PERANAN DINAS TENAGA KERJA DALAM MENANGA (1)

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Responden
Identitas responden sangat bermanfaat dalam suatu penelitian, guna untuk
mengetahui latar belakang responden antara lain : mengetahui jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan pekerjaaan, untuk itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan
identitas responden dilihat dari :
5.1.1 Jenis Kelamin
Untuk mengetahui identitas responden berdasarkan jenis kelamin maka dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.1 Jenis Kelamin Responden
No.
Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
Jumlah

Frekuensi
62
21
83


Persentase (%)
84,93
15,07
100 %

Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin responden paling
banyak adalah laki-laki yang berjumlah 62 orang sedangkan jenis kelamin perempuan
hanya berjumlah 21 orang.
5.1.2 Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu hal penting karena
dengan pendidikan akan dapat mengukur kemampuan seorang dalam menganalisa
dan memecahkan suatu permasalahan. Untuk mengetahui tingkat pendidikan yang

ditempuh responden berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Table 5.2 Tingkat Pendidikan Responden
No.
1.

2.
3.
4.
5.

Pendidikan
SLTA/Sederajat
D3
S1
S2
S3

Frekuensi
48
7
21
5
2

Jumlah

83
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Persentase (%)
57,83
8,43
25,3
6,02
2,41
100 %

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden yang
paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA/Sederajat berjumlah 48 orang
(57,83%). kemudian responden yang memiliki tingkat pendidikan D3 berjumlah 7
orang (8,43%), kemudian responden yang memiliki tingkat pendidikan S1 berjumlah
21 orang (25,3%), kemudian responden yang memiliki tingkat pendidikan S2
berjumlah 5 orang (6,02%), dan kemudian responden yang memiliki tingkat
pendidikan S3 berjumlah 2 orang (2,41%).
5.1.3 Pekerjaan Responden
Adapun pekerjaan dari responden pada penelitian ini dapat di ketahui pada

tabel berikut ini :

Table 5.3 Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan
No.
Pekerjaan
1. Pegawai
2. Swasta

Frekuensi
38
45

Jumlah
83
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Persentase (%)
45,78
54,21
100 %


Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pekerjaan yang mendominasi
responden adalah

38 orang (45,78%). Responden yang memiliki pekerjaan

wiraswasta berjumlah 45 orang (54,21%).
5.2 Analisis Masalah Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis
Kecamatan Mandau yang ibukotanya Duri merupakan salah satu kecamatan
yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis yang berada di
Pulau Sumatera. Dengan jumlah penduduk 256.108 dan luas wilayah 937,47 KM2.
Industri memegang peranan penting dalam perekonomian kemasyarakatan di
Kecamatan Mandau. Angka yang tercatat oleh dinas terkait menyebutkan, sebanyak
dua industri besar dan lima industri sedang beroperasi di wilayah Kecamatan
Mandau. Sedangkan untuk industri kecil 96 unit dan industri mikro 233 unit, selama
kurun waktu tahun 2014.
Dengan sangat banyaknya jumlah penduduk, besarnya cakupan wilayah untuk
sebuah kecamatan, dan merupakan daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia.
Kota Duri menjadi pusat operasional perusahaan raksasa minyak PT. Chevron Pasific
Indonesia yang merupakan perusahaan kontrak bagi hasil dengan Pemerintah


Republik Indonesia. Selain itu juga banyak tenaga kerja dan perusahaan yang
berlokasi di Kecamatan Mandau.
Permasalahan outsourcing yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten
Bengkalis dapat di lihat dari masih seringnya aksi demonstrasi yang di lakukan oleh
tenaga kerja outsourcing di kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bengkalis yang
berkantor di Kecamatan Mandau. Yang menjadi tuntutan massa aksi demonstrasi
serikat pekerja di antaranya adalah menuntut pemerintah agar menghapus system
outsourcing, penyelesaian pembayaran upah buruh, upah lembur, pesangon dan
jamsostek yang belum di bayarkan, penyelesaian kasus Pemutusan Hubungan Kerja
secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan di kecamatan mandau.
Jumlah perusahaan kontraktor yang terdata di Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau sebanyak 103 perusahaan
(Sumber: Data Perusahaan Kontraktor Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau Tahun 2014). Dengan banyaknya
jumlah perusahaan dan tenaga kerja tentunya terdapat hubungan industrial di antara
kedua belah pihak. Selama terdapatnya hubungan industrial antara perusahaan dan
pekerja selama itulah permasalahan ketenagakerjaan dapat terjadi dan tidak dapat di
hindari.
Dalam hal ini Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten

Bengkalis H.A.Ridwan Yazid, S.Sos juga menyampaikan setelah sosialisasi Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012 dan Surat Edaran 04/MEN/VIII/2013
yang diadakan PT. CPI bekerjasama dengan Disnaker Bengkalis di Gedung Multi

Guna PT. CPI bahwa Perusahaan jasa penunjang/sub-kontraktor di Kecamatan
Mandau di perkirakan mencapai ratusan namun perusahaan tersebut tidak melaporkan
perusahaannya ke kantor Disnaker (Riau Pos, 21 November 2013).
Dengan tidak melapornya perusahaan jasa penunjang/sub-kontraktor ke
disnakertrans merupakan sebuah sumber awal terjadinya masalah outsourcing yang
terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dan mengakibatkan terjadinya
perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial yang terjadinya
diantaranya adalah
1. Perselisihan hak ; perselisihan yang timbul karena tidak di penuhi nya hak
,akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang – undangan ,perjanjian kerja ,peraturan perusahaan ,atau
perjanjian kerja bersama.
2. Perselisihan kepentingan ; Adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan
kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan ,dan atau
perubahan syarat – syarat kerja yang di tetapkan dalam perjanjian kerja ,atau
peraturan perusahaan ,atau perjanjian kerja bersama.

