga yang
dikenalnya, kemudian juga yang berlaku diluarnya, yaitu dalam masyarakat. Yang dirasakan
paling nyata ialah peraturan-peraturan hidup yang berlaku dalam suatu negara.1
Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan aman dan tetram dan
damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu tata. Tata itu berwujud
aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan
hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota
masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata lazim itu disebut kaidah atau
norma atau ukuran-ukuran. Norma-norma itu mempunyai dua macam isi yaitu perintah dan
larangan.
Dengan adanya norma-norma itu dirasakan pula oleh masyarakat adanya penghargaan
dan perlindungan terhadap dirinya dan kepentingan-kepentingannya. Demikianlah normanorma itu mempunyai tujuan supaya kepentingan masing-masing warga masyarakat dan
ketentraman dalam masyarakat terpelihara dan terjamin. 2 Dari norma-norma inilah yang
nantinya akan terbentuk suatu kaidah yang di bentuk secara tetulis menjadi hukum yang

berlaku unttuk menata keteraturan dalam masyarakat.
Magnis Suseno mengatakan bahwa sifat manusia sebagai makhluk sosial berdimensi
politik, dengan kata lain manusia adalah makhluk yang mengenal kepentingan bersama.
Dalam kerangka demikian, maka hukum merupakan lembaga penata kehidupan bersama
yang normatif, sedangkan negara dipandang sebagai lembaga penata kehidupan yang efektif.
1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 1993, hlm. 4
2 ibid, hlm. 1

Dalam kerangka demikian, maka hukum merupakan alat penata kehidupan bersama
yang normatif, sedangkan negara dipandang sebagai lembaga penata kehidupan yang efektif.
Dari pernyataan ini dapat dilihat bahwa negara selaku lembaga politik harus secara dinamis
melakukan pengaturan terhadap manusia yang ada di dalam negara supaya tidak terjadi
kekacauan dan pertentangan satu dengan yang lainnya. Apabila negara tidak mampu secara
dinamis melakukan hal tersebut maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi pertentangan
dan pertikaian yang sulit untuk diatasi. Oleh karena itu ketentuan hukum yang ditetapkan
harus bernuansa memperjuangkan rakyat dan harus ditegakkan tanpa ada diskriminasi atau
perbedaan.3

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah yang yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah;
a. Apakah hubungan antara hukum dan politik?

3 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 23

C. Pembahasan

1. Pokok-pokok dalam Ilmu Hukum
Pedoman

dalam mempelajari hukum adalah memahami kondisi intrinsik aturan-

aturan hukum. Hal inilah yang membedakan antara ilmu hukum dengan disiplin-disiplin lain
yang objek kajiannya juga hukum. Disiplin-disiplin lain tersebut memandang hukum sebagai
gejala sosial. Dengan melihat kondisi intrisik aturan hukum, ilmu hukum mempelajari
gagasan-gagasan hukum yang bersifat mendasar, universal, umum, dan teoritis serta landasan
pemikiran yang mendasarinya. Landasan pemikiran itu berkaitan dengan berbagai macam
konsep mengenai kebenaran, pemahaman dan makna, serta nilai-nilai atau prinsip-prinsip
moral.

Ilmu Hukum memiliki karakter yang khas yang sifatnya normatif, praktis dan
preskriptif, menjadikan metode kajian ilmu hukum akan berkaitan dengan apa yang
seyogianya atau apa yang seharusnya, sehingga metode dan prosedur penelitian dalam ilmuilmu alamiah dan ilmu sosial tidak dapat diterapkan untuk ilmu hukum. Hal ini menjadikan
Ilmuan hukum harus menegaskan: dengan cara apa ia membangun teorinya, menyajikan
langkah-langkahnya

agar

pihak

lain

dapat

mengontrol

teorinya

dan


mempertanggungjawabkan mengapa memilih cara yang demikian.
Ilmu hukum menempati kedudukan istimewa dalam klasifikasi ilmu karena
mempunyai sifat yang normatif dan mempunyai pengaruh langsung terhadap kehidupan
manusia dan masyarakat yang terbawa oleh sifat dan problematikanya. Keadaan yang
berpengaruh langsung terhadap kehidupan manusia dan masyarakat mengakibatkan sebagian
ahli hukum Indonesia berupaya mengempiriskan ilmu hukum melalui kajian-kajian
sosiologik, bahkan upaya tersebut sampai kepada menerapkan metode-metode penelitian
sosial ke dalam kajian hukum (normatif).
Tugas ilmu hukum membahas hukum dari semua aspek. Ilmu sosial maupun ilmu
humaniora hanya memandang hukum dari sudut pandang keilmuannya, sehingga tidak tepat
untuk mengkalsifikasikan ilmu hukum sebagi ilmu sosial. Ilmu hukum sebagai ilmu yang

