PENGARUH PENINGKATAN MOBILITAS MANUSIA B
PENGARUH PENINGKATAN MOBILITAS MANUSIA, BARANG, DAN JASA
TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT
DAN UPAYA ANTISIPASINYA
Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan (FKH 300)
OLEH:
KELOMPOK 4
Hana Shabrina
Mentari Lentera A
Pradifta Ramdani
Rindy Fazni Nengsih
Alif Rahman
B04120167
B04120178
B04120185
B04120190
B04120220
FAKULTAS KEDOTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
(
(
(
(
(
)
)
)
)
)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengaruh positif yang disebabkan dari berkembangnya teknologi di
segala bidang transportasi, menjadikan manusia dapat dengan mudah
berpindah lokasi dengan cepat. Namun di sisi lain penyebaran dari penyakit
juga semakin mudah dan cepat. Hal ini disebabkan karena manusia termasuk
agen ataupun veKtor dari suatu penyakit. Penyebaran penyakit tidak hanya
disebabkan oleh manusia yang sebagai agen ataupun vektor dari suatu
penyakit saja, melainkan barang yang dibawa oleh manusia tersebut karena
kita tidak dapat menjamin lingkungan sekitar dalam kondisi bebas
mikroorganisme pathogen.
Berbicara tentang mobilitas, dalam dunia peternakan dan perdagangan
pun terjadi proses mobilitas. Hewan dan barang yang dikirim ataupun
diterima, tidak bisa kita simpulkan bebas dari mikroorganisme pathogen yang
dapat menginfeksi atau menyeran kita. Apabila daya imunitas kita sedang
tidak baik, mikroorganisme pathogen tersebut akan menginfeksi tubuh dan
selanjutnya kita akan sakit.
Dalam proses jasa pengiriman hewan dan barang, tidak jarang
ditemukan bahwa setelah hewan dan barang tersebut sampai di tujuan,
kondisi hewan telah mati atau kondisi barang telah rusak. Hal yang seperti
ini juga berpeluang menjadi agen maupun vector penyakit. Untuk itu,
pengetahuan mengenai pengaruh terhadap monilitas manusia, barang, dan
jasa terhadap penyebaran suatu penyakit sangat dibutuhkan agar dapat
diantisipasi sehingga penyakit tersebut tidak menjadi ancaman lingkungan
sekitar.
1.2 Tujuan
Pembuatan
makalah
ini
bertujuan
untuk
memberikan
informasi
mengenai beberapa pengaruh perluasaan penyebaran penyakit yang
disebabkan dari peningkatan mobilitas manusia, barang, dan jasa dan cara
antisipasi peningkatan tersebut sehingga penyebaran penyakit dapat
dikendalikan.
2
BAB II
ISI
2.1 Mobilisasi Manusia Terhadap Penyebaran Penyakit
Peningkatan jumlah manusia dengan berbagai akitivitas pekerjaannya
menyebabkan penyebaran penyakit semakin mudah dan cepat, baik
penularan secara langsung maupun secara penularan yang tidak langsung.
Penularan secara langsung dapat melalui gigitan nyamuk malaria mapun
demam berdarah (dengue) yang merupakan vektor penyakit dan penderita
yang terkena tidak mengenali bahkan mengapresiasi faktor risiko atau
potensi penularan yang berkaitan dengan orang, hewan domestik atau satwa
liar, dan lingkungan.
Penyakit
lainnya
yang
sering
terserang
pada
manusia
adalah
leptospirosis. Leptospira merupakan salah satu contoh agen patogen
penyakit yang faktor penyebarannya dipengaruhi oleh faktor kegiatan
manusia dan mobilitasnya. Perjalanan yang dilakukan manusia baik di hutan
belantara atau di alam bebas menyebabkan terjadinya kontak dengan atau
tidak sengaja menelan air yang terkontaminasi leptospira.
Leptospira merupakan agen patogen yang memiliki reservoir infeksi,
yakni hewan domestik dan satwa liar seperti anjing, singa laut, dan tikus dan
ditularkan dengan cara mengekskerikan leptospira melalui urin. Leptospira
memerlukan tanah yang lembab ataupun air yang tergenang untuk
mempertahankan virulensi dan persistensi di luar tubuh inang. Penyakit
leptospirosis banyak terjadi pada penyelam, perenang, pekerja kanal, dan
wisatawan yang berpetualang melintasi hutan dan rawa.
