PERAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGAN

PERAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI
DALAM MENINGKATKAN KOMITMEN ORGANISASI
(STUDI KASUS SMAN 3 MALANG)
Usulan Penelitian Untuk Tesis Sarjana S-2
Program Studi Magister Manajemen

Diajukan Oleh:
Rahmah Eka Dinningrum
(201310280211018)

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Februari 2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah
organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Dalam organisasi
berskala besar, sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang sangat

menentukan dalam proses pengembangan usaha peran sumber daya manusia menjadi
semakin penting (Tadjudin,1995). Perkembangan dunia usaha akan terealisasi apabila
ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkualitas.
Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih
cukup menarik untuk diperbincangkan hingga dewasa ini. Media massa, baik
elektronik maupun cetak, seringkali menampilkan opini dan pembicaraan yang
membahas seputar kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang sangat strategis dan
penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi, merupakan salah satu
motif yang mendorong manusia untuk selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait
dengan kepemimpinan.
Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam
keberhasilan atau kegagalan organisasi (Bass, 1990, dalam Menon, 2002) demikian
juga keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis
maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan
pemimpin. Begitu pentingnya peran pemimpin sehingga isu mengenai pemimpin
menjadi fokus yang menarik perhatian para peneliti bidang perilaku keorganisasian.
Schein (1992), Nahavandi&Malekzadeh (1993), dan Kouzes&Posner (1987;1993)
menyatakan pemimpin mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

keberhasilan organisasi. Pemimpin memegang peran kunci dalam memformulasikan

dan mengimplementasikan strategi organisasi. (dalam Su’ud, 2000)
Dalam memelihara komitmen organisasi, peran seorang pemimpin sangat
dibutuhkan dan kepemimpinan yang efektif menjadi syarat utama. Kepemimpinan
yang efektif bisa membantu organisasi untuk bisa bertahan dalam situasi ketidak
pastian di masa datang. (Katz and Khan 1978; Koh et al. 1995; Mowday et al. 1982).
Untuk lebih memahami tentang teori kepemimpinan serta bagaimana kepemimpinan
yang efektif, Burns (1978) telah membagi bahasan tentang kepemimpinan
berdasarkan gaya kepemimpinannya ke dalam 2 katagori, yaitu kepemimpinan
transformasionl (transformational leadership) dan kepemimpinan transaksional
(transactional leadership).
Kepemimpinan trasformasional merupakan kepemimpinan yang kharismatik,
kepemimpianan menciptakan visi dan lingkungan yang memotivasi para karyawan
untuk berprestasi melampaui harapan. Kepemimpinan transformasional terbagi ke
dalam 4 (empat) dimensi yaitu: idealized influence, intellectual stimulation,
inspirational motivation, dan individual consideration (Bass dan Avolio, 1994)
Budaya organisasi yang secara sistematis menuntun karyawan untuk
meningkatkan komitmen kerjanya bagi perusahaan (Moeljono, 2005, h. 2). Budaya
organisasi adalah keyakinan bersama dan nilai bersama yang memberikan makna
bagi anggota sebuah institusi dan menjadikan keyakinan dan nilai tersebut sebagai
aturan atau pedoman berperilaku di dalam organisasi. Sondang Siagian (2002, h.

187) berpendapat bahwa perilaku dan kebiasaan kerja setiap anggota, sudah
dilakukan sejak berdirinya organisasi, yang terus dipertahankan dan diterapkan
hingga menjadi budaya organisasi.

Muriman, dkk (2008) menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh
besar terhadap kepuasan kerja, jika anggota organisasi merasa puas dalam
pekerjaannya, maka perasaan puas tersebut diaktualisasikan dalam bentuk komitmen
kepada organisasi tersebut. Dan juga pentingnya komitmen organisasi ini dimiliki
oleh anggota organisasi, karena dengan anggota memiliki komitmen yang tinggi
terhadap organisasi maka akan termotivasi dan lebih puas terhadap pekerjaannya,
yang pada umumya meraka menjadi kurang tertarik untuk meninggalkan organisasi
mereka.
L.S.D, Dkk (2009) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa budaya
organisasi memberikan pengaruh yang sangat besar dan paling signifikan terhadap
komitmen karyawan dibanding variabel yang lain yaitu kebijakan kompensasi.
Sopiah (2008) juga menyebutkan bahwa pemahaman tentang pengaruh budaya
organisasi secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan adalah bahwa
semakin baik budaya organisasi yang dibangun maka meningkat pula tingkat
kepuasan kerja karyawan dan kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh komitmen
organisasional pimpinan yang kemudian akan berdampak pada peningkatan kinerja.