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja ; perselisihan yang timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja
yang di lakukan oleh salah satu pihak
Jumlah

pengaduan

kasus

tenaga

kerja

perusahaan

sub-

kontraktor/outsourcing yang di bantu penyelesaiannya oleh Serikat Buruh Riau

Independent Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2014 dapat di lihat

pada tabel 5.4
Tabel 5.4 : Jumlah Pengaduan Kasus Tenaga Kerja Perusahaan SubKontraktor/ Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten
Bengkalis Tahun 2014
Jumlah Tenaga
Masalah Outsourcing
kerja
1. PT. Bosar Alongan Mamora
61
Pesangon Tidak Di Bayarkan
2. PT. Adiarta
39
Pesangon Tidak Di Bayarkan
3. PT. Nata Indonesia
47
Pesangon Tidak Di Bayarkan
4. PT. Mutiara Raaf
4
Pemutusan Hubungan Kerja
5. PT. Burirekatama
2

Pemutusan Hubungan Kerja
6. PT. Atvira
2
Pemutusan Hubungan Kerja
7. PT. Abitech
1
Pemutusan Hubungan Kerja
8. PT. Dayatama
4
Pemutusan Hubungan Kerja
9. PT. Adil Utama
27
Pemutusan Hubungan Kerja
10. PT. Patar Tekhindo Indonesia
51
Pesangon Tidak Di Bayarkan
11. CV. Cemara
1
Pemutusan Hubungan Kerja
12. CV. Sahabat

4
Pemutusan Hubungan Kerja
13. PT. Multi Structure
66
Pesangon Tidak Di Bayarkan
14. PT. Protect Asia Enginering
90
Pesangon Tidak Di Bayarkan
15. PT. Vadhana Int
1
Pemutusan Hubungan Kerja
16. PT. SBP
17
Pemutusan Hubungan Kerja
17. PT. BEW
48
Pesangon Tidak Di Bayarkan
Jumlah : 17 perusahaan
Jumlah : 465
tenaga kerja
Sumber : Data Pengaduan Kasus Tenaga Kerja Perusahaan Sub-Kontraktor/
Outsourcing di Kecamatan Mandau yang di Bantu Penyelesaiannya
Oleh Serikat Buruh Riau Independent Kecamatan Mandau Kabupaten
Bengkalis Tahun 2014
No

Nama Perusahaan

Dari tabel 5.4 dapat dijelaskan bahwa perusahaan sub-kontraktor/outsourcing
yang bermasalah berjumlah 15 perseroan terbatas dan 2 Comanditaire Venootschap
dan jumlah tenaga kerja yang bermasalah sebanyak 465 tenaga kerja. Permasalahan

tenaga kerja sub-kontraktor/outsourcing di sebabkan oleh pemutusan hubungan kerja
dan pesangon yang tidak di bayarkan.
Permasalahan pemutusan hubungan kerja pada pengaduan kasus diatas yang
penulis dapatkan dari wawancara kepada bapak Sudirman selaku salah satu karyawan
PT. Adil Utama dan beliau mengatakan :
“alasan dari PT. Adil Utama mem-PHK bapak di karenakan perusahaan
ingin melakukan efesiensi keuangan perusahaan yang menyebabkan kami pekerja
yang berjumlah 27 orang lainnya terkena PHK.” (Wawancara Tahun 2015)
PT. Adil Utama melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Pemutusan kerja secara sepihak dilakukan tanpa adanya proses pemberhentian
hubungan kerja dengan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga, jangka waktu
kontrak kerja belum habis sedangkan perusahaan telah melakukan pemutusan
hubungan secara kerja sepihak kepada pekerja/buruh dengan alasan perusahaan ingin
melakukan

efisiensi

keuangan

perusahaan

yang

apabila

perusahaan

tetap

mempekerjakan mereka maka perusahaan dapat merugi. Permasalahan pemutusan
hubungan kerja karena perusahaan ingin melakukan efesiensi keuangan perusahaan
merupakan suatu bentuk kesalahan dari perusahaan dalam mengelola keuangan
perusahaan yang dapat merugikan para pekerjanya. Hubungan pekerja dan
perusahaan merupakan suatu hubungan industrial yang telah di atur sebelumnya
bahwa mereka telah bersepakat untuk saling memberikan hak dan kewajiban sesuai
dengan perjanjian kerja waktu tertentu yang telah mereka sepakati dan apabila dalam
hal ini pihak pekerja merasa di rugikan karena kesalahan perusahaan dalam

mengelola keuangannya padahal masa kontrak kerja belum berakhir maka pekerja
bisa untuk menuntut haknya apabila kontrak di putus sepihak oleh perusahaan.
Menurut Celia Mather (2008:28) mengungkapkan bahwasanya outsourcing
meninggalkan tiga masalah utama yaitu :
1.

Tersingkirnya buruh dari meja kesepakatan negosiasi.

2.

Tidak adanya tanggungjawab hukum perusahaan terhadap buruh.

3.

Berkurangnya pekerja/buruh tetap sehingga semua buruh masuk kedalam
outsourcing, kondisi buruh dalam ketidakpastian.
Permasalahan pesangon yang tidak di bayarkan pada pengaduan di atas yang

penulis dapatkan dari wawancara kepada Bapak Bobson Simbolon selaku Kepala
bidang Hukum dan HAM SBRI, beliau mengatakan :
“Ada para pekerja yang telah bekerja selama 2 tahun lebih dan ada yang
telah bekerja selama tiga tahun lebih yang mana seharusnya mereka ini
mendapatkan pesangon sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku dan
dengan ini perusahaan telah melanggar hak normatif pekerja outsourcing.“
(Wawancara Tahun 2015)
Permasalahan pesangon bagi para pekerja outsourcing merupakan suatu hal
yang kontradiktif. Ini di karenakan para pekerja outsourcing biasanya mendapatkan
kontrak di bawah satu tahun, ada yang enam bulan dan tiga bulan. Ini di sebabkan
perusahaan ousourcing masih memenangkan proyek tender dari perusahaan pemberi
kerja dan mereka melakukan perjanjian kerja waktu tertentu kepada para pekerjanya
berkali kali. Dalam perhitungan masa kerja terdapat perbedaan penafsiran antara para