2.2 Mobilisasi Barang Terhadap Penyebaran Penyakit
Beberapa penyakit menular mempunyai sifat lintas batas negara dan
antar wilayah, khususnya berkaitan dengan dinamika mobilitas barang. Era
globalisasi
telah
dicanangkan
dengan
semakin
berkembangnya
perdagangan bebas antar negara yang hampir tak mengenal batas dan
berlaku di berbagai bidang termasuk sub sektor peternakan, baik komoditi
ternak hidup maupun produknya, sehinggga perlu dicermati kemungkinan
tertularnya beberpa penyakit zoonosis, foodborne disease, maupun penyakit
eksotik lainnya.
3
Salah satu sumber penularan penyakit adalah mobilitas produk pangan
asal hewan yang berasal dari tempat yang tidak memiliki higiene pangan
yang baik. Mobilitas pangan dan pakan, mulai dari proses pengolahan
sampai distribusi sangat rentan terkena cemaran yang dapat menularkan
penyakit jika tidak ada higiene yang baik.
Seperti kita ketahui, wabah penyakit zoonosis seperti adanya gejala
keracunan yang menyebabkan diare adalah contoh akibat terjadinya
mobilisasi bahan makanan yang tidak ditangani dengan baik. Disamping itu,
uji laboratorium terhadap pangan asal hewan masih ditemukan kumankuman patogen Stapylococcus aureus dan Salmonella sp. yang dapat
menimbulkan kecemasan pada masyarakat.
Penyakit pada hewan dapat ditularkan langsung maupun tidak langsung
melalui produk pangan asal hewan seperti daging, susu, telur termasuk
penyakit akibat mengkonsumsi makanan (foodborne disease) dan penyakit
yang disebabkan masuknya agen patogen ke dalam saluran pencernaan
(food infection).
Produk pangan asal ternak beri
siko tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh pangan asal ternak
adalah penyakit antraks, salmonelosis, brucellosis, tuberkulosis, klostridiosis,
dan penyakit akibat cemaran Staphylococcus aureus (Supar dan Ariyanti
2005). Setelah ternak dipotong, mikroba yang terdapat pada hewan mulai
merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami
kerusakan bila tidak mendapat penangan yang baik. Mikroba pada produk
ternak terutama berasal dari saluran pencernaan. Apabila daging tercemar
mikroba saluran pencernaan maka daging tersebut dapat membawa bakteri
patogen seperti Salmonella. Menurut Rahayu (2006), bakteri patogen dari
daging yang tercemar dapat mencemari bahan pangan lain seperti sayuran,
buah-buahan, dan makanan siap santap bila bahan pangan tersebut
diletakkan berdekatan dengan daging yang tercemar.
Karkas ayam mentah paling sering dikaitkan dengan cemaran
Salmonella dan Campylobacter yang dapat menginfeksi manusia (Raharjo
1999). Produk olahan unggas seperti sate ayam, ayam panggang maupun
ayam opor yang diproduksi oleh industri makanan juga berisiko tercemar
mikroba. Pengolahan sate ayam yang memerlukan waktu penyiapan yang
4
panjang menyebabkan produk ini rentan terhadap cemaran mikroba. Dalam
pengolahan sate ayam ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan sebagai
titik kendali kritis, yaitu tahap penyiapan (pemotongan dan penusukan),
pembekuan, pemanggangan, serta pengangkutan dan penyajian (Harmayani
et al. 1996).
Susu sapi yang berasal dari sapi yang sehat dapat tercemar mikroba
non patogen yang khas segera setelah diperah. Pencemaran juga dapat
berasal dari sapi, peralatan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang
bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh manusia (Volk dan Wheeler
1990). Beberapa bakteri patogen yang umum mencemari susu adalah
Brucella sp., Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.,
Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp. (Adams dan Motarjemi 1999).
Lebih
dari
90%
kejadian
penyakit
pada
manusia
disebabkan
mengonsumsi makanan yang tercemar bakteri patogen, seperti penyakit
tipus, disentri, botulisme, dan intoksikasi bakteri lainnya seperti hepatitis A
(Winarno 1997).
Pangan membawa berbagai jenis mikroba, yang dapat berasal dari
mikroflora alami tanaman atau hewan, baik yang berasal dari lingkungan
maupun yang masuk selama pemanenan atau penyembelihan, distribusi,
penanganan pascapanen, pengolahan, serta penyimpanan produk.