Bagi sebuah organisasi , keberadaan budaya menurut gardner (1999)
merupakan kekuatan yang tak terlihat dibalik sesuatu yang tampak serta suatu energy
social yang menggerakkan orang untuk berrtingkah laku sehingga hal tersebut
menjadi

karakter

bagi

individu,

sesuatu

yang

tersembunyi,

menyatukan,

menyediakan makna, arahan dan mobilisasi bagi anggotanya. Sedangkan menurut

Komariah & Triatna (2006: 98) mengemukakan bahwa budaya merupakan suatu
kekuatan yang tidah terlihat tetapi dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan
tindakan orang-orang yang bekerja dalam suatu organisasi.

Pandangan tentang pentingnya kedudukan budaya juga mulai disadari oleh
kalangan pendidikan. Sebagai sebuah intitusi soaial, lembaga pendidikan dianggap
memiliki kebudayaan tersendiri yang berbeda dengan intitusi soaial lainnya. Budaya
organisasi yang ada di lembaga pendidikan biasa disebut pula sebagai budaya
sekolah (kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan pengertian yang
sama). Budaya tidak hanya memberi sinyal positif kepada peserta didik tetapi juga
kepada seluruh staff yang berada di iinstitusi tersebut (Jerald ; 2007).
Fenomena yang berkembang dalam dunia industri dan organisasi adalah para
profesional cenderung lebih berkomitmen terhadap profesi daripada perusahaan
tempatnya bekerja. Karyawan yang berkomitmen terhadap profesi tidak selalu
merujuk pada suatu organisasi, sehingga kar-yawan seperti ini selalu berpindah–
pindah kerja ke tempat lain (Fine-man dkk., 2005). Mowday et al (dalam Winahyu,
2007, h. 135) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada
organisasi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisai dan berusaha mencapai
tujuan organisasi.
Darwish A (2000) Komitmen organisasi didefinisikan sebagai perasaan

kewajiban karyawan untuk tinggal dengan organisasi, perasaan ini dihasilkan dari
tekanan internalisasi normatif yang diberikan pada seorang individu. Menurut Mathis
dan Jackson dalam Sopiah (2008) memberikan definisi “Organizational Commitment
is the degree to which employees believe in and accept organizational goals and
desire to remain with the organization” yaitu komitmen organisasional adalah derajat
yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan – tujuan organisasi dan akan
tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Jadi, mengukur komitmen

organisasi adalah penilaian kesesuaian antara nilai-nilai sendiri individu dan
keyakinan dan organisasi.
Pasek (2008) menemukan bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komitmen kerja karyawan. Dalam
upaya perusahaan menumbuhkan, mempertahankan, dan bahkan meningkatkan
komitmen kerja karyawan yang kondusif, budaya organisasi mempunyai pengaruh
secara langsung melalui gaya kepemimpinan yang tangguh dan kuat. Komitmen
kerja karyawan yang tinggi akan dapat terwujud melalui pemeliharaan budaya
organisasi dengan membuka peluang karyawan untuk mencapai prestasi kerja yang
optimal.
Untuk menciptakan komitmen pada organisasi diperlukan adanya peran serta
kepala sekolah sebagai pemimpin yang profesional dan kesadaran guru dalam

