Paper PERAN KOMUNIKASI TERPADU DALAM P

KOMUNIKASI TERPADU : PENENTU KEBERHASILAN INVESTASI SOSIAL
PADA SEKTOR HULU MIGAS1
Oleh: Alfred Menayang dan Halida Hatta– Praktisi Kehumasan/CSR Sektor Migas

Pendahuluan
Keberadaan industri ekstraktif, seperti sektor migas dan sektor tambang, sering
dilematis karena di satu pihak daerah memerlukan investasi untuk menunjang
percepatan pembangunan daerah, sementara di lain pihak pemerintah dan masyarakat di
daerah operasi perusahaan kuatir akan dampak lingkungan dan dampak sosial dari
industri.
Sektor hulu migas mempunyai peran yang sangat strategis, baik dari sisi pengelolaan
aset negara, maupun dari sisi penerimaan negara dan penerimaan daerah. Dalam
pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia, ditunjuk BPMIGAS
(Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas) untuk berkordinasi dengan perusahanperusahaan migas, mulai dari tahap eksplorasi sampai ke tahap produksi.
Agar Perusahaan yang mengoperasikan blok-blok migas dapat tumbuh secara
berkelanjutan, maka perlu dijaga keseimbangan antara kinerja ekonomi, kinerja
lingkungan dan kinerja sosial. Sebelum menjalankan operasinya, bahakan mulai dari
awal tahap eksplorasi, Perusahaan perlu mengusahakan social license to operate, yaitu
ijin sosial yang melengkapi ijin-ijin formal yang menjadi kewajiban Perusahaan.
1 Paper disampaikan dalam Seminar dan Konferensi Nasional Ilmu Komunikasi 2012, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, diselenggarakan di Serang, 3-4 Oktober 2012,

dengan tema “Kontribusi Ilmu Komunikasi Bagi Pembangunan Daerah” dan sub-tema “Komunikasi dan
Pemberdayaan Masyarakat”

Usaha tersebut dikenal dengan kegiatan investasi sosial, yang pada akhirnya diharapkan
menghasilkan modal sosial, yaitu berupa kepercayaan, penerimaan dan dukungan dari
masyarakat di sekitar daerah operasi Perusahaan.
Salah satu aspek penting dalam kegiatan investasi sosial tersebut adalah upaya
pemberdayaan masyarakat, yang perlu sejak awal dilakukan oleh Perusahaan secara
terencana baik, sehingga masyarakat di daerah operasi dapat tumbuh dan berkembang
sejalan dengan kemajuan Perusahaan di daerah mereka. Keberadaan Perusahaan dalam
pemberdayaan masyarakat ini bukan untuk menggantikan peran Pemerintah, tetapi
untuk melengkapi dan mendukung program-program pemberdayaan masyarakat yang
dicanangkan oleh Pemerintah.
Peran komunikasi yang dilakukan oleh Perusahaan dalam melakukan kegiatan-kegiatan
investasi sosial sangat krusial. Komunikasi memegang peranan penting dalam setiap
tahapan, mulai dari pemetaaan sosial, pembinaan relasi dengan para stakeholders,
sosialisasi keberadaaan dan kegiatan Perusahaan, penentuan program pemberdayaan
masyarakat, kerjasama dengan para mitra strategis dalam pelaksanaan program,
penggalangan partisipasi masyarakat, sampai pada pengembangan kapasitas dan
pendirian institisi agar program-program investasi sosial ini dapat berkelanjutan dan

berhasil membangun masyarakat yang mandiri.
Fokus pembahasan paper ini adalah peran komunikasi terpadu dalam investasi sosial
pada sektor hulu migas di Indonesia. Sebelumnya dibahas tentang industri hulu migas di
Indonesia, tanggung jawab sosial korporasi, pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat. Dari rasionalisasi investasi sosial serta berbagai pengalaman penulis, dapat
diidentifikasi berbagai peran akademisi komunikasi dalam sektor hulu migas.

Industri Hulu Migas di Indonesia
Sampai saat ini, minyak dan gas bumi masih merupakan sumber energi utama dan
kontributor penting untuk ekonomi Indonesia, walaupun kontribusi minyak dan gas
bumi turun dari 21.65% pendapatan negara pada tahun 2008 menjadi hanya 13.4% pada
tahun 2011, menurut data Kementerian Keuangan. Indonesia masih sangat tergantung
dari hidrokarbon untuk memenuhi kebutuhan energi primernya, yaitu sebesar 95.6%
dari total pada tahun 2010, menurut statistik dari Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral. Dari prosentase tersebut, minyak bumi yang paling atas sebesar 43.9%, diikuti
oleh batubara 30.7%, kemudian gas sebesar 21%. Sisanya berasal dari sumber-sumber
daya energi dan energi terbarukan baru sebesar 4.4% (Oxford, 2012: 113).
Sejarah pengeboran minyak di dunia dimulai oleh Kolonel Edwin L Drake dan William
Smith di Pennsylvania, Amerika Serika, pada tahun 1859. Hanya 12 tahun berselang,
yaitu pada tahun 1871, dilakukan pengeboran minyak pertama di Indonesia oleh J.