pekerja/serikat buruh dengan pihak perusahaan. Para pekerja/serikat buruh dalam
perhitungan masa kerja di hitung dari perjanjian kerja waktu tertentu pertama kalinya
dibuat sampai yang terakhir atau diakumulasikan dari setiap kontrak perjanjian waktu
tertentu yang di buat. Sedangkan pihak perusahaan menghitung masa kerja dari setiap
pembaharuan kontrak perjanjian waktu tertentu yang telah dibuat. Apabila kontrak
perjanjian waktu tertentu telah habis masa kontraknya dan dibuat kontrak baru
perjanjian waktu tertentu sehingga masa kerja pekerja dihitung dari kontrak
perjanjian waktu tertentu yang telah disepakati dan tidak diakumulasikan masa
kontrak perjanjian waktu tertentu yang telah ada.
Permasalahan

masih

adanya

Comanditaire

Venootschap

(CV)

atau

persekutuan komanditer yang mendapatkan pemborongan pekerjaan dari perusahaan
pemberi kerja. Perusahaan outsourcing merupakan bentuk usaha yang berbadan
hukum dan memilik izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan. Perusahaan Outsourcing yang bertindak sebagai penyedia jasa
pekerja/buruh dan perusahaan pemborongan pekerjaan harus memenuhi persyaratan
salah

satunya

yaitu

berbadan

hukum

perseroan

terbatas.

Commanditaire

Vennootschap atau persekutuan komanditer atau CV bukanlah berbentuk badan
hukum. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun
2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada
Perusahaan Lain pada pasal 24 bagian ketiga persyaratan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh di sebutkan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh haruslah
berbentuk badan hokum Perseroan Terbatas (PT). Dalam hal ini terdapatnya

pelanggaran atas aturan yang telah ditetapkan mengenai badan hukum yang telah
diatur oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi.
Latar belakang mengenai mengapa perusahaan outsourcing harus berbadan
hukum ini di karenakan agar perusahaan outsourcing tidak terlalu mudah melepaskan
tanggungjawab

dan

kewajibannya

terhadap

pihak

pekerja/buruh.

Apabila

pekerja/buruh bekerja di Commanditaire Vennootschap atau persekutuan komanditer
atau CV maka hak-hak pekerja/buruh berada di pihak yang lemah dan memiliki posisi
tawar yang rendah dibandingkan dengan pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan
perseroan terbatas.
5.3 Pemecahan Masalah Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten
Bengkalis
Pada prinsipnya selama masih adanya hubungan industrial selama itulah dapat
terjadinya perselisihan hubungan industrial. Menurut Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, perselisihan hubungan industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dan pihak
pekerja/buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
dan perselisihan pemutusan hubungan kerja .
Terdapatnya suatu permasalahan tentu adanya suatu pemecahan masalah dari
permasalahan tersebut. Pemecahan masalah perusahaan jasa penunjang atau
outsourcing

yang

belum

mendaftarkan

perusahaan

(tidak

melapor)

dan

ketenagakerjannya ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
adalah dengan cara melakukan optimalisasi pengawasan ketenagakerjaan dan

penegakan hukum atas undang-undang yang telah mengaturnya. salah satu personel
dalam dalam struktur penegakan hukum ketenagakerjaan adalah pegawai pengawas
ketenagakerjaan. Pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mendefinisikan pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan
mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan.
Dengan terlaksananya pengawasan ketenagakerjaan secara berkala kepada
perusahaan-perusahaan yang terindikasi memperkerjakan para pekerja atau adanya
suatu kegiatan produksi yang memperkerjakan orang lebih dari sepuluh dan di
pekerjakan oleh sebuah perusahaan yang berbadan hukum maka perusahaan yang
tidak melaporkan perusahaanya dapat diberi pembinaan terlebih dahulu bahwa
pentingnya sebuah peusahaan untuk melaporkan perusahaan dan ketenagakerjaannya
ke instansi yang terkait dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Kabupaten Bengkalis karena telah diatur oleh undang-undang ketenagakerjaan dan
apabila melanggar atau tidak melaporkan perusahaannya maka dapat di beri sanksi
atau hukuman.
Melakukan pembinaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan merupakan
langkah pertama apabila ada ditemukan perusahaan yang tidak melaporkan
perusahaannya dan ketenagakerjaannya dalam melakukan pemecahan masalah atas
perusahaan yang tidak melaporkan perusahaan dan ketenagakerjaanya. Langkah
kedua yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan sosialisasi mengenai
aturan perundangan-undangan ketenagakerjaan yang berlaku perihal pentingnya

pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis untuk meminimalisir pelanggaran atas
undang-undang yang berlaku karena pada dasarnya pemerintah yang dalam hal ini
adalah dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis sebagai pembina,
pengawas dan penindakan hukum. Pentingnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas
Tenaga

Kerja

Dan

Transigrasi

Kabupaten

Bengkalis

mengenai

hukum

ketenagakerjaan dapat meminimalisir terjadinya akan ketidakpahaman dan perbedaan
dalam penafsiran peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan serta
pentingnya dalam membangun hubungan industrial yang harmonis antar pemerintah
dan pengusaha/perusahaan dan juga tidak merugikan pekerja/buruh

nantinya.

