PENDEKATAN SISTEM DALAM KAJIAN LINGKUNGA

1

PENDEKATAN SISTEM DALAM KAJIAN
LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
Diabstraksikan dan dirangkum oleh
Prof Dr Ir Soemarno MS
Bahan kajian MK. Metode Penelitian Kajian Lingkungan, pm pslp ppsub 2011

1. Pendahuluan Tentang Pendekatan Sistem
1.1. Filosofi
Suatu sistem dapat dipandang sebagai gugus elemen-elemen
yang saling berhubungan dan terorganisir ke arah suatu sasaran atau
gugus sasaran. Dalam problem-problem interdisipliner yang kompleks,
"pendekatan sistem" dapat menyediakan alat bantu bagi penyelesaian
masalah dengan metode dan peralatan logis yang memungkinkannya
untuk mengidentifikasikan komponen-kom-ponen (subsistem) yang saling
berinteraksi untuk mencapai beberapa sasaran tertentu. Pengetahuanpengetahuan ini memungkinkan sese orang untuk mengambil pilihanpilihan rasional di antara alternatif-alternatif yang tersedia dalam problemproblem yang kritis dan trade-off.
Menurut Eryatno dan Ma'arif (1989), ada tiga macam kondisi yang
menjadi prasyarat agar supaya aplikasi pendekatan sistem dapat
memberikan hasil yang memuaskan adalah:
(1). Sasaran sistem didefinisikan secara jelas dan dapat dikenali,

meskipun kadang-kala tidak dapat dikuantifikasikan.
(2). Proses pengambilan keputusan dalam sistem riil dilakukan dengan
cara sentralisasi yang logis
(3). Skala perencanaannya jangka panjang.
1.2. Prosedur
Pada hakekatnya pengembangan sistem merupakan suatu
proses pengambilan keputusan degan menggunakan fungsi-struktur,
hasil, evaluasi, dan keputusan. Tahap-tahap pokok dalam pende katan
sistem ini adalah: (i) evaluasi kelayakan, (ii) pemodelan abstrak, (iii) disain
implementasi, (iv) implementasi sistem, dan (v) operasi sistem. Seperti
yang terlihat dalam Gambar 1, prosedur dari proses tersebut diawali

2

dengan gugus "kebutuhan" yang harus dipenuhi, menuju kepada suatu
sistem operasional yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Prosesproses tersebut diikuti dengan suatu evaluasi untuk menentukan apakah
hasil dari suatu tahapan memuaskan atau tidak. Proses tersebut pada
kenyataannya bersifat interaktif.
1.3. Alat Bantu
Suatu alat bantu yang sangat penting ialah model abstrak yang

perilaku esensialnya mencerminkan perilaku dunia nyata yang
diwakilinya. Model dapat digunakan dalam berbagai cara, misalnya
dalam mendisain dan mengelola sistem sebagai fungsi analisis. Analisis
ini didefinisikan sebagai determinasi keluaran model, dengan
menggunakan masukan dan struktur model yang telah diketahui. Suatu
model matematik, terutama model komputer, dapat dengan cepat
menganalisis dan menghitung keluaran dari berbagai alternatif yang
sangat penting dalam proses kreatif pengelolaan sistem dan disain
sistem. Pada kenyataannya kebanyakan model abstrak ini mempunyai
struktur internal yang terdiri atas simbol-simbol matematik yang harus
dipahami arti dan maknanya.
Suatu model disebut Model Analitik apabila model tersebut
mempunyai penyelesaian umum pada berbagai kisaran masukan sistem
dan nilai-nilai parameter sistem. Model Simulasi merupakan model yang
menghitung alur-waktu dari peubah-peubah model untuk seperangkat
tertentu masukan model dan nilai parameter model. Karena seringkali
tidak mungkin untuk menyelesaikan model analitik bagi sistem yang kompleks, maka model-model simulasi (yang lebih mudah diselesaikan)
banyak digunakan dalam mengkaji dan menganalisis sistem dinamik yang
kompleks.
2. Simulasi Sistem

2.1. Operasi
Bagian yang sangat penting dalam analisis sistem adalah
penggunaan komputer.
Kemampuan komputasionalnya sangat
mempermudah dalam pengolahan sejumlah besar peubah dan interaksiinteraksinya.
Simulasi komputer lazimnya berarti bahwa kita

3

mempunyai suatu program komputer atau model-sistem lainnya dimana
kita dapat mencoba berbagai disain sistem dan strategi pengelolaannya.
Dengan menggunakan komputer, aplikasi simulasi menjadi sangat luas
terutama oleh para menejer dan pengambil keputusan akhir. Teknik
simulasi yang dikenal sebagai penciptaan peubah random Montecarlo,
banyak digunakan dalam bidang bisnis dan pertanian. Dalam
mengimplementasikan suatu model sistem pada komputer maka para
pengguna mempunyai pilihan bahasa pemrograman seperti BASICS,
Fortran, atau bahasa simulasi khusus.
2.2. Metodologi
Matematika telah dipilih sebagai suatu bahasa dasar, dan

simulasi seringkali menjadi alat bantu yang sangat efisien. Dalam kaitan
ini diperlukan tahap-tahapan proses untuk menjabarkan model grafis
menjadi model matematika:
(1). Mengisolasikan komponen atau subsistem. Seringkali subsistemsubsistem atau komponen-komponen tersebut secara fisik berbeda
dengan jelas.
(2). Menetapkan peubah-peubah masukan U(t) untuk setiap sub-sistem.
Masukan stimuli ini akan menyebabkan perubahan perilaku subsistem. Termasuk di sini adalah masukan-masukan pengelolaan
yang dapat digunakan untuk memperbaiki keragaan sistem yang
sedang dikaji.
(3). Menetapkan peubah-peubah internal atau keubah-peubah keadaan
X(t). Pada dasarnya ini merupakan faktor-faktor dalam subsistem
yang diperlukan untuk mencerminkan sejarah masa lalu dari perilaku
subsistem.
(4). Menetapkan peubah-peubah keluaran Y(t). Kuantitas-ku-antitas
respon yang menghubungkan subsistem dengan subsistem lain
yang merupakan ukuran penting dari keragaan sistem. Keluaran
atau respon seperti ini dapat berfungsi sebagai stimuli atau masukan
bagi subsistem lain.
(5). Dengan cara observasi, eksperimen atau teori, menentukan
hubungan mate-matika di antara U(t), X(t), dan Y(t). Dalam suatu

model statis, hubungan-hubungan ini merupakan fungsi aljabar.
Kalau melibatkan fenomena laju, penundaan atau simpanan , maka