Reerink, orang kebangsaan Belanda yang menemukan kandungan minyak di daerah
Majalengka, di lereng Gunung Ciremai. Jadi pengusahaan minyak dan gas bumi di
Indonesia tergolong cukup tua di dunia.
Di Indonesia, perusahaan yang memegang izin untuk mengelola suatu blok minyak dan
gas bumi dikenal sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), sedangkan badan
pemerintah yang ditugaskan untuk berkordinasi dengan KKKS dalam mengelola
kegiatan hulu migas adalah BPMIGAS (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dan Gas).
KKKS mempunyai misi utama untuk mencari sumber-sumber migas dan memproduksi
minyak dan gas bumi. Dalam menjalankan misinya tersebut, KKKS harus menjalankan

rangkaian kegiatan, yaitu: (1) mendapat izin pemerintah untuk mengelola blok migas –
disebut juga kegiatan akuisisi; (2) mencari kandungan migas – disebut juga kegiatan
eksplorasi; (3) mengevaluasi data cadangan migas dan menghitung nilai
keekonomiannya; (4) mempersiapkan fasilitas untuk pengembangan proyek migas; dan
akhirnya (5) memproduksi dan memasarkan produk migas.
Dalam industri migas, kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi dibagi dalam dua
kategori, yaitu kegiatan hulu migas (upstream) dan kegiatan hilir migas (downstream).
Kegiatan hulu migas mencakup kegiatan eksplorasi dan produksi migas, sedangkan
kegiatan hilir migas mencakup kegiatan pengilangan, distribusi dan pemasaran produkproduk migas.

Dari rangkaian kegiatan KKKS, ada beberapa yang bersinggungan dengan pemerintah
daerah dan masyarakat di daerah operasi, antara lain: kegiatan eksplorasi – yang
mencakup kegiatan seismik dan pemboran sumur-sumur ekspoloasi; kegiatan
pembangunan berbagai fasilitas produksi – mulai dari kepala sumur, jaringan pipa
produksi, stasiun penugumpul sampai ke tangki pengapalan; kegiatan pemboran
produksi; dan kegiatan operasional.
Secara umum, KKKS mendapatkan masa kontrak kerja sama selama 30 tahun, yang
terdiri dari 10 tahun untuk eksplorasi dan 20 tahun untuk eksploitasi atau produksi.
Masa kontrak ini dapat diperpanjang pemerintah dengan mempertimbangkan kinerja
dari KKKS dalam menjalankan misinya sesuai dengan target-target yang diberikan
Pemerintah.
Karakteristik industri hulu migas adalah high risk, high technology tetapi juga high risk.

Tanggung Jawab Sosial Korporasi
Banyak definisi dan konsep yang mencoba menjelaskan apakah Tanggung jawab sosial
korporasi (Corporate social responsiblity/CSR) itu. The World Business Council fo
Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai komitmen bisnis
untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para
karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, komunitas-komunitas setempat serta
masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

(Zainal, 2006: 27).
Marsden (2001) mendefinisikan CSR sebagai suatu perilaku inti dari perusahaan dan
tanggung jawab atas dampak menyeluruh terhadap masyarakat di daerah operasi
mereka. CSR bukan suatu opsi atau tambahan, dan bukan juga aksi filantropis.
Perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial menjalankan bisnis mereka yang
menguntungkan dengan mempertimbangkan semua dampak lingkungan, sosial dan
ekonomi yang positif dan negatif terhadap masyarakat.
Tanggung jawab sosial korporasi (Corporate social responsiblity/CSR) ssemakin sering
dijadikan sebagai salah satu acuan untuk menentukan kinerja Perusahaan. Perusahaan
tidak lagi hanya semata-mata dinilai dari kinerja ekonominya, tetapi juga dari kinerja
lingkungan dan kinerja sosialnya. Pihak manajemen perusahaan sering menghadapi
kesulitan dalam mengembangkan program-program sosialnya karena adanya berbagai
kepentingan dan prioritas yang bertentangan, sehingga timbul berbagai keterbatasan
maupun tekanan dalam melaksanakan program sosial tersebut, baik dari yang eksternal
maupun internal.