Langkah ketiga dan terakhir yang dapat dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Bengkalis yang dalam hal ini pegawai pengawas
ketenagakerjaan dengan melakukan penindakan atas pelanggaran hukum yang terjadi
dan dapat diberi sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 Tentang
Wajib Lapor Ketenagakerjaan dan dipertegas oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi

Republik

Indonesia

Nomor

SE.3/MEN/III/2014 Tentang

Pelaksanaan Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan bahwasanya pengusaha atau
pengurus dapat diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau dinda
setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pemecahan masalah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja secara
sepihak karena perusahaan ingin melakukan efesiensi keuangan adalah Menurut UU
No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pihak perusahaan dapat saja

melakukan PHK dalam kondisi perusahaan yang memang benar-benar dalam
kesulitan keuangan perusahaan atau perusahaan ingin melakukan efesiensi untuk
menekan biaya tenaga kerja. Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan tersebut
menyatakan, “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua)
tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi
perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa
kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)”. Namun sesuai dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 membatalkan bunyi Pasal 164 ayat (3) UndangUndang No.13/2013 tentang Ketenagakerjaan. Mahkamah Konstitusi (MK)
memutuskan perkara pasal 164 ayat 3 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang mengatur seputar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam
putusannya, MK menyatakan PHK hanya sah dilakukan setelah perusahaan tutup
secara permanen dan sebelumnya perusahaan melakukan sejumlah langkah terlebih
dahulu dalam rangka efisiensi. Perusahaan harus memberi tahu karyawan sebelum
PHK dilakukan dan alasan PHK. Pada perusahaan tertentu, pemberitahuan ini
dilakukan 30 hari sebelum PHK. Setelah memberitahukan kepada karyawan,
perusahaan harus mendapatkan izin dari instansi Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja.

Pemutusan hubungan kerja merupakan pilihan terakhir sebagai upaya untuk
melakukan efisiensi perusahaan setelah sebelumnya dilakukan upaya-upaya yang lain
dalam rangka efisiensi tersebut. Berdasarkan hal itu, perusahaan tidak dapat
melakukan PHK sebelum menempuh beberapa upaya-upaya yang telah termuat
dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 diantaranya yakni:
a) mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer
b)
c)
d)
e)
f)

dan direktur;
mengurangi shift;
membatasi/menghapuskan kerja lembur;
mengurangi jam kerja;
mengurangi hari kerja;
meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara

waktu;
g) tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa
kontraknya
h) memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
Oleh karena itu dari putusan Mahmakah Konstitusi dapat disimpulkan
bahwasanya perusahaan hanya bisa memilih jalan pemutusan hubungan kerja bila
perusahaan tersebut tutup permanen. Dengan kata lain, perusahaan yang hanya tutup
sementara tidak boleh melakukan pemutusan hubungan

kerja pekerja/buruhnya

pegawainya dengan alasan perusahaan melakukan efesiensi keuangan.
Langkah selanjutnya dalam pemecahan masalah kasus perusahaan melakukan
pemutusan hubungan kerja karena efesiensi keuangan perusahaan adalah dengan
melihat bukti apakah perusahaan telah mendapati izin dari lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial sesuai dengan No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan Pasal 152. Yang mana syaratnya perusahaan tersebut telah diperiksa
laporan keuangannya dan terindikasi keuangan perusahaan merugi selama dua tahun
berturut-turut sesuai amanat Pasal 164 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Langkah terakhirnya apabila pihak pekerja menerima pemutusan
hubungan kerja maka pihak pekerja/buruh berhak atas uang pesangon 2 kali
berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4,
tetapi tidak berhak mendapatkan uang pisah. Apabila pihak pekerja/buruh tidak
menerima pemutusan hubungan kerja dengan alasan pemutusan kerja maka dapat
melaporkan kasusnya ke dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten bengkalis
untuk dibantu proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja sesuai
dengan amanat undang-undang No.2 Tahun 2004 Tentang PPHI (Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial).
Pemecahan masalah pesangon yang tidak dibayarkan oleh perusahaan
outsourcing terhadap para pekerja/buruh yang hubungan kerjanya telah berakhir
adalah pesangon merupakan sebuah kompensasi yang diterima oleh pekerja/buruh
apabila mengalami pemutusan hubungan kerja. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian PHK adalah pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara buruh/pekerja dengan pengusaha. Dalam hal ini terdapat adanya hubungan

saling terkait diantara pemberian pesangon dengan alasan berakhirnya hubungan
kerja. Untuk itu penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Agus Sitompul
yang merupakan salah satu pekerja dari PT. Bosar Alongan Mamora yang
pesangonnya tidak dibayarkan dan beliau mengatakan :
“alasan berakhirnya hubungan kerja dikarenakan kontrak kerja kami habis
dan kami telah bekerja selama 2 tahun” (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara diatas dapat diartikan bahwasanya para pekerja
menuntut pesangon atas masa kerja yang telah mereka lalui selama 2 tahun dan
berhak atas kompensasi pesangon karena kontrak kerja berakhir, yang dalam hal ini
kontrak kerja yang digunakan adalah perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Mengenai pemutusan hubungan kerja dengan berakhirnya perjanjian kerja waktu
tertentu telah diatur dipasal 154 ayat (b) UU No.13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
Mengenai uang pesangon sebenarnya telah diatur dalam pasal 156 ayat (a)
UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatakan “dalam hal
terjadinya pemutusan hubungan kerja pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima”. Namun dikarenakan para pekerja yang penulis wawancarai
berakhirnya hubungan kerja dikarenakan berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu
maka para pekerja tersebut tidak berhak atas uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Ini dikarenakan UU No.13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan telah mengatur bahwasanya berakhirnya hubungan
kerja karena berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu tidak mendapatkan pesangon
dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
Pemecahan masalah masih adanya Comanditaire Venootschap (CV) atau
persekutuan komanditer yang mendapatkan pemborongan pekerjaan dari perusahaan
pemberi kerja adalah ketentuan yang menetapkan bahwasanya perusahaan
outsourcing haruslah berbadan hukum telah diatur oleh Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 66 ayat 3. Untuk itu pemerintah yang
dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
haruslah tegas dalam hal masih adanya pelanggaraan atas ketentuan undang-undang
mengenai perusahaan outsourcing haruslah berbadan hukum perseroan terbatas
karena

akan

berdampak

terhadap

timbulnya

masalah

outsourcing

dengan

terabaikannya hak-hak pekerja/buruh yang mana seharusnya di terima oleh mereka.
Dalam hal ini pemecahan masalah yang dilakukan diantaranya melakukan tindakan
preventinf dan represif terhadap pelanggaran ketentuan aturan tersebut.
Pemecahan masalah yang dapat dilakukan diantaranya dengan Mengadakan
sosialisasi dan atau penerangan kepada pengusaha/pengusaha baik principal maupun
vendor-vendor yang tidak berbadan hukum mengenai legalisasi praktik outsourcing
dan manfaatnya bagi principal, vendor dan pekerja/buruh. Pengusaha-pengusaha yang
melaksanakan bisnis outsourcing harus mengetahui dampak dan akibat hukum dari
praktik outsourcing illegal yang melibatkan perusahaan perseorangan maupun CV

yang secara institusional tidak berbadan hukum dan tidak memenuhi syarat
berdasarkan