meningkatkan budaya kerjanya. Kepemimpinan kepala sekolah yang profesional dan
memiliki kompentensi yang tinggi akan senantiasa berusaha untuk meningkatkan
komitmen gurunya dalam bentuk keahlian, keterampilan, profesionalism, serta
kemampuan mewujudkan tujuan sekolah yang ditetapkan. Lingkungan dan budaya
kerja yang aman, nyaman, dan kondusif dapat menciptakan suasana kerja yang baik,
sehingga dapat menjadi pengarah dalam membentuk cara berpikir guru dalam
berprilaku kerja yang efektif.
Ragam etnis dan kekayaan budaya yang dimiliki Kota Malang telah banyak
dikenal di seluruh pelosok Nusantara, bahkan dunia Internasional. Etnik masyarakat
Malang dikenal religius, dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga dengan aneka
ragam identitas yang dikantonginya. Dari bermacam hal yang dimiliki Kota Malang,
membuatnya memiliki banyak ciri khusus yang menarik berbagai pihak untuk lebih

mengenal Malang. Kemudian lahirlah bermacam julukan yang telah banyak diakui
masyarakat luas. Nyatanya, kesemua julukan atau predikat yang melekat pada
Malang justru mampu menjunjung tinggi rasa kebersamaan dan kesetiakawanan
terhadap warga Malang yang ada dimanapun.
Banyaknya fasilitas pendidikan yang memadai dan suasana kota Malang yang
tenang, menjadikkannya sangat cocok untuk belajar atau menempuh pendidikan.
Udara di sini pun sejuk dan segar, sarana transportasinya memadai dan biaya hidup

juga relatif terjangkau. Tak heran jika Malang banyak dilirik pelajar dari daerah
manapun yang ingin menempuh pendidikan berkualitas dengan biaya seminimal
mungkin. Itulah yang menjadikan Malang memperolah predikat "Kota Pendidikan".
Setelah mengantongi julukan sebagai "Kota Pendidikan", wajar kiranya jika predikat
"Kota Pelajar" diberikan pula kepada Malang. Diketahui jika banyak sekali terdapat
universitas negeri maupun swasta di Malang. Sedikitnya ada lima universitas negeri
seperti Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Islam Malang,
Politeknik Negeri Malang, Politeknik Negeri Kesehatan Malang dan puluhan
Perguruan Tinggi Swasta yang dimiliki Malang. Fakta tersebut yang menjadikan
Malang banyak didatangi para pelajar dari berbagai pulau bahkan negara luar
Indonesia untuk mengais pendidikan yang lebih baik di sini.
Selain perguruan tinggi, ada beberapa sekolah menengah atas yang namanya
sudah terkenal hingga tingkat nasional bahkan internasional. Beberapa di antaranya
bahkan telah ditetapkan sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, dipelopori
oleh SMA Negeri 3 Malang, selanjutnya diikuti oleh SMA Negeri 1, 4, 5, 8, 10
Malang dan SMA Katolik St. Albertus Malang (SMA Dempo). Sedangkan SMA
Swasta lainnya yang cukup bergengsi di Kota Malang antara lain SMA Katolik

Kolese Santo Yusup (Hua Ind), SMAK Santa Maria (SMA Langsep), SMAK Cor
Jesu, Charis National Academy dan sebagainya. SMA Negeri 1, SMA Negeri 3 dan 4

Malang adalah sekolah yang terletak di dalam satu Kompleks yang dikenal dengan
sebutan SMA Tugu. Sekolah Menengah Atas Negeri yang terletak di Jl. Sultan
Agung Utara no. 7, Kecamatan Klojen, Malang, Jawa Timur.
Pada penelitian ini objek yang dipilih yaitu salah satu SMAN yang ada di
Tugu yaitu SMAN 3. SMAN 3 dikenal sebagai salah satu SMAN faforit di Kota
Malang terbukti dengan SMAN 3 selalu diserbu pendaftar setiap tahun memasuki
tahun ajaran baru. (www.malangkota.go.id)
Pencapaian yang diperoleh SMAN 3 sampai sekarang tidak lepas dari campur
tangan beberapa pihak, diantaranya adalah para pemimpinnya (Kepala Sekolah),
Staff, dan para pengajar (Guru). Sumber daya Manusia merupakan tokoh sentral
dalam organisasi. Supaya manajemen dapat berjalan dengan baik diperlukan
kepemimpinan yang dapat membawa organisasinya kearah yang lebih baik atau
keberhasilan.
“A suitable leadership can make organizational members
step forward in the right direction to accomplish organizational
goals, e.g., A good leader can guide or identify job direction for
organizational members to follow” (Hsien, 1985;Robbins, 2001).
DuBrin (2004) believed that leadership can motivate organizational
members to complete organizational objectives with confidence.
Berdasarkan pengertian dia atas dapat di tari garis merah bahwa