bersifat sui generis4 yakni tidak ada bentuk ilmu lain yang dapat dibandingkan dengan ilmu
hukum. Ilmu hukum hanya satu untuk jenisnya sendiri.
Ilmu hukum hukum tidak mencari fakta historis dan hubungan-hubungan sosial
sebagaimana yang terdapat dalam penelitian sosial. Ilmu hukum berurusan dengan preskripsipreskripsi hukum, putusan-putusan yang bersifat hukum, dan materi-materi yang diolah dari
kebiasaan-kebiasaan.
Ilmu hukum tidak dapat di klasifikasikan ke dalam ilmu sosial yang bidang kajiannya
kebenaran empiris, sebab ilmu sosial tidak memberi ruang bagi menciptakan konsep hukum,
ilmu sosial hanya berkaitan dengan implementasi konsep hukum dan selalu hanya

memberikan perhatiaannya kepada kepatuhan individu terhadap atauran hukum. Demikian
juga dengan ilmu hukum tidak dapat diklasifikasikan ke dalam ilmu humaniora, sebab ilmu
humaniora tidak memberikan tempat untuk mempelajari hukum sebagai aturan tingkah laku
sosial, hukum hanya dipelajari dalam kaitannya dengan etika dan moralitas.
Ilmu hukum tidak mencari fakta historis dan hubungan-hubungan sosial sebagaimana
yang terdapat dalam penelitian sosial. Ilmu hukum berurusan dengan preskripsi-preskripsi
hukum, putusan-putusan yang bersifat hukum, dan materi-materi yang diolah dari kebiasaankebiasaan. Ilmu hukum bagi legislator terkait dengan hukum dalam bentuk abstrak, dan bagi
hakim memberikan pedoman dalam menangani perkara dan menetapkan fakta-fakta yang
kabur. Dengan demikian, ilmu hukum mempunyai karakter preskriptif dan sekaligus sebagai
ilmu terapan

2. Pokok –pokok dalam Ilmu Politik
Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu
sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat
dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19.
Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang
ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam
perkembangan sekarang ini ilmu-ilmu tersebut saling mempengaruhi.

4 Bersifat khas


Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai
pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu
politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia sering dinamakan ilmu sosial yang
tertua di dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan
filsafat.
Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau kepolitikan. Politik adalah usaha aatau
cara untuk mendapatkan kehidupan yang baik. Sejak dahulu kala masyarakat mengatur
kehidupan kolektif dengan baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya
sumber daya alam, atau perlu dicari satu cara distribusi sumber daya agar semua warga
merasa bahagia dan puas. Ini adalah politik.
Bagaimana caranya mencapai tujuan dengan berbagai cara, yang kadang-kadang
bertentangan dengan satu sama lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa tujuan itu
hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu (negara atau sistem
politik). Kekuasaan itu perlu dijabarkan dalam keputusan mengenai kebijakan yang akan
menentukan pembagian atau alokasi dari sumber daya yang ada.
Dengan demikian sampai pada kesimpulan bahwa politik dalam suatu negara berkaitan
dengan masalah kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan
publik (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution). Politik masa
kini adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan harta.

Di bawah ini ada dua sarjana yang menguraikan definisi politik yang berkaitan dengan
masalah konflik dan konsensus5:
1. Menurut Rod Hague Et Al : “Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara
bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat
kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di
antara anggota-anggotanya.
2. Menurut Andrew Heywood: “Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan
untuk membuat, mempertahankan , dan mengamandemenkan peraturan-peraturan
umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala
konflik dan kerja sama.
5 Mulyana W.Kusumah, Tegaknya Supremasi Hukum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 43

Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai disebabkan karena setiap sarjana
meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik. Unsur ini diperlukannya sebagai
konsep pokok yang akan dipakainya untuk meneropong unsur-unsur lain.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa konsep-konsep itu adalah:
1. Negara (state)
2. Kekuasaan (power)
3. Pengambilan keputusan (decision making)
4. Kebijakan (policy, beleid)