Seiring dengan kemajuan dan pertumbuhan sebuah perusahaan, timbul harapan dari
pemerintah dan masyarakat setempat yang semakin besar, bahkan terjadi tuntutan yang
semakin tinggi dari pihak luar agar Perusahaan jangan sampai mengabaikan kinerja
sosialnya. Dengan meningkatnya kinerja ekonomi perusahaan, semakin banyak sorotan

melalui media massa, para pengamat, lembaga swadaya masyarakat, maupun wakilwakil rakyat mengenai kinerja sosial dalam bentuk tanggung jawab sosial yang
dilakukan oleh Perusahaan. Setelah melakukan investasi yang besar, tujuan Perusahaan
tidak hanya keuntungan (profitability) dan pertumbuhan (growth), tetapi juga
keberlangsungan usaha (sustainability). Sorotan negatif pada kinerja sosial perusahaan
akan berdampak besar terhadap keberlangsungan usaha Perusahaan.
Para investor, lending institution, mapun host government semakin mempertimbangkan
kinerja sosial Perusahaan, bukan hanya kinerja ekonominya, dalam pengambilan
keputusan mereka yang mempengaruhi keberlangsungan usaha dan eksistensi
Perusahaan. Terdapat banyak alasan mengapa para investor, lending institution, dan host
government perlu mengetahui sejauh mana sebuah Perusahaan bertanggung jawab
secara sosial (socially responsible) dan berposisi politik yang tepat (politically correct).
Tanggung jawab sosial mencakup banyak sekali aspek yang erat hubungannya dengan
etika manajemen Perusahaan, antara lain berupa: pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat, pelestarian alam, pendidikan, kesehatan masyarakat, perlakuan terhadap
para pegawainya serta kesehatan dan keselamatan para pekerja.

Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
Secara umum pengembangan masyarakat (community development) adalah kegiatan
pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan
untuk memperbesar akses dan kapasitas masyarakat guna mencapai kondisi sosial,

ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan
pembangunan sebelumnya (Budimanta, Prasetijo, & Rudito, 2008: 125).
Inisiatif dari suatu program pengembangan masyarakat biasanya merupakan
konvergensi dari dua inisiatif, yaitu: (1) dari pihak luar misalnya pemerintah, tim ahli,
atau pihak swasta; dan (2) dari masyarakat sendiri yang diwakili oleh pemuka
masyarakat, atau kelompok masyarakat. Selain itu selalu ada sistem dan administratif
yang berlaku yang akan mempengaruihi proyek pengembangan masyarakat ini.
Program-program yang dirancang ini biasanya berkenaan dengan suatu komunitas lokal,
karena masyarakat yang hidup bersama dalam suatu komunitas cenderung mempunyai
minat dan keinginan yang sama. Beberapa dari keinginan ini dinyatakan melalui suatu
kelompok fungsional, yang kadang-kadang mempunyai keinginan yang belum tentu
sama dengan apa yang ditentukan oleh komunitas lokal.
Proses pengembangan masyarakat yang seringkali kompleks ini dimungkinkan oleh dua
buah unsur yang mendasar, yaitu:(1) partisipasi masyarakat itu sendiri dalam upaya
meningkatkan taraf hidup mereka, dengan prinsip kemandirian dan atas dasar inisiatif
masyrakata sendiri, dan(2) bantuan teknis dan jasa-jasa lainnya yang mendorong
inisiatif, kemandirian dan gotong-royong, serta mendorong agar hal-hal ini berjalan
lebih efektif. Hal ini direalisasikan dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat

(community empowerment program) yang dirancang untuk mencapai perbaikan yang

spesifik dalam ruang lingkup yang luas.
Arif Budimanta dan kawan-kawan [ CITATION Bud08 \l 1057 ] mengembangkan suatu
teori untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam suatu proses pemberdayaan
(empowerment) yaitu dari tingkat paling rendah sampai tingkat paling tinggi sebagai
berikut: (a) partisipasi pasif – tingkat partisipasi yang tidak menuntut repons partisipan
untuk terlibat banyak; (b) partisipasi dalam memberikan respons, masyarakat
memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan, tetapi mereka tidak mempunyai
pengaruh atau kesempatan untuk mempengaruhi keadaan; (c) partisipasi dengan
konsultasi- masyarakat diberikan konsultasi dan didampingi sehingga pandanganpandangan mereka diperhitungkan namun tetap tidak dilibatkan dalam pengambilan
keputusan; (d) partisipasi dengan materi atau insentif, masyarakat terlibat dalam suatu
kegiatan karena insentif yang diberikan atau manipulasi, dalam hal ini tokoh masyarakat
yang dipakai mewakili telah dimanfaatkan oleh perusahaan, padahal masyarakat belum
terlibat, hanya ada pengumpulan tanda tangan seolah sudah dilibatkan semua; (e)
partisipasi fungsional, partisipasi yang tertampilkan dalam kelompok dengan tujuan
yang sama sehingga keputusan bersama dapat diambil; (f) partispasi yang interaktif,
partisipasi aktif anggota masyarakat lokal dalam memberikan informasi, perencanaan,
implementasi dan monitoring; dan (g) mobilisasi diri, sebuah benuk partisipasi diri yang
berlaku secara independen dan mandiri sehingga semuanya dapat dikontrol bersama dan
persoalan-persoalan dapat dipecahkan secara bersama di antara anggota masyarakat
sendiri.