Peraturan

Perundang-undangan

Ketenagakerjaan,

mengadakan

pengawasan ketenagakerjaan secara rutin dan berkelanjutan, memberikan teguran
baik lisan maupun tertulis berupa Nota Pemeriksanan kepada principal dan vendor
yang tidak berbadan hukum, dan jika perlu menghentikan untuk sementara kegiatan
yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan outsourcing sampai terpenuhinya
syarat-syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.
5.4 Peranan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dalam Menangani Masalah
Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis
Dinas tenaga kerja dan transmigrasi merupakan unsur pelaksana otonomi
daerah di bidang tenaga kerja. Tugas pokok dan fungsi dinas tenaga kerja dan
transmigrasi kabupaten bengkalis berdasarkan peraturan daerah No. 03 Tahun 2012
adalah melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah kabupaten bengkalis di
bidang tenaga kerja. Tugas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi membantu Bupati
melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan dibidang tenaga kerja dan transmigrasi serta menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis dibidang tenaga kerja dan transmigrasi.
b. Penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan pelayanan umum dibidang tenaga
kerja dan transmigrasi.
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang tenaga kerja dan transmigrasi.

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Peranan

pemerintah

dalam

menangani

masalah ketenagakerjaan,

khususnya hubungan pekerja dan pengusaha sangat penting. Di satu sisi
pemerintah berkewajiban menyediakan sistem pengaman atau jaring sosial yang
efektif untuk menjamin tidak ada buruh yang terlantar dan diabaikan hak-hak
hidup layaknya. Sedangkan disisi lain pemerintah harus realistis bahwa akibat
krisis yang ditimbulkan dan sebab lain yang lebih bersifat struktural dan kultural.
5.4.1 Peran Pencegahan Dan Penyelesaian Hubungan Industrial
1.

Terlaksananya Pembinaan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial
Kepala seksi bidang pembinaan hubungan industrial dan jamsostek Dinas

Tenaga kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam menyiapkan bahan
bimbingan, melakukan bimbingan, menyiapkan pedoman dan kebijakan serta
petunjuk teknis di bidang pencegahan dan penyelesaiaaan hubungan industrial.
Dengan terlaksananya dengan baik pembinaan pencegahan perselisihan
hubungan industrial diharapkan dapat mengurangi terjadinya masalah outsourcing.
Dengan berkurangnya masalah outsourcing maka dapat dikatakan telah baiknya
peranan pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial yang dilakukan oleh Dinas
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel

5.5

Tanggapan Responden Terhadap Terlaksananya
Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial

Pembinaan

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Jawaban Responden
Frekuensi
Sangat Baik
2
Baik
36
Cukup Baik
24
Tidak Baik
9
Sangat Tidak Baik
12
Jumlah
83
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015
Dari tabel diatas

Persentase (%)
2,41%
43,37%
28,91%
10,84%
14,46%
100

menunjukkan bahwa jawaban responden tentang

terlaksananya pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial sebanyak 2
orang (2,41%) responden menjawab sangat baik, 36 orang (43,37%) responden
menjawab baik, 24 orang (28,91%) responden menjawab cukup baik,

9 orang

(10,84%) responden menjawab tidak baik , 12 orang (14,46%) responden yang
menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut
mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga kerja dalam
Terlaksananya Pembinaan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Indutrial
sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.5 yang ternyata responden menjawab
sebanyak 36 orang atau 43,37% menjawab baik.
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara kepada bapak Bobson
Simbolon selaku Kepala Bidang Hukum Dan Ham Serikat Buruh Riau Independent
untuk menanyakan tentang terlaksananya pembinaan pencegahan perselisihan
hubungan industrial dan beliau mengatakan :
“saya pikir pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial yang
dilakukan oleh dinas tenaga kerja kabupaten bengkalis sudah cukup baik, ini di

tandai dengan adanya sosialisasi tentang undang-undang penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang disnaker bengkalis buat pada akhir tahun lalu”
(Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya peran dinas
tenaga kerja dalam melaksanakan pembinaan pencegahan perselisihan hubungan
industrial

dapat dikatakan sudah baik dan cukup baik namun masih perlu

ditingkatkan menjadi lebih baik lagi agar dengan terlaksananya peran ini dapat
mengurangi masalah outsourcing yang timbul di Kecamatan Mandau Kabupaten
Bengkalis.
Pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial dapat dikatakan
merupakan suatu ujung tombak dalam deteksi dini tentang adanya masalah
outsourcing. Ini di karenakan pembinaan pencegahan merupakan suatu langkah
antisipatif pertama agar masalah outsourcing dapat dikurangi terjadinya. Terlaksana
dengan baiknya pembinaan pencegahan perselisihan hubungan industrial akan
berdampak positif terhadap berkurangnya masalah outsourcing yang terjadi.
2.