2.3 Mobilisisasi Jasa Transportasi Terhadap Penyebaran Penyakit
Seiring dengan kemajuan teknologi, alat transportasi pun mengalami
perkembangan dari zaman ke zaman, yakni mulai dari penggunaan kuda
dan kapal layar berubah ke penggunaan kapal uap, kereta api, otomobil dan
pesawat udara sehingga dapat mencapai suatu daerah dalam waktu singkat.
Pada tahun 2006, penerbangan udara dari perjalanan internasional
mencapai 46%, perjalanan darat 43%, transportasi air 7%, dan kereta api
4% (Chen 2008). Hal ini menunjukkan bahwa risiko penumpang untuk
terkena penyakit menular semakin tinggi mengingat jaringan penerbangan
global yang menghubungkan hampir seluruh wilayah di dunia dan
bercampurnya manusia dari berbagai wilayah sehingga memungkinkan
terjadinya penyebaran penyakit secara cepat dan meluas.
Infeksi bisa terjadi melalui penyebaran udara di dalam pesawat, seperti
influenza, campak, tuberculosis, infeksi meningococcal, dan severe acute
respiratory syndrome (SARS). Infeksi melalui makanan yang disajikan di
5
pesawat dapat berupa Salmonella, Staphylococcus, dan Vibrio cholerae
(Chen 2008). Infeksi pada penumpang di kapal pesiar dapat melalui agen
patogen Salmonella, Shigella, Staphylococcus, Vibrio Cholera, Legionella,
dan rubella (Chen 2008).
2.4 Jasa Ekowisata Terhadap Penyebaran Penyakit
Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pemerintahan dalam
mendukung upaya perlindungan wilayah-wilayah alam dengan memperoleh
keuntungan ekonomi melalui kesempatan tenaga kerja dan masyarakat lokal
dalam mengelola wilayahnya tersebut. Dengan adanya kegiatan ekowista
menyebabkan banyak para pendatang, baik lokal maupun lur negeri datang
berkunjung. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor penyebaran penyakit dari
wilayahnya ke wilayah yang lain. Para pendatang tersebut dapat berperan
menjadi vektor biologis suatu penyakit atau terkontaminasi penyakit yang
disebabkan oleh mikroba atau vektor yang menempel pada tubuhnya,
pakaiannya, atau barang-barang bawaannya dan bertindak sebagai vektor
mekanis penyakit (APHIS 2001).
2.5 Antisipasi penyebaran penyakit zoonosis
Kontak yang dilakukan oleh orang sakit atau alat alat yang dipergunakan
untuk menangani hewan yang sakit serta mobilisasi yang dipermudah telah
dianggap sebagai sumber penularan penyakit bagi hewan atau orang
lainnya. Hal ini mengakibatkan kontak dengan hewan atau orang yang
sedang sakit dianggap suatu hal yang berbahaya. Pencegahan penyakit
zoonosis perlu dilakukan agar suatu daerah dapat mempertahan areanya
terbebas dari
penyakit endemik ataupun penyakit endemik yang
dapat
dicegah dan tidak meluas menjadi penyakit pandemik.
Pencegahan penyebaran penyakit akibat tingginya mobilisasi manusia
dapat dilakukan vaksinasi kepada wisatawan yang ingin melakukan
perjalanan jauh dan melakukan tes kesehatan, memastikan agar wisatawan
yang melakukan perjalan tidak terinfeksi suastu penyakit, dan tidak
membawa penyakit itu kembali pulang ke daerahnya. Walaupun demikian, di
era globalisasi masih terasa sulit membatasi mobilisasi manusia, apalagi
mobilisasi yang dilakukan jalur darat dan menggunakan kendaraan pribadi.
Di Indonesia, seseorang bebas keluar masuk suatu daerah melalui jalur
darat. Contoh kasus adalah daerah Bogor yang belum bebas dari penyakit
rabies, dapat dengan mudah membawa anjing atau kucing masuk ke jakarta
6
yang telah bebas dari penyakit rabies, di mana kita tidak bisa menjamin
anjing/kucing dari bogor itu bebas dari rabies. Berbeda dengan jalur udara,
hewan tidak dapat bebas keluar masuk. Peraturan yang dibuat untuk
transportasi hewan melalui udara sudah cukup baik. Hewan harus
dikarantina terlebih dahulu, diperiksa kondisi kesehatan dan dipastikan
terbebas dari penyakit endemik yang membahayakan suatu daerah agar
tidak mengakibatkan suatu penyebaran penyakit lebih luas.