4

(6).
(7).
(8).
(9).

akan dihasilkan persamaan-persamaan diferensial atau integral, dan
subsistem yang dinamik.
Menjelaskan peubah-peubah masukan lingkungan eksogenous
dalam bentuk matematika. Ini akan merupakan peubah-peubah
stimulus bagi keseluruhan sistem yang sedang dimodel.
Memperhitungkan interaksi-interaksi di antara subsistem-subsistem
dengan metode agregasi seperti diagram kotak , teori jaringan, dan
grafik-grafik linear.
Verifikasi model dengan serangkaian uji dan inspeksi. Hal ini
biasanya melibatkan serangkaian revisi dan perbaikan model.

Aplikasi model dalam problematik perencanaan atau penge-lolaan
dalam dunia nyata.

2.3. Pemodelan Sistem
Merekayasa struktur model merupakan fase yang paling sulit
dalam pendekatan sistem terutama dalam problem-problem yang kompleks. Oleh karena itu disarankan utnuk memulai dengan mengidentifikasikan sub-divisi yang besar dari suatu model dan menggabungkannya
bersama dalam suatu pola diagramatik. Hal ini sangat membantu untuk
mengetahui arus informasi secara keseluruhan melalui model.
2.4. Aplikasi komputer
Kemajuan teknik-teknik penggunaan sistem penyimpanan logik
yang diprogram pada "memori" komputer guna mmecahkan masalah
secara otomatis, menyebabkan transformasi dari metode kuno pencarian
pola ("pattern seeking") dan pengujiannya, menjadi potensi analisis
sistem yang mempunyai kemampuan jauh lebih besar. Hal ini didorong
pula oleh kemampuan pada pengolahan data, serta kemampuannya
untuk mengontrol peralatan yang lain seperti pada peralatan komunikasi.
Komputer dalam seper-sekian detik mampu mensimulasi berbagai
pekerjaan sehingga berdayaguna ganda.
Dengan aplikasi berbagai teori dan model-model matematika,
seorang analis dapat menduga dan menguji karakteristik sistem melalui

simulasi komputer perhitungan matematisnya sebelum membentuk yang
sebenarnya ("actual"). Kecenderungan ke arah pandangan sistem
secara menyeluruh ("total system viewpoints") banyak menimbulkan

5

akibat- akibat yang besar terhadap disain dan integrasi bermacammacam operasi di berbagai bidang kegiatan.

3. Pemodelan Sistem Sumberdaya Wilayah
3.1. Ruang lingkup
Konsep dan teknik analisis sistem semula dikembangkan oleh
para ahli militer untuk keperluan mengeksplorasi dan mengkaji keseluruhan implikasi yang diakibatkan oleh alternatif-alternatif strategi militer.
Pendekatan ini merupakan suatu strategi penelitian yang luas dan
sistematik untuk menyelesaikan suatu problem penelitian yang kom-pleks.
Obyek penelitian biasanya merupakan suatu sistem dengan kerumitankerumitan yang sangat kompleks sehingga memerlukan pengabstraksian.
Dalam hubungan inilah dikenal istilah "model dan pemodelan". Istilah
pemodelan adalah terjemahan bebas dari istilah "modelling". Untuk
menghindari berbagai pengertian atau penafsiran yang berbeda-beda,
maka istilah "pemodelan" dapat diartikan sebagai suatu rangkaian
aktivitas pembuatan model. Sebagai landasan untuk lebih memahami

pengertian pemodelan maka diperlukan suatu penelaahan tentang
"model" secara spesifik ditinjau dari pendekatan sistem.
Salah satu syarat pokok untuk mengembangkan model adalah
menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Penemuan
peubah-peubah ini sangat erat hubungannya dengan pengkajian
hubungan-hubungan yang terdapat di antara peubah-peubah. Teknik
kuantitatif seperti persamaan regresi dan simulasi digunakan untuk
mempelajari keterkaitan antar peubah dalam sebuah model. Kebanyakan
para pengguna analisis sistem menjumpai kesukaran untuk mengimplementasikan notasi-notasi matematika ke dalam format konsepsi disiplin
ilmunya .
Kemudian dipilih alternatif pembuatan model konsepsi
("conceptual model") yang sifatnya informal karena terasa lebih mudah.
Para ahli sistem
berpendapat bahwa keuntungan lebih besar
dibandingkan dengan biaya yang diperlukan dalam megkaji
permasalahan penelitian secara matematis. Hal ini disebabkan adanya
daya guna yang berlipat ganda pada proses rancang bangun dan analisis
dalam bentuk bahasa matematika yang sangat penting dalam teori