kepemimpinan merupakan hal penting dalam suatu organisasi yang
mana kepemimpinan memberikan pengaruh organisasi dalam

memotivasi atau mendorong anggotanya dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan sebuah penelitian dengan mengambil judul “Peran Gaya Kepemimpinan
dan Budaya Organisasi Dalam Meningkatkan Komitmen Organisasi (Studi Kasus
Sma Negeri 3 Malang)”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah yang diterapkan di SMAN 3
Malang?
2. Bagaimana Budaya Organisasi di SMAN 3 Malang ?
3. Bagaimana komitmen guru yang ada di SMAN 3 Malang?
4. Bagaiman gaya kepemimpinan dan budaya organisasi dalam meningkatkan
komitmen guru di SMAN 3 Malang?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan gaya kepemimpinan kepala sekolah SMAN 3 Malang.
2. Untuk mendeskripsikan budaya organisasi di SMAN 3 Malang.
3. Untuk mendeskripsikan komitmen guru di SMAN 3 Malang.

4.Untuk

menguraikan

gaya

kepemimpinan

dan

budaya

organisasi

untuk

meningkatkan komitmen guru di SMAN 3 Malang.
D. Manfaat Penelitian
Setelah peneliltian ini dilaksanakan diaharapkan peneliti dapat menyumbangkan hasilnya dan berguna bagi:

1. Bagi kalangan ilmuan sebagai sumbangan teoritis khasanah keilmuan di bidang
manajemen terutama berkaitan dengan metode dalam memimpin dalam dunia
pendidikan atau lebih spesifik dalam lingkup lembaga pendidikan formal.
2. Bagi masyarakat diharapkan dengan penelitian ini dapat berguna sebagai pemberi
masukan sebenarnya peran pemimpin dan lingkungan organisasi sangat penting
dalam meningkatkan motivasi karyawan dalam suatu organisasi.
3. Bagi kepala sekolah untuk menjadikan dasar dalam melakukan tindakan dalam
rangka meningkatkan komitmen para karyawannya.
E. Definisi Konsep
Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang judul penelitian; Peran Gaya
Kepemimpinan Dan Lingkungan Kerja Dalam Meningkatkan Komitmen Organisasi
(Studi Kasus SMAN 3

Malang), maka dibutuhkan penegasan istilah; gaya

kepemimpinan, lingkungan kerja, dan komitmen organisasi adalah sebagai
berikut:
1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan
pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota
organisasi bawahannya. (Nawawi, 2003:115).
2. Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan
kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok. (sedarmayati,
2009:21).
3. Komitmen organisasi adalah keinginan angota organisasi untuk tetap
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi
pencapaian tujuan organisasi. (Sopiah, 2008 : 155- 157)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat mempengaruhi seorang individu atau perilaku
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi dan kinerja pekerjaan (Hersey &
Blanchard, 1974; Hsu, 2001). Sebuah kepemimpinan yang sesuai dapat membuat
anggota organisasi melangkah maju ke arah yang benar untuk mencapai tujuan
organisasi, misalnya, seorang pemimpin yang baik dapat membimbing atau
mengidentifikasi arah kerja bagi anggota organisasi untuk mengikuti (Hsien, 1985;
Robbins, 2001). DuBrin (2004) percaya bahwa kepemimpinan dapat memotivasi
anggota organisasi untuk menyelesaikan tujuan organisasi dengan keyakinan. Gaya
kepemimpinan akan mempengaruhi hubungan antara atasan dan bawahan dan