Beberapa jenis penyakit hewan menular, penularan penyakit dari satu
hewan ke hewan lainnya dapat disebabkan oleh suatu barang. Barang yang
dipergunakan untuk menangani suatu hewan dan dipergunakan untuk
hewan lainnya memiliki peluang yang besar untuk menularkan suatu
penyakit.
Pada umumnya suatu penyakit yang ditularkan melalui barang adalah
suatu penyakit yang menyerang sistem imun tubuh di saat tubuh hewan
tersebut sedang lemah akibat daya tahan tubuh menurun diluar. Hewan atau
orang dapat tertular suatu penyakit dapat melalui sekreta dan produk hasil
hewani oleh hewan yang terkena suatu penyakit. Masalah ini dapat diatasi
dengan melakukan tes kandungan gizi suatu makanan dan tes positif suatu
makanan terhadap suatu penyakit.
Jasa transportasi seperti angkutan yang membawa hewan atau produk
hewan apabila tercemar dapat pula menularkan suatu penyakit secara
mekanik. Hal ini menyebabkan penyebaran penyakit antar hewan satu dan
hewan lainnya, antar kelompok atau antar daerah dapat berjalan cepat. Hal
ini dapat diatasi dengan menerapkan mekanisme biosekuriti di mana
aktivitas transportasi hewan maupun produk hewan sangat diawasi dengan
sangat ketat sehingga dapat menjamin hewan atau produk hewan yang akan
di bawa ke suatu daerah telah aman dari pencemar maupun penyakit
menular.
7
SIMPULAN
Penyakit endemik dapat dipengaruhi oleh perluasaan penyebaran
penyakit yang disebabkan dari peningkatan mobilitas manusia, barang, dan
jasa, kontak secara langsung maupun tidak langsung. Manusia dapat
menjadi vektor biologis bahkan vektor mekanik, yakni dari pakaian barangbarang yang dimilikinya. Jasa transportasi juga mempengaruhi penyebaran
suatu penyakit yang disebabkan oleh kemajuan teknologi sehingga suatu
daerah yang jauh jaraknya dapat ditempuh dalam waktu singkat sehingga
memungkinkan penyebaran penyakit secara cepat.
Hal ini dapat diatasi dengan tindakan pencegahan penyakit (preventif)
dan pengendalian penyakit
(kuratif) terlebih dahulu dan disusul dengan
pemberian edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga
kesehatan manusia tersebut agar terhindar dari penyakit yang bersifat
zoonosis.
8
DAFTAR PUSTAKA
Adams M, Motarjemi Y. 1999. Basic Food Safety for Health Workers. Rome:
World Health Organization of the United Nations.
APHIS USDA . 2001. Market Watch. Nature Travel and Ecotourism: Animal and
Human Health Concerns. Center for Emerging Issues, October 2001.
Chen LH, Wilson ME. 2008. The Role of the Traveler in Emerging Infections and
Magnitude of Travel. Med. Clin. N. Am. 92: 1409-1432.
Djaafar FT, Rahayu S. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit
Yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian. 26(2).
Harmayani E, Santoso E, Utami T, Raharjo S. 1996. Identifikasi Bahaya Kontaminasi S. aureus dan Titik Kendali Kritis pada Pengolahan Produk Daging
Ayam dalam Usaha Jasa Boga. Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi
Pertanian 16(3): 7−15.
Raharjo S. 1999. Teknik Dekontaminasi Cemaran Bakteri pada Karkas dan
Daging. Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 19(2): 8.
Rahayu ES. 2006. Amankah Produk Pangan Kita: Bebaskan dari Cemaran
Berbahaya. Makalah disampaikan dalam Apresiasi Peningkatan Mutu Hasil
Olahan Pertanian. Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Kelompok Pemerhati Keamanan Mikrobiologi Produk Pangan,
Yogyakarta, 1 April 2006.
Supar,
Ariyanti T. 2005. Keamanan pangan produk peternakan ditinjau dari
aspek pra- panen: permasalahan dan solusi. Prosiding Lokakarya Nasional
Keamanan Pangan Produk Peternakan, Bogor, 14 September 2005. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 27−29.