6


ekonomi, keteknikan, ilmu alam hingga ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu
lingkungan.
3.2. Tahapan dalam pemodelan
Para ahli ilmu sistem telah memberikan konsepsi dan teknik
pemodelan sistem. Para ahli ini menyarankan untuk mengawali pemodelan dengan penguraian seluruh komponen yang akan mempengaruhi
efektivitas dari operasi sistem. Setelah daftar kompo nen tersebut
lengkap, langkah selanjutnya adalah penyaringan komponen mana yang
akan dipakai dalam pengkajian tersebut. Hal ini umumnya sulit karena
adanya interaksi antar peubah yang seringkali menyulitkan isolasi suatu
peubah. Peubah yang dipan dang tidak penting ternyata bisa saja
mempengaruhi hasil studi setelah proses pengkajian selesai. Untuk
menghindarkan hal ini, diperlukan percobaan pengujian data guna
memilih komponen-komponen yang kritis.
Dalam konteks pendekatan sistem, tahap-tahap pemodel-annya
lebih kompleks namun relatif terlalu beragam, baik ditinjau dari jenis
sistem ataupun tingkat kecanggihan model. Manetsch dan Park (1984)
mengembangkan tahap pemodelan abstrak ini sebagai bagian dari
pendekatan sistem. Diagram alir proses pemodelan yang dijelaskan ini
dapat dilukiskan seperti dalam Gambar 2. Pemodelan abstrak menerima

masukan berupa alternatif sistem yang layak. Proses ini membentuk dan
mengimplementasikan model-model matematika yang dimanfaatkan
untuk merancang program terpilih yang akan dipraktekkan di dunia nyata
pada tahap berikutnya. Keluaran utama dari tahap ini adalah deskripsi
terinci dari keputusan yang diambil berupa perencanaan, pengendalian
atau kebijakan lainnya.
3.2.1. Tahapan seleksi konsep
Lazimnya langkah awal dari pemodelan abstrak adalah
melakukan seleksi alternatif hasil dari tahap evaluasi kelayakan (Eriyatno
dan Ma'arif, 1989). Seleksi ini dilakukan untuk menetukan alternatifalternatif mana yang bermanfaat dan bernilai cukup besar untuk dilakukan
pemodelan abstraknya.
Hal ini erat kaitannya dengan biaya dan
penampakan dari sistem yang dihasilkan.
Interaksi dengan para

7

pengambil keputusan serta pihak lain yang amat terlihat pada sistem
sangat diperlukan dalam tahap seleksi ini.
3.2.2. Tahapan pemodelan

Sebagai langkah awal dari pemodelan adalah menetapkan jenis
model abstrak yang akan digunakan, sesuai dengan tujuan dan
karakteristik sistem. Setelah itu, aktivitas pemodelan terpusat pada
pembentukan model abstrak yang realistik. Dalam hal ini ada dua
pendekatan yang dapat digunakan untuk membentuk model abstrak.
(a). Pendekatan Kotak Gelap
Pendekatan ini dapat digunakan untuk melakukan identifikasi
model sistem dari data yang menggambarkan perilaku masa lalu dari
sistem ("past behavior of the existing system"). Melalui berbagai teknik
statistik dan matematik, maka model yang paling sesuai dengan data
operasional dapat diturunkan. Sebagai contoh adalah model ekonometrik
pada pengkajian ilmu-ilmu sosial. Metoda ini tidak banyak berguna
pada perancangan sistem yang kenyataannya belum ada, dimana tujuan
sistem masih berupa konsep.
(b). Pendekatan Struktural
Metode ini dimulai dengan mempelajari secara teliti struktur
sistem untuk menentukan komponen basis sistem serta keterkaitannya.
Melalui pemodelan karakteristik dari komponen sistem serta kendalakendala yang disebabkan oleh adanya keterkaitan antara komponen,
maka model sitem keseluruhan dapat disusun secara berantai.
Pendekatan struktural ini banyak digunakan dalam rancang-bangun dan
pengendalian sistem fisik dan non fisik. Dalam beberapa kasus tertentu,
kedua pendekatan ini dipakai secara bersama-sama, misalnya
pembuatan model pengendalian industri dimana karakteristik setiap unit
industri dianggap kotak hitam . Dengan demikian penggunaan dua
pendekatan tersebut dapat memberikan informasi lebih baik serta
menghasilkan model yang lebih efektif dari pada memakai hanya salah
satu pendekatan saja. Tahap permodelan ini mencakup juga penelaahan
secara teliti tentang : (1). asumsi model, (2). konsestensi internal pada
struktur model, (3). data masukan untuk pendugaan parameter, (4).

8

hubungan
fungsional
antar
peubah
kondisi
aktual,
(5).
memperbandingkan model dengan kondisi aktual sejauh mungkin .
3.2.3. Tahapan implementasi komputer
Pemakaian komputer sebagai pengolah data, penyimpan data
dan komunikasi informasi tidak dapat diabaikan dalam pendekatan sistem
; model abstrak diwujudkan dalam berbagai bentuk persamaan, diagram
alir dan diagram blok. Tahap ini seolah-olah membentuk model dari suatu
model, yaitu tingkat abstraksi lain yang ditarik dari dunia nyata. Hal yang
penting di sini adalah memilih teknik dan bahasa komputer yang
digunakan untuk implementasi model. Masalah ini akan mempengaruhi :
ketelitian dari hasil komputasi, biaya operasi model, kesesuaian dengan
komputer yang tersedia, efektifitas dari proses pengambilan keputusan
yang akan meng- gunakan hasil pemodelan tersebut.
Setelah program komputer dibuat dan format masukan /keluaran
telah dirancang secara memadai, maka sampailah pada tahap pembuktian (verifikasi) bahwa model komputer tersebut mampu melakukan
simulasi dari model abstrak yang dikaji. Pengujian ini mungkin berbeda
dengan uji validitas model itu sendiri.
3.2.4.
Tahapan validasi
Validasi model pada hakekatnya merupakan usaha untuk
menyimpulkan apakah model sistem tersebut di atas merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat dihasilkan
kesimpulan yang meyakinkan. Validasi merupakan proses iteratif yang
berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyem purnaan model.
Umumnya validasi dimulai dengan uji sederhana seperti pengamatan
atas: tanda aljabar ("sign"), kepangkatan dari besaran ("order of
magnitude"); format respon (linear, eksponensial, logaritmik; arah
perubahan peubah apabila masukan atau parameter diganti-ganti; nilai
batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem.
Setelah uji-uji tersebut, dilakukan pengamatan lanjutan sesuai
dengan jenis model. Apabila model mempernyatakan sistem yang
sedang berlaku ("existing system") maka dipakai uji statistik untuk
mengetahui kemampuan model dalam mereproduksi perilaku masa-lalu
dari sistem.
Uji ini dapat menggunakan koefisien determi nasi,
pembuktian hipotesis, dan sebagainya. Seringkali dijumpai kesulitan