Terlaksananya Koordinasi Dengan Organisasi Pekerja, Pengusaha/Perusahaan
Dan Pihak-Pihak Terkait
Dalam pelaksanaan koordinasi dan konsultasi yang dilakukan oleh Dinas

tenaga kerja dan transmigrasi sesuai dengan uraian tugas pokok dan fungsinya.
Menurut Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 78 Tahun 2012 berupa:
a) Menyelenggarakan koordinasi dan kerja sama dengan organisasi pekerja,
organisasi pengusaha yaitu tentang Peraturan Perusahaan, dan Kesepakatan

Kerja Bersama antara pekerja dan perusahaan dan atau pemberi kerja serta
mendata jumlah perusahaan, pekerja dan syarat kerja perusahaan.
b) Panitia pembinaan keselamatn dan kesehatan kerja (P2K3)
c) Dewan latihan kerja Daerah dan Nasional
d) Melaksanakan

pembinaan

dan

koordinasi

keanggotaan

serikat

pekerja/buruh dan menetapkam keanggotaan organisasi pengusaha dalam
kelembagaan ketenagakerjaan.
e) Menyelenggarakan kordinasi dengan badan koordiansi pemerintahan yaitu
kegiatan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit dan Bipartit, lembaga
kerjasama bipartit yaitu lembaga yang dibentuk di dalam perusahaan yang
anggotanya terdiri dari unsure pengusaha dan pekerja. Sedangkan lembaga
tripartid adalah lembaga konsultasi dan komunikasi antara wakil pekerja,
pengusaha dan pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah dalam
ketenagakerjaan.
f) Dewan pengupahan Daerah dan Nasional yaitu melalui rapat anggota
dewan pengupahan Kabupaten Bengkalis untuk menentukan Upah
Minimum Kabupaten Bengkali sesuai dengan

Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan
Presiden Republik Indonesia;
1) Pengusulan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan/atau
Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota(UMSK);

2) Penerapan sistem pengupahan di tingkat Kabupaten/Kota. Serta
Menyiapkan

bahan

pengupahan

nasional.

perumusan
Dalam

pengembangan
melaksanakan

sistem
tugasnya,

Depekab/Depeko dapat bekerja sama baik dengan instansi
Pemerintah maupun swasta dan pihak terkait lainnya jika
dipandang perlu.
Dengan terlaksananya dengan baik koordinasi dengan organisasi pekerja,
pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak terkait tentang masalah outsourcing di
Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis diharapkan mampu untuk mengurangi
masalah Outsourcing yang terjadi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 5.6 Tanggapan Responden Terhadap Terlaksananya Koordinasi Dengan
Organisasi Pekerja, Pengusaha/Perusahaan Dan Pihak-Pihak Terkait
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Jawaban Responden
Frekuensi
Sangat Baik
4
Baik
17
Cukup Baik
37
Tidak Baik
14
Sangat Tidak Baik
11
Jumlah
83
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Persentase (%)
4,82%
20,48%
44,58%
16,87%
13, 25%
100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang
terlaksananya koordinasi dengan organisasi pekerja, pengusaha/perusahaan dan
pihak-pihak sebanyak 4 orang (4,82%) responden menjawab sangat baik, 17 orang
(20,48%) responden menjawab baik, 37 orang (44,58%) responden menjawab cukup

baik, 14 orang (16,87%) responden menjawab tidak baik, 11 orang (13,25%)
responden yang menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut
mengatakan cukup baik, maka dari itu dapat dikatakan bahwasanya Dinas Tenaga
kerja melaksanakan koordinasi dengan organisasi pekerja,pengusaha/perusahaan dan
pihak-pihak terkait sudah cukup baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.6 yang
ternyata responden menjawab sebanyak 37 orang atau 44,58% menjawab cukup baik.
Hal ini juga menunjukkan masih adanya koordinasi yang kurang baik yang terjalin
diantara

dinas

tenaga kerja dan transmigrasi dengan

organisasi pekerja,

pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak terkait. Terjalinnya koordinasi merupakan
suatu langkah komunikatif diantara para pihak terkait mengenai menangani masalah
outsourcing yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dan mesti
ditingkatkan lagi koordinasi diantara pihak terkait menjadi lebih baik lagi.
Mengenai hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Basri
Antoni selaku staff kepala Human Resources Department PT. Bosar Alongan Mamora
terkait terlaksananya koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dengan pengusaha/perusahaan mengenai masalah
outsourcing dan beliau mengatakan :
“koordinasi tentunya ada dilakukan disnaker bengkalis untuk mencegah
terjadi perselisihan hubungan industrial dan kami selaku perusahaan juga saling
berkoordinasi dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis” (Wawancara
Tahun 2015)

Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwasanya koordinasi yang dilakukan
oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis sudah berjalan
dengan

baik.

Ini

dapat

dikatakan

hubungan

yang

terjalin

diantara

pengusaha/perusahaan dan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten
Bengkalis terdapat komunikasi yang baik atau koordinasi yang dilakukan baik.
Untuk menguatkan hasil penelitian penulis juga melakukan wawancara
terhadap bapak Raden Silalahi selaku Sekretaris Jendral Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia Kabupaten Bengkalis menanyakan mengenai koordinasi yang dilakukan
disnaker kabupaten bengkalis dengan organisasi pekerja/buruh terkait penanganan
masalah outsourcing dan beliau mengatakan :
“koordinasi yang dilakukan disnaker kami lihat masih kurang dalam hal
penanganan masalah outsourcing. kegiatan koordinasi yang ada masih bersifat
seremonial yang dilakukan disnaker bengkalis dan belum kepada hal yang lebih
subtantif yang semestinya dilakukan” (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa Dinas Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam melakukan koordinasi dengan
organisasi serikat pekerja/buruh telah cukup baik terlaksana dan mesti di tingkatkan
lagi koordinasi yang ada agar lebih terlaksanya penanganan masalah Outsourcing di
Kecamatan Mandau Oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten
Bengkalis.
Berdasarkan hasil dari pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan.
penulis mengindikasikan bahwa Peran Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Melaksanakan

koordinasi

dengan

lembaga-lembaga

pemerintah,

Organisasi

pengusaha dan organisasi pekerja/buruh ini sudah cukup baik akan tetapi
pelaksanaannya belum maksimal. Dalam hal ini terdapat data pendukung yang
mengatakan belum terlaksananya dengan baik koordinasi dengan lembaga-lembaga
pemerintah, Organisasi pengusaha dan organisasi pekerja/buruh. data pendukung ini
merupakan hasil wawancara penulis kepada bapak H. Ramlis SH selaku kepala Seksi
Pencegahan Dan Pembinaan Hubungan Industrial dan beliau mengatakan :
“sampai saat ini masih ada point-point yang belum terlaksana dan di bentuk
apabila merujuk ke Peraturan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor 78 Tahun 2012
mengenai koordinasi dengan pengusaha dan serikat buruh diantaranya seperti
Panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3) dan Dewan latihan
kerja Daerah kabupaten bengkalis”. (Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis

dalam terlaksananya koordinasi

dengan organisasi pekerja/buruh, pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak terkait
belum cukup baik terlaksana. Ini dapat di lihat dari belum terbentuknya Panitia
Pembinaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan Dewan Latihan Kerja
Daerah kabupaten bengkalis seperti yang diamanatkan oleh peraturan bupati
bengkalis Nomor 78 Tahun 2012.
3.