Investasi Sosial Perusahaan
Investasi sosial (social investment) adalah perspektif berbeda dari CSR (corporate
social responsibility) yang terjemahannya adalah “tanggung jawab sosial perusahaan”.
Seperti halnya investasi modal yang mengharapkan return on investment berupa profit,
investasi sosial juga mengharapkan return on investment berupa penerimaan dan
kepercayaan (trust & acceptance) dari masyarakat dimana Perusahaan beroperasi, yang
pada prinsipnya sama dengan ijin sosial (social license) untuk operasi Perusahaan,
melengkapi semua perijinan formal yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang
berwenang. Program-program investasi sosial yang paling efektif adalah yang
berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (community empowerment), peningkatan
pendapatan (income generation), pembangunan kapasitas (capacity building) dan
pembangunan institusi (institutional building). Perusahaan yang melakukan investasi
sosial dan bisnis intinya di sektor lain, misalnya sektor hulu migas, biasanya
menggandeng mitra-mitra strategis untuk melakukan program investasi sosial, termasuk
wirausahawan sosial.

Keterlibatan Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat
Investasi sosial yang dibahas sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan tanggung jawab
sosial (corporate social responsibility). Pengembangan masyarakat (community

development) adalah bentuk nyata dari tanggung jawab sosial perusahaan, dimana salah
satu bentuk pengembangan masyarakat adalah melalui program-program pemberdayaan
masyarakat (community empowerment). Keberadaan dan kegiatan operasi perusahaan di
suatu daerah harus memperhatikan keadaan sosial budaya di sekitarnya. Kondisi

globalisasi, euforia otonomi daerah serta kemajuan teknologi informasi telekomunikasi
saat ini telah mendorong dinamika dan pergerakan sosial budaya masyarakat yang
sangat cepat dan bervariasi antar waktu dan ruang, karena anggota masyarakat semakin
terbuka askes untuk memperoleh informasi dari berbagai media massa, terutama media
elektronik dan internet. Berbagai isu dapat dengan cepat dan dengan mudah menyebar
di kalangan masyarakat, karena semakin banyak yang mempunyai handphone untuk
berkomunikasi. Hal ini dapat mempengaruhi bahkan menghambat jalannya operasi
perusahaan, seperti munculnya kesenjangan sosial akibat pola hidup dan pendapatan
yang sangat jauh berbeda antara berbagai komunitas: korporat, pendatang dan lokal.
Masyarakat sekitar daerah operasi merupakan salah satu pemangku kepentingan
(stakeholder) perusahaan yang penting, apabila mereka merasa dilibatkan dalam
pembangunan dan kegiatan yang dilakukan perusahaan, maka terjadilah kemitraan
antara perusahaan dengan masyarakat yang akan berpengaruh positif pada operasi
perusahaan yang berkelanjutan dan tumbuh bersama masyarakat sekitar (Budimanta,
Prasetijo, & Rudito, 2008: 118-119). Perlu dikembangkan suatu program yang berbasis

pada masyarakat untuk menciptakan kemandirian komunitas lokal untuk menata sosial
ekonomi mereka sendiri, dalam konteks perusahaan berpartisipasi maka kegiatan ini
dikenal dengan program pemberdayaan masyarakat.
Karlheinz Spitz dan kawan-kawan (Sptiz, Bastaman, & Trudinger, 2010:13)
memperkenalkan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)
yang harus didukung oleh tiga sistem yang saling mendukung yaitu: sistem sosial,
sistem ekonomi dan sistem lingkungan hidup. Menggunakan konsep ini tidak ada satu
sistem yang difokuskan dalam pembangunan yang berkelanjutan, tetapi harus ketiganya

berkelanjutan. Hanya berusaha mencapai satu sistem saja untuk berkelanjutan, misalnya
sistem ekonomi, tetapi mengabaikan keberlanjutan sistem sosial dan sistem lingkungan
hidup, tidak akan cukup. Walaupun ketiga sistem ini harus diperhatikan dengan seksama
secara terpisah tapi satu sama lain saling berkaitan. Gagasan sustainable development
diperkenalkan oleh World Commission on Environment and Development (WCED)
pada tahun 1987 dengan definisi sebagai berikut: ‘meeting the needs of the present
without compromising the ability of future generations to meet their own needs’.
Pertanian yang berkelanjutan, misalnya, adalah sistem budi daya pertanian yang dapat
dilanjutkan terus tanpa terjadinya kerusakan sistem untuk memenuhi kebutuhan sandang
pangan saat ini dan untuk generasi mendatang (Sptiz, Bastaman, & Trudinger, 2010:12)