Volk WA, Wheeler MF. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.
Winarno FG. 1997. Keamanan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
9
TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT
DAN UPAYA ANTISIPASINYA
Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan (FKH 300)
OLEH:
KELOMPOK 4
Hana Shabrina
Mentari Lentera A
Pradifta Ramdani
Rindy Fazni Nengsih
Alif Rahman
B04120167
B04120178
B04120185
B04120190
B04120220
FAKULTAS KEDOTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
(
(
(
(
(
)
)
)
)
)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengaruh positif yang disebabkan dari berkembangnya teknologi di
segala bidang transportasi, menjadikan manusia dapat dengan mudah
berpindah lokasi dengan cepat. Namun di sisi lain penyebaran dari penyakit
juga semakin mudah dan cepat. Hal ini disebabkan karena manusia termasuk
agen ataupun veKtor dari suatu penyakit. Penyebaran penyakit tidak hanya
disebabkan oleh manusia yang sebagai agen ataupun vektor dari suatu
penyakit saja, melainkan barang yang dibawa oleh manusia tersebut karena
kita tidak dapat menjamin lingkungan sekitar dalam kondisi bebas
mikroorganisme pathogen.
Berbicara tentang mobilitas, dalam dunia peternakan dan perdagangan
pun terjadi proses mobilitas. Hewan dan barang yang dikirim ataupun
diterima, tidak bisa kita simpulkan bebas dari mikroorganisme pathogen yang
dapat menginfeksi atau menyeran kita. Apabila daya imunitas kita sedang
tidak baik, mikroorganisme pathogen tersebut akan menginfeksi tubuh dan
selanjutnya kita akan sakit.
Dalam proses jasa pengiriman hewan dan barang, tidak jarang
ditemukan bahwa setelah hewan dan barang tersebut sampai di tujuan,
kondisi hewan telah mati atau kondisi barang telah rusak. Hal yang seperti
ini juga berpeluang menjadi agen maupun vector penyakit. Untuk itu,
pengetahuan mengenai pengaruh terhadap monilitas manusia, barang, dan
jasa terhadap penyebaran suatu penyakit sangat dibutuhkan agar dapat
diantisipasi sehingga penyakit tersebut tidak menjadi ancaman lingkungan
sekitar.
1.2 Tujuan
Pembuatan
makalah
ini
bertujuan
untuk
memberikan
informasi
mengenai beberapa pengaruh perluasaan penyebaran penyakit yang
disebabkan dari peningkatan mobilitas manusia, barang, dan jasa dan cara
antisipasi peningkatan tersebut sehingga penyebaran penyakit dapat
dikendalikan.
2
BAB II
ISI
2.1 Mobilisasi Manusia Terhadap Penyebaran Penyakit
Peningkatan jumlah manusia dengan berbagai akitivitas pekerjaannya
menyebabkan penyebaran penyakit semakin mudah dan cepat, baik
penularan secara langsung maupun secara penularan yang tidak langsung.
Penularan secara langsung dapat melalui gigitan nyamuk malaria mapun
demam berdarah (dengue) yang merupakan vektor penyakit dan penderita
yang terkena tidak mengenali bahkan mengapresiasi faktor risiko atau
potensi penularan yang berkaitan dengan orang, hewan domestik atau satwa
liar, dan lingkungan.
Penyakit
lainnya
yang
sering
terserang
pada
manusia
adalah
leptospirosis. Leptospira merupakan salah satu contoh agen patogen
penyakit yang faktor penyebarannya dipengaruhi oleh faktor kegiatan
manusia dan mobilitasnya. Perjalanan yang dilakukan manusia baik di hutan
belantara atau di alam bebas menyebabkan terjadinya kontak dengan atau
tidak sengaja menelan air yang terkontaminasi leptospira.
Leptospira merupakan agen patogen yang memiliki reservoir infeksi,
yakni hewan domestik dan satwa liar seperti anjing, singa laut, dan tikus dan
ditularkan dengan cara mengekskerikan leptospira melalui urin. Leptospira
memerlukan tanah yang lembab ataupun air yang tergenang untuk
mempertahankan virulensi dan persistensi di luar tubuh inang. Penyakit
leptospirosis banyak terjadi pada penyelam, perenang, pekerja kanal, dan
wisatawan yang berpetualang melintasi hutan dan rawa.