9

pada tahap ini karena kurangnya data yang tersedia ataupun sempitnya
waktu yang tersedia guna melakukan validasi. Pada permasalahan yang
kompleks dan mendesak, maka disarankan proses validasi parsial,
yaitu tidak dilakukan pengujian keseluruhan model sistem. Hal ini
mengakibatkan rekomendasi untuk pemakaian model yang terbatas
("limited application") dan apabila perlu menyarankan penyempurnaan
model pada pengkajian selanjutnya.
3.2.5. Analisis Sensitivitas
Tujuan pokok analisis ini dalam proses pemodelan adalah untuk
menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting untuk dikaji
lebih lanjut dalam tahap aplikasi model. Peubah keputusan ini dapat
berupa parameter rancang-bangun atau masukan yang terkendali.
Analisis ini mampu menghilangkan faktor yang kurang penting sehingga
studi lebih dapat ditekankan pada peubah kebijakan kunci serta
memperbaiki efisiensi proses pengambilan keputusan. Pada beberapa
kasus, dengan mengetahui peubah yang kurang mempengaruhi
penampakan keluaran sistem, maka akan dapat dikurangi pengaruh
kendala sistem.
3.2.6. Analisis Stabilitas
Sistem dinamik sudah sering diketahui mempunyai perilaku tidak
stabil yang bersifat destruktif untuk beberapa nilai parameter sistem.
Analisis untuk identifikasi batas kestabilan dari sistem diper lukan agar
parameter tidak diberi nilai yang dapat mengarah pada perilaku tidak
stabil apabila terjadi perubahan struktur dan lingkung an sistem. Perilaku
tidak stabil ini dapat berupa fluktuasi acak yang tidak dapat mempunyai
pola atau berupa nilai keluaran yang eksplosif sehingga besarannya tidak
realistik lagi.
Analisis stabilitas dapat menggunakan studi analitis
berdasar teori stabilisasi, atau menggunakan simulasi secara berulangkali untuk mempelajari batasan stabilitas sistem.
4. Pendekatan Sistem Dalam Pengelolaan Sumberdaya
4.1. Pengelolaan Sumberdaya
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup meru pakan
hal yang mengandung banyak tantangan. Hal ini mencakup sumberdaya

10

lahan, air, udara, vegetasi, dan enerji yang sangat berpe ngaruh terhadap
aktivitas dan sikap manusia. Suatu masalah pokok adalah bahwa setiap
komponen dari lingkungan saling berkaitan dan dapat menghasilkan
kejadian-kejadian yang tidak dikehendaki. Misalnya pencemran perairan
sungai berhubungan dengan keluaran limbah cair yang berkaitan dengan
berbagai faktor, seperti sumber limbah, karakteristik limbah, akumulasi
limbah, proses penanganan limbah, cara dan lokasi pembuangannya,
trans-portyasi limbah pada aliran sungai, serta pengaruh limbah terhadap
bioa akuatik, dan penggunaan air oleh manusia. Pada umumnya setiap
komponen tersebut dapat dianalisis secara terpisah, namun
permasalahan pencemaran perairan sungai sebenarnya merupakan hasil
interaksi dan pengaruh kolektif dari suatu sistem pencemaran limbah
cair.
Permasalahan lingkungan apabila dikaji secra sistem akan
banyak memberikan kegunaan.
Problematik dapat diper-hitungkan
secara totalitas dimana kerja pengendalian yang paling efektif dapat
diketemukan. Dalam teladan pence-maran perairan sungai, pende-katan
sistem akan mampu menghasilkan kombinasi dari pengu-rangan sumber
limbah, metode penanganan, dan lokasi buangan yang lebih efektif serta
memungkinkan biaya lebih rendah melalui perbaikan penanganan saja.
Suatu konsekwensi dari perspektif sistem pada mutu lingkungan adalah
memperlebar kemungkinan alternatif pengendalian serta kesempatan
penerapan strategi menejerial yang efisien dan terpadu.
4.2. Elemen analisis
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan membutuh- kan
tujuan atau kriteria untuk mengukur keberhasilan atau manfaat dari
alternatif-alternatif solusi permasalahan. Salah satu tujuan yang lazim
adalah maksimisasi dari manfaat tersebut dalam terminologi moneter,
seperti misalnya dalam analisis rasio manfaat dan biaya. Analisis ini
mempunyai dua komponen utama, yaitu (i) alokasi sumberdaya dimana
komponen lingkungan (lahan, air, udara, dan enerji) dipandang sebagai
sumberdaya yang mampu me-ningkatkan kesejahteraan masyarakat;
dan (ii) perhitungan sosial yang mencakup manfaat da biaya dari
seluruh pengguna dari sumberdaya yang dipengaruhi oleh perma-salahan
lingkungan.