memiliki hubungan yang signifikan dengan pekerja motivasi, sikap, dan pekerjaan
kinerja (Dale & Fox, 2008).
Pengaruh identik dengan setiap upaya kepemimpinan (Winardi, 2000: 58).
Adapun kekuatan atau powers yang dikaitkan dengan soal pengaruh hubungannya
dengan kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1) Kekuatan koersif
Pemimpin mengandalkan diri pada perasaan takut yang diusahakan atas
perkiraan bahwa pihak bawahan menganggap hukuman diberikan karena mereka
tidak menyetujui tindakan-tindakan dan keyakinan-keyakinan pihak atasan.
2) Kekuatan karena diberikannya penghargaan
Penghargaan diberikan kepada pekerja yang melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan tindakan-tindakan dan keinginan pimpinan.
3) Kekuatan karena adanya pengesahan
Kekuatan ini diperoleh dari posisi supervisor di dalam organisasi yang
bersangkutan.
4) Kekuatan karena memiliki sesuatu keahlian
Kekuatan ini timbul karena seorang individu memiliki skill khusus tertentu,
pengetahuan atau keahlian tertentu
Kepemimpinan dalam organisasi dapat mengambil banyak bentuk. Untuk
tujuan ini, fokus pada Bass dan Avolio (1997) berbagai teori kepemimpinan dalam
upaya untuk menangkap spektrum yang luas mengenai gaya kepemimpinan yang
diharapkan memiliki landasan pada komitmen karyawan. teori kepemimpinan yang
membedakan

antara

tiga

bentuk

umum

kepemimpinan:

transformasional,

transaksional, dan laissez-faire. Transformational kepemimpinan biasanya dijelaskan
dan dioperasionalkan dalam hal dari lima dimensi umum:
(a) pengaruh ideal

mencerminkan persepsi pengikut dari pemimpin

kekuasaan, kepercayaan diri, dan cita-cita transenden;
(b) pengaruh ideal (perilaku) termasuk perilaku karismatik mengungkapkan
seorang pemimpin nilai-nilai, keyakinan, rasa misi dan tujuan, dan orientasi etika;
(c)motivasi

Inspirational

melibatkan

mendorong

pengikut untuk berjuang untuk tujuan yang sulit, sambil menunjukkan kepercayaan
bahwa mereka dapat mencapai tujuan tersebut;
(d)

stimulasi

Intelektual

melibatkan

mendesak

pengikutnya

untuk

mempertanyakan kebiasaan dan asumsi dan membentuk solusi kreatif untuk masalah;
dan
(e) pertimbangan individual mengacu pada mengobati pengikut dicara yang
unik didasarkan pada kebutuhan masing-masing dan mendukung kebutuhankebutuhan tertentu.
Meskipun ada bukti bahwa lima ini dimensi dibedakan (misalnya, Antonakis,
Avolio, & Sivasubramanian, 2003; Bass & Avolio, 1993), mereka sering sangat
berkorelasi dan, oleh karena itu, digabungkan untuk membentuk satu ukuran
keseluruhan kepemimpinan transformasional.
Kategori umum yang kedua kepemimpinan diidentifikasi dalam teori fullrange adalah kepemimpinan transaksional. Kategori ini selanjutnya dibagi untuk
merefleksikan tiga gaya perilaku yang spesifik: hadiah kontingen, manajemen
dengan pengecualian aktif, dan manajemen dengan pengecualian pasif. reward
kontingen melibatkan pengikut bermanfaat untuk mencapai tujuan yang telah

disepakati. Management by exception (MBE) meliputi terlibat dengan pengikut
hanya ketika mereka membuat kesalahan, untuk tujuan mengoreksi tindakan mereka
(misalnya, kritik korektif, negatif umpan balik). Gaya ini bisa mengambil bentuk
aktif di mana para pemimpin secara teratur memonitor perilaku pengikut untuk
kesalahan atau pasif bentuk yang melibatkan mengambil tindakan korektif hanya
ketika kesalahan yang dibawa ke perhatian seorang pemimpin. Sebuah bentuk akhir
dari kepemimpinan transaksional, yang disebut laissez-faire, mencerminkan total
pelepasan dari pengikut, dengan pemimpin nominal menyediakan ada positif /
penguatan negatif, atau umpan balik. Transactional leaders will encourage followers
to achieve predictableperformance by helping them to familiarize with job
responsibilities, recognize goals and build up confidence in the desired performance
(Riaz, et al., 2011). Transactional leadership processes two factors: contingent reward
and

management

by

exception

(Bass,

1985).