Menerima Laporan Pengaduan Kasus Perselisihan Hubungan Industrial
Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyediaan pelayanan kepada

masyarakat yang dalam hal ini adalah para pekerja/buruh. Maka Dinas Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi berperan dalam menerima laporan pengaduan kasus perselisihan
hubungan industrial mengenai masalah outsourcing. dalam hal terjadinya pengaduan
kasus hendaknya dinas tenaga kerja menjadi pengayom bagi para pekerja/buruh dan
melayani laporan pengaduan kasus yang dialami oleh para pekerja/buruh. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.7 Tanggapan Responden Terhadap Menerima Laporan Pengaduan
Kasus Perselisihan Hubungan Indusrial (Masalah Outsourcing)
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Jawaban Responden
Frekuensi
Sangat Baik
8
Baik
33
Cukup Baik
27
Tidak Baik
12
Sangat Tidak Baik
3
Jumlah
83
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Persentase (%)
9,64%
39,76%
32, 53%
14,46%
3,61%
100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang menerima
laporan pengaduan kasus perselisihan hubungan indusrial (masalah outsourcing)
sebanyak 8 orang (9,64%) responden menjawab sangat baik, 33 orang (39,76%)
responden menjawab baik, 27 orang (32, 53%) responden menjawab cukup baik, 12
orang (14,46%) responden menjawab tidak baik, 3 orang (3,61%) responden yang
menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut
mengatakan baik, maka dari itu dapat dikatakan bahwasanya Dinas Tenaga kerja
menerima laporan pengaduan kasus perselisihan hubungan industrial (masalah

outsourcing) sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.7 yang ternyata
responden menjawab sebanyak 33 orang atau 39,76% menjawab baik.
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Rahmat Ali
Akbar selaku pekerja dari PT. Multi Structure yang pernah melakukan pelaporan
pengaduan kasus ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
terkait pesangon yang tidak dibayarkan perusahaan kepada pekerja dan beliau
mengadakan :
“disnaker bengkalis cukup baik dalam menerima pengaduan kasus yang saya
alami dan pelayanan yang diberikan cukup ramah “(Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa Dinas Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis dalam menerima pengaduan kasus
perselisihan hubungan industrial sudah baik dan sudah seharusnya pelayanan yang
diberikan oleh Dinas Tenaga Keja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis harus
prima, karena tugas pemerintah untuk selalu memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang dalam hal ini mereka adalah para pekerja/buruh.
Untuk menguatkan hasil penelitian. penulis juga mendapatkan data
pendukung terkait pengaduan kasus yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 5.8. Pengaduan Kasus Yang Masuk Pada Bidang Hubungan Industrial
Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis Tahun
2014

No

Pengaduan Kasus Yang Masuk

Jumlah kasus

1
2

Pembinaan Hubungan Industrial
21
Pemutusan Hubungan Kerja
38
Jumlah
59 kasus
Sumber : Data Rekapitulasi laporan Pengaduan Kasus Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis tahun 2015.
Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 terdapat 59
kasus yang masuk pada pengaduan kasus Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Jumlah pengaduan kasus yang masuk
juga dapat mengindentifikasikan bahwasanya dengan banyaknya pengaduan kasus
yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
membuktikan telah baiknya dalam memberikan pelayanan pengaduan kasus ke para
pekerja/buruh.
4.

Menindaklanjuti Laporan Pengaduan Kasus Perselisihan Hubungan Industrial
Dinas tenaga kerja dan transmigrasi mempunyai wewenang untuk

menindaklanjuti setiap pengaduan kasus yang masuk ke bidang perselisihan
hubungan industrial. Ini sudah menjadi anjuran sebagaimana yang di amanatkan oleh
undang undang nomor Nomor 2 Tahun 2004. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 5.9 Tanggapan Responden Dalam Menindaklanjuti Laporan Pengaduan
Kasus Perselisihan Hubungan Industrial
No.
1.
2.
3.
4.

Jawaban Responden
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Tidak Baik

Frekuensi
5
20
15
38

Persentase (%)
6,02%
24,1%
18.07%
45.78%

5.

Sangat Tidak Baik
5
Jumlah
83
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

6,02%
100 %

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang
menindaklanjuti laporan pengaduan kasus perselisihan hubungan industrial sebanyak
5 orang (6,02%) responden menjawab sangat baik, 20 orang (24,1%) responden
menjawab baik, 15 orang (18.07%) responden menjawab cukup baik, 38 orang
(45.78%) responden menjawab tidak baik, 5 orang (6,02%) responden yang
menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut
mengatakan tidak baik yaitu sebanyak 38 orang (45.78%). Dalam hal ini penulis juga
melakukan wawancara terhadap bapak Rudi Dkk yang merupakan pekerja yang
terkena pemutusan hubungan kerja dari PT. Mutiara Raaf terkait tindaklanjut dari
pengaduan kasus yang telah di laporkan ke dinas tenaga kerja dan transmigrasi
kabupaten bengkalis dan beliau mengatakan :
“tindaklanjut dari pengaduan kasus yang kami laporkan sangat lama proses
penyelesaiaannya. bahkan kami sempat bolak balik ke kantor disnaker untuk
menanyakan bagaimana kelanjutan proses penyelesaian kasus kami namun pihak
disnaker seakan akan memperlambat dan mengulur waktu” (Wawancara Tahun
2015)

Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya tindaklanjut
dari laporan pengaduan kasus yang di laporkan oleh para pekerja/buruh tidak berjalan
dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Kabupaten Bengkalis dalam menindaklanjuti proses pengaduan kasus kurang berjalan

dengan maksimal dan seakan akan merugikan para pekerja/buruh karena proses
penyelesaiaan kasusnya terhambat dan memakan waktu yang lama.
Untuk memperkuat hasil penelitian. penulis juga melakukan wawancara
terhadap bapak A.Simanjuntak selaku Kepala Bidang Perselisihan Hubungan
Industrial terkait tindaklanjut dari pengaduan kasus perselisihan hubungan industrial
dan beliau mengatakan ;
“setiap pengaduan kasus yang masuk mengenai perselisihan hubungan
industrial akan kami tindak lanjuti dan dibantu proses penyelesainnya karena itu
sudah ketentuan undang undang penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
namun terdapat beberapa kendala yang di temui sebelum penyelesaian perselisihan
dilakukan seperti bukti-bukti yang kurang lengkap mengenai pelaporan pengaduan
kasusnya misalnya slip gaji, bukti kontrak perjanjian kerja waktu tertentu dan
lainnya. “(Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya pengaduan
kasus yang masuk ke Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
akan di proses penyelesaian perselisihan hubungan industrialnya, namun ada
beberapa masalah bukti administrasi dalam pelaporan pengaduan kasus yang harus di
lengkapi oleh para pekerja/buruh.
Mengenai hal ini penulis juga mendapatkan data pendukung terkait
tindaklanjut pengaduan kasus perselisihan hubungan industrial yang masih dalam
proses penyelesaiannya dan belum memiliki kejelasan mengenai hasil akhir
keputusan dari penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang ada . Untuk lebih
jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.10. Pengaduan Kasus Yang Masih Dalam Proses Penyelesaian Pada
Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Kabupaten Bengkalis Tahun 2014
N Pengaduan Kasus Yang Masuk
Jumlah kasus
Penyelesaian
o
Kasus
1
Pembinaan Hubungan Industrial
5
Masih Dalam
Proses
2
Pemutusan Hubungan Kerja
14
Masih Dalam
Proses
Jumlah
19 kasus
Sumber : Data Rekapitulasi Laporan Pengaduan Kasus Yang Masih Dalam
Proses Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis
Tahun 2014.
Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa pengaduan kasus yang masih
dalam proses penyelesaian dan belum di selesaikan proses penyelesaiannya sampai
akhir tahun 2014 terdapat 19 kasus pengaduan yang belum terselesaikan penyelesaian
kasusnya. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa peran Disnakertrans Kabupaten
Bengkalis dalam menindaklanjuti pengaduan kasus yang masuk mengenai
perselisihan hubungan industrial belum berjalan dengan baik dan dapat dikatakan
belum maksimal.
5. Memfasilitasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dengan Melakukan
Mediasi
Dinas tenaga kerja dan transmigrasi mempunyai wewenang untuk
memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial. ini sudah menjadi
anjuran sebagaimana yang di amanatkan oleh undang undang nomor Nomor 2 Tahun
2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Untuk lebih jelasnya
dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel

5.11.

Tanggapan Responden Dalam Memfasilitasi Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Dengan Melakukan Mediasi

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Jawaban Responden
Frekuensi
Sangat Baik
14
Baik
42
Cukup Baik
15
Tidak Baik
9
Sangat Tidak Baik
3
Jumlah
83
Sumber : Data Olahan Hasil Penelitian Lapangan 2015

Persentase (%)
16,87%
59,6%
18.07%
10.84%
3,61%
100 %

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban responden tentang
memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial Dengan Melakukan
Mediasi dengan melakukan mediasi sebanyak 14 orang (16,87%) responden
menjawab sangat baik, 42 orang (59,6%) responden menjawab baik, 15 orang
(18.07%) responden menjawab cukup baik, 9 orang (10.84%) responden menjawab
tidak baik, 3 orang (3,61%) responden yang menjawab sangat tidak baik.
Berdasarkan data di atas, diketahui lebih banyak jawaban responden tersebut
mengatakan baik, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga kerja
Memfasilitasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dengan Melakukan
Mediasi Indutrial sudah baik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 5.11 yang ternyata
responden menjawab sebanyak 42 orang atau 59,6% menjawab baik.
Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara terhadap bapak Rahmat Ali
Akbar selaku pekerja dari PT. Multi Structure yang telah melakukan mediasi dalam
fasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial di dinas tenaga kerja dan
transmigrasi kabupaten bengkalis dan beliau mengatakan :

“saya sangat bersyukur dengan mediasi yang dilakukan oleh disnaker
bengkalis dan berharap proses penyelesaian dengan dimediasi oleh disnaker
bengkalis dapat meyelesaikan permasalahan pesangon yang saya alami”
(Wawancara Tahun 2015)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwasanya jalur
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan mediasi dapat dikatakan telah
terlaksana dengan baik yang dilakukan oleh Mediator dari Dinas Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Kabupaten Bengkalis. Ini diwujudkan dengan harapan besar dari para
pekerja/buruh agar Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis untuk
dapat adil berdasarkan ketentuan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku
tentunya dalam menyelesaikan masalah outsourcing diantara para pihak pekerja dan
perusahaan. Dimana selama ini para pihak pemerintah yang dalam hal ini adalah
dinas tenaga kerja terlihat selalu bermain mata dengan pihak pengusaha/perusahaan
sehingga menyebabkan para pekerja/buruh terus di zhalimi dan ditindas.
Mengenai proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan jalur
mediasi yang dimediatori oleh mediator yang di tunjuk oleh dinas tenaga kerja
setingkat provinsi di wilayah daerah terkait sebenarnya telah diatur tatalaksananya
oleh aturan undang undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Hubungan Industrial, mengatur bahwa perselisihan hubungan industrial
wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan Bipartit
secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila upaya bipartit gagal, maka

salah satu atau kedua belah pihak melakukan pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan
yang dalam hal ini adalah dinas tenaga kerja dan