5. Pembagian (distribution)

3. Hubungan antara Hukum dan Politik
Dalam negara hukum, sebagaimana halnya Indonesia kekuasaan pemerintah diselenggarakan
berdasarkan atas hukum dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Kesinambungan sikap,
konsistensi dan tindakan dari lembaga-lembaga kenegaraan itu sangat menetukan kadar
kepastian dan tindakan dari lembaga-lembaga kenegaraan itu sangat menentukan kadar
kepastian hukum.6 Rapuhnya kesinambungan sikap dan konsistensi dalam tindakan akan
mengakibatkan kaburnya kepastian hukum. Karena lembaga-lembaga kenegaraan senantiasa
bertanggungjawab dan berwenang terhadap terhadap penyelenggaraan hukum, yang pada
akhirnya merupakan produk dari proses politik. Kesinambungan sikap dan konsistensi
tindakan mereka juga sangat tergantung dari stabilitas politik.
Dengan demikian maka orientasi hukum dan masyarakat harus senantiasa didengungkan agar
bagian dari warisan program status welfare-regulatory ini akan berkembang menuju mengacu
pada solusi dalam merubah rasionalitas formal ini, sebab hukum dibentuk tidak untuk hanya
kepentingan hukum itu sendiri, namun untuk kepentingan manusia dan kehidupan
masyarakat. Oleh karena disadari bahwa kehidupan manusia dan masyarakat tanpa aturan
hukum akan kacau atau tidak tertib.
Perubahan pemikiran hukum dari rasionalitas formal ke rasionalitas substantif digunakan
sebagai instrumen untuk melakukan perubahan yg berorientasi pada suatu tujuan atau

sasaran, yang lebih umum dan terbuka serta lebih terinci.

6 Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Jakarta: Gramedia, 1987, hlm. 61

Suatu sistem hukum yang modern haruslah merupakan hukum yang baik, dalam arti hukum
tersebut harus mencerminkan rasa keadilan bagi semua pihak dan sesuai dengan kondisi
masyarakat. Hukum dibuat sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan, dan juga harus
dimengerti atau dipahami oleh masyarakat secara keseluruhan Supaya hukum benar-benar
dapat mempengaruhi perilaku warga masyarakat, maka ketentuan hukum tersebut harus
disebarluaskan sehingga melembaga dalam masyarakat.
Adanya alat komunikasi merupakan salah satu syarat bagi penyebaran serta pelembagaan
hukum, baik secara formal maupun informal, sehingga apa yang diinginkan oleh hukum
dapat tercapai. Dari sini terlihat bahwa jaminan terhadap negara hukum itu adalah ditentukan
oleh dua persoalan, yaitu apakah hukumnya dibuat melalui proses yang sesuai dan kemudian
diratifikasi secara demokratis, serta apakah hukum itu ditaati dan dilaksanakan oleh
pemerintah maupun oleh rakyat yang diperintahnya secara tersurat maupun tersirat.
Jawaban positif terhadap kedua hal ini menentukan juga kadar keseimbangan politik yang
dihasilkan oleh konstitusi (hukum) yang bersangkutan. Dari pernyataan ini dapat dipahami
bahwa konstitusi (hukum) suatu negara, harus dibuat berdasarkan keseimbangan politik yang
ada. Sehingga hukum itu dapat mengakomodir semua kalangan dan tidak cenderung

menguntungkan salah satu pihak. Disinilah perlu adanya kesamaan pandangan atau persepsi
terhadap kandungan dari peraturan hukum yang diciptakan dari berbagai pihak, baik dari
unsur masyarakat, partai politik, organisasi sosial maupun pemerintah dan lembaga-lembaga
kenegaraan lainnya.
Terdapat tiga karakter hukum dalam masyarakat, berkaitan dengan hubungan hukum dan
politik7 :
1. Hukum Represif, dimana hukum sebagai alat kekuasaan dari pemerintah untuk
menindas, ciri-cirinya:
a. Hukum bertujuan untuk mempertahankan status Quo penguasa, kerap kali
dikemukakan dengan dalih untuk menjamin ketertiban.
b. Aturan-aturan hukum represif keras dan terperinci, akan tetapi lunak dalam mengikat
para pembuat peraturan sendiri.
c. Hukum tunduk pada politik kekuasaan