11

Sebagai ilustrasi maka suatu peristiwa pencemaran perairan
sungai diskemakan seperti Gambar 7. Satu aktivitas industri mengeluarkan limbah yang mencemari perairan sungai dimana airnya digunakan
untuk usaha perikanan. Limbah dengan dampaknya adalah suatu teladan
dari eksternalitas ekonomi, yang didefinisikan sebagai manfaat atau
beban biaya yang dihasilkan oleh satu unit ekonomi yang mempengaruhi
unit ekonomi lainnya. Dalam hal ini, limbah industri mempunyai beban
biaya dimana biaya tersebut ditanggung oleh usaha perikanan dan bukan
oleh industri itu sendiri. Biaya tersebut adalah "eksternal" untuk
anggaran dan pendapatan industri.
Implisit dari konsep eksternalitas adalah ide adanya ketidakadilan (unfairness). Adalah tidak adil bahwa usaha perikanan harus
dibebani biaya penanganan limbah dari industri. Namun demikian
mencari titik keadilan merupakan kebijakan yang amat rumit. Penyederhanaan kebijakan bisa dilakukan dengan dua alternatif. Alter-natif
pertama adalah membiarkan pencemaran buangan industri sebagaimana
adanya; dengan anggapan bahwa buangan industri adalah suatu hal yang
tidak dapat dicegah sebagai konsek wensi aktivitas manusia.
Secara logis maka limbah industri tersebut disalurkan ke dalam
aliran sungai dimana telah menjadi pengetahuan umum bahwa lingkungan mempunyai kemampuan yang impresif untuk mengasimilasi
limbah buangan. Kapasitas asimilasi ini menjadi per-timbangan penting
dalam upaya pendaya-gunaan lingkungan. Kesulitan pada alternatif ini
adalah kapasitas asimilasi dari sumberdaya alam dan lingkungan hidup
adalah terbatas. Limbah yang berlebihan tidak mungkin dapat diasimilasi
sehingga apabila oksigen yang larut dalam air sungai habis, maka
perairan akan menjadi kotor dan berbau busuk. Dampak lanjutannya
adalah pemus-nahan ikan serta membahayakan pemakaian air untuk
konsumsi domestik rumah tangga, seperti untuk mandi, masak, air
minum, mencuci, dan lainnya. Alternatif sebaliknya adalah larangan untuk
pembuangan limbah dengan asumsi tertentu.
Hal ini akan
mengambalikan status sungai menjadi kondisi alamiah tidak tercemar.
Alternatif ini sangat logis ditinjau dari preferensi dan citarasa masyarakat
yang selalu mengingin-kan air bersih, kebersihan alamiah, perlindungan
marga-satwa, dan lainnya. Namun demikian alternatif ini mencegah

12

pendayagunaan sungai untuk maksud lainnya seperti tempat buangan
limbah industri.
Kedua macam eksremitas alternatif tersebut di atas dapat diakomodasikan melalui analisis manfaat/biaya. Pendekatan ini berdasarkan
pada konsep bahwa sungai merupakan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan melalui tatacara yang menguntungkan. Hal ini membutuhkan
penelitian tentang konsekwensi moneter dari pembuangan limbah pada
kedua belah pihak pengguna sungai. Oleh karena masing-masing
pengguna mempunyai tatacara yang spesifik
dalam perhitungan
manfaat/biaya, maka diperlukan suatu ukuran , yaitu Indeks Mutu
Lingkungan, environmental quality index. Indeks ini merupakan
pembakuan dari peraturan tentang baku mutu lingkungan minimum yang
diperbolehkan dalam bentuk parameter yang terukur dari sumberdaya
alam dan lingkungan. Indeks ini juga dapat merupakan mekanisme untuk
menangani preferensi sosial untuk distribusi manfaat dan biaya.
Misalnya, kalau pemerintah menganggap bahwa usaha perikanan harus
berjalan maka diperlukan baku mutu air minimum agar ikan tidak mati.
Setelah baku mutu ditetapkan maka alternatif solusi yang terbaik baru
dapat diselesaikan secara sistematis.
4.3. Teladan Model Pengelolaan
Dalam setiap konteks perencanaan lingkungan maka pengaruhnya terhadap sistem lingkungan, sumberdaya alam, dan juga
manusia sebagai penghuninya harus dapat diperkirakan.
Analisis
pendugaan dan evaluasi pengaruh yang mungkin terjadi dapat dilakukan
dengan menggunakan alat bantu model-model yang sederhana atau
model yang sangat kompleks.
Pada umumnya, berbagai faktor
lingkungan akan menentukan ruang lingkup dan tipe analisis yang
digunakan. Oleh karena itu penentuan analisis terhadap
sistem
lingkungan dan sumberdaya alam membutuhkan pertim bangan yang
menyangkut proses analisis dan perencanaan ling-kungan, termasuk
analisis aktivitas.
Dengan mengasumsikan bahwa analisis awal dari perihal yang
dipertimbangkan tersebut di atas sudah dilakukan, maka langkah
berikutnya adalah menentukan secara terinci tingkat kompleksitas yang
dibutuhkan untuk membangkitkan informasi yang diperlukan mengenai
setiap elemen sistem lingkungan yang diana lisis, termasuk komponen