2.2 Mobilisasi Barang Terhadap Penyebaran Penyakit
Beberapa penyakit menular mempunyai sifat lintas batas negara dan
antar wilayah, khususnya berkaitan dengan dinamika mobilitas barang. Era
globalisasi
telah
dicanangkan
dengan
semakin
berkembangnya
perdagangan bebas antar negara yang hampir tak mengenal batas dan
berlaku di berbagai bidang termasuk sub sektor peternakan, baik komoditi
ternak hidup maupun produknya, sehinggga perlu dicermati kemungkinan
tertularnya beberpa penyakit zoonosis, foodborne disease, maupun penyakit
eksotik lainnya.
3
Salah satu sumber penularan penyakit adalah mobilitas produk pangan
asal hewan yang berasal dari tempat yang tidak memiliki higiene pangan
yang baik. Mobilitas pangan dan pakan, mulai dari proses pengolahan
sampai distribusi sangat rentan terkena cemaran yang dapat menularkan
penyakit jika tidak ada higiene yang baik.
Seperti kita ketahui, wabah penyakit zoonosis seperti adanya gejala
keracunan yang menyebabkan diare adalah contoh akibat terjadinya
mobilisasi bahan makanan yang tidak ditangani dengan baik. Disamping itu,
uji laboratorium terhadap pangan asal hewan masih ditemukan kumankuman patogen Stapylococcus aureus dan Salmonella sp. yang dapat
menimbulkan kecemasan pada masyarakat.
Penyakit pada hewan dapat ditularkan langsung maupun tidak langsung
melalui produk pangan asal hewan seperti daging, susu, telur termasuk
penyakit akibat mengkonsumsi makanan (foodborne disease) dan penyakit
yang disebabkan masuknya agen patogen ke dalam saluran pencernaan
(food infection).
Produk pangan asal ternak beri
siko tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh pangan asal ternak
adalah penyakit antraks, salmonelosis, brucellosis, tuberkulosis, klostridiosis,
dan penyakit akibat cemaran Staphylococcus aureus (Supar dan Ariyanti
2005). Setelah ternak dipotong, mikroba yang terdapat pada hewan mulai
merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami
kerusakan bila tidak mendapat penangan yang baik. Mikroba pada produk
ternak terutama berasal dari saluran pencernaan. Apabila daging tercemar
mikroba saluran pencernaan maka daging tersebut dapat membawa bakteri
patogen seperti Salmonella. Menurut Rahayu (2006), bakteri patogen dari
daging yang tercemar dapat mencemari bahan pangan lain seperti sayuran,
buah-buahan, dan makanan siap santap bila bahan pangan tersebut
diletakkan berdekatan dengan daging yang tercemar.
Karkas ayam mentah paling sering dikaitkan dengan cemaran
Salmonella dan Campylobacter yang dapat menginfeksi manusia (Raharjo
1999). Produk olahan unggas seperti sate ayam, ayam panggang maupun
ayam opor yang diproduksi oleh industri makanan juga berisiko tercemar
mikroba. Pengolahan sate ayam yang memerlukan waktu penyiapan yang
4
panjang menyebabkan produk ini rentan terhadap cemaran mikroba. Dalam
pengolahan sate ayam ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan sebagai
titik kendali kritis, yaitu tahap penyiapan (pemotongan dan penusukan),
pembekuan, pemanggangan, serta pengangkutan dan penyajian (Harmayani
et al. 1996).
Susu sapi yang berasal dari sapi yang sehat dapat tercemar mikroba
non patogen yang khas segera setelah diperah. Pencemaran juga dapat
berasal dari sapi, peralatan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang
bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh manusia (Volk dan Wheeler
1990). Beberapa bakteri patogen yang umum mencemari susu adalah
Brucella sp., Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.,
Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp. (Adams dan Motarjemi 1999).
Lebih
dari
90%
kejadian
penyakit
pada
manusia
disebabkan
mengonsumsi makanan yang tercemar bakteri patogen, seperti penyakit
tipus, disentri, botulisme, dan intoksikasi bakteri lainnya seperti hepatitis A
(Winarno 1997).
Pangan membawa berbagai jenis mikroba, yang dapat berasal dari
mikroflora alami tanaman atau hewan, baik yang berasal dari lingkungan
maupun yang masuk selama pemanenan atau penyembelihan, distribusi,
penanganan pascapanen, pengolahan, serta penyimpanan produk.