The

distinction

between

transformational leadership and transactional leadership is definite but not mutually
exclusive (Bass, 1985). Gaya kepemimpinan transaksional perupakan gaya
kepemimpinan yang mengedepankan tanggung jawab pekerjaan dengan memberikan
motivasi berupa reward dan memberikan sanksi kepada karyawan yang lalai dalam
mengemban tanggung jawab yang diberikan.
Dalam hubungan dengan misi pendidikan, kepemimpinan dapat diartikan
sebagai usaha kepala sekolah dalam memimpin, mempengaruhi, dan memberikan
bimbingan kepada para personil pendidikan sebagai bawahan agar tujuan pendidikan
dan pengajaran dapat tercapai rnelalui serangkaian kegiatan yang telah direncanakan
(Anwar, 2003: 70 ).
2 Komitmen Organisasi

Komitmen karyawan adalah multidimensi. Ini dapat mengambil bentuk yang
berbeda (misalnya, Meyer & Allen, 1991; O'Reilly & Chatman, 1986) dan diarahkan
pada target yang berbeda, atau fokus, termasuk organisasi, tim kerja, proyek, dan
tujuan (mis, T. E. Becker, 1992; Reichers, 1985). Untuk tujuan ini, kita memusatkan
perhatian kita pada komitmen karyawan pada organisasi (yaitu, komitmen organisasi)
karena telah dipelajari paling luas, khususnya dalam konteks kepemimpinan.
Berkenaan dengan dimensi bentuk, kami dipandu oleh model tiga komponen (TCM)
dari Komitmen yang dikembangkan oleh Meyer dan rekan (Meyer & Allen, 1991,
1997; Meyer & Herscovitch, 2001). The TCM adalah yang paling banyak diteliti
multidimensi

model

komitmen

organisasi,

disertai

dengan

Tindakan mapan (Allen & Meyer, 1990; Meyer, Allen, & Smith, 1993), dan telah
menerima cukup dukungan empiris (Allen & Meyer, 1990; Meyer, Stanley,
Herscovitch, & Topolnytsky, 2002).
Buchanan (1974) menegaskan bahwa komitmen organisasi adalah semacam
keyakinan yang menghubungkan perasaan nilai-nilai dan tujuan dengan nilai-nilai
dan tujuan individu organisasi. komitmen organisasi adalah ekspresi individu
loyalitas dan pengabdian kepada organisasi (Kanter, 1968). organisasi Komitmen
adalah "kekuatan relatif dari identifikasi individu dengan dan keterlibatan dalam
tertentu organisasi "(Steers, 1977, hal. 46) dan mewakili tingkat tinggi kasih sayang,
kesetiaan dan konsentrasi pada peran pekerjaan dalam suatu organisasi (Dee, Henkin,
& Singleton, 2006). Komitmen organisasi menunjukkan bahwa tujuan individu mirip
atau identik dengan tujuan organisasi dan dapat merangsang produktivitas karyawan
dan loyalitas (Chen & Aryee, 2007). Chen dan Hong (2005) berkomentar bahwa jika
anggota dalam sebuah organisasi percaya dan menerima nilai organisasi, mereka