7 Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: Alumni, 1989, hlm. 34

2. Hukum Otonom, hukum sebagai suatu pranata yang mampu menertalisasikan represif
(penindasan) dan melindungi integritas hukum itu sendiri, ciri-cirinya:
a. Legitimasi hukum dalam hukum otonom terletak pada kebenaran prosedural
b. Prosedur sebagai inti dari hukum/keadilan prosedur

c. Hukum bebas dari pengaruh politik, sehingga terdapat pemisahan kekuasaan,
kesempatan untuk berpartisipasi dibatasi oleh cara yang sudah mapan
d. Hukum mengikat baik kepada yang memerintah maupun kepada yang diperintah
4. Hukum Responsif, hukum sebagai suatu sarana respon atas kebutuhan dan aspitrasi
masyarakat, ciri-cirinya:
a. Tujuan hukum berdasarkan kompetensi
b. Keadilan substansi yang dicari
c. Aturan hukum tunduk pada prinsip/asas/doktrin dan kebijaksanaan
d. Aspirasi hukum dan politik saling terintegrasi
Asumsi dasar dari pemikiran diatas adalah bahwa hukum merupakan produk politik
sehingga karakter setiap produk hukum akan sangat ditentukan atau diwarnai oleh
imbangan kekuatan atau konfigurasi politik yang melahirkannya. Hal ini berdasarkan
kenyataan bahwa setiap produk hukum merupakan keputusan politik sehingga hukum
dapat dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling berinteraksi dikalangan
para politisi. Meskipun dari sudut kaidah normatif ada pandangan bahwa politik harus
tunduk pada ketentuan hukum, namun dari sudut implementasi bahwa hukumlah yang
dalam kenyataannya ditentukan oleh konfigurasi politik yang melahirkannya.

Kesimpulan

Pada dasarnya hukum adalah seperangkat kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang berbentuk
tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku pada suatu wilayah tertentu dan memiliki sifat
mengikat yayng memiliki sanksi untuk para pelanggarnya. Hukum memiliki kaidah perintah,
yaitu yang mau tidak mau harus di jalankan atau di taati. Selanjutnya kaidah hukum yang
berisi larangan yang artinya berisi kaidah-kaidah yang mengharuskan rakyat untuk tidak
melakukan hal-hal tidak semestinya.
Bagaimana caranya mencapai tujuan dengan berbagai cara, yang kadang-kadang
bertentangan dengan satu sama lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa tujuan itu
hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu (negara atau sistem
politik). Kekuasaan itu perlu dijabarkan dalam keputusan mengenai kebijakan yang akan
menentukan pembagian atau alokasi dari sumber daya yang ada.
Cara-cara tersebut teramasuk dalam tindakan politik. Politik adalah cara unutk mencapai
suatu tujuan. Hukum dan Politik memang sulit dipisahkan, khususnya hukum tertulis
mempunyai kaitan langsung dengan negara. Pengertian hukum yang memadai seharusnya
tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga
(institutions) dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam
kenyataan. Dari kenyataan ini disadari, adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya
suatu proses politik melalui wadah institusi politik untuk terbentuknya suatu produk
hukum.

Dalam realitas empiris hukum lahir sebagai refleksi dari konfigurasi politik yang
melatarbelakanginya. Kalimat-kalimat yang ada dalam aturan hukum tidak lain merupakan
kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling bersaingan. Dalam kenyataan terlihat
bahwa politik sangat menentukan bekerjanyahukum.Namun melihat ketidakjelasan politik
hukum pada di era transisi ini, munculnya elemen kritis di kalangan masyarakat sipil,
pemerintahan yang efektif dan kuat, serta lembaga pengadilan yang mampu menguji
peraturan di dalam bingkai UUD 1945 menjadi sebuah keniscayaan.
Dengan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan dapat terwujud apabila
aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak pada nilai-nilai
keadilan itu sendiri. Terlepas bahwa dalam proses kerjanya lembaga-lembaga hukum harus
bekerja secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum,
dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga
harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi hukum yang berkeadilan.

Daftar Pustaka

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 1993
Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Jakarta: Gramedia, 1987
Mulyana W.Kusumah, Tegaknya Supremasi Hukum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001
Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: Alumni, 1989
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994

Hubungan antara Hukum dan Politik
UTS Mata Kuliah Hukum dan Politik

Ferry Kurniawan
1112011139

Fakultas Hukum
Universitas Lampung
2014