13

sumberdaya alamnya seperti lahan, air, udara, dan vegetasi. Tingkat
kompleksitas tersebut didefinsiikan pada selang waktu analisis dan ruang
lingkup sistem. Langkah berikutnya adalah menentukan apakah analisis
pada tingkat kom-pleksitas
tertentu layak dilakukan berdasarkan
pertimbangan : (i) ketersediaan data, (ii) ketersediaan personil, (iii)
ketersediaan waktu dan dana, (iv) ketersediaan fasilitas komputer, dan (v)
ketersediaan perangkat lunak.
Beberapa teladan model pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan adalah sebagai berikut:
(1). Model Indeks Mutu Lingkungan (IML)
Model ini dirancang dengan harapan dapat dijadikan sebagai
early warning system dan alternatif penanganan dengan biaya yang
optimal oleh para pengambil keputusan (Eriyatno dan Ma'arif, 1989).
Sebagai suatu indeks, model ini harus memberikan indikator yang dapat
menyatakan mutu dan kualitas dari suatu sumberdaya alam dan/atau
lingkungan. Oleh karena itu dalam model ini indeks tersebut dapat
dinyatakan dengan kisaran nilai 0 hingga 100, dimana pada nilai indeks
100 menunjukkan mutu dan kualitas sumberdaya alam dan/atau kondisi
lingkungan yang diharapkan.
Penetapan model ini ditentukan oleh maksud dan kegunaan dari
pemakaian indeks itu sendiri. Indeks pada dasarnya adalah ukuran
kuantitatif untuk pembandingan menurut skala. Mengingat indeks mutu
lingkungan merupakan bagian dari sistem pemantauan dan evaluasi
lingkungan, maka model IML ini dapat dibedakan menurut fungsinya sbb:
(2). Model Ukuran Keragaan (Appearance Index)
Model ukuran ini dapat dirancang untuk tujuan analisis lingkungan
dan sumberdaya alam yang dikaitkan dengan karakteristik dan kualitas
sumberdaya alam dan mutu lingkungan (Eriyatno dan Ma'arif, 1989).
UK = A. ( Wj. ( Zi. Iij)B )C
dimana:

14

Zi : Pembobot obyektif/empiris bagi parameter (I) yang ke-i dalam
kelompok indikator lingkungan yang ke-j
Wj : Pembobot subyektif/logik untuk kelompok indikator lingkungan yang
ke-j, dimana Wj = 0
Dalam perhitungan pembobotan disarankan untuk Zi meng gunakan konversi secara fisik atau moneter, Wj menggunakan metode Delphi
atau Bayes dengan hitungan peluang, sedangkan A,B, dan C adalah
koefisien penormalan matematis untuk kesesuaian indeks, misalnya
bilangan integer non-negatif.
(3). Indeks Pengendalian
Indeks pengendalian ini harus dapat dirancang untuk tujuan
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang dikaitkan dengan
program-program tertentu.
Karena aplikasinya yang erat dengan
kerangka menejerial, maka IP bukan merupakan formula baku, namun
lebih merupakan model simulasi agar dapat digunakan untuk keperluan
pengkajian alternatif-alternatif kebijakan. Model yang berupa diagram blok
dapat dilukiskan seperti berikut.

15

I(t): input sistem berupa kondisi lingkungan yang diinginkan sesuai
dengan peruntukan seperti: air minum, pertanian dan per ikanan,
nilai ambang batas sungai.
O(t):output sistem berupa kondisi aktual
Gp :fungsi alih (transfer function) dari input-output
Ge :fungsi pengendali yang menguasai faktor teknologi dan biaya
U(t):input buangan/polutan
H : informasi umpan balik
Dalam proses perhitungann dan kuantifikasinya, maka:
UP = O(t) dan
O(t) adalah indeks mutu lingkungan yang diinginkan.
Metodologi yang disarankan untuk membentuk model simu lasi
adalah Descrete Time Model dengan Feed-back Control System.
Estimasi peubah acak dapat dilakukan dengan simulasi Montecarlo
dengan pembangkit bilangan acak sesuai dengan sebaran peluangnya.
(4). Model Optimasi
Pengelolaan sumberdaya lahan merupakan program berkesinambungan jangka panjang yang mempunyai karakteristik sasaran
ganda (multiple goals) dan tujuan ganda (multiple objectives).
Program tersebut dapat dilaksanakan semenjak inventarisasi dan evaluasi sumberdaya hingga arahan penggunaan dan pelestariannya. Untuk
melihat dan mengendalikan kondisi lingkungan pada berbagai proses
konversi sumberdaya, maka dapat digunakan model IML. Sedangkan

16

untuk mengoptimumkan proses konversi tersebut yang mempunyai
sasaran dan tujuan ganda, maka dapat digunakan "Model Optimasi
Multi-kriteria".
Salah satu model optimasi seperti ini yang dapat digunakan
adalah Pemrograman Sasaran ("Goal Programming").
Program
sasaran ini merupakan salah satu program mate-matika dalam penelitian
operasioanl yang diusulkan sebagai salah satu pendekatan untuk
menganalisis persoalan-persoalan yang berkenaan dengan tujuan dan
sasaran
ganda dan di antara tujuan tersebut terdapat kondisi
bertentangan (tidak saling menenggang) serta mempunyai susunan
prioritas.
Dalam proses pengelolaan sumberdaya dan lingkungan maka
kedua model tersebut dapat digunakan untuk melihat berbagai kondisi
seperti, (i) penampilan/keragaan sistem lingkungan, (ii) pengendalian
sistem lingkungan, dan (iii) pengoptimalan pengelolaan lingkungan.
Dalam banyak perihal dan kasus, para pengambil ke-putusan seringkali
dihadapkan pada masalah-masalah yang sifatnya tidak-salingmenenggang sehingga sulit untuk segera diputuskan. Program sasaran
dapat membantu memecahkan permasalahan tersebut, yaitu dengan cara
menyusun sasaran-sasaran ke dalam bentuk urutan prioritas. Urutan
prioritas tersebut dapat disusun berdasarkan tingkat kepentingan
sasaran-sasaran dari pengelolaan lingkungan.
Model umum dari program sasaran adalah:
Wi (di- + di+)

Meminimumkan:

a=

(terhadap/dengan

aij Xj + di- - di+ = bi

pembatas)
Xj, di-, di+ >= 0
dimana: Xj = peubah keputusan ke-j; W i = Faktor pembobot
fungsi sasaran ke-i (ditentukan berdasarkan urutan prioritas); di- : peubah
simpangan negatif fungsi sasaran ke-i; di+ : peubah simpangan positif