2.3 Mobilisisasi Jasa Transportasi Terhadap Penyebaran Penyakit
Seiring dengan kemajuan teknologi, alat transportasi pun mengalami
perkembangan dari zaman ke zaman, yakni mulai dari penggunaan kuda
dan kapal layar berubah ke penggunaan kapal uap, kereta api, otomobil dan
pesawat udara sehingga dapat mencapai suatu daerah dalam waktu singkat.
Pada tahun 2006, penerbangan udara dari perjalanan internasional
mencapai 46%, perjalanan darat 43%, transportasi air 7%, dan kereta api
4% (Chen 2008). Hal ini menunjukkan bahwa risiko penumpang untuk
terkena penyakit menular semakin tinggi mengingat jaringan penerbangan
global yang menghubungkan hampir seluruh wilayah di dunia dan
bercampurnya manusia dari berbagai wilayah sehingga memungkinkan
terjadinya penyebaran penyakit secara cepat dan meluas.
Infeksi bisa terjadi melalui penyebaran udara di dalam pesawat, seperti
influenza, campak, tuberculosis, infeksi meningococcal, dan severe acute
respiratory syndrome (SARS). Infeksi melalui makanan yang disajikan di
5
pesawat dapat berupa Salmonella, Staphylococcus, dan Vibrio cholerae
(Chen 2008). Infeksi pada penumpang di kapal pesiar dapat melalui agen
patogen Salmonella, Shigella, Staphylococcus, Vibrio Cholera, Legionella,
dan rubella (Chen 2008).
2.4 Jasa Ekowisata Terhadap Penyebaran Penyakit
Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pemerintahan dalam
mendukung upaya perlindungan wilayah-wilayah alam dengan memperoleh
keuntungan ekonomi melalui kesempatan tenaga kerja dan masyarakat lokal
dalam mengelola wilayahnya tersebut. Dengan adanya kegiatan ekowista
menyebabkan banyak para pendatang, baik lokal maupun lur negeri datang
berkunjung. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor penyebaran penyakit dari
wilayahnya ke wilayah yang lain. Para pendatang tersebut dapat berperan
menjadi vektor biologis suatu penyakit atau terkontaminasi penyakit yang
disebabkan oleh mikroba atau vektor yang menempel pada tubuhnya,
pakaiannya, atau barang-barang bawaannya dan bertindak sebagai vektor
mekanis penyakit (APHIS 2001).
2.5 Antisipasi penyebaran penyakit zoonosis
Kontak yang dilakukan oleh orang sakit atau alat alat yang dipergunakan
untuk menangani hewan yang sakit serta mobilisasi yang dipermudah telah
dianggap sebagai sumber penularan penyakit bagi hewan atau orang
lainnya. Hal ini mengakibatkan kontak dengan hewan atau orang yang
sedang sakit dianggap suatu hal yang berbahaya. Pencegahan penyakit
zoonosis perlu dilakukan agar suatu daerah dapat mempertahan areanya
terbebas dari
penyakit endemik ataupun penyakit endemik yang
dapat
dicegah dan tidak meluas menjadi penyakit pandemik.
Pencegahan penyebaran penyakit akibat tingginya mobilisasi manusia
dapat dilakukan vaksinasi kepada wisatawan yang ingin melakukan
perjalanan jauh dan melakukan tes kesehatan, memastikan agar wisatawan
yang melakukan perjalan tidak terinfeksi suastu penyakit, dan tidak
membawa penyakit itu kembali pulang ke daerahnya. Walaupun demikian, di
era globalisasi masih terasa sulit membatasi mobilisasi manusia, apalagi
mobilisasi yang dilakukan jalur darat dan menggunakan kendaraan pribadi.
Di Indonesia, seseorang bebas keluar masuk suatu daerah melalui jalur
darat. Contoh kasus adalah daerah Bogor yang belum bebas dari penyakit
rabies, dapat dengan mudah membawa anjing atau kucing masuk ke jakarta
6
yang telah bebas dari penyakit rabies, di mana kita tidak bisa menjamin
anjing/kucing dari bogor itu bebas dari rabies. Berbeda dengan jalur udara,
hewan tidak dapat bebas keluar masuk. Peraturan yang dibuat untuk
transportasi hewan melalui udara sudah cukup baik. Hewan harus
dikarantina terlebih dahulu, diperiksa kondisi kesehatan dan dipastikan
terbebas dari penyakit endemik yang membahayakan suatu daerah agar
tidak mengakibatkan suatu penyebaran penyakit lebih luas.