Ijin Sosial diperlukan pada Sektor Hulu Migas
Seperti halnya industri lain, maka tujuan utama dari usaha hulu migas adalah
pertumbuhan dan operasi berkelanjutan serta mendatangkan keuntungan bagi para
pemegang saham Perusahaan. Hal ini dapat tercapai apabila berbagai proyek
Perusahaan dapat diselesaikan tepat waktu sesuai dengananggaran yang direncanakan.
Selain memerlukan berbagai perijinan formal dari berbagai instansi yang berwenang,
proyek-proyek pada sektor hulu migas juga memerlukan ijin sosial dari masyarakat agar
kegiatan pembangunan dan operasi proyek dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana.
Ijin sosial (social license to build and operate) adalah berupa kepercayaan, penerimaan
dan dukungan dari masyarakat terhadap proyek Perusahaan, yang merupakan
pengembalian dari investasi sosial yang dilakukan oleh Perusahaan. Hal mendasar ini
identik dengan investasi keuangan yang dilakukan dengan mengharapkan

tingkatpengembalian investasi sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu dari
Paper ini. Juga telah dibahas tentang perlunya Perusahaan mempertahankan
keseimbangan antara kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosialnya.
Terdapat empat elemen penunjang yang harus dilakukan oleh Perusahaan secara terpadu
dalam rangka memperoleh ijin sosial terserbut dimana semuanya memerlukan
kompetensi komunikasi yang handal serta harus dilakukan secara terpadu, yaitu:





Pembinaan hubungan baik dengan masyarakat
Penanganan dan penyelesaian isu-isu sosial dalam masyarakat
Pelaksanaan program investasi sosial
Pengembangan citra korporasi dan menjagareputasi proyek

Pembinaan hubungan baik dengan masyarakat
Keberadaan perusahaan migas dengan proyek-proyek yang akan dilakukan pada suatu
daerah akan mendapat dukungan dari masyarakat apabila terjalin hubungan yang baik
antara Perusahaan dengan masyarakat sekitar.
Penulis mempunyai pengalaman di tiga perusahaan migas yang beroperasi di tiga
daerah yang berbeda dan dengan tahapan operasi yang berbeda pula. Pertama,
pengalaman pada perusahaan migas yang sudah lama beroperasi dan memproduksi
minyak bumi di propinsi Riau. Kedua, pengalaman pada perusahaan migas yang
melakukan usaha eksplorasi dan persiapan produksi di propinsi Sumatera Utara dan di
propinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD). Ketiga, pengalaman pada perusahaan migas
yang sudah melakukan eksplorasi dengan sukses tapi masih dalam tahap pengembangan
lapangan gas lepas pantai di Propinsi Maluku.

Walaupun berbeda tahapan operasi, berbeda daerah operasi, bahkan berbeda asal
Perusahaan induk, namun dalam membina relasi dengan masyarakat dilakukan langkahlangkah yang relatif sama. Pertama, dilakukan pemetaan dan analisa para pemangku
kepentingan di daerah operasi (stakeholders mapping and analysis), yang biasanya
bersamaan dengan kegiatan perjumpaan dengan pada pemangku kepentingan
(stakeholders engagement). Dalam hal ini peribahasa “tak kenal maka tak sayang”
sangat berlaku, karena tanpa perjumpaan langsung dengan para pemangku kepentingan
(stakeholder), tanpa diskusi mendalam tentang berbagai isu, dan tanpa keterbukaan serta
pengenalan yang mendalam, akan banyak terjadi ketidakpahaman bahkan
kesalahpahaman antara Perusahaan dengan para stakeholder yang dapat menghambat
usaha memperoleh ijin sosial dari masyarakat.
Penulis baru saja kembali dari Ambon pada minggu ketiga bulan September 2012 dalam
rangka membangun dan membina hubungan baik antara Perusahaan dengan berbagai
stakeholder di Ambon, yang merupakan ibukota Propinsi Maluku, dimana terdapat
wilayah kerja dimana Perusahaan beroperasi. Salah satu yang secara proaktif Penulis
temui di Ambon adalah seorang pengacara yang juga merupakan pemimpin redaksi
sebuah media lokal di Maluku, dimana selama ini sudah terjalin komunikasi melalui
sms dan telefon tapi belum pernah bertatap muka dan berdiskusi mendalam. Ternyata
setelah bertemu langsung dan berbincang tentang berbagai isu, banyak hal positif yang
penulis dapatkan dari stakeholder yang ditemui langsung, dan sebaliknya dia juga
banyak mendapat klarifikasi atas berbagai isu yang berhubungan dengan Perusahaan.
Selain itu, dari perjumpaan tersebut, penulis dapat memperkaya dan meng-update
pemetaan stakeholderyang sudah ada, untuk selanjutnya membuat program-program
untuk meningkatkan hubungan dengan masyarakat (Community relations programs).