lebih bersedia untuk bekerja keras untuk mencapai organisasi Tujuan dan memiliki
lebih banyak komitmen organisasi. Komitmen organisasi tinggi akan bermanfaat
untuk sebuah organisasi karena sinyal bahwa karyawan memiliki identifikasi
organisasi yang tinggi (Jiang & Huang, 2002).
2.3 Budaya Organisasi
Kamus besar bahasa Indonesia (1991: 149) mengidentifikasikan budaya dalam dua
pandangan, yaitu pertama, hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia
seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; kedua, menggunakan pendekatan
antropologi yaitu seluruh keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang
menjadi pedoman tingkah lakunya. Senada dengan definisi tersebut pendapat Farid
dan Philip dalam Aan Komariah (2006: 96) yang menyatakan bahwa budaya sebagai
norma dan perilaku-perilaku yang disepakati oleh sekelompok orang untuk bertahan
hidup dan berada bersama.Tylor dalam Ndraha (1997: 43) membahasakan sebagai
culture or civilization taken in its wide ethnographi sence, is that complex whole
which includes knoledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities
and habits acquired by rnan as a member of society atau sebagai suatu keseluruhan
yang kompleks terdiri atas ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat
istiadat dan kemampuan lainnya, juga kebiasaan yang diperoleh seseorang sebagai
anggota sosial/masyarakat.
Menurut Oliver sheldon dalam Sutario ( 2002: 22) "Organization is the
process of so combining the work which individuals or group have to perform
with the,faculties necessary,for it execution that the duties, .so,formed,
provide the best channels fin, the efficient, systematic, po.sitive, and coordinated application of the available effort ". (Organisasi adalah proses
penggabungan pekerjaan yang para individu atau kelompok-kelompok harus
melakukan dengan bakat-bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas-

tugas, sedemikian rupa, memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang
efisien, sistematis, positif dan terkoordinasi dari usaha yang tersedia).
2.4 Hubungan Kepemimpinan dengan Budaya Organisasi
Budaya organisasi dan kepemimpinan dianggap aspek yang sangat terkait
kehidupan organisasi, karena mereka melayani fungsi yang sama (Schein 2004),
beroperasi dengan cara yang sama, dan memiliki pengaruh timbal balik satu sama
lain (Schein 2004 (Anges et al 2000.); Schneider 1987 ; Trice dan Beyer 1993).
Selain itu, pemimpin eselon atas diyakini pengaruh utama pada penciptaan dan
pengembangan budaya organisasi (misalnya, Bennis dan Nanus 1985; Davis 1984;
Kotter dan Heskett 1992; Schein 2004; Schneider 1987; Selznick 1957; Trice dan
Beyer 1993). Misalnya, Miller dan rekan (1986,1982) menemukan hubungan antara
karakteristik kepribadian pemimpin tertentu (misalnya, nAch, Locus of Control) dan
indikator karakteristik struktural perusahaan mereka (misalnya, sentralisasi,
formalisasi, dll). Demikian juga, Tsui et al. (2006) menemukan bahwa perilaku
bangunan kinerja CEO (misalnya, visi, visibilitas) dan perilaku pembangunan
institusi (misalnya, apa yang mereka perhatikan, delegasi) mengarah pada penciptaan
proses organisasi dan karakteristik struktural yang memperkuat budaya organisasi.
Salah satu cara untuk mengungkap hubungan antara budaya dan
kepemimpinan adalah untuk memeriksa bagaimana budaya telah dikonseptualisasikan dalam teori organisasi. Smircich (1983) mengidentifikasi dua pendekatan
untuk mempelajari fenomena budaya dalam organisasi: budaya sebagai variabel
organisasi,

maka

budaya

dipandang

sebagai

sesuatu

yang

dapat

dimanipulasi. Dengan demikian sifat, arah, dan dampak manipulasi tersebut
tergantung pada keterampilan dan kemampuan pemimpin. Sebagian besar literatur
yang memuji kebajikan kepemimpinan transformasional menunjukkan dukungan

luas untuk pandangan ini (misalnya, Nicholls, 1988; Cepat, 1992; Simms, 1997).
Sebaliknya, jika budaya dipandang sebagai bagian integral dari organisasi, maka
pemikiran, perasaan, dan tanggapan dari para pemimpin yang dibentuk oleh budaya
(Bass dan Avolio, 1993; Schein, 1992).

2.5……………
2.6 Kerangka Berfikir
GAYA KEPEMIMPINAN

KOMITMEN
ORGANISASI

BUDAYA
ORGANISASI

KINERJA
ORGANISASI