17

fungsi sasaran ke-i; aij : parameter (koef. teknologi) dari fungsi sasaran
ke-i dan peubah keputusan ke-j; bi : nilai target sasaran ke-i.
Teladan aplikasi model program sasaran ganda tersebut dalam
program pengendalian erosi adalah sbb. :
(a). Sasaran : tingkat erosi minimum, kesuburan tanah maksimum, dan
teknik pengairan memadai.
(b). Peubah keputusan : tingkat kemiringan tanah, struktur tanah,
intensitas hujan, dan usahatani.
Berdasarkan urutan prioritas sasaran yang hendak dicapai, suatu
model optimasi multi-kriteria dapat disusun. Dengan demikian para
pengambil keputusan dapat melakukan pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan secara optimal berdasarkan ketersediaan sumberdaya
dan pendanaan.
5. Pemodelan Sistem Daerah Aliran Sungai
5.1. Pendahuluan
Daerah aliran sungai merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas-batas topografis yang menyalurkan air hujan melalui suatu sistem
sungai. DAS ini merupakan unit hidrologis yang telah digunakan sebagai
unit biofisik dan sebagai unit sosial-ekonomi serta sebagai unit sosial
politik dalam perencanaan dan implementasi aktivitas-aktivitas
pengelolaan sumberdaya (Easter dan Hufschmidt, 1985). Selanjutnya
dikemukakan bahwa pengelolaan DAS merupakan suatu proses
memformulasikan dan megimplementasikan aktivitas-aktivitas yang
melibatkan sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor sosial, politik, ekonomi dan institusional
yang ada, dengan maksud untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan .
5.2. Identifikasi Sistem DAS
Teknik diagramatis sangat membantu dalam identifikasi sistem
DAS yang kompleks. Beberapa macam diagram dapat dikemukakan
berikut ini:

18

(1). Diagram Lingkar Sebab-Akibat (causal-loop)
Pengabstraksian beberapa fenomena pokok yang terjadi dalam
sistem DAS dapat dilukiskan seperti Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Diagram lingkar sebab-akibat sistem DAS (Soemarno,
1991).

19

Pemanfaatan
Sumberdaya:
Lahan,
Air

+

+

+

Dayadukung
Lahan

+
Pendapatan
Penduduk

+

+
Hasil :
Air, sedimen,
Limbah, dll

+

-

Kelestarian
Sumberdaya:
Lahan, air
Hutan
+

+
Kesejahtera-

an penduduk
setempat

+

SDA Air
SDA Tanah
SDA Vegetasi
SDA Fauna

Teknologi
Industri
Pertanian
+

+

+

Investasi:
Privat, Publik:
Subsidi
Bantuan

(2). Diagram kotak-hitam I/O Sistem DAS
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari diagram lingkar dapat
disusun diagram input/output sistem DAS (Gambar 3.5).

20

Input Lingkungan
Input tidak
terkendali

Output yg
diinginkan
SISTEM DAS

Input yang
terkendali

parameter

Output yg
diinginkan

Umpan
balik

Gambar 3.5. Diagram kotak-hitam I/O sistem DAS (Soemarno, 1991)
Keterangan:
(1). Output yang diinginkan: Tersedianya air sepanjang tahun; Swa-sembada pangan; Tersedianya kesempatan kerja; Terkendalinya degradasi lingkungan
(2). Output yang tidak diinginkan : Kerusakan hutan, Banjir dan
kekeringan; Erosi dan sedimentasi berlebihan; Kemiskinan/pe-ngangguran
(3). Input terkendali: Investasi, alokasi lahan, teknologi
(4). Input tak terkendali: harga komoditi,informasi pasar
(5). Input lingkungan : fisik, perundangan, sistem budaya
(6). Umpan balik: Bappeda, Pemda
(7). Parameter DAS: luas, ukuran, lokasi DAS.
(3). Diagram Umpan Balik Pengendalian
Secara umum diagram umpan balik pengendalian dapat dilukiskan seperti Gambar 6. Diagram ini menggambarkan suatu sistem yang

21

tertutup dimana mekanisme umpan balik dapat bekerja dengan lancar.
Gangguan atau disturbansi (D(t)) dalam beberapa subsistem cukup besar
sehingga kalau ini terjadi maka fungsi pengendali tidak dapat bekerja
secara efektif.
3.5.3. Pemodelan Sistem DAS
Lima tahapan yang lazim ditempuh dalam pemodelan sistem
adalah: (i) mengisolasi komponen-komponen atau subsistem-subsistem
yang pokok, (ii) definisi peubah-peubah input ("causal variable"), (iii)
definisi peubah-peubah respons atau status ("response variables"), (iv)
definisi peubah-peubah output ("output variables"), lazimnya ini berkaitan langsung dengan peubah status, dan (v) menentukan struktur sistem,
bagaimana peubah-peubah berinteraksi menghasilkan proses.

22

.
U(t)
I(t)
FP

FT

O(t)

D(t)

Information lag

Gambar

3.6. Diagram Umpan
(Soemarno, 1991).

MI

Balik

Pengendalian

Sistem

DAS

I(t): Control-index, merupakan input sistem berupa kondisi yang menjadi
sasaran pengelolaan DAS:misalnya laju erosi tanah dan kandungan
sedimen air sungai.
FP: Fungsi pengendali, mengendalikan bekerjanya fungsi transfer (FT).
Fungsi pengendali ini menguasai teknologi, dana, dan otorita:
misalnya petani.
FT: Fungsi transfer, tugasnya mengubah input sistem menjadi output
sistem. Fungsi ini mempunyai struktur dan mekanisme spesifik yang
bisa mendukung fungsinya, misalnya lahan tegalan dengan tanaman
jagung.
U(t):Input sistem DAS: material, kapital, teknologi; misalnya hujan, pupuk,
benih, tenakerja.
D(t):Gangguan terhadap sistem, biasanya tidak dapat dikendalikan oleh
FP dan FT: misalnya gunung meletus
O(t):Output sistem aktual: hasil sedimen
MI : Menejemen informasi: Dinas Pengairan, Pengelola Waduk, BRLKT.