Penanganan dan penyelesaian isu-isu sosial dalam masyarakat
Hasil pemetaan dan analisa pemangku kepentingan merupakan referensi yang sangat
berguna untuk dipakai Perusahaan apabila berhadapan dengan isu-isu bahkan konflikkonflik yang berhubungan dengan aspirasi masyarakat terhadap keberadaaan
Perusahaan di daerah mereka. Selain itu, Perusahaan melalui para pegawainya yang
ditugaskan di lini depan dan berhadapan dengan masyarakat, harus mengembangkan
pengetahuan mereka akan aspek-aspek sosial budaya dari masyarakat sekitar daerah
operasi. Dari berbagai pengalaman penulis menyimpulkan bahwa Perusahaan sebaiknya
tidak bergantung sepenuhnya kepada penelitian sosial yang dilakukan oleh pihak ketiga,
tetapi selalu berupaya mendapatkan informasi dari tangan pertama, bahkan dari
pengamatan Perusahaan sendiri. Apabila penelitian sosial dilakukan oleh pihak ketiga dimana biasanya dilakukan secara incognito - maka dikuatirkan akan banyak hal yang
terlewatkan padahal penting bagi keamanan dan keberlangsungan operasi Perusahaan.
Penelitian sosial yang dilakukan oleh berbagai konsultan kesimpulannya hanya valid
pada periode penelitian yang sangat terbatas, biasanya para peneliti hanya 2-4 minggu
di lapangan, kemudian melanjutkan dengan analisis dan pembuatan laporan. Oleh sebab
itu untuk dapat mengantisipasi serta tanggap dalam menangani dan menyelasaikan
berbagai isu sosial dalam masyarakat, maka Perusahaan juga perlu melakukan kajian
peringatan atau pendeteksian dini (early warning/detection system) terhadap isu-isu
sosial yang berpotensi untuk membesar menjadi konflik antara Perusahaan dengan
masyarakat.

Penulis dalam melakukan tugas sebagai humas Perusahaan yang beroperasi di NAD,
tepatnya di daerah Peureulak, pernah menghadapi konflik yang serius, yaitu ancaman
terhadap keamanan para personil dan fasilitas Perusahaan di lapangan, dari para anggota
KPA (mantan GAM) yang merasa tidak puas atas keputusan tender yang diambil oleh
Perusahaan. Suasana di lapangan sudah tidak kondusif untuk melanjutkan operasi
Perusaaan, sehingga manajemen Perusahaan memutuskan untuk menarik semua
personil dari lapangan dan menutup untuk sementara kegiatan operasional di Peureulak.
Syukurlah, kondisi yang tidak menguntungkan semua pihak tidak berlanjut, dengan
melakukan pendekatan dan komunikasi untuk resolusi konflik, akhirnya sekitar sebulan
setelah insiden tersebut Perusahaan mengadakan acara “tepung tawar” yang merupakan
suatu simbol masyarakat Aceh bahwa telah terjadi perdamaian dan pengertian antara
pihak-pihak yang bertikai atau berselisih paham. Selain penanganan konflik,
komunikasi yang dilakukan Perusahaan dapat berguna untuk penanganan isu-isu yang
berkembang di masyarakat.
Pengalaman penulis membuktikan bahwa apabila Perusahaan secara intens melakukan
komunikasi dengan masyarakat, terutama dalam format townhall meeting (rapat terbuka
di balai desa misalnya), maka akan banyak meredam isu-isu negatif yang dapat
merugikan keberadaan dan operasi Perusahaan. Namun, apabila Perusahaan memilih
untuk bersikap tertutup dan menjaga jarak dengan masyarakat, maka semakin besar
peluang untuk berkembangnya isu-isu negatif tentang keberadaan Perusahaan di
masyarakat. Akhirnya karena tidak pernah di-monitor, diketahui apalagi dibantah
Perusahaan, maka isu-isu tersebut diterima sebagai sebuah kebenaran oleh masyarakat.
Apa yang ditulis oleh seorang penulis politik Amerika, J.B. Williams tepat sekali
menggambarkan kondisi tadi, yaitu “When opinion is accepted as fact, perception soon

becomes reality, at least for those who share these opinions and cling to the resulting
perceptions”. Jadi adalah suatu keharusan bagi Perusahaan untuk terus melakukan
komunikasi menjelaskan dan mengklarifikasikan berbagai isu-isu sosial yang
berkembang di masyarakat, jangan sampai opini negatif tentang Perusahaan diterima
oleh masyarakat sebagai fakta, dan persepsi masyarakat jangan dibiarkan menjadi
realitas.

Pelaksanaan Program Investasi Sosial
Komunikasi dan relasi yang dilakukan antara Perusahaan dengan masyarakat sebaik
apapun tetap akan menyisakan harapan dari masyarakat terhadap keberadaan
Perusahaan di daerah mereka, yaitu bahwa Perusahaan diharapkan melakukan sesuatu
untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat. Program-program investasi sosial
merupakan tindakan proaktif dari perusahaan dalam rangka memperoleh ijin sosial,
yaitu berupa kepercayaan, penerimaan dan dukungan masyarakat sekitar. Program
investasi sosial berorientasi pada pembangunan kapasitas (capacity building),
peningkatan pendapatan (income generation), dan pemberdayaan masyarakat
(community empowerment).
Perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor hulu migas biasanya mempunyai
prinsip-prinsip utama (core principles) yang hampir sama dalam melakukan program
sosial mereka, antara lain: program yang dilakukan Perusahaan bukan untuk
menggantikan tetapi untuk melengkapi dan mendukung program Pemerintah; pemilihan
dan pelaksanaan program bersifat apolitis, netral serta tidak berpihak pada parpol atau
ormas manapun; bukan berupa bantuan dana tunai, tetapi berupa bantuan in-kind,

fasilitasi, penyuluhan, pendampingan, edukasi; serta mengikuti pedoman tata kerja dari
BPMIGAS dan dari Perusahaan.
Sebelum suatu program investasi sosial dilakukan, Perusahaan melakukan survey
pendahuluan untuk mendapatkan pengetahuan tentang kebutuhan dan potensi
masyarakat. Selanjutnya, Perusahaan juga perlu berkordinasi dengan pemerintah
setempat sehingga dapat melakukan sinkronisasi program Perusahaan dengan program
Pemerintah untuk pengembangan masyarakat.
Beberapa pengalaman penulis dalam hal ini, antara lain: bersama Universitas setempat
melakukan survey identifikasi usaha budidaya rumput laut, yang dipertajam dengan
Focus Group Discussion dan Lokakarya untuk merumuskan pelatihan-pelatihan yang
diperlukan untuk pemberdayaan para petani rumput laut di suatu daerah pantai pesisir di
Kepulauan Tanimbar. Contoh lain, sebelum melakukan penyuluhan pertanian organik,
Perusahaan melalui konsultan yang ahli dalam pertanian organik terlebih dahulu
mengadakan survey pendahuluan serta mendapatkan fakta-fakta dan referensi dari para
petani. Tanpa melakukan penelitian awal tentang kebutuhan masyarakat, maka program
sosial yang dilakukan oleh Perusahaan akan tidak optimal bahkan bisa salah alamat.
Contohnya, tanpa survey pendahuluan sebuah Perusahaan sempat membangun fasilitas
MCK di daerah pedalaman, tapi setelah bangunan MCK jadi malah oleh masyarakat
dimodifikasi menjadi semacam kandang bagi ternak perliharaan mereka. Biaya sudah
keluar tetapi ternyata penggunaan tidak sesuai dengan maksud fasilitas itu dibangun,
karena tidak meneliti terlebih dahulu apa sebenarnya kebutuhan masyarakat di daerah
operasi Perusahaan.

Pengembangan Citra Korporasi dan MenjagaReputasi Proyek
Agar masyarakat dapat mengenal Perusahaan dan rencana-rencana kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi sumber daya migas di daerah mereka, maka peran komunikasi sangat
penting dalam pengembangan citra positif Perusahaan maupun untuk menjaga reputasi
Proyek yang dilaksanakan oleh Perusahaan.
Pengalaman penulis, sebelum melakukan kampanye citra korporasi (corporate image
campaign), Perusahaan terlebih dahulu melakukan survey atau audit persepsi, antara
lain tentang: sejauh mana masyarakat mengenal keberadaan Perusahaan; apa persepsi
mereka tentang Perusahaan dan tentang Proyek yang akan atau sedang dilakukan di
daerah mereka; apa saja harapan-harapan masyarakat serta apa saja kekuatirankekuatiran mereka dengan hadirnya Perusahaan di daerah mereka. Survey ini dilakukan
Perusahaan melalui jasa para konsultan komunikasi.
Dari hasil survey tersebut, selain melakukan usaha publikasi melalui media massa,
Perusahaan juga melakukan usaha pendekatan dengan berbagai stakeholder khusus,
seperti media massa, perguruan tinggi, lembaga penelitian, lembaga swadaya
masyarakat (NGO dan NPO), tokoh-tokoh masyarakat. Komunikasi dan relasi dengan
kelompok stakeholder ini merupakan hal strategis yang perlu dilakukan oleh Perusahaan
guna membangun modal sosialnya.
Pada kunjungan ke Ambon di minggu ketiga bulan September 2012 yang lalu, penulis
berkesempatan untuk mengunjungi dua harian lokal yang terkemuka di Maluku, yaitu
Ambon Ekspres dan Siwalima. Melalui perjumpaan dan diskusi dengan pemimpin
redaksi, redaksi pelaksana, kordinator liputan serta para redaksi lainnya, penulis melihat
masih banyak hal yang perlu dikomunikasikan secara teratur dan dua arah, sehingga

Perusahaan dapat lebih mengenal lingkungan usahanya, serta sebaliknya para redaksi
dan wartawan dapat lebih mengenal Perusahaan dan rencana-rencana kegiatannya
sehingga dapat meliput secara lebih objektif dan uptodate.

Kontribusi Ilmu dan Akademisi Komunikasi
Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa diperlukan komunikasi yang intens dan terpadu
agar Perusahaan dapat membangun modal sosialnya, yaitu kepercayaan, penerimaan
dan dukungan dari masyarakat sekitar. Walaupun komunikasi terpadu merupakan faktor
penentu keberhasilan investasi sosial pada sektor hulu migas, namun sampai saat ini
penelitian-penelitian komunikasi belum banyak dilakukan untuk meningkatkan
efektifitas kegiatan investasi sosial Perusahaan.
Ilmu komunikasi yang diterapkan oleh para akademisi komunikasi dapat memberikan
kontribusi bagi kegiatan investasi sosial yang dilakukan oleh Perusahaan-Perusahaan di
sektor hulu migas, yang pada akhirnya juga mendukung pembangunan daerah. Secara
khusus, pedoman tata kerja yang diterapkan pada sektor hulu migas untuk pengadaan
konsultan memberikan keleluasaan lebih besar pada perguruan tinggi melalui
mekanisme swakelola. Hal ini memungkinkan lembaga-lembaga perguruan tinggi
memberikan kontribusi nyata melalui kemitraan mereka dengan Perusahaan-Perusahaan
di sektor hulu migas, yang diawasi dan dikendalikan oleh BPMIGAS.
Beberapa peluang yang dapat dilakukan oleh institusi dan akademisi komunikasi dalam
menerapkan komunikasi terpadu pada investasi sosial sektor hulu migas, antara lain:





















stakeholders mapping and analysis
perception audit
corporate image campaign
internal communication audit
sosialisasi proyek
komunikasi resolusi konflik
komunikasi sosial dan pembangunan
media monitoring and analysis
media placement: publication & publicity
media relations
media skill training
in-house magazine
promotion and publication materials
logo / identity manual
standar, prosedur, dan petunjuk
partisipasi masyarakat dalam program sosial
hubungan kelembagaan
program-program spesialuntukmasyarakat
exhibitions and seminars

Daftar di atas dapat bertambah panjang tergantung dari kebutuhan Perusahaan serta
kreatifitas para akademisi komunikasi untuk menyadarkan dan mengoptimalkan peran
komunikasi terpadu dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program-program
investasi sosial Perusahaan yang bergerak di sektor hulu migas.
Lebih banyak proyek-proyek di sektor hulu migas di Indonesia yang terkendala karena
aspek non teknis ketimbang karena faktor teknis. Berbagai masalah harus dihadapi oleh
Perusahaan-Perusahaan migas di daerah operasi mereka, terutama yang berhubungan
dengan aspirasi dan harapan masyarakat dan pemerintah daerah akan keterlibatan
mereka dalam proyek Perusahaan, baik itu kesempatan kerja maupun peluang bisnis.
Kehadiran Perusahaan diharapkan memberi nilai tambah bagi kesejahteraan mereka.

Beberapa Kesimpulan


Tingkat keberhasilan program investasi sosial yang dilakukan oleh Perusahaan di
sektor hulu migas sangat dipengaruhi oleh efektifitas komunikasi terpadu, dalam

menjalankan: Pembinaan hubungan baik dengan masyarakat; Penanganan dan
penyelesaian isu-isu sosial dalam masyarakat; Pelaksanaan program investasi sosial;


dan Pengembangan citra korporasi dan menjaga reputasi proyek.
Peluang akademisi komunikasi, lembaga-lembaga penelitian komunikasi serta para
alumni bidang studi ilmu komunikasi terbuka lebar dalam berbagai peran untuk
memberikan kontribusi bagi keberlangsungan operasi Perusahaan-Perusahaan
migas, yang memerlukan kepercayaan, penerimaan dan dukungan masyarakat



(trust, acceptance, support = social capital) terhadap proyek-proyek mereka.
Industri hulu migas mempunyai karakteristik padat modal, padat teknologi dan juga
beresiko tinggi, sehingga Perusahaan-Perusahaan yang ingin dan sedang melakukan
investasi di sektor hulu migas, perlu untuk melakukan perjumpaan dan komunikasi
dengan para pemangku kepentingan (stakeholders engagement) dan melakukan
program-program investasi sosial (social investment programs).

Daftar Pustaka


Budimanta, A., Prasetijo, A., & Rudito, B. (2008). Corporate Social Responsibility
– Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini. Jakarta: Indonesia
Center for Sustainable Development (ICSD).



Zainal, Rabin Ibnu (2006). Best Practices: Corporate Social Responsibility. Sebuah
pengalaman membangun multistakeholder engagement bagi penerapan CSR di
Kabupaten MUBA, Sumatera Selatan. Palembang: Badan Penerbit Fakultas



Ekonomi Unsri.
Spitz, K., Bastaman, S., & Trudinger, J. (2010). Investment, Communities, and



Development - Doing Business in Asia, Volume 03 December 2010. Jakarta: ENV.
Oxford Business Group (2012). The Report: Indonesia 2012.



www.oxfordbusinessgroup.com/country/Indonesia
Buku Edukasi Kegiatan Hulu Migas, INPEX Corporation (2012).