Beberapa jenis penyakit hewan menular, penularan penyakit dari satu
hewan ke hewan lainnya dapat disebabkan oleh suatu barang. Barang yang
dipergunakan untuk menangani suatu hewan dan dipergunakan untuk
hewan lainnya memiliki peluang yang besar untuk menularkan suatu
penyakit.
Pada umumnya suatu penyakit yang ditularkan melalui barang adalah
suatu penyakit yang menyerang sistem imun tubuh di saat tubuh hewan
tersebut sedang lemah akibat daya tahan tubuh menurun diluar. Hewan atau
orang dapat tertular suatu penyakit dapat melalui sekreta dan produk hasil
hewani oleh hewan yang terkena suatu penyakit. Masalah ini dapat diatasi
dengan melakukan tes kandungan gizi suatu makanan dan tes positif suatu
makanan terhadap suatu penyakit.
Jasa transportasi seperti angkutan yang membawa hewan atau produk
hewan apabila tercemar dapat pula menularkan suatu penyakit secara
mekanik. Hal ini menyebabkan penyebaran penyakit antar hewan satu dan
hewan lainnya, antar kelompok atau antar daerah dapat berjalan cepat. Hal
ini dapat diatasi dengan menerapkan mekanisme biosekuriti di mana
aktivitas transportasi hewan maupun produk hewan sangat diawasi dengan
sangat ketat sehingga dapat menjamin hewan atau produk hewan yang akan
di bawa ke suatu daerah telah aman dari pencemar maupun penyakit
menular.
7
SIMPULAN
Penyakit endemik dapat dipengaruhi oleh perluasaan penyebaran
penyakit yang disebabkan dari peningkatan mobilitas manusia, barang, dan
jasa, kontak secara langsung maupun tidak langsung. Manusia dapat
menjadi vektor biologis bahkan vektor mekanik, yakni dari pakaian barangbarang yang dimilikinya. Jasa transportasi juga mempengaruhi penyebaran
suatu penyakit yang disebabkan oleh kemajuan teknologi sehingga suatu
daerah yang jauh jaraknya dapat ditempuh dalam waktu singkat sehingga
memungkinkan penyebaran penyakit secara cepat.
Hal ini dapat diatasi dengan tindakan pencegahan penyakit (preventif)
dan pengendalian penyakit
(kuratif) terlebih dahulu dan disusul dengan
pemberian edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga
kesehatan manusia tersebut agar terhindar dari penyakit yang bersifat
zoonosis.
8
DAFTAR PUSTAKA
Adams M, Motarjemi Y. 1999. Basic Food Safety for Health Workers. Rome:
World Health Organization of the United Nations.
APHIS USDA . 2001. Market Watch. Nature Travel and Ecotourism: Animal and
Human Health Concerns. Center for Emerging Issues, October 2001.
Chen LH, Wilson ME. 2008. The Role of the Traveler in Emerging Infections and
Magnitude of Travel. Med. Clin. N. Am. 92: 1409-1432.
Djaafar FT, Rahayu S. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit
Yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian. 26(2).
Harmayani E, Santoso E, Utami T, Raharjo S. 1996. Identifikasi Bahaya Kontaminasi S. aureus dan Titik Kendali Kritis pada Pengolahan Produk Daging
Ayam dalam Usaha Jasa Boga. Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi
Pertanian 16(3): 7−15.
Raharjo S. 1999. Teknik Dekontaminasi Cemaran Bakteri pada Karkas dan
Daging. Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 19(2): 8.
Rahayu ES. 2006. Amankah Produk Pangan Kita: Bebaskan dari Cemaran
Berbahaya. Makalah disampaikan dalam Apresiasi Peningkatan Mutu Hasil
Olahan Pertanian. Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Kelompok Pemerhati Keamanan Mikrobiologi Produk Pangan,
Yogyakarta, 1 April 2006.
Supar,
Ariyanti T. 2005. Keamanan pangan produk peternakan ditinjau dari
aspek pra- panen: permasalahan dan solusi. Prosiding Lokakarya Nasional
Keamanan Pangan Produk Peternakan, Bogor, 14 September 2005. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 27−29.
Volk WA, Wheeler MF. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.
Winarno FG. 1997. Keamanan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
9