23

Sebagian dari informasi tentang komponen sistem, peubahpeubah sistem dan dtruktur sistem telah diuraikan dalam bagian
identifikasi sistem. Oleh karena itu tahap pemodelan ini biasanya diawali
dengan menyusun diagram alir yang menya takan rangkaian antara input
sistem, komponen sistem dan output (Gambar 7).
Berdasarkan diagram alir tersebut kemudian dilakukan penjabaran masing-masing komponen secara lebih mendetail. Misalnya model
usahatani yang dikhususkan untuk menentukan alternatif pola pergiliran
tanaman yang aman erosi dan layak ekonomi. Diagram alir deskriptif
model ini dapat dilukiskan seperti Gambar 9. Untuk mencapai tujuan
seperti yang dilukiskan dalam Gambar 8, maka dapat disusun strategi
bertahap sbb: (1). Penetapan batas toleransi erosi, (2). Evaluasi jenisjenis tanaman yang sesuai, (3). Analisis usahatani tanaman yang sesuai,
(4). Pendugaan kehilangan tanah potensial dan aktual , (5). Evaluasi
alternatif pola pergiliran tanaman (B/C-ratio dan faktor C), (6).
Menemukan alternatif pola pergiliran tanaman yang aman, (7).
Menemukan alternatif pola pergiliran tanaman yang layak.

24

Mulai
Komponen Bio-ekonomi:
Model-model usahatani
Model-model usahata-ternak

Persiapan dan input data:
Biofisik, sosek, sosbud,
demografis, dan lainnya

Model Alokasi/Optimasi
Sumberdaya air :
Model-model hidrologi
Model-model hujan

Output sistem DAS

Sumberdaya lahan:
Model-model kualitas lahan
Model-model produktivitas
Model-model degradasi

Selesai

Sumberdaya Manusia:
Model-model demografi
Model-model kependudukan + --Model-model dinamika sosial

Gambar 3.7. Diagram alir deskriptif sistem DAS (Soemarno, 1991)

3.5.4. Implementasi Komputer

25

Untuk menjabarkan model-model matematik tersebut di atas
menjadi model komputer maka diperlukan dua macam alat bantu, yaitu
block-diagram untuk mengarahkan algoritme perhitungan dan bahasa
pemrograman yang bersifat umum, seperti BASIC, FORTRAN, atau
PASCAL. Sebagai teladan ilustratif adalah perhitungan dugaan kehilangan tanah di suatu lokasi lahan tertentu dengan menggunakan model
Wischmeier dan Smith (1978). Block diagramnya dapat disajikan dalam
Gambar 3.10.

26

Tujuan: Pola tanam aman erosi
dan layak ekonomi
Jenis tanaman yang sesuai
secara agroekologi dan
sosial-budaya
Pola pergiliran tanaman di
lahan tegalan

B/C ratio

Evaluasi kelayakan
ekonomi

Pola pergiliran tanaman
yang aman erosi dan layak
ekonomi

Faktor Pengelolaan tanaman
(Faktor C)

¦

Evaluasi keamanan
erosi

Toleransi erosi

Gambar 3.8. Diagram alir deskriptif penentuan pola pergiliran tanaman
yang aman erosi dan layak ekonomi .

27

Data hujan, tanah, topo
grafi, tanaman, landuse

Evaluasi Erosivitas
Faktor R

Faktor K

Evaluasi erodibilitas
Kesesuaian lahan

Faktor LS

Pemetaan dan evaluasi satuan lereng

Tanaman yg
sesuai

Pendugaan erosi
Indeks bahaya erosi
RKLS,
IBE

Evaluasi neraca lengas lahan setahun

Evaluasi pola pergiliran tanaman

Faktor P

EVALUASI AGROTEKNOLOGI

Saran agroteknologi yg sesuai

Gambar 3.9. Diagram alir formulatif untuk menemukan agro teknologi
yang aman erosi dan layak ekonomi (Soemarno, 1991).

28

C

P

R

K

RKLSCP

LS

Gambar 3.10. Diagram kotak perhitungan dugaan kehilangan tanah di
suatu bidang lahan (Soemarno, 1991).

29

Berdasarkan digram di atas maka dapat disusun program
komputer (dalam bahasa BASIC) untuk mengevaluasi 10 macam bidang
lahan sbb:
10 REM ***** MULAI PROGRAM *****
20 DIM R(10),K(10),C(10),P(10),LS(10),A(10)
30 FOR I = 1 TO 10
40 READ R(I)
50 NEXT I
60 FOR I = 1 TO 10
70 READ C(I)
80 NEXT I
90 FOR I = 1 TO 10
100 READ P(I)
110 NEXT I
120 FOR I = 1 TO 10:READ K(I):NEXT I
130 FOR I = 1 TO 10:READ LS(I):NEXT I
140 '...................................... perhitungan
150 FOR I = 1 TO 10
160 A(I) = R(I)*K(I)*LS(I)*C(I)*P(I)
170 PRINT A(I)
180 NEXT I
190 '.................................... Data
200DATA 1200,1300,1100,2100,2200,800,750,800,1100,3200
210 DATA 0.2,0.12,0.32,0.43,0.4,0.6,0.3,0.21,0.4,0.3
220 DATA 0.2,0.3,0.15,0.21,0.23,0.21,0.2,0.18,0.24,0.25
230 DATA 0.23,0.2,0.22,0.24,0.25,0.3,0.21,0.22,0.24,0.18
240 DATA 0.5,0.4,0.3,0.2,0.8,0.4,0.3,0.2,0.3,0.